Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang masih menjadi

masalah utama dalam kesehatan baik di dunia maupun di Indonesia. Diabetes

mellitus adalah suatu kelompok metabolik dengan karakteristik hiperglikemia

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Sekitar 90% dari semua populasi diabetes adalah diabetes mellitus tipe 2 yang

ditandai dengan penurunan sekresi insulin karena berkurangnya fungsi sel beta

pankreas secara progresif yang disebabkan oleh resistensi insulin (American

Diabetes Association, 2012).

Diabetes merupakan masalah kesehatam masyarakat yang penting,

menjadi salah satu proritas dari empat penyakit tidak menular yang menjadi target

tindak lanjut oleh pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi diabetes terus

meningkat selama peride terakhir (WHO Global Report, 2016). Secara global,

menurut World Health Organization/ WHO (2016) diperkirakan jumlah klien

dengan DM di dunia mencapai 422 juta orang. dan lebih dari 80% terjadinya

kematian akibat DM yaitu pada negara miskin dan berkembang. Prevalensi

dibetes meningkat dari 4,7 % menjadi 8,5 % pada populasi orang dewasa (WHO

Global Report, 2016).

Diabetes mellitus (DM) dikenal dengan sebutan penyakit gula darah atau

kencing manis, menurut Internatinal Diabetes Federation (IDF) estimasi kejadian

DM didunia pada tahun 2017 menunjukkan bahwa indonesia saat ini menduduki

peringkat ke-6 dunia dengan jumlah penderita diabetes terbesar, yaitu sebanyak

1
10,3 juta jiwa (IDF, 2015). Data milik Kementerian Kesehatan dari Sample

Registration Survey 2014 juga menyebutkan bahwa diabetes telah menjadi

penyebab kematian terbesar di Indonesia, dengan presentase sebesar 6,7 % setelah

stroke 21,1 % dan penyakit jantung koroner 12,9%. Prevalensi Diabetes mellitus

di Indonesia menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018

menunjukkan bahwa prevalensi penyandang diabetes naik menjadi 8,5 % dari 6,9

% dari sebelumnya (Riskesdas, 2018). Prevalensi DM di Indonesia jika

dibandingkan dengan tahun 2013, prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter

pada umur ≥15 tahun hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 meningkat menjadi

1,6 % (Riskesdas, 2018).

Prevalensi penyakit DM di Provinsi Jambi berdasarkan Dinas Kesehatan

adalah 0,5% sedangkan prevalensi DM sebesar 0,7%. Data ini menunjukkan

cakupan diagnosis DM oleh tenaga kesehatan mencapai 71,4%, lebih tinggi

dibandingkan dengan penyakit asma maupun jantung. jumlah pasien diabetes

mellitus dan ulkus diabetikum di RSUD Raden Mattaher Jambi tahun 2013

sebanyak 681 orang (Ramayani, 2016). Diabetes mellitus sering menyebabkan

komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular

terutama didasari oleh karena adanya resistensi insulin, sedangkan komplikasi

mikrovaskular lebih disebabkan oleh hiperglikemia kronik dan perlahan akan

merusak jaringan dalam tubuh jika tidak ditangani dengan tepat dan serius

(Decroli, 2019).

Ulkus kaki diabetik (UKD) merupakan salah satu komplikasi kronik dari

diabetes mellitus tipe 2 yang sering ditemui. UKD merupakan salah satu penyebab

utama penderita diabetes dirawat dirumah sakit. Perhatian yang lebih pada kaki

2
penderita diabetes mellitus dan pemeriksaan secara reguler diharapkan akan

mengurangi kejadian komplikasi berupa ulkus diabetik, yang pada akhirnya akan

mengurangi biaya rawat dan kecacatan. Oleh karena itu perlu peningkatan

pemahaman mengenai diagnosis UKD yang kemudian dilanjutkan dengan

penatalaksanaan yang optimal. Komplikasi mikrovaskuler disebabkan oleh faktor

lingkungan atau gaya hidup yang menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Hal

yang mendasari terjadinya hiperglikemia pada diabetes mellitus tipe 2 yang

disebut omnious octet. Faktor lingkungan memegang peranan penting dalam

terjadinya penyakit DM tipe 2, faktor lingkungan tersebut adalah adanya obesitas,

banyak makan, dan kurang aktifitas fisik (Decroli, 2019). Ditemukannya beberapa

faktor penyebab terjadinya diabetes mellitus, maka akan mempengaruhi seseorang

akan mengalami DM tpe 1 dan DM tipe 2. Gejala lain pada penderita DM tipe

adalah adanya selulitis pada bagian bawah seperti tungkai kaki (Decroli, 2019).

Selulitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang

ditandai kemerahan pada bagian tungkai yang disertai tanda-tanda radang.

Umumnya selulitis ditemukan pada usia lanjut, sering terjadi pada perempuzn dari

pada laki-laki dengan keluhan lesu, demam, dan rasa nyeri. Selulitis dapat terjadi

pada bagian tubuh manapun, penyakit ini timbul pada lokasi dengan lesi yang

telah ada sebalumnya seperti adanya ulkus pada bagian tungkai kaki yaitu luka

tusuk, gigitan binatang atau trauma (Andravita, 2014).

Pola asuhan gizi sangat berperan penting dalam penanganan penyakit ini,

deteksi dini dan pelaksanaan yang tepat tentunya sangat menentukan tingkat

keberhasilan pengobatan dari penyakit ini. Selain itu pengaturan diet yang baik

juga merupakan salah satu upaya untuk dapat mempertahankan status gizi secara

3
optimal terutama pada pasien diabetes mellitus yang mengutamakan konsep

pengaturan diet berdasarkan jumlah makanan, jenis makanan dan jadwal diberikan

makanan. Sehingga intervensi gizi menjadi salah satu yang yang sangat penting

dalam upaya penyembuhan dan dapat meningkatkan taraf hidup pasien. Kasus

diabetes mellitus penatalaksanaan diet yang dilakukan dengan memfokuskan pada

asupan yang diberikan berdasarkan syarat diet diabetes mellitus yaitu pemberian

makanan sesuai dengan kebutuhan akan tetapi yang harus diperhatikan adalah

penggunaan gula murni dalam penggunaan sehari- hari, yang bisa diganti dengan

gula alternatif dalam jumlah terbatas (Almatsier, 2005).

Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan studi kasus

dengan judul “ Penatalaksanaan Asuhan Gizi Terstandar Pada Pasien Ulkus

Selulitis Diabetes Mellitus Tipe 2 Hiperglikemia Ruang Bedah Perempuaan

RSUD Raden Mattaher Jambi”.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan bagaimana penerapan

Nutritional Care Process (NCP) pada pasien dengan diagnosis Ulkus Selulitis

Diabetes Mellitus Tipe 2 Hiperglikemia di RSUD Raden Mattaher Jambi tahun

2020.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum kegiatan ini bertujuan untuk melaksanakan penerapan

asuhan gizi terstandar pada pasien dengan diagnosis Ulkus Selulitis Diabetes

Mellitus Tipe 2 Hiperglikemia di RSUD Raden Mattaher Jambi.

4
1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan skrining gizi pada pasien dengan diagnosis Ulkus

Selulitis Diabetes Mellitus Tipe 2 Hiperglikemia.

b. Mampu melakukan asuhan gizi pada pasien dengan diagnosis Ulkus

Selulitis Diabetes Mellitus Tipe 2 Hiperglikemia.

c. Mampu melakukan perencanaan menu pada pasien dengan diagnosis

Ulkus Selulitis Diabetes Mellitus Tipe 2 Hiperglikemia.

d. Mampu melakukan edukasi dan konseling gizi pada pasien dengan

diagnosis Ulkus Selulitis Diabetes Mellitus Tipe 2 Hiperglikemia.

