Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes militus dikenal dengan silent killer karena sering tidak disadari oleh

penyandangnya dan saat diketahui sudah terjadi komplikasi (Kemenkes, 2015).

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit yang merupakan suatu kumpulan gejala

yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di

atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat

kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif. Ada dua tipe diabetes

melitus yaitu tipe I (Diabetes Juvenile) yaitu diabetes yang umumnya didapat

sejak kanak-kanak dan diabetes tipe II yaitu diabetes yang diperoleh setelah

dewasa (Kemenkes RI, 2013). Diabetes Mellitus adalah gangguan metabolisme

yang ditandai dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas

metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan

sekresi insulin atau penurunan sensitivitas atau keduanya dan menyebabkan

komplikasi kronis mikrovaskuler, makrovaskuler, dan neuropati (Hidayat, 2010)

Gejala yang umum ditimbulkan oleh penyakit Diabetes militus yaitu Poliuria,

Polidipsia, Polifagia, dan penyusutan berat badan. Poliuria adalah keadaan

dimana volume air berkemih dalam 24 jam meningkat melebihi batas normal.

Poliuria timbul sebagai gejala diabetes militus dikarenakan kadar gula dalam

tubuh relatif tinggi sehingga tibuh tidak sanggup untuk mengurainya dan berusaha

untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin yang lebih sering

pada malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa.(PERKENI,

2011). Polidipsia adalah rasa haus yang timbul karena kadar glukosa terbawa oleh

1
uri sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan (Subekti, 2009).

Polifagia merupakan peningkatan rasa lapar. Pada pasien diabates militus akan

merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan karena glukosa dalam

tubuh semakin habis sedangkan glukosa dalam darah cukup tinggi (PERKENI,

2011). Penyusutan berat badan pada pasien diabates militus disebabkan karena

tubuh terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi

(Subekti, 2009).

Diabetes sendiri merupakan penyakit yang disebabkan oleh tingginya kadar

gula darah akibat gangguan pada pankreas dan insulin. Di Indonesia, data

Riskesdas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi Diabetes di

Indonesia dari 5,7% tahun 2007 menjadi 6,9% atau sekitar sekitar 9,1 juta pada

Tahun 2013. Data International Diabetes Federation tahun 2015 menyatakan

jumlah estimasi penyandang Diabetes di Indonesia diperkirakan sebesar 10 juta.

Sama halnya di dunia, diabetes kini menjadi salah satu penyebab kematian

terbesar di Indonesia. Diabetes merupakan penyebab kematian terbesar nomor 3 di

Indonesia dengan persentase sebesar 6,7%, setelah Stroke (21,1%) dan penyakit

Jantung Koroner (12,9%). Bila tak ditanggulangi, Kondisi ini dapat menyebabkan

penurunan produktivitas, disabilitias, dan kematian dini.(Kemenkes RI, 2013)

Pravalensi diabetes di Provinsi Bali 5,9 % dan diperkirakan jumlah ini akan

terus meningkat seiring dengan perubahan gaya hidup dan pola makan masyarakat

(Suastika et al., 2012). Hal yang senada ditemukan di Kabupaten Tabanan, hasil

dari laporan sistem pencatatan dan pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP)

Tabanan menyebutkan diabetes merupakan salah satu pola 10 besar penyakit

2
terbanyak di Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan pada tahun 2015 dengan

jumlah 4.711 kasus. (Dinkes Tabanan, 2016)

Hasil studi pendahulan di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Tabanan

diperoleh jumlah kasus Diabetes militus yaitu 32 orang dari bulan Januari sampai

bulan Desember 2018

Pada pasien diabetes melitus berbagai permasalahkan kesehatan mungkin

akan muncul, salah satunya adalah resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah.

Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah adalah resiko terhadap variasi kadar

glukosa darah dari rentang normal. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya

resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah adalah kurangnya informasi tentang

manajemen diabetes, ketidaktepatan pemantauan kadar glukosa darah, kurang

patuh pada rencana manjemen diabetes, stres berlebihan dan lain-lain.. (Tim Pokja

SDKI DPP PPNI, 2017). Menurut penelitian Fahmiyah dan Latra (2016) faktor

yang mempengaruhi kadar gla puasa pasein diabetes militus yaitu dapat dilihat

berdasarkan karakteristik pasien yaitu usia, jenis kelamin dan riwayat keluarga.

