Anda di halaman 1dari 7

Nama : Medica Savana Bramantya

NPM : 18700071

Kelas : 2018A

DIABETES MELLITUS

PENDAHULUAN

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan metabolisme yang
terjadi pada organ pankreas yang ditandai dengan peningkatan gula darah atau sering disebut
dengan kondisi hiperglikemia yang disebabkan karena menurunnya jumlah insulin dari pankreas
(ADA, 2012). Kejadian penyakit DM yang paling sering terjadi di masyarakat adalah DM tipe
dua. Kasus pada tahun 2013, prevalensi DM di dunia adalah sebesar 8,4% dari populasi
penduduk dunia. Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang tersembunyi sebelum muncul
gejala yang tampak seperti mudah lapar, haus dan sering buang air kecil. Gejala tersebut
seringkali disadari ketika pasien sudah merasakan keluhan, sehingga disebut dengan the silent
killer. Penyakit Diabetes Melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi baik makrovaskuler
maupun mikrovaskuler (Brunner and Suddarth, 2013). Dampak dari Diabetes Mellitus terhadap
kualitas sumber daya manusia dan peningkatan biaya kesehatan cukup besar, sehingga sangat
diperlukan program pengendalian DM tipe dua. Menurut (Kemenkes, 2010) penyakit Diabetes
Mellitus tipe dua bisa dilakukan pencegahan dengan mengetahui faktor risiko. Faktor risiko
penyakit DM terbagi menjadi faktor yang berisiko tetapi dapat dirubah oleh manusia, dalam hal
ini dapat berupa pola makan, pola kebiasaan sehari-hari seperti makan, pola istirahat, pola
aktifitas dan pengelolaan stres. Faktor yang kedua adalah faktor yang berisiko tetapi tidak dapat
dirubah seperti usia, jenis kelamin serta faktor pasien dengan latar belakang keluarga dengan
penyakit Diabetes (Suiraoka, 2012).

Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan
oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik
absolut maupun relatif (Suyono, 1995). DM merupakan penyakit yang menjadi masalah pada
kesehatan masyarakat. Oleh karena itu DM tercantum dalam urutan keempat prioritas penelitian
nasional untuk penyakit degeneratif setelah penyakit kardiovaskuler, serebrovaskuler, rheumatik
dan katarak (Tjokroprawiro, 2001).

B.FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DIABETES MILLITUS

Faktor risiko kejadian penyakit Diabetes Mellitus tipe dua antara lain usia, aktifitas fisik,
terpapar asap, indeks massa tubuh (IMT), tekanan darah, stres, gaya hidup, adanya riwayat
keluarga, kolesterol HDL, trigliserida, DM kehamilan, riwayat ketidaknormalan glukosa dan
kelainan lainnya (Morton et al, 2012; Koes Irianto 2012; De Graaf et al, 2016). Penelitian yang
dilakukan oleh Trisnawati (2012) menyatakan bahwa riwayat keluarga, aktifitas fisik, umur,
stres, tekanan darah serta nilai kolesterol berhubungan dengan terjadinya DM tipe dua, dan orang
yang memiliki berat badan dengan tingkat obesitas berisiko 7,14 kali terkena penyakit DM tipe
dua jika dibandingkan dengan orang yang berada pada berat badan ideal atau normal.

C.KAITAN DIABETES MILLITUS DENGAN POLA MAKAN

Pola makan adalah suatu cara tertentu dalam mengatur jumlah dan jenis asupan makanan dengan
maksud untuk mempertahankan kesehatan, status gizi, serta mencegah dan/atau membantu
proses penyembuhan (Depkes, 2009). Pola makan yang baik harus dipahami oleh para penderita
DM dalam pengaturan pola makan sehari-hari. Pola ini meliputi pengaturan jadwal bagi
penderita DM yang biasanya adalah 6 kali makan per hari yang dibagi menjadi 3 kali makan
besar dan 3 kali makan selingan. Adapun jadwal waktunya adalah makan pagi pukul 06.00-
07.00, selingan pagi pukul 09.00-10.00, makan siang pukul 12.00- 13.00, selingan siang pukul
15.00-16.00, makan malam pukul 18.00-19.00, dan selingan malam pukul 21.00-22.00. Jumlah
makan (kalori) yang dianjurkan bagi penderita DM adalah makan lebih sering dengan porsi kecil
sedangkan yang tidak dianjurkan adalah makan dalam porsi yang besar, seperti makan pagi
(20%), selingan pagi (10%), makan siang (25%), selingan siang (10%), makan malam (25%),
selingan malam (10%). Jenis makanan perlu diperhatikan karena menentukan kecepatan naiknya
kadar gula darah. Penyusunan makanan bagi penderita DM mencakup karbohidrat, lemak,
protein, buah-buahan, dan sayuran (Tjokroprawiro, 2012; Dewi, 2013).