1.4 Manfaat

1.4.1 Bagi Pasien

Memberikan motivasi kepada pasien dan keluarga pasien dalam usaha

penyembuhan penyakit dengan memberikan terapi diet dan diharapkan dapat

menerapkan diet baik pada saat dirawat inap maupun diluar rumah sakit guna

mencapai status gizi yang baik.

1.4.2 Bagi Instalasi Gizi

Memberikan masukan bagi institusi dalam pelayanan gizi dan

penatalaksanaan diet pada pasien dengan diagnosis Ulkus Selulitis Diabetes

Mellitus Tipe 2 Hiperglikemia.

1.4.3 Bagi Mahasiswa

Menambah wawasan pengetahuan serta pengalaman tentang manajemen

asuhan gizi, pelaksanaan asuhan gizi dan diet pada pasien dengan diagnosis Ulkus

Selulitis Diabetes Mellitus Tipe 2 Hiperglikemia.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Mellitus (DM)

2.1.2 Definisi

Diabetes Mellitus (DM) adalah salah satu penyakit yang berbahaya yang

dikenal dengan nama penyakit kencing manis. Diabetes mellitus adalah penyakit

yang disebabkan oleh gangguan metabolik yang terjadi secara kronis atau

menahun karena tubuh tidak mempunyai hormon insulin yang cukup akibat

gangguan pada sekresi insulin, hormon insulin yang tidak bekerja sebagaimana

mestinya atau keduanya (Kemenkes RI, 2014). Diabetes mellitus adalah penyakit

gangguan metabolik dengan dengan ciri ditemukan konsentrasi glukosa yang

tinggi didalam darah (Hiperglikemia) (Jalil, 2014).

World Health Oragnization atau WHO (2016) menyebutkan bahwa

Penyakit ini ditandai dengan munculnya gejala yaitu poliphagia, polidipsia dan

poliuria serta sebagiannya mengalami penurunan berat badan. Diabetes mellitus

merupakan penyakit kronis yang sangat perlu diperhatikan dengan serius.

Diabetes mellitus yang tidak terkontrol dapat menyebabkan beberapa komplikasi

seperti kerusakan mata, ginjal, pembuluh darah, saraf dan jantung.

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus (DM)

Organisai yang berhubungan dengan DM seperti American Diabetes

Assocation (ADA) telah membagi DM berdasarkan penyebabnya. PERKENI dan

IDAI sebagai organisasi yang sama di Indonesia menggunakan klasifikasi dengan

dasar yang sama seperti klasifikasi yang diuat oleh organisasi yang lainnya

(Perkeni, 2015).

6
Klasifikasi Diabetes mellitus berdasarkan etiologi menurut Perkeni (2015)

adalah sebagai berikut :

a. Diabetes mellitus (DM) tipe 1

Diabetes mellitus yang terjadi karena kerusakan atau destruksi sel

beta di pankreas. Kerusakan ini berakhir pada keadaan defisiensi insulin

yang terjadi secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain

autoimun dan idiopatik.

b. Diabetes mellitus (DM) tipe 2

Penyebab DM tipe 2 seperti yang diketahui adalah resistensi

insulin. Insulin dalam jumlah cukup tapi tidak dapat bekerja secara

optimal sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi di dalam tubuh.

Defesiensi insulin dapat terjadi secara relatif pada penderita DM tipe 2 dan

sangat mungkin untuk menjadi defesiensi insulin absolut.

c. Diabetes mellitus (DM) tipe lainnya

Penyebab DM tipe lain sangat bervariasi. DM ini disebabkan oleh

defek genetik fungsi sel beta, kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,

endokrinopati pankreas, obat, zat kimia, infeksi, kelainan imunologi dan

sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM.

2.1.3 Etiologi

Pasien diabetes mellitus pengaturan sistem kadar gula darah yang

mengalami gangguan, insulin tidak cukup produksinya dan akibatnya kadar

glukosa darah tinggi, peningkatan kadar glukosa darah mengakibatkan banyaknya

glukosa darah pada tubuh dan tubuh berusaha kuat mengeluarkan melalui ginjal.

7
Peningkatan kadar gula darah karena insulin tidak mencukupi mengakibatkan

diabetes mellitus (Tjokroprawiro, 2006).

2.1.4 Patofisiologi Diabetes Mellitus (DM)

Diabetes mellitus merupakan penyakit dengan ganguan pada metabolisme

karbohidrat, potein dan lemak karena insulin tidak dapat bekerja secara optimal,

jumlah insulin yang tidak memenuhi kebutuhan keduanya. Ganggu metabolisme

tersebut disebabkan karena kerusakan pada sel beta pangkreas karena pengarug

dari luar seperti zat kimia, virus dan bakteri. Penurunan reseptor glukosa pada

kelenjer pankreas dan kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer (Fatimah,

2015).

2.2 Diabetes Mellitus Tipe 2

2.2.1 Definisi

Diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit kronis dengan karakteristik terjadi

peningkatan glukosa darah (hiperglikemia) dalam tubuh. Penyebab dari DM

adalah gangguan pada sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya. DM tipe

disebabkan oleh perpaduan antara gangguan aksi insulin (resistensi insulin) dan

defisiensi insulin yang terjadi secara relatif sebagai kompensasi sekresi insulin

yang tidak adekuat (IDAI, 2015).

2.2.2 Epidemiologi

Diabetes mellitus tipe 2 persentasenya meliputi lebih 90% dari semua

populasi diabetes. Prevalensi DM tipe 2 berkisar 3-6% pada populasi dewasa.

International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2011 mengumumkan 336 juta

orang di seluruh dunia mengidap DM tipe 2 dan penyakit ini terkait dengan 4,6

juta kematian tiap tahunnya, atau satu kematian setiap tujuh detik. Penyakit ini

8
mengenai 12% populasi dewasa di Amerika Serikat dan lebih dari 25% pada

penduduk usia lebih dari 65 tahun.

Meningkatnya prevalensi diabetes mellitus di beberapa negara

berkembang akibat peningkatan angka kemakmuran di negara yang bersangkutan

akhir ini sangat deperhatikan. Peningkatan pendapatan perkapita dan perubahan

gaya hidup terutama di kota-kota besar menyebabkan meningkatnya angka

kejadian penyakit degeneratif, salah satunya adalah penyakit diabetes mellitus.

Diabetes mellitus merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada

produksi dan dapat menurunkan sumberdaya manusia (IDF, 2011).

2.2.3 Patogenesis Diabetes Mellitus Tipe 2

Otot dan hati yang mengalami resistensi insulin menjadi penyebab utama

DM tipe 2. Kegagalan sel beta pankreas untuk dapat bekerja secara optimal juga

menjadi penyebab dari DM tipe 2 (Perkeni, 2015). DM tipe 2 adalah jenis DM

yang paling umum diderita oleh penduduk di Indonesia. Kombinasi faktor resiko,

resistensi insulin dan sel-sel tidak menggunakan insulin secara efektif

menyebabkan DM tipe 2 (NIDKK, 2014).

Pada DM tipe 2 mengalami produksi glukosa di hepar secara berlebihan

dan tidak terjadi kerusakan pada sel beta. Pada kondisi ini terjadi gangguan

resistensi insulin dan defisiensi insulin merupakan 2 penyebab yang sering

ditemukan pada penderita DM tipe 2 (Fitriyani, 2012).