(Fahmiyah & Latra, 2016). Senada dengan hasil penelitian Fahmiayah dan Latra

faktor yang mempengaruhi kadar gula dalam darah diungkapkan juga oleh Rudi

(2017) yang menyatakan selain faktor karakteristik yaitu usia, jenis kelamin dan

riwayat keluarga, faktor lain yang memepngaruhi kadar glukosa dalam darah yaitu

pola makan (Rudi & Hendrikus Nara Kwureh, 2017)

Keadaan tersebut sangat membahayakan bagi penderita diabetes militus

sehingga diperlukan peran perawat dalam mencegah komplikasi yang mungkin

terjadi. Perawat sebagai care provider dapat memberikan asuhan keperawatan

kepada pasien diabetes militus untuk mengatasi masalah kesehatan yang dialami

3
oleh pasien baik secara mandiri maupun kolaborsi dengan tenaga kesehatan yang

lain. Perawat juga sebagai educator yang dapat memberikan pendidikan kesehatan

mengenai diabetes militus, penyebab, proses terjadinya penyakit, akibat dan untuk

mengatasi deabetes militus. Pemberian edukasi kesehatan kepada pasien tentang

penyakit yang dideritanya sehingga muncul sikap dan perilaku pasien untuk

mengatasi penyakit dan mencegah munculnya kembali penyakit tersebut.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang

Gambaran Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Militus Tipe II Dengan Resiko

Ketidakstabilan Glukosa Darah di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Tabanan

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimanakah Gambaran

Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Militus Tipe II Dengan Resiko

Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah di Badan Rumah Sakit Umum Daerah

Tabanan?”

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui gambaran asuhan

keperawatan pasien diabetes militus tipe II dengan resiko ketidakstabilan kadar

glukosa darah di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Tabanan

4
2. Tujuan khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah

a. Mengidentifikasi hasil pengkajian data subjektif dan objektif pada pasien

diabetes militus tipe II dengan resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di

Badan Rumah Sakit Umum Daerah Tabanan

b. Mengidentifikasi diagnosa keperawatan pada pasien diabetes militus tipe II

dengan resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di Badan Rumah Sakit

Umum Daerah Tabanan

c. Mengidentifikasi rencana asuhan keperawatan pada pasien diabetes militus

tipe II dengan resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di Badan Rumah

Sakit Umum Daerah Tabanan

d. Mengidentifikasi implementasi asuhan keperawatan pada pasien diabetes

militus tipe II dengan resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di Badan

Rumah Sakit Umum Daerah Tabanan

e. Mengidentifikasi evaluasi asuhan pada pasien diabetes militus tipe II dengan

resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah di Badan Rumah Sakit Umum

Daerah Tabanan

D. Manfaat Studi Kasus

1. Bagi kasus dan keluarga kasus

Manfaat yang diperoleh pasien dan keluarga diabetes militus yaitu mendapat

asuhan keperawatan yang komprehensif terkait tentang penyakit diabetes militus.

Manfaat lain yang dapat diperoleh yaitu meningkatkan pengetahuan dan sikap

terkait dalam asuhan pasien diabetes militus tipe II.

5
2. Bagi institusi

Manfaat bagi institusi adalah menambah referensi tentang asuhan

keperawatan khususnya dengan permasalahan resiko ketidakstabilan kadar

glukosa darah. Referensi ini dapat digunakan bahan ajar atau sebagai

perbandingan asuhan keperawatan pada pasien diabetes yang lainnya

3. Bagi penulis

Manfaat yang diperoleh oleh penulis yaitu dapat mengembangkan

pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien diabetes militus

tipe II dengan resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah. Hal tersebut

memperkaya wawasan penulis dalam memberikan asuhan keperawatan yang

bermutu.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Masalah Risiko Ketidakstabilan Gula Darah Pada Pasien Diabetes

Militus

1. Diabetes militus tipe II

a. Pengertian

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja

insulin atau kedua-duanya. Diabetes tipe 2 adalah diabetes yang disebabkan tubuh

tidak efektif menggunakan insulin atau kekurangan insulin yang relatif

dibandingkan kadar gula darah. Dalam DM Tipe 2, pankreas dapat menghasilkan

cukup jumlah insulin untuk metabolisme glukosa (gula), tetapi tubuh tidak

mampu untuk memanfaatkan secara efisien. Seiring waktu, penurunan produksi

insulin dan kadar glukosa darah meningkat (Tama, S., & Hermansyah, 2013).