D.KAITAN DIABETES MILLITUS DENGAN POLA GIZI

Pada masyarakat dianjurkan untuk menerapkan pola makan yang sehat supaya terhindar dari DM
terutama DMtipe 2 dengan cara mengonsumsi makanan secara seimbang terutama mengonsumsi
lemak dan karbohidrat cukup serta meningkatkan konsumsi serat, selain melakukan aktifitas fisik
atau olah raga secara teratur. Terkait dengan makanan yang dikonsumsi, sejumlah faktor
mempengaruhi respon glikemia terhadap makanan. Faktor tersebut meliputi jumlah karbohidrat,
jenis gula, sifat pati, cara memasak dan mengolah makanan serta bentuk makanannya, disamping
komponenpanganlainnya. Pasien DM tipe 2 umumnya (60-70%) memiliki berat badan yang
berlebih atau obes, dan frekuensi berat badan lebih tingkat sedang meningkat
beberapatahunterakhirjuga terjadi pada pasien DM tipe 1, khususnya yang mendapatkan terapi
insulin secara intensif. Semua pasien ini dianjurkan untuk menurunkan asupan energi dan
meningkatkan pengeluaran energi. Beberapa bukti menunjukkanbahwapenurunanberat
badanbahkan tingkat sedang (5-10% dari berat badanbasal) dapat memperbaiki glukosa darah,
menurunkanresistensi insulin dan faktor risiko kardiovaskuler, seperti
tekanandarahdanlemaktidak abnormalyangsering ditemukan pada penderitapasien.8 Pada pasien
DM tipe 2 dengan berat badan yang normal, pergantian sebagian karbohidrat dengan lemak tak
jenuh tunggal (MUFA) akan mengurangi kenaikan gula darah setelah makan dan kadar
trigliserida dalam darah.1 AsupanKarbohidrat danSerat Efek karbohidrat pada kadar gula darah
sangatlah kompleks. Sumber-sumber gula yang dimurnikan(refinedsugar) akan diserap
lebihcepat dibandingkan dengan karbohidrat yang berasal dari pati atau makananberserat seperti
sereal atau buah atau dari jenis karbohidrat kompleks. Namunperlu diperhatikan efek glikemia
yang cukup besar variabilitasnya di antara berbagai makanan yang komposisinya tampak sama.
Melalui Indeks Glikemik (IG) dapat ditentukan kuantitas glikemia dalam makanan. Makanan
dengan IG tinggi akan menyebabkan kenaikan kadar glukosa darah lebih cepat. Oleh karena itu
dianjurkan bagi pasien penderita DM agar memilih makanan dengan IG rendah.1 Diet rendah IG
akan memperbaiki kadar glukosadarahpadapenderitaDMtipe 1dan2. Studi metaanalisis pada
14studi (randomizedcontrolled trials) yang melibatkan 356 penderita DM ditemukan bahwa
dengan diet rendah IG memperbaiki kadar glukosa darah jangka pendek dan panjang, yang
direfleksikan melalui penurunan secara signifikan kadar fruktosamine dan hemoglobin A1C. 9
Makanan dengan IG rendah adalah antara lain whole grain, buah-buahan, sayuran dan kacang-
kacangan yang juga termasuk dalammakanankayaserat. Makanan berserat akan memberikan
serat pangan, vitamin dan mineral serta substansi lain yangpentingbagi kesehatan.
Denganmengonsumsi serat dalam jumlah yang cukup dapat memberikan manfaat metabolik
berupapengendalianguladarah, hiperinsulinemia dan kadar lipidplasmaatau faktor
risikokardiovaskuler.1Jumlahserat yangdianjurkan untuk dikonsumsi bagi penderita DM sama
dengan jumlah serat yang dianjurkan pada masyarakat umum, yaitu 15-20 gram/1000 kkal setiap
harinya dariberbagaibahanmakanansumber serat,terutama serat
larut.8Hartanti(2004)menemukanasupanserat sebagian besar penderita diabetes mellitus tipe 2
masih kurang dari angka kecukupan serat 25 gram/hari dan asupan serat makanan berkontribusi
terhadap kadar glukosa darah penderita diabetes mellitus