Resistensi insulin pada otot dan hati serta kegagalan pamkreas telah

dikenal sebagai sebagai patofisiologi kerusakan sentral dari DM tipe 2 diketahui

bahwa kegagalan sel beta terjadi lebih dini dan lebih berat dari pada yang

diperkirakan sebelumnya. Selain otot, hati dan sel beta, organ lain seperti :

9
jaringan lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin), sel

alpha pancreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorpsi glukosa), dan

otak (resistensi insulin), semuanya ini berperan dalam menimbulkan terjadinya

gangguan toleransi glukosa pada DM tipe 2. Delapan organ penting dalam

gangguan toleransi glukosa ini (ominous octet) penting dipahami karena dasar

patofisiologi ini memberikan konsep tentang:

1. Pengobatan harus ditujukan guna memperbaiki gangguan patogenesis,

bukan yanya untuk menurunkan HbA1c saja

2. Pengobatan kombinasi yang diperlukan harus didasari atas kinerja obat

pada gangguan multipel dari patofisiologi DM tipe 2

3. Pengobatan harus dimulai sedini mungkin untuk mencegah atau

memperlambat progresivitas kegagalan sel beta yang sudah terjadi pada

penyandang gangguan toleransi glukosa.

Secara gari besar patogenesisi DM tpe 2 disebabkan oleh delapan hal

(omnious octet) berikut:

1. Kegagalan sel beta pankreas

Pada saat diagnosis DM tipe 2 ditegakkan, fungsi sel beta sudah sangat

berkurang.

2. Liver

Pada penderita DM tipe 2 terjadi resistensi insulin berat dan memicu

glucooneogesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal liver

meningkat.

10
3. Otot

Pada penderita DM tipe 2 didapatkan gangguan kinerja insulin yang

multiple di intramioseluler, akibat gangguan fosforilasi tirosin sehingga

timbul gangguan transport glikosa dalam sel otot, penurunan sintesis

glikagon, dan penurunan oksidasi glukisa.

4. Sel lemak

Sel lemak yang resistensi terhadap efek antilipolosis dari insulin,

menyebabkan peningkatan proses lipolisis dan kadar asam lemak bebas

(FFA=Free Fatty Acid) dalam plasma. Peningkatan FFA akan

merangsang proses glukoneogenesis, dan mencetus resistensi insulin di

liver dan otot. Free Fatty Acid juga akan mengganggu sekresi insulin.

5. Usus

Glukosa yang ditelan memicu respon insulin jauh lebih besar dibanding

kalau diberikan secara intravena. Saluran pencernaan juga mempunyai

peran dalam penyerapan karbohidrat melalui kerja enzim alfa glukosidase

yang memecah polisakarida menjadi minosakarida yang kemudian diserap

oleh usus dan berakibat meningkatkan glukosa darah setelah makan.

6. Sel Alpha Pankreas

Sel alpha pankreas merupakan organ yang berperan dalam hiperglikemia,

sel alpha berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa

kadarnya di dalam plasma akan meningkat.

7. Ginjal

Ginjal memfiltasi sekitar 163 gram glukosa sehari. Pada penderita DM

terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2.

11
8. Otak

Insulin merupakan penekan nafsu makan yang kuat. Pada individu yang

obes baik yang DM maupun non-DM, didapatkan hiperinsulinemia yang

merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi insulin (Perkeni, 2015).

2.2.4 Diagnosis DM Tipe 2

Diagnosis Dm ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa darah

secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Penggunaan darah vena

ataupun kapiler tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka

kriteria diagnosis yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Untuk tujuan

pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan

glukosa darah kapiler (Declori, 2019).

Gejala yang dialami enderita DM tipe 2 yaitu dengan keluhan poliuria,

polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

sebabnya. Keluhan lain bisa seperti lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,

disfungsi ereksi pada pria, serta priritas vulvae pada wanita(Declori, 2019).

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah vena dengan

sistem enzimatik dengan hasil :

1. Gejala klasik + GDP ≥ 126 mg/dl

2. Gejala klasik + GDS ≥ 200 mg/dl

3. Gejala klasik + GD 2 jam setelah TTGO ≥ 200 mg/dl

4. Tanpa gejala klasik + 2x pemeriksaan GDP ≥ 126 mg/dl

5. Tanpa gejala klasik + 2x pemeriksaan GDs ≥ 200 mg/dl

6. Tanpa gejala klasik + 2x pemeriksaan GD 2 jam setelahTTGO≥ 200 mg/dl

12
7. HbA1c ≥ 6,5 %

2.3 Komplikasi

Diabetes mellitus sering menyebabkan komplikasi makrovaskular dan

mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular terutama didasari oleh adanya

resistensi insulin, sedangkan komplikasi microvaskular lebih disebabkan oleh

hiperglikemia kronik (Perkeni, 2015)

2.3.1 Ulkus Kaki Diabetik

Ulkus kaki diabetik merupakan slah satu komplikasi DM tipe 2. Ukus kaki

diabetik merupakan penyakit pada kaki penderita diabetes dengan karakteristik

adanya neuropati sensorik. Amputasi merupakan konsekuensi yang serus dari

UKD. Perhatian yang lebih kaki penderita DM dan pemeriksaan secara reguler

diharapkan mengurangi kejadian komplikasi berupa ulkus diabetik (Perkeni,

2015).

2.3.2 Ginjal

Pada dekade terakhir , penyakit ginjal daiabetes menjadi penyebab utama

panyakit ginjal tahap akhir. Penyakit ginjal diabetes dialami oleh hampir sepertiga

pasien yang menderita diabetes (Perkeni, 2015).

2.3.3 Jantung

Komplikasi makrovaskular yang sering pada penderita DM tipe 2 adalah

penyakit arteri koroner, penyakit arteri perifer, dan penyakit pembuluh darah

arteri karotis. Diabetes mellitus tipe 2 merupakan faktor risikonutama dari

penyakit kardiovaskular, yang merupakan penyebab kematian terbanyak pada

penderita DM tipe 2 (Perkeni, 2015).

13
2.4 Pengobatan

Terapi farnakologis yang diberikan bersama dengan pengaturan makan

dan latihan jasmani (gaya hidup). Terapi farmakologis terdisi atas obat oral dan

bentuk suntikan.

2.4.1 Obat Antihiperglikemia Oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat antihiperglikemia oral dibagi menjadi 5

golongan:

a. Pemacu Sekresi Insulin

 Sulfonilurea

Obat untuk meningkatkan eksresi insulin oleh pankreas. Efek

sampingnya hipoglikemia dan penurunan berat badan. Hati-hati

penggunannya pada pasien resiko tinggi hipoglikemia (orang tua,

gangguan faal hati, dan ginjal).

 Glinid

Glinid merupakan obat yang kerjanya menekan pada peningkatan

insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dri 2 macam obat yaitu

Repaglinid dan Nateglinid, diberikan secara oral dan dieksresi

secara cepat melalui hati. Obat ini mengatasi hiperglikemia post

prandial.

b. Peningkatan Sensitivitas terhadap Insulin

 Metformin

Mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hatin

(Glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan

ferifer.