Diabetes mellitus sebelumnya dikatakan diabetes tidak tergantung insulin atau

diabetes pada orang dewasa. Ini adalah istilah yang digunakan untuk individu

yang relatif terkena diabetes (bukan yang absoult) defisiensi insulin. Orang

dengan jenis diabetes ini biasanya resisten terhadap insulin. Ini adalah diabetes

sering tidak terdiagnosis dalam jangka waktu yang lama karena hiperglikemia ini

sering tidak berat cukup untuk memprovokasi gejala nyata dari diabetes. Namun

demikian, pasien tersebut adalah risiko peningkatan pengembangan komplikasi

macrovascular dan mikrovaskuler (WHO,1999).

7
b. Etiologi

Yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan sekresi insulin yang

progresif dan adanya resistensi insulin. Pada pasien-pasien dengan Diabetes

Mellitus tak tergantung insulin (NIDDM), penyakitnya mempunyai pola familial

yang kuat. NIDDM ditandai dengan adanya kelainan dalam sekresi insulin

maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya kelihatan terdapat resistensi dari sel-

sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada

reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular yang

meningkatkan transport glukosa menembus membrane sel. Pada pasien-pasien

dengan NIDDM terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Ini

dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsive

insulin pada membrane sel. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara

kompleks reseptor insulin dengan sistem transport glukosa. Kadar glukosa normal

dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dengan meningkatkan sekresi

insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin menurun, dan jumlah insulin yang

beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia.

Sekitar 80% pasien NIDDM mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan

dengan resistensi insulin, maka kemungkinan besar gangguan toleransi glukosa

dan diabetes mellitus yang pada akhirnya terjadi pada pasien-pasien NIDDM

merupakan akibat dari obesitasnya. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan

dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemilihan toleransi glukosa

(Rakhmadany, 2010).

8
c. Patofisiologi

Pada DM tipe 2, sekresi insulin di fase 1 atau early peak yang terjadi dalam 3-

10 menit pertama setelah makan yaitu insulin yang disekresi pada fase ini adalah

insulin yang disimpan dalam sel beta (siap pakai) tidak dapat menurunkan glukosa

darah sehingga merangsang fase 2 adalah sekresi insulin dimulai 20 menit setelah

stimulasi glukosa untuk menghasilkan insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak

mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang normal.

Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin pada fase 1 tertekan,

kadar insulin dalam darah turun menyebabkan produksi glukosa oleh hati

meningkat, sehingga kadar glukosa darah puasa meningkat. Secara berangsur-

angsur kemampuan fase 2 untuk menghasilkan insulin akan menurun. Dengan

demikian perjalanan DM tipe 2, dimulai dengan gangguan fase 1 yang

menyebabkan hiperglikemi dan selanjutnya gangguan fase 2 dimana tidak terjadi

hiperinsulinemi akan tetapi gangguan sel beta. Penelitian menunjukkan adanya

hubungan antara kadar glukosa darah puasa dengan kadar insulin puasa. Pada

kadar glukosa darah puasa 80-140 mg/dl kadar insulin puasa meningkat tajam,

akan tetapi jika kadar glukosa darah puasa melebihi 140 mg/dl maka kadar insulin

tidak mampu meningkat lebih tinggi lagi; pada tahap ini mulai terjadi kelelahan

sel beta menyebabkan fungsinya menurun.

Pada saat kadar insulin puasa dalam darah mulai menurun maka efek

penekanan insulin terhadap produksi glukosa hati khususnya glukoneogenesis

mulai berkurang sehingga produksi glukosa hati makin meningkat dan

mengakibatkan hiperglikemi pada puasa. Faktor-faktor yang dapat menurunkan

fungsi sel beta diduga merupakan faktor yang didapat (acquired) antara lain

9
menurunnya massa sel beta, malnutrisi masa kandungan dan bayi, adanya deposit

amilyn dalam sel beta dan efek toksik glukosa (glucose toXicity) (Indraswari,

2010)

d. Risiko Ketidakstabilan glukosa darah

Risiko Ketidaksatbilan Kadar Glukosa Darah adalah risiko terhadap variasi

kadar glukosa darah dari rentang normal. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

e. Gambaran klinis

Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah (Subekti,

2009)

Keluhan Klasik atau keluhan yang sering dijumpai pada penderita diabetes militus

tipe II adalah

1) Penurunan berat badan

Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus

menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat

masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan

tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan

lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan

otot sehingga menjadi kurus.