E. PENATALAKSANAAN DIABETES MILLITUS DENGAN FARMAKOLOGI DAN


NON FARMAKOLOGI

1.Metformin

Metformin merupakan obat kencing manis generik yang paling sering diresepkan dokter untuk
pasien diabetes tipe 2. Obat diabetes melitus ini bekerja dengan cara menurunkan produksi
glukosa di hati dan meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin, sehingga tubuh bisa
menggunakan insulin lebih efektif. Obat generik untuk kencing manis tersedia dalam bentuk pil
dan sirup. Sama seperti obat diabetes melitus lainnya, metfomin juga memiliki efek samping.
Mual, diare, dan penurunan berat badan merupakan beberapa efek samping yang umum dari obat
diabetes generik ini.Namun, Anda tak perlu khawatir. Pasalnya, efek samping ini bisa hilang
ketika tubuh Anda sudah beradaptasi dengan penggunaan obat atau jika obat kencing manis ini
diminum setelah makan.Apabila obat diabetes melitus ini tidak cukup efektif untuk
mengendalikan kadar gula dalam darah, dokter bisa meresepkan obat oral atau injeksi lainnya.

2. Sulfonilurea

Selain metformin, obat generik untuk diabetes melitus lainnya yang sering diresepkan dokter
adalah sulfonilurea. Obat kencing manis ini tergolong lawas, namun masih cukup efektif untuk
membantu mengendalikan gejala diabetes melitus.Beberapa contoh obat generik golongan
sulfonilurea untuk diabetes melitus, di antaranya:

Gliburid

Obat diabetes melitus ini memiliki kemampuan untuk menurunkan gula darah yang kuat. Bila
Anda diresepkan obat kencing manis ini oleh dokter, jadwal makan harus teratur. Itu artinya,
Anda tidak boleh menunda jam makan atau melewatkan makan.

Obat generik untuk diabetes melitus ini memiliki efek hipoglikemia yang kuat. Oleh karena itu,
obat kencing manis ini tidak dianjurkan untuk diresepkan pada lansia.

Glipizide

Dibanding gliburid, efek penurunan gula darah dari glipzide lebih rendah sehingga aman
dikonsumsi untuk lansia. Namun sebelum pakai obat diabetes melitus ini, pastikan konsultasi
terlebih dahulu ke dokter untuk informasi lebih lanjut.

Glimepirid

Glimepirid termasuk dalam obat generik sulfonilurea generasi terbaru. Obat kencing manis ini
digunakan untuk pasien diabetes melitus yang memiliki riwayat penyakit jantung atau gagal
ginjal.

3. Meglitinide

Meglitinide bekerja seperti sulfonilurea, yaitu merangsang pankreas menghasilkan lebih banyak
insulin. Bedanya, obat generik untuk diabetes melitus ini bekerja lebih cepat. Durasi efeknya
pada tubuh lebih pendek dari pada obat golongan sulfonilurea.

Contoh obat golongan meglitinide adalah Prandin dan Starlix. Sebelum menggunakan obat
kencing manis ini, Anda harus hati-hati. Pasalnya, obat generik untuk diabetes melitus ini dapat
menyebabkan gula darah rendah dan penambahan berat badan.

Silakan konsultasi ke dokter untuk informasi lebih lanjut. Pastikan kalau setiap obat kencing
manis yang Anda konsumsi memiliki manfaat yang lebih banyak ketimbang risikonya.

1. Thiazolidinediones
Thiazolidinediones atau juga dikenal dengan sebutan glitazones, adalah obat generik
untuk mengendalikan gula darah pada pasien diabetes melitus tipe 2. Obat kencing manis
ini bekerja membantu tubuh menghasilkan lebih banyak insulin.

Anda bisa mengonsumsi obat generik untuk diabetes melitus ini satu atau dua kali sehari, baik itu
setelah atau sebelum makan. Selain mengendalikan gula darah, obat kencing manis juga
membantu menurunkan tekanan darah dan memperbaiki metabolisme lemak dengan
meningkatkan kadar HDL (kolesterol baik) dalam darah.Kenaikan berat badan merupakan salah
satu efek samping dari penggunaan obat diabetes melitus ini. Mengutip dalam laman Mayo
Clinic, obat kencing manis ini juga dikaitkan dengan efek samping lain yang lebih serius, seperti
risiko gagal jantung dan anemia.Nah, karena kedua efek samping tersebut, obat generik ini
umumnya tidak digunakan sebagai pilihan pertama perawatan diabetes melitus.