14
 Tiazolidindion (TZD)

Mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga

meningkatkan ambilan glukosa di jaringan ferifer.

c. Penghambat Absorpsi Glukosa di saluran pencernaan

Penghambatan Alfa Glukosidase

Obat ini bekerja dengan memperlambat absopsi glukosa dalam usus halus,

sehingga efeknya menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Efek

samping yang terjadi yaitu penumpukan gas dalam usus, sehingga

menimbulkan flatus. Contoh obatnya adalah Acarbose.

d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

Obat ini guna penghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 untuk

meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung

kadar glukosa dara. Contoh obatnya adalah Sitagliptin dan Linagliptin.

e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucase Co-transporter 2)

Obat antidiabetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan kembali

glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kinerja transpoter

glukosa SGLT-2. Obat golongan ini antara lain: Canagliflozin,

Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.

2.4.2 Obat Antihiperglikemia Suntik

Termasuk anti hiper glikemia suntik, yaitu insulin, agonis GLP-1 dan

kombinasi insulin dan agonis GLP-1.

 Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan :

15
 HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik

 Penurunan berat badan yang cepat

 Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

 Krisis hiperglikemia

 Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

 Stres berat (Infeksi Sistematik, operasi besar, dll)

 Kehamilan dengan DM

 Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

 Kontraindikasi atau alergi terhadap OHO

 Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

Jenis dan lama kerja insulin

Berdasarkan lama kerja, insulin terbagi menjadi 5 jenis, yaitu:

 Insulin kerja cepat (Ropid-acting insulin)

 Insulin kerja pendek (Short-acting insulin)

 Insulin kerja menengah (Intermediate-acting insulin)

 Insulin kerja panjang (Long-acting insulin)

 Insulin kerja ultra panjang (Ultra-acting insulin)

 Insulin campuran tetap, kerja pendek dengan menegah dan kerja

cepat dengan menengah (Premixed Insulin)

Efek samping terapi insulin

 Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia

 Penatalaksnaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bagian

komplikasi akut DM

16
 Efek samping yang lain berupa reaksi alergi terhadap insulin.

2.5 Ulkus selulitis (Ulkus Diabetik)

Selulitis merupakan infeksi bakteri akut pada dermis dan jaringan

subkutan yang ditandai lesi kemerahan dengan batas tidak jelas dan disertai tanda-

tanda radang. Tempat predileksi tersering yaitu pada bagian bawah seperti pada

bagian bawah seperti tungkai kaki, tetapi dapat mengenai lengan, wajah, dan kulit

kepala. Faktor predisposisi pada selulitis antara lain status gizi, higiene

perorangan, iklim, penyakit mendasari, usia lanjut, dan penurunan fungsi

imunologik (akibat HIV/AIDS) (Hay RJ, 2010).

Selulitis biasanya terjadi akibat adanya luka, trauma, borok dan kondisi

yang memungkingkan terjadinya kolonisasi kuman. Selulitis terjadi pada kondisi

penurunan daya tahan tubuh seperti kakeksia, diabetes mellitus, malnutrisi, dan

penyakit sistemik disertai dengan hygiene yang kurang dapat meningkatkan

kemungkinan terjadinya infeksi (Concheiro, 2009).

2.6 Ulkus Varikosum

Ulkus varikosum adalah ulkus pada tungkai bawah yang disebabkan oleh

gangguan aliran darah venosa. Umumnya hal ini ditemukan pada orang dewasa

dan usia lanjut, lebih sering pada perempuan, dan disertai dermatitis statis.

Dermatitis statis dapat mengalami infeksi sekunder, misalnya selulitis (Sularsito,

2010).

2.7 Penatalaksanaan DM dengan Komplikasi

Penatalaksanaan DM dengan ulkus selulitis dapat dibagi menjadi 2

kelompok besar, yaitu pencegahan primer (pencegahan sebelum terjadinya ulkus)

17
dan pencegahan sekunder (pencegahan dan penatalaksanaan ulkus yang sudah

terjadi) agar tidak terjadi kecacatan yang lebih parah.

a. Pencegahan Primer

Kegiatan yang harus dilakukan adalah dengan Penyuluhan

mengenai bagaimana terjadinya ulkus selulitis pada penderita diabetes

mellitus yang mana sangat penting untuk mempertahankan kondisi kaki

yang masih baik selama mungkin dan tidak berlanjut ketingkat yang lebih

parah. Penyuluhan ini dilakukan berbarengan dengan penyuluhan

mengenai kontrol glukosa darah untuk pasien diabetes mellitus seperti

diet, olahraga dan gaya hidup. Kemudian diberikan edukasi mengenai

menjaga kebersihan diri seperti menjaa kebersuhan kaki, mempertahankan

kelembabab kulit kaki dengan pelembab, dan perewatan kuku.

Pengelolaan Ulkus selulitis terutama ditujukan untuk pencegahan

terjadinya ulkus yang sesuai dengan tingkat besarnya resikokaki. Berbagai

uoaya pencegahan dilakukan sesuai dengan tingkat besar resiko tersebut.

Dengan memberikan alas kaki yang sesuai, berbagai hal terkait ulkus

kerne faktor mekanik dapat dicegah.

b. Pencegahan Sekunder

Dalam pengelolaan ulkus selulitis, kerja sama multi disiplin sangat

diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh

hasil pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut:

 Kontrol metabolik : sebaiknya menggunakan insulin agar kadar

glukosa darah normal dapat cepat tercapai.

18
 Kontrol neuropati : menggunakan golongan vasolidator seperti

cilostazol atau antiplatelet.

 Kontrol vaskular : dilakukan dengan melakukan penilaian dengan

seksama terhadap kelainan vaskular tungkai atau kaki.

 Kontrol mekani-tekanan : dilakukan bekerjasama dengan ahli kaki,

dokter bedah vaskuler, dan rahabilitas medik.

 Kontrol luka dan mikrobiologi : dilakukan dengan membersihkan luka

secata adekuat dan memberikan antibiotik sesuai kultur (Decroli,

2019).

2.8 Penatalaksanaan Diet

2.8.1 Tujuan

Tujuan diet penyakit Diabetes Mellitus dengan Ulkus Selulitis

Hiperglikemia adalah menurunkan kadar gula darah mencapai normal, menangani

komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin seperti hiperglikemia,

membantu pasien memperbaiki kebiasaan makanan untuk mengontrol metabolik.

2.8.2 Syarat Diet

Syarat diet diabetes mellitus adalah sebagai berikut :

 Energi cukup sesuai kebutuhan untuk mencapai dan mempertahankan

berat badab normal. Kebutuhan untuk metabolisme basal yaitu 25 kkal/kg

BBI ditambah kebutuhan untuk aktifitas fisik, dan faktor stress. Makanan

diberikan dengan porsi 3 kali utama dan 3 kali selingan.

 Protein 15% dari kebutuhan energi total

 Lemak sedang 20% dari kebutuhan energi total

 Karbohidrat sisa dari kebutuhan energy total yaitu 60-70%

19
 Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak diperbolehkan

kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu. Jika glukosa darah sudah

terkendali, diperbolehkan mengkonsumsi 5% dari kebutuhan total.

 Penggunaan gula alternatif dalam jumlah terbatas.

Sumber : Almatsier, 2005.

2.8.3 Jenis Diet dan Cara Pemberian

Diet yang diberikan pada penyakit diabetes mellitus penerapannya yaitu

menggunakan diet DM, yang mana sesuai dengan kebutuhan energi, protein,

lemak dan karbohidrat. Pemberian diet dilakukan dengan porsi 3 kali makan utam

dan 3 kali selingan. Penetapan diet pasien disesuaikan dengan kondisi atau

keadaan pasien dengan kategori bentuk makannya seperti nasi biasa, nasi lunak,

bubur dan makanan cair. Selain itu juga diberikan melalui enteral dan parenteral,

sesuai kemampuan pasien dalam mengkonsumsi makanan.