2) Banyak kencing

Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak

kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu

penderita, terutama pada waktu malam hari.

10
c. Banyak minum

Rasa haus sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang

keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan. Dikira sebab

rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk

menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.

3) Banyak makan

Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisme menjadi glukosa

dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.

Keluhan lain:

1) Gangguan saraf tepi / Kesemutan

Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki di waktu

malam, sehingga mengganggu tidur. Gangguan penglihatan Pada fase awal

penyakit Diabetes sering dijumpai gangguan penglihatan yang mendorong

penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat

dengan baik.

2) Gatal / Bisul

Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah kemaluan atau daerah

lipatan kulit seperti ketiak dan di bawah payudara. Sering pula dikeluhkan

timbulnya bisul dan luka yang lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal

yang sepele seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.

3) Gangguan Ereksi

Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak

secara terus terang dikemukakan penderitanya. Hal ini terkait dengan budaya

11
masyarakat yang masih merasa tabu membicarakan masalah seks, apalagi

menyangkut kemampuan atau kejantanan seseorang.

4) Keputihan

Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan

dan kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.

f. Faktor risiko ketidakstabilan glukosa darah pada pasien diabetes militus tipe II

Faktor risiko yang mungkin menyebabkan risiko ketidakstabilan glukosa

dalam darah pada pasien diabetes militus tipe II (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,

2016):

1) Kurang terpapar informasi tentang manajemen diabetes

2) Ketidaktepatan pemantauan glukosa darah

3) Kurang patuh dengan rencana manajemen diabetes

4) Menajemen medikasi tidak dikontrol

5) Stres berlebihan

6) Penambahan berat badan

7) Kurang dapat menerima diagnosis

Faktor risiko pada pasien diabetes militus sebagai berikut:

1) Unchangeable Risk Factor

a) Kelainan Genetik

Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes

mellitus, karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tak dapat

menghasilkan insulin dengan baik.

12
b) Usia

Umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis

menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Diabetes sering muncul setelah

seseorang memasuki usia rawan tersebut, terutama setelah usia 45 tahun pada

mereka yang berat badannya berlebih, sehingga tubuhnya tidak peka lagi terhadap

insulin.

b. Changeable risk factor

1) Stress

Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang manis-

manis dan berlemak tinggi untuk meningkatkan kadar serotonin otak. Serotonin

ini memiliki efek penenang sementara untuk meredakan stress, tetapi gula dan

lemak itulah yang berbahaya bagi mereka yang beresiko terkena diabetes mellitus.

2) Pola Makan yang Salah

Kurang gizi atau kelebihan berat badan keduanya meningkatkan resiko

terkena diabetes mellitus. Kurang gizi (malnutrisi) dapat merusak pankreas,

sedangkan berat badan lebih (obesitas) mengakibatkan gangguan kerja insulin (

resistensi insulin).

3) Minimnya Aktivitas Fisik

Setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan mengeluarkan tenaga

dan energi, yang biasa dilakukan atau aktivitas sehari-hari sesuai profesi atau

pekerjaan. Sedangkan faktor resiko penderita DM adalah mereka yang memiliki

aktivitas minim, sehingga pengeluaran tenaga dan energi hanya sedikit.

4) Obesitas

80% dari penderita NIDDM adalah Obesitas/gemuk.

13
5) Merokok

Sebuah universitas di Swiss membuat suatu analisis 25 kajian yang

menyelidiki hubungan antara merokok dan diabetes yang disiarkan antara 1992

dan 2006, dengan sebanyak 1,2 juta peserta yang ditelusuri selama 30 tahun.

Mereka mendapati resiko bahkan lebih tinggi bagi perokok berat. Mereka yang

menghabiskan sedikitnya 20 batang rokok sehari memiliki resiko terserang

diabetes 62% lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok.

Merokok dapat mengakibatkan kondisi yang tahan terhadap insulin, kata para

peneliti tersebut. Itu berarti merokok dapat mencampuri cara tubuh memanfaatkan

insulin. Kekebalan tubuh terhadap insulin biasanya mengawali terbentuknya

Diabetes tipe 2.