2. Inhibitor DPP-4
Inhibitor depeptidil peptidase 4 (inhibitor DPP-4) adalah obat generik untuk diabetes
melitus yang bekerja meningkatkan hormon inkretin dalam tubuh.
Inkretin dalam obat diabetes ini dapat membantu mengontrol gula darah dengan
meningkatkan produksi insulin, terutama setelah makan. Obat kencing manis ini juga
dapat membantu mengurangi kadar gula yang dibuat di hati.Biasanya dokter akan
meresepkan obat diabetes melitus jika pemberian obat metformin dan sulfonilureas tidak
efektif mengendalikan gula darah pasien diabetes tipe 2. Sitagliptin, Saxagliptin, dan
Linagliptin, merupakan beberapa obat diabetes generik yang masuk golongan inhibitor
DPP-4.Mengutip laman American Diabetes Association, obat kencing manis ini juga
efektif untuk membantu menurunkan berat badan. Sayangnya, beberapa laporan
mengaitkan obat ini dengan risiko pankreatitis.Maka dari itu, jika Anda memiliki riwayat
penyakit yang berhubungan dengan pankreas, pastikan berkonsultasi ke dokter terlebih
dahulu sebelum menggunakan obat diabetes melitus ini.
3. Agonis reseptor GLP-1
Agonis reseptor GLP-1 diresepkan dokter apabila obat-obatan diabetes melitus seperti
yang sudah disebutkan di atas belum mampu mengontrol kadar gula darah Anda. Obat
kencing manis ini diberikan melalui suntikan.Jenis obat generik untuk diabetes  melitus
satu ini bekerja dengan cara meningkatkan produksi insulin dan
DAFTAR PUSTAKA

ADA. (2012). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, 35 (1),
(care.diabetesjournals.org)

Almatsier, Sunita. (2013). Prinsip dasar ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Brunner and Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Volume 1.
Jakarta: EGC

CDC. (2011). Family History as a Tool for Detecting Children at Risk for Diabetes and
Cardiovascular Disease

De Graaf, C., Donnelly, D., Wootten, D., Lau, J., Sexton, P. M., Miller, L. J., Wang, M.-W.
(2016). Glucagon-Like Peptide-1 and Its Class B G Protein–Coupled Receptors: A Long March
to Therapeutic Successes. Pharmacological Reviews, 68(4), 954-1013.
(http://doi.org/10.1124/pr.115.011395)

Diabates UK. (2010). Diabetes in the UK 2010: Key Statistics on Diabetes

Hilawe, E. H., Yatsuya, H., Li, Y., Uemura, M., Wang, C., Chiang, C., Aoyama, A. (2015).
Smoking and Diabetes: Is the Association Mediated by Adiponectin, Leptin, or C-reactive
Protein. Journal of Epidemiology, 25(2): 99-109. (http://doi.org/10.2188/jea.JE20140055)

Irawan, Dedi. (2010). Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Mellitus Tipe dua Di
Daerah Urban Indonesia. Tesis dipublikasikan. Jakarta: Univesitas Indonesia

Suiraoka. (2012). Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha Medika

Kementerian Kesehatan. (2010). Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Risiko Diabetes Mellitus.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Morton G. et al. (2012). Keperawatan Kritis Pendekatan Asuhan Holistik. Edisi 8 Volume I.
Jakarta: EGC

Puskesmas I Wangon. (2015). Profil Kesehatan Puskesmas I Wangon Tahun 2015. Banyumas:
Puskesmas I Wangon

Rothman, KJ, Greenland, S, Lash, T.L. (2008). Modern Epidemiology. Third edition.
Philadelphia: Lipincott Williams and Wilkins
Sujaya, I Nyoman. (2009). Pola Konsumsi Makanan Tradisional Bali sebagai Faktor Risiko
Diabetes Melitus Tipe dua di Tabanan. Jurnal Skala Husada, 6(1): 75-81

Sukardji, K. (2009). Penatalaksanaan Gizi pada Diabetes Mellitus, dalam Buku Penatalaksanaan
Diabetes Mellitus Terpadu. Edisi 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Slagter, S. N., Vliet-Ostaptchouk, J. V. van, Vonk, J. M., Boezen, H. M., Dullaart, R. P.,
Kobold, A. C. M., Wolffenbuttel, B. H. (2013). Associations Between Smoking, Components of
Metabolic Syndrome and Lipoprotein Particle Size. Journal BMC Medicine, 11: 195.
(http://doi.org/10.1186/1741-7015-11-195)

Shih, K. C., Lam, K. S.-L., & Tong, L. (2017). A Systematic Review on The Impact of Diabetes
Mellitus on The Ocular Surface. Journal Nutrition & Diabetes, 7(3): 251.
(http://doi.org/10.1038/nutd.2017.4)

Trisnawati, K, T., Soedijono, S. (2012). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di
Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1

Zieve, David. (2012). Hypertension–Overview. (http://nlm.nih.gov/medlineplus/ency/


anatomyvideos /000072.htm)

Anda mungkin juga menyukai