20
BAB III

SKRINING GIZI DAN GAMBARAN UMUM PASIEN

3.1 Skrining Gizi

1.Apakah pasien mengalami penurunan berat badan yang tidak direncanakan/tidak

diinginkan dalam 6 bulan terakhir ? Skor

 Tidak ada 0

 Tidak yakin (ada tanda : baju menjadi lebih longgar) 2

 Ya,ada penurunan berat badan sebanyak :

 1-5 kg 1

 6-10 kg 2

 11-15 kg 3

 >15 kg 4

 Tidak tahu berapa kg penurunan 2

2. Apakah asupan makanan berkurang karena tidak nafsu makan ?

 Tidak 0

 Ya 1

Total Skor

Bila skor ≥2, pasien beresiko malnutrisi, konsul ke ahli gizi

Sumber : Kemenkes, 2013

21
3.2 Gambaran Umum Pasien dan Asuhan Gizi

3.2.1 Riwayat Personal

Nama pasien : Ny. S

No.Rekam Medik : 943258

Usia : 49 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Tanggal masuk : 27 Februari 2020

Tanggal skrining : 28 Februari 2020

Tanggal intervensi : 29 Februari sampai 4 Maret 2020

Ruang rawat : Bedah perempuan (B2)

Diagnosis medis : Ulkus Selulitis Diabetes Mellitus Tipe 2

Hiperglikemia

DPJP : dr. Anton SP.B

3.2.1 Assesment Data

a. Riwayat Personal

Ny. S adalah seorang ibu rumah tangga, yang mempunyai 5 orang

anak, beragama islam. Pasien masuk RS dengan keluhan nyeri pada kaki

karena tertusuk paku. Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus ± 7 tahun

yang lalu. Pasien pernah dirawat di RS sebelumnya dan sudah pernah

mendapatkan konseling gizi. Kondisi pasien saat ini, pasien takut makan nasi

dan menganggap nasi membuat glukosa darahnya naik dan mengganti makan

22
sumber karbohidratnya dengan umbi- umbian, tetapi tidak mnegetahui berapa

porsi yang seharusnya dikonsumsi.

b. Antropometri

BBA = 60 kg

BB = 56 kg

TB = 151 cm

BBI = 90% - (TB-100) x 1 Kg

= 90% - (151-100) x 1 Kg

= 46 Kg

BBI = 46 kg

IMT = BB/TB2

= 56/(1,51)2

= 24,6 kg/m2 (Normal)

c. Biokimia

Berikut ini adalah pemeriksaan data hasil pemeriksaan kimia darah

dan elektrolit yang dilakukan pada tanggal 28 Februari 2020.

Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Kimia Darah

Tes Lab Hasil Batas Normal Masalah


pemeriksaan
GDS 320 mg/dl <200 Tinggi
HGB 11 g/dl 11-16 Normal
WBC 3,74 3,5-5,5 Normal
HCT 32,9 35-50 Normal
PLT 196 100-300 Normal
Ureum 44 mg/dl 15-39 Meningkat
Kreatinin 1,4 mg/dl 0,6-1,1 Meningkat

Keterangan: GDS: Gula darah sewaktu


HGB: Hemoglobin
WBC: White blood cell
PLT: Platelet

23
Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Elektrolit

Tes Lab Hasil Batas Normal Masalah


pemeriksaan
Na 132,3 mmol/L 135-148 Menurun
K 4,52 mmol/L 3,5-5,3 Normal
Cl 103,13 mmol/dl 98-110 Normal
Ca 1,28 mmol/L 1,19-1,23 Meningkat

Keterangan: Na: Natrium


K: Kalium
Cl: Clorida
Ca: Kalsium
d. Fisik/klinis

1. Fisik

Pemeriksaan fisik awal pasien kondisinya mual, sesak nafas (kadang-

kadang), nafsu makan menurun dan ulkus pada kaki (terasa nyeri).

2. Klinis

Berikut ini adalah pemeriksaan data klinis yang dilakukan pada

tanggal 28 Februari 2020.

Tabel 3.3 Pemeriksaan Klinis

Pemeriksaan Hasil Batas Normal Masalah

pemeriksaan
Tekanan darah 118/70 mmHg 120/80 mmHg Normal

Nadi 88x/menit 60-100 Normal

Suhu 36,5 ̊C 36-37 ̊C Normal

Nafas 24x/menit 20x/menit Meningkat

e. Riwayat Gizi

Riwayat gizi pasien terdahulu, Ny. S kebiasaan pola makan sehari-hari

adalah 2-3 kali sehari dengan nasi, lauk dan sayur, suka mengkonsumsi

makanan selingan rebus ubi 3 kali sehari dengan porsi 3-4 potong sedang

24
setiap kali makan yaitu berkisar 300 gram per sekali makan. Kebiasaan pasien

pasien makannya tidak bervariasi yang hanya makan nasi dan ikan saja dalam

porsi makannya. Pola makan pasien sering makan pada malam yang mana

frekuensi makannya 2 kali sehari yaitu makan paginya jam 12:00 dan

dilanjutkan makan malam jam 20:00, kemudian jarang mengkonsumsi sayur

dan buah yang frekuensinya hanya 1-2 kali sehari. Preskripsi asupan makan

sebelum masuk rumah sakit energi 64 %, protein 30%, lemak 40% dan

karbohidrat 118%.

Hasil Recall asupan pasien di Rumah Sakit sebelum dilakukan intervensi

rata-rata asupan pasien hanya menghabiskan nasi ½ p, lauk ½ porsi, protein

nabati ¼ p dan sayuran ½ p dengan preskripsi asupan Recall Rumah Sakit

energi 53%, protein 74%, lemak 80% dan kh 43,7%.

3.3 Diagnosis Gizi

Diagnosis gizi yang didapat pada kasus pasien Ny. S adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4 Diagnosis Gizi

PROBLEM ETIOLOGI SIGN / SYMPTOM


NI.2.1 Asupan oral tidak Berkaitan dengan Ditandai asupan makan
adekuat mual muntah, sesak SMRS E=64%,P= 30%
nafas dan L= 40%.
Sedangkan asupan di
RS sebelum intervensi
E=53%, P=74%,
L=80%, dan
KH=43,7%
NI.5.8.2 Asupan Berkaitan pola makan Ditandai Asupan
karbohidrat berlebih yang salah SMRS KH= 118%
NC.2.2 Perubahan nilai Berkaitan perubahan Ditandai dengan kadar
laboratorium fungsi endokrin gula darah sewaktu 320
mg/dl
NB. 1.3 Ketidaksiapan Berkaitan kurang Ditandai pola makan
melakukan diet atau pengetahuan terkait tidak bervariasi,suka
perubahan pola makan diet makan malam dengan
porsi banyak dan

25
jarang aktifitas fisik.
Pasien tidak mau
makan nasi karena
mengangkap nasi akan
menaikkan glukosa
darahnya dan
mengganti dengan ubi
dengan porsi 300 gram
per sekali makan.