6) Hipertensi

Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi berhubungan dengan

resistensi insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan konsekuensi

metabolik yang meningkatkan morbiditas. Abnormalitas metabolik berhubungan

dengan peningkatan diabetes mellitus pada kelainan fungsi tubuh/ disfungsi

endotelial. Sel endotelial mensintesis beberapa substansi bioaktif kuat yang

mengatur struktur fungsi pembuluh darah.

2. Asuhan keperawatan pasien diabetes militus dengan risiko

ketidakstabilan gluosa darah

a. Pengkajian

Menurut (Nanda, 2015) fase pengkajian merupakan sebuah komponen untuk

mengumpulkan informasi, data, mevalidasi data, mengorganisasikan data dan

mendokumentasikan data. Pengumpulan data antara lain meliputi:

14
1) Biodata

a) Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,

suku, alamat, status, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosis medis)

b) Identitas penanggungjawab (nama, umur, pekerjaan, alamat, hubungan

dengan pasien)

2) Riwayat kesehatan

a) Keluhan utama, biasanya keluhan utama yang dirasakan pasien saat dilakukan

pengkajian. Biasanya keluhan yang dialami pasien diabetes militus tipe 2

yaitu poli dipsi, poli fagia dan poli uri serta di sertai dengan keluhan cepat

lelah.

b) Riwayat kesehatan sekarang

Data diambil saat pengkajian berisi tentang perjalanan penyakit pasien

sebelum mendapatkan perawatan di fasilitas kesehatan

c) Riwayat kesehatan dahulu

Adalah riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita pleh pasien tersebut

seperti pernah operasi berapa kali dan dirawat di rumah sakit berapa kali

d) Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat penyakit keluarga, adakah anggota keluarga dari pasien pyang

mebderita penyakit diabetes militus karena DM merupakan penyakit

keturunan.

3) Pola fungsional Gordon

a) Pola Persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi sebelumnya, persepsi pasien

dan keluarga mengenai pentingnya kesehatan bagi anggota keluarganya

15
b) Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari-hari, jumlah

makanan dan minuman yang dikonsumsi, jenis makanan dan minuman,

waktu berapa kai sehari, nafsu makan menurun/tidak, jenis makanan yang

disukai, penurunan berat badan.

c) Pola eliminasi: mengkaji pola BAB dan BAK sebelum dan selama sakit,

mencatat konsistensi warna, bau dan berapa kali sehari konstipasi, beser.

d) Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas (muncul keringat

dingin, kelelahan/keletihan) perubahan pola nafas setelah kberaktifitas

kemempuan pasien dalam beraktiviatas secara mandiri.

e) Pola tidur dan istirahat: berpa jam sehari, terbiasa tidur siang, gangguan

selama tidur (sering terbangun), nyenyak, nyaman.

f) Pola persepsi kognitif : konsentrasi, daya ingat dan kemampuan

mengetahui tentang penyakitnya

g) Pola persepsi dan konsep diri: adalah perasaan terisolasi diri atau perasaan

percaya diri karena sakitnya

h) Pola reproduksi dan seksual

i) Pola mekanisme dan koping : emosi, ketakutan terhadap penyakitnya,

kecemasan yang muncul tanpa alasan yang jelas

j) Pola hubungan : hubungan antar keluarga harmonis, interaksi kimunikasi,

cara berkomunikasi.

k) Pola keyakinan dan psiritual : agama pasien, gangguan beribadah selama

sakit, ketaatan dalam berdoa dan beribadah

16
4) Pemeriksaan fisik

a) Pemeriksaan Vital Sign

Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah

dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi

dalam batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi

infeksi.

b) GCS :15

c) Kesadaran Compos mentis Cooperative (CMC)

d) Pemeriksaan Kulit

Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan

cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi

kulit terasa gatal.

e) Pemeriksaan Leher

Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan

JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.

f) Pemeriksaan Dada (Thorak)

Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat

dan dalam.

g) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)

Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.

h) Pemeriksaan Abdomen

i) Dalam batas normal

j) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus :Sering BAK

k) Pemeriksaan Muskuloskeletal

17
l) Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan

m) Pemeriksaan Ekstremitas

n) Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa

baal

o) Pemeriksaan Neurologi

5) Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

a) Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dL

b) Aseton plasma (keton) : positif

c) Asam lemak bebas : peningkatan lipid dan kolesterol

d) Elektrolit :

Natrium : normal, meningkat ataupun turun

Kalium : normal, peningkatan semu, kemudian menurun

Fosfor : menurun

e) Hemoglobin glikosilat : meningkat 2 – 4 kali lipat

f) Gas darah arteri : pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)

dengan kompensasi alkalosis respiratorik

g) Trombosit darah : peningkatan Ht, leukositosis

h) Ureum/ kreatinin : dapat normal ataupun meningkat

i) Amilase darah : meningkat

j) Insulin darah : menurun sampai tidak ada (pada tipe I) dan meninggi pada

tipe II

k) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid

l) Urine : gula dan aseton positif, peningkatan berat jenis dan osmolalitas

18
b. Diagnosa Keperawatan (Nanda, 2015) :

Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah berhubungan dengan Asupan

Makanan, Ketidakadekuatan Monitor Glukosa Darah, Kuranganya Ketaatan

Dalam Manajemen Diabetes

c. Intervensi Keperawatan

NANDA : Resiko Ketidastabilan Kadar Glukosa Darah (00179)

Definisi : resiko variasi dari glukosa darah atau tingkat gula dari rentang

normal

Nursing Outcomes (NOC)

Hasil yang diharapkan :

1) keadaan dimana tingkat glukosa di plasma dan urin dalam rentang normal

dengan kriteria hasil:

a) Glukosa darah dalam batas normal (70-130 sebemum makan )

b) Glukosa urin dalam batas normal (kurang dari 50mg/dl)

c) Urin keton (15 mg/dl)

d) Melakukan manajemen diabetes secara mandiri, pengobatan dan

pencegahan tehadap perjalanan penyakit

Nursing Interventions Classification (NIC)

1) Managemen Hiperglikemia

Aktifitas ;

a. Memantau peningkatan gula darah

b) Memantau gejala hiperglikemia, poliuria, polidipsi, poliphagi, dan

kelelahan.

c) Memantau urin keton

19
d) Memberikan insulin yang sesuai

e) Memantau status cairan

f) Antisipasi situasi dalam persyaratan pemberian insulin

g) Membatasi gerakan ketika gula darah diatas 250 mg/dl, terutama apabila

terdapat urin keton

h) Mendorong pasien untuk memantau gula darah

2) Manajemen hipoglikemia

Aktivitas :

a) Mengenali pasien dengan resiko hipoglikemia

b) Memantau gula darah

c) Memantau gejala hipoglikemia seperti:tremor, berkeringat, gugup,

tacikardi, palpitasi, mengigil, perubahan perilaku, coma.

d) Memberikan karbohidrat sederhana yang sesuai

e) Memberikan glukosa yang sesuai

f) Melaporkan segera pada dokter

g) Memberikan glukosa melalui IV

h) Memperhatikan jalan nafas

i) Mempertahankan akses IV

j) Lindungi jangan sampai cedera

k) Meninjau peristiwa terjadinya hipoglikemia dan faktor penyebabnya

l) Memberikan umpan balik mengenai manajemen hipoglikemia

m) Mengajarkan pasien dan keluarga mengenai gejala, faktor resiko,

pencegahan hipoglikemia

n) Menganjurkan pasien memakan karbohidrat yang simple setiap waktu

20
d. Implementasi keperawatan

Implementasi merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana atau

tindakan asuhan keperawatan kedalam bentuk intervensi keperawatan untuk

membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Asmadi, 2008).

Tahap ini akan muncul bila perencanaan diaplikasikan pada pasien. Tindakan

yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga berbeda denga urutan yang dibuat

pada perencaan sesuai dengan kondisi pasien (Debora, 2012). Implementasi

keperawatan akan sukses sesuai dengan rencana jika perawat mempunyai

kemampuan kognitif, kemampuan hubungan interpersonal, dan ketrampilan dalam

melakuka tindakan yang berpusat pada kebutuhan pasien (Dermawan, 2012)

e. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan meliputi

perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan

tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Asmadi, 2008).