3.4 Intervensi Gizi

a. Tujuan

 Menurunkan kadar gula darah mencapai normal

 Menangani komplikasi akut pasien yang menggunakan insulin seperti

hiperglikemia

 Membantu pasien memperbaiki kebiasaan makanan untuk mengontrol

metabolik

b. Syarat Diet

 Energi sesuai kebutuhan yaitu 25 kkal/kg BBI

 Protein 15% dari kebutuhan energi total

 Lemak sedang 20% dari kebutuhan energi total

 Karbohidrat 65 % dari kebutuhan energi total

c. Preskripsi Diet

 Jenis diet : DM 1900

 Bentuk makanan : Makanan Lunak

 Frekuensi Makan :

3x Makan utama + 3 x selingan

26
Jam Makan : Jam 7:00 makan pagi, jam 10:00 selingan, jam 12:00 makan

siang, jam 16.00 selingan, jam 18.00 makan malam, dan jam 21:00

selingan.

 Pemberian oral

 Cairan Cukup

d. Perhitungan kebutuhan

Diketahui :
BBI = 48 kg BBI = 90% - (TB-100) x 1 Kg
= 90% - (151-100) x 1 Kg
= 46 Kg
BBI = 46 kg
TB =151 cm
KU (Koreksi umur) = 5%
FA (Faktor aktifitas) = 20%
FA (Faktor stres) = 30%

Perhitungan:
BMR = 25 kkal/BBI
= 25 x 46
=1150 kkal
KU = 5% x 1150 kkal
= 57,5 kkal
FA = 20% x 1150
= 230 kkal
FS = 40% x 1150
= 480 kkal
Energi Total = BMR + FA+ FS - KU
= 1150 + 230 + 480 – 57,5
= 1803 kkal
Protein = 15% x 1803 kkal
= 67,6 gram
Lemak = 20% x 1803 kkal
= 40,06 gram
Karbohidrat = 65% x 1803 kkal
= 293 gram

Sumber : Perkeni, 2015

27
e. Perencanaan Menu

Menu yang diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien, yaitu diet DM 1900

Kkal, dengan bentuk makanan nasi lunak. Pemberian makanan 3x makan pokok

dan 3x selingan untuk mencapai kebutuhan pasien sebanyak 100% kebutuhan.

Tabel 3.5 Perencanaan Menu 1-4 Hari Intervensi


Waktu Menu Penukar Berat Energi Protein Lemak KH
(gram) (kkal) (gram) (gram) (gram)
Pagi
07:00 Nasi Lunak 11/2 150 270 4,5 0,3 59,7
Protein hewani 1 50 66 8,5 2 -
Sayur 1 100 50 3 - 10
Minyak 1 5 45 - 5 -

Selingan
10:00 Buah 1 100 50 - - 12

Siang
12:00 Nasi Lunak 2 200 350 8 0,4 80
Protein Hewani 1 50 66 8,5 2 -
Sumber Protein 1 100 75 5 3 7
Nabati
Sayur 1 100 50 3 - 10
Buah 1 100 50 - - 12
Minyak 1 10 90 - 10 -

Selingan
15:00 Buah 1 100 50 - - 12

Sore
18:00 Nasi Lunak 2 200 350 8 0,4 80
Protein hewani 1 50 66 8,5 2 -
Sumber Protein 1 50 75 5 3 7
Nabati
Sayur 1 100 50 3 - 10
Buah 1 100 50 - - 12
Minyak 1 10 90 - 10 -
Selingan
21:00 Sumber 1 100 87,5 2 0.2 20
Karbohidrat

Jumlah 1980,5 67 43,2 316,7


Kebutuhan 1803 67,6 40,06 293
Persentase 109,8% 95,03% 103,5% 107,6%

28
f. Edukasi Gizi

1. Tujuan umum :

Menyamakan presepsi antara klien dengan dietisien agar pasien dapat

menjalankan diet dengan benar dan dapat mengganti makanan yang

dianjurkan dan tidak dianjurkan.

2. Tujuan Khusus :

1. Menambah pengetahuan tentang pola makan yang baik.

2. Merubah kebiasaan klien yang hobby makan malam

3. Menjelaskan tentang makanan yang di anjurkan dan tidak di

anjurkan.

2. Konten/Materi :

1. Media : Brosur

2. Materi : menjelaskan diet diabetes mellitus, makanan yang

dibolehkan dan makanan yang dibatasi.

3. Sasaran : Pasien dan keluarga

4. Waktu : 15 menit

5. Tempat : Ruangan Bedah Perempuan (B2)

6. Hari/Tanggal : Sabtu, 28 Februari 2020

29
3.5 Monitoring dan Evaluasi

Monitoring Target Waktu


Antropometri Mempertahankan status Selama perawatan

gizi normal
Biokimia Mencapai hasil Jika ada

laboratorium normal pemeriksaan


Fisik dan Klinis Kondisi lebih membaik Setiap hari dan

klinis Jika ada

pemeriksaan
Diatery Memenuhi kebutuhan Setiap hari

50-80%.

3.6 Implementasi

Implementasi gizi yang yang dilakukan pada kasus ini adalah

pemberian diet yang dibutuhkan dan memberikan edukasi yang bertujuan

untuk memotivasi pasien agar dapat menghabiskan makanan yang disajikan.

Pelaksanaan asuhan gizi ini dilakukan dengan kolaborasi dengan dokter yang

menangani kasus, perawat, ahli gizi, keluarga pasien dan pasien itu sendiri.

1. Dokter dan perawat

Memonitoring pasien dengan pemantauan keruangan dan dilaporkan

ke buku status pasien.

2. Ahli gizi

30
Memonitoring pasien keruangan dengan menjelaskan prinsip diet yang

benar dan dapat dimengerti tentang makanan yang dianjurkan dan tidak

dianjurkan, agar tidak salah memberikan diet.

3. Keluarga

Memberikan informasi kepada keluarga pasien tentang terapi yang

diberikan, jumlah asupan sesuai kebutuhan, serta meminta keluarga pasien

untuk terus memotivasi pasien agar tetap mau mengikuti diet sehingga

makanan yang disajikan habis dimakan.

BAB IV

31
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Asuhan gizi yang dilakukan pada Ny. S yang diagnosis Ulkus Selulitis

Diabetes Mellitus Tipe 2 Hiperglikemia. Berdasarkan kasus yang telah penulis

lakukan selama 4 hari yaitu tanggal 29 Februari 2020 sampai 4 Maret 2020, maka

diperoleh hasil intervensi sebagai berikut :

4.1.1 Monitoring dan Evaluasi Antropometri

Berdasarkan pengamatan dan pengukuran yang telah dilakukan selama 4

hari yaitu tanggal 29 Februari 2020 sampai 4 Maret 2020, maka diperoleh hasil

intervensi sebagai berikut :

Tabel 4.1 Hasil Monitoring Antropometri

Parameter 29-02-2020
TB 151
BB 56
BB1 48
IMT 24,6 (Normal)

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa selama dilakukan pengukuran

selama 4 hari didapatkan hasil bahwa tidak ada perubahan antropometri pasien.

4.1.2 Monitoring dan evaluasi data biokimia

Berdasarkan pengamatan dan pengukuran yang telah dilakukan selama 4

hari yaitu tanggal 29 Februari 2020 sampai 4 Maret 2020 dapat dilhat hasil

monitoring biokimia sebagai berikut :

Tabel 4.2 Hasil Monitoring Pemeriksaan Kimia Darah

Jenis 28-2-2020 29-2- 1-3- 2-3- 3-3- 4-3- Rujukan


pemeriksaa 2020 2020 2020 2020 2020
n

32
GDS Pagi 320 265 260 Pagi Pagi Pagi <200
mg/dl, mg/dl mg/dl 679 553 328
Sore 389 mg/dl, mg/dl mg/dl
mg/dl Sore Siang
515 341
mg/dl, mg/dl
malam
712
mg/dl
Ureum 44 mg/dl 15-39
Kreatinin 1,4 mg/dl 0,6-1,1

Hb AIC (%) - 12% - - - - <6,5


Desirable
level
6,5-8,0
Moderate
>8,0 high
risk

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa hasil pemeriksaan glukosa darah

pasien tinggi, untuk ureum dan kreatinin dihitung berdasarkan GFR didapat hasil

stage 3. Pada tanggal 29 Februari 2020 keluar hasil laboratorium kimia darah

yaitu HbA1c sebesar 12% dikategorikan high risk.