Evaluasi dikatakan berhasil jika sesuai dengan kriteria hasil dalam perencanaan

keperawatan diatas adalah sebagai berikut:

1) Glukosa darah dalam batas normal (70-130 sebemum makan )

2) Glukosa urin dalam batas normal (kurang dari 50mg/dl)

3) Urin keton (15 mg/dl)

4) Melakukan manajemen Diabetes secara mandiri, pengobatan dan

pencegahan tehadap perjalanan penyakit

21
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Faktor yang mempengaruhi


diabetes
c) militus:
- Kelainan genetik
- Usia
d)
- Stres Diabetes Melitus
- Pola
e) makan yang salah
- Minimnya aktivitas fisik Risiko
- Obesitas
f)
- Merokok Asuhan
- Hipertensi
g) Ketidakstabilan kadar
Keperawatan:
glukosa dalam darah
- Pengkajian
pada pasien diabetes
- Diagnosa
militus tipe 2 yang
Keperawatan
bersifat akut
- Intervensi
Keterangan: - Implementasi
- Evaluasi
: Diteliti

: Tidak diteliti

: Diteliti Kadar gula dalam


darah sewaktu
: Tidak Diteliti (GDS) menjadi
stabil

Gambar 1: Kerangka Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Militus


Tipe II dengan Risiko Ketidakstabilan Glukosa Darah di Rumah
Sakit Umum Daerah Tabanan

22
B. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan kriteria yang diamati dari suatu yang didefinisikan tersebut karakteristik yang dapat

diamati (diukur) memungkinkan peneliti melakukan obeservasi atau pengukuran secara cermat atas fenomena (Nursalam, 2008)

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional

sehingga akhirnya mempermudah pembaca dalam mengertikan makna penelitian (Setiadi, 2013)

Tabel 1
Definisi Operasional Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Militus dengan Risiko Ketidakstabilan Glukosa Darah di Badan
Rumah Sakit Umum Daerah Tabanan

N Variabel Sub Definisi Operasional Alat Ukur Cara SkalaUku


o Variabel pengum- r
pulan data
1 2 3 4 5 6 7
1 Gambaran Asuhan Pengkajian Suatu data pasien diabetes militus tipe II Lembar observasi dokumentasi Nominal
Keperawatan Diabetes yang mengalami risiko ketidakstabilan
Militus Tipe II dengan gula darah yang diperoleh melalui studi
Risiko Ketidakstabilan dokumentasi
Glukosa Darah

23
1 2 3 4 5 6 7
2 Diagnosa Diagnosis yang ditegakkan adalah Risiko SDKI (Standar
Ketidakstabilan GlukosaDarah diagnosis Kepera-
watan Indonesia
NIC dan NOC
Intervensi Tindakan yang direncanakan oleh perawat
untuk pasien untuk mengatasi masalah
keperawatan yang dialami, intervensi
yang akan dilakukan yaitu :
 Berikan pendidikan kesehatan
 Memantau kadar glukosa darah
 Manajemen diabetes secara mandiri
 Manajemen nutrisi
 Manajemen pengobatan
4 Implemen- Tindakan yang dilakukan perawat pada NIC dan NOC
tasi pasien yang sesuai dengan rencana
keperawatan yang telah disusun
sebelumnya, implementasi yang
dilakukan yaitu :

24
1 2 3 4 5 6 7
 Berikan pendidikan kesehatan
 Memantau kadar glukosa darah
 Manajemen diabetes secara mandiri
 Manajemen nutrisi
 Manajemen pengobatan
5 Evaluasi Tindakan yang dilakukan untuk menilai Lembar observasi
keberhasilan tindakan yang telah
dilakukan apakah kadar glukosa normal,
pengobatan teratur, dan diit teratur.

25
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam karya tulis ilmiah ini adalah deskriprif

dengan rancangan studi kasus.(Notoatmodjo, 2012) . Penelitian deskriptif adalah

suatu metode yang dilakukan dengan tujuan untuk membuat gambaran atau

deskripsi suatu keadaan secara objektif

Studi kasus merupakan salah satu jenis penelitian yang permasalahan melalui

suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit tunggal yang menjadi kasus

tersebut secara mendalam dianalisis baik dari segi yang berhubungan dengan

keadaan kasus itu sendiri, faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian kejaidan

khusus yang muncul sehubungan dengan kasus maupun tindakan dan reaksi kasus

terohadap suatu perlakukan atau pemaparan tertentu (Notoatmodjo, 2012).

Meskipun didalam studi kasus ini yang meneliti hanya berbentuk unit tunggal

namun dianalisi mendalam mencakup berbagai aspek yang cukup luas.

Dalam penelitian ini meneliti tentang gambaran asuhan keperawatan pada

pasien diabetes militus dengan risiko ketidaksatabilan kadar gula darah di Badan

Rumah Sakit Umum Daerah Tabanan

B. Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilakukan di Badan Rumah Sakit Umum Daerah Tabanan..