Perhitungan :

GFR perempuan = (140- umur) x Kg(BB) x 0,85 / (72x Serum Creatinin)

= (140-49) x 56 x 0,85 / (72 x 1,4)

= 4.331,6 / 100,8

= 42,97 (Stage 3)

Hasil pengamatan selanjutnya yaitu pada tanggal 2 Maret 2020 keluar

hasil pemeriksaan kimia darah yaitu sebagai berikut:

33
Tabel 4.3 Monitoring Data Kimia Darah
Jenis 2-3-2020 Rujukan
pemeriksaan
Protein Total 5,2 g/dl (Rendah) 6,4-8,4
Albumin 2,5 g/dl (Rendah) 3,5-5,0
Globulin 2,7 g/dl (Rendah) 3,0-3,6
SGOT 13 U/L (Normal) <40
SGPT 9 U/L (Normal) <41

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa hasil pemeriksaan kimia darah

pada tanggal 2 Maret 2020 pemeriksaan protein total, albumin, dan globulin

rendah. Sedangkan hasil SGOT dan SGPT normal.

Tabel 4.4 Hasil Monitoring Pemeriksaan Hematologi


Jenis 28-2-2020 Rujukan
pemeriksaan
HGB 11 g/dl 11-16
WBC 3,74 3,5-5,5
HCT 32,9 35-50
PLT 196 100-300

Keterangan: GDS: Gula darah sewaktu


HGB: Hemoglobin
WBC: White blood cell
PLT: Platelet

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa hasil pemeriksaan hematolgi

hanya dilakukan 1 kali yaitu pada tanggal 28 Februari 2020 pemeriksaannya

normal.

Tabel 4.5 Hasil Monitoring Pemeriksaan Elektrolit


Jenis 28-2-2020 Rujukan
pemeriksaan
Na 132,3 mmol/L 135-148
K 4,52 mmol/L 3,5-5,3
Cl 103,13 mmol/dl 98-110
Ca 1,28 mmol/L 1,19-1,23

Keterangan: Na: Natrium


K: Kalium
Cl: Clorida
Ca: Kalsium

34
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa hasil pemeriksaan elektrolit

hanya dilakukan 1 kali yaitu pada tanggal 28 Februari 2020 pemeriksaannya

normal.

4.1.3 Monitoring dan Evaluasi Fisik/Klinis

Berdasarkan pengamatan dan pengukuran yang telah dilakukan selama 4

hari yaitu tanggal 29 Februari 2020 sampai 4 Maret 2020 dapat dilhat hasil

monitoring fisik dan klinis sebagai berikut :

Tabel 4.6 Data Monitoring Fisik


Waktu Kondisi Umum
27 Februari 2020 Lemas, nyeri pada kaki, mual dan muntah, sesak nafas
28 Februari 2020 Lemas, nyeri pada kaki, mual sudah berkurang, sesak nafas
(sewaktu-waktu)
29 Februari 2020 Lemas, nyeri pada kaki, lemas, kaki membengkak, demam,
muntah
1 Maret 2020 Lemas, nyeri sudah mulai berkurang, mual muntah
berkurang
2 Maret 2020 Lemas berkurang, nyeri sudah mulai berkurang, mual
muntah berkurang
3 Maret 2020 Lemasberkurang, nyeri sudah mulai berkurang, mual
muntah tidak ada.
4 Maret 2020 Pasien mulai membaik akan direncakan operasi ulkus pada
kaki

Tabel 4.7 Data Monitoring Klinis


Parameter 28-2-2020 29-2- 1-3- 2-3- 3-3- 4-3- Rujukan
2020 2020 2020 2020 2020
Tekanan 118/70 100/60 110/70 120/70 120/80 90/70 120/80
Darah mmHg mmHg mmHg mmHg mmHg mmHg mmHg

Nadi 88x/i - - 108x/i 85x/i


Suhu 36,5 ̊ C 39,8 ̊C 36,5-37,2 ̊ C
(pagi)
36,8 ̊C
(sore)
Pernafasan 24x/i 24x/i 20-50/
menit

35
Berdasarkan hasil pengamatan monitoring klinis selama 4 hari intervensi,

persentase keadaan fisik pasien normal tapi pada tanggal 2 Maret 2020 keadaan

pasien sempat demam, akan tetapi sore harinya kondisi pasien normal kembali.

4.1.4 Monitoring dan Evaluasi Dietery

Perencanaan menu:

Selama melakukan intervensi, perencanaan menu dilakukan sebanyak 2

kali. Pada perencanaan menu pertama diberikan diet Diabetes Mellitus 1900

dengan bentuk makanan yaitu nasi lunak, dengan pemberian 3 kali makanan

utama dan 3 kali selingan. Perencanaan kedua dilakukan perubahan diet menjadi

DM 1900 dengan penambahan entrasol DM 4x200cc karena kondisi pasien mual

dan muntah sehingga makanan yang diberikan tidak dihabiskan, sedangkan

perencanaan menu ketiga dilakukan perubahan menu lagi dari nasi lunak ke

makanan cair dengan alasan pasien pada saat diberikan nasi pasien mual dan

muntah yaitu dengan diet Blenderized 3x 200cc + Enteral DM 5x200 cc dan

penambahan buah dengan 300 kalori yang mana bentuk pemberian dietnya makan

cair + Enteral DM 5x 200 cc dan penambahan buah dengan frekuensi makan 3

kali utama dan 3 kali selingan. Diet ini diberikan sampai akhir intervensi karena

pasien suka dengan diet ini dan asupan makannya meningkat.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan selama 4 hari yaitu

tanggal 29 Februari 2020 sampai 4 Maret 2020 penilaian asupan makan pasien

dilakuakan dengan cara penimbangan sisa makan, dapat dilihat hasil monitoring

asupan makan sebagai berikut :

36
Tabel 4.8 Hasil Monitoring dan Evaluasi Asupan Makan
Nilai Gizi Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Rata-rata Kebutuhan
Energi 1210,9 1467,68 1584,08 1790,08 1513 1803
(67,1%) (81,3%) (87,8%) (99,27%) (83,9%)
Protein 54 48,09 53,38 64,38 54,9 67,6
(79,8%) (71,1%) (78%) (95%) (81,3%)
Lemak 21 32,48 37,12 39,97 32,6 40,6
(52,4%) (81%) (91%) (98%) (80%)
Karbohidrat 255,1 225,21 243,2 286,7 252 293
(87%) (76%) (82,9%) (97%) (86,19)

Grafik 4.1 Data Asupan Makan Selama Empat Hari Intervensi

120%

100%

80%
Hari 1
Hari 2
60%
Hari 3
Hari 4
40% kebutuhan

20%

0%
Energi Protein Lemak Karbohidrat

4.2 Pembahasan

4.2.1 Antropometri

Selama empat hari dilakukan intervensi tidak terdapat perubahan pada

antropometri pasien. Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status gizi

yang berhubungan dengan ukuran tubuh sesuai umur dan tingkat gizi seseorang.

Umumnya antropometri mengukur dimensi dan komposisi tubuh seseorang

37
(Supriasi, 2002). Status gizi pasien pada kasus ini berdasarkan IMT yaitu gizi baik

(normal).

4.2.2 Biokimia

Hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu selama dilakukan intervensi

dapat dikategorikan tinggi. Tingginya glukosa darah pasien disebabkan karena

ketidakmampuan pankreas menghasilkan insulin secara maksimal. Insulin

berfungsi untuk mengatur glukosa darah dalam darah untuk kecukupan gula yang

tersedia setiap saat bagi seluruh jaringan dan organ, sehingga proses kehidupan

bisa berkesenambungan (Sutedjo, 2010).

4.2.3 Hematologi dan Elektrolit

Hasil pemeriksaan hematologi dan elektrolit selama empat hari dilakukan

intervensi adalah normal. Hasil pemeriksaan normal disebabkan karena status gizi

pasien kategori gizi baik yang mana asupan selama dilakukan perawatan sesuai

dengan diet pasien dan kondisi pasien terkini, yang bermasalah pada pasien adalah

hasil kimia darahnya yaitu gula darah sewaktu, yang mana setiap harinya

kondisinya tidak stabil.

4.2.4 Fisik/Klinis

Hasil pemeriksaan fisik dan klinis yang dilakukan selama empat hari

intervensi kondisi pasien mulai membaik, tapi keadaan ulkus pada kakinya masih

meradang dan akan direncanakan operasi pada malam hari yaitu pada tanggal 4

Maret 2020.

4.2.5 Asupan makan

Hasil pengamatan asupan makan pasien selama 4 hari intervensi adalah

pada awalnya pasien tidak patuh dengan diet yang mana pasien tidak

38
menghabiskan makan yang disajikan, akan tetapi dengan diberikannya edukasi

kepada pasien dan keluarga, asupan makan mulai meningkat. Tetapi pada tanggal

2 Maret 2020 kondisi pasien mual dan muntah jika diberikan nasi lunak sehingga

adanya perubahan diet menjadi makan cair. Setelah perubahan diet diberikan

asupan makan pasien mulai meningkat dan sampai terakhir dilakukannya

intervensi dan pada hari ke 4 pasien direncakan akan melakukan operasi pada

kakinya sehingga pasien disuruh untuk puasa.

Hasil persentase asupan makan yang dihabiskan pasien selama intervensi 4

hari dari tanggal 29 Februari sampai 4 Maret 2020 yaitu pada hari pertama

persentase asupan pasien E= 67,1%, P=79,8%, L=52,4% dan KH= 87%. Hari

kedua pada tanggal 1 Maret 2020 E= 81,3%, P=71,1 %, L=81% dan KH=76%.

Hari ketiga pada tanggal 2 Maret 2020 asupan E=87,8%, P=78%, L=91% dan

KH= 97% dan untukhari terakhir intervensi pada tanggal 3 Maret 2020 asupan

E=99%, P=95%, L=98% dan KH=97%.

Berdasarkan perbandingan dengan kebutuhan persentase asupan makanan

pasien selama 4 hari intervensi adalah E=83,9%, P=81.3%, L= 80% dan

KH=86,19%.

39
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

1. Pasien Ny. S berusia 49 tahun dengan diagnosis Ulkus Selulitis Diabetes

Mellitus Tipe 2 Hiperglikemia dengan status gizi normal dengan IMT

berdasarkan berat badan per tinggi badan dalam meter dengan kategori 24,6

kg/m2 dengan status gizi normal.

2. Pemeriksaan fisik pasien selama intervensi kondisinya tidak stabil, yang

mana pada intervensi pertama pasien kondisinya stabil, untuk intervensi

kedua kondisi pasien mengalami penurunan kodisi fisik dikarenakan kadar

glukosa darah pasien tinggi, dan meradangnya ulkus selulitis pada kaki

dengan keadaan pasien demam dan merasa nyeri pada kaki. Sedangkan pada

intervensi ketiga dan keempat kondisi pasien mengalami peningkatan ,

dimana pasien sudah mulai membaik dengan glukosa darah mulai menurun,

asupan makan juga mulai membaik dan direncakan operasi pada kakinya.

3. Tidak ada perubahan diagnosis gizi maupun diagnosis medis

4. Asupan makan pasien setiap hari selama intervensi mengalami peningkatan

karena pada saat kondisi pasien tidak taat pada dietnya ahli gizi langsung

memberikan edukasi atau konseling gizi sehingga pasien tetap mengikuti

diet sesuai prinsip dan syaratnya dan memberikan diet sesuai dengan

kemampuan pasien atau kondisi pasien pada saat itu.

5. Diet yang diberikan pada pasien Ny. S yaitu DM 1900 Kkal denga bentuk

makanan yaitu nasi lunak dan pemindahan diet menjadi makanan cair

40
dengan penambahan ekstrak susu, dengan pemberian makan 3 kali utama

dan 2 kali selingan.

5.2 Saran

Pada asuhan gizi terstandar pada pasien yang diagnosos Ulkus Selulitis

Diabetes Mellitus Tipe 2 Hiperglikemia diharapkan pasien menjalani diet dan pola

makan yang telah dianjurkan oleh ahli gizi, tidak hanya pada saat dirawat dirumah

sakit, tapi juga pada saat dirumah agar asupan dan status gizi pasien tetap

membaik.

41
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

American Diabetes Association (ADA). 2012. Medikal advice for people with
diabetes in emergency situation. American Diabetes Association
Journal.

Andravita F. Mitaart. 2014. Selulitis dengan Ulkus Varikosum. Jurnal Biomedik.


6 (1): 60-64.

Decroli, Eva. 2019. Diabetes Mellitus Tipe 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Fatimah, R. N. 2015. Diabetes mellitu tipe 2. Journal Majority. 4, 93-101.

Fitriani S. 2011. Promosi Kesehatan. Ed 1. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hay RJ, Adrians BM. 2010. Bacterial infections, In: Burn T, Breathnach S, Cox
N, Griffiths C, editors. Rook’s Texbook of Dermatology (Eight Edition).
Singapore: Willey-Blackwell Publishing.

IDAI. 2015. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: IDAI

IDF. 2015. IDF Diabetes Atlas Seventh . Edition: International Diabetes


Federation.

Jalil, Jasman. 2014. Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Jakarta: Prestasi


Pustakaraya.

Kementerian Kesehatan. 2013.Pedoman Gizi Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian


Kesehatan RI.

Natinal Institute for Diabetes and Digesttive and Kidney Disease (NIDKK). 2014.
Cause of diabetes. NIH Publication.

Perkeni. 2015. Konsensus Pengolahan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2.


Indonesia: PB. Perkeni

Ramayani, Sania and Syah, Shalahudden. 2016. Hubungan Pengetahuan dan


Sikap Pasien Diabetes Mellitus dengan Upaya Pencegahan Ulkus
Diabetikum Di Poli Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Raden
Mattaher Provinsi Jambi. Jurnal Akademika Baiturrahim. 5 (2): 15-21.

Riset Kesehatan Dasar. 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI.

42
Sularsito SA. 2010. Ulkus Krukis. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.

Supariasa. 2002. Penelitian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Sutedjo, A. Y. 2010. 5 Strategi Penderita Diabetes Mellitus Berusia Panjang.


Jogjakarta: Kanisius.

Tjokroprawiro, Askandar. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga


University Press.

WHO. 2016. Global Report On Diabetes. France: World Health Organization.

43

Anda mungkin juga menyukai