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai bulan Juli 2019

26
C. Subjek Studi Kasus

Subjek penelitian adalah sumber dari mana data dapat diperoleh. Pada

penelitian ini, peneliti mengambil 2 orang yang memiliki penyakit diabetes

militus tipe 2 dengan risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah. yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi:

1. Memiliki penyakit diabetes tipe 2

2. Kadar glukosa dalam darah yang tidak stabil

Kreteria eksklusi

1. Memiliki komplikasi diabetes tipe 2

2. Tidak bersedia menjadi responden

D. Fokus Studi

Fokus studi merupakan kajian utama dari permasalahan yang dijadikan titik

acuan studi kasus. Dalam studi kasus ini yang menjadi fokus studi adalah risiko

ketidakstabilan kadar glukosa darah pada pasien diabetes militus

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis pengumpulan data

Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder adalah data

yang didapatkan secara tidak langsung biasanya berupa data dokumentasi atau

data laporan yang telah tersedia (Setiawan A., 2010). Dalam penelitian ini data

sekunder diperoleh register/rekam medik. Pada register/rekam medik dapat dilihat

pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi tindakan

yang telah diberikan

27
2. Teknik dan Metode pengumpulan data

Proses pengumpulan data merupakan proses mengumpulkan berbagai data

atau sumber yang akan digunakan sebagai bahan penelitian. Adapun teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi.

Teknik dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang diambil

berdasarkan catatan yang telah dibuat. Informasi diperoleh lewat fakta yang

tersimpan dalam bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata,

jurnal kegiatan dan sebagainya. Pada penelitian ini menggunakan rekam medik

sebagai dokumen untuk mendapatkan informasi dari subjek penelitian.

3. Instrumen pengumpulan data

Instrumen pengumpulan data adalah alat-alat atau fasilitas yang digunakan

oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaan lebih mudah dan hasilnya

lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, sistematis, sehingga lebih mudah

diolah (Arikunto, 2013). Dalam penelitian ini instrument pengumpulan data yang

digunakan adalah lembar observasi sesuai dengan asuhan keperawatan pasien

diabetes militus dengan risiko ketidakstabilan gula darah.

F. Metode Analisis Data

Analisa data dilakukan sejak peneliti dilapangan, dari pengumpulan data

sampai dengan keseluruhan data terkumpul. Analisa data dilakukan dengan cara

menemukan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada selanjutnya

dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan cara

menarasikan jawaban-jawaban yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara

mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah. Teknik analisis

digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang

28
menghasilkan data untuk selanjutnya diinterpretasikan dan dibandingkan dengan

teori yang sudah ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam

intervensi tersebut. tahapan dalam analisis adalah:

a. Mereduksi data

Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan, disajikan dalam

satu transkrip dan dikelompokkan menjadi data subjektif dan objektif, dianalisis

berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik dan kemudian dibandingkan dengan

nilai rentang normal.

b. Penyajian data

Penyajian data disesuaikan dengan desain studi kasus deskriptif yang dipilih

untuk studi kasus. Data disajikan secara terstruktur atau narasi dan dapat disertai

dengan cuplikan ungkapan verbal dari subjek studi kasus yang merupakan data

pendukungnya. Penyajian data juga dapat dilakukan dengan tabel, gambar dan

grafik.

c. Verifikasi dan kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan

hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan.

Penarikan kesimpulan dengan metode induksi. Data dikumpulkan terkait dengan

data pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.

G. Etika Penelitian

Etika penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap

kegiatan penelitian yang terlibat antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek

penelitian) dan masyarakat yang akna memperoleh dampak hasil penelitian

tersebut (Notoatmodjo, 2012). Sebelum melakukan penelitian peneliti terlebih

29
dahulu mendapatkan rekomendasi dari indtitusi untuk mengajukan permohonan

ijin kepada institusi/lembaga tempat penelitian. Menurut (Hidayat, 2010a) dalam

melaksanakan penelitian ini peneliti menekankan masalah etika yaitu:

1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan

responden peneitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent

tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar

persetujuan untuk enjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subjek

mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek

bersedia maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden

tidak bersedia maka peneliti kharus menghormati hak pasien. Beberapa informasi

yang harus ada dalam informed consent tersebut antara lain: partisipasi responden,

tujuan dilakukan tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur

pelaksanaan, potensial yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang

mudah dihubungi dan lain-lain (Hidayat, 2010a).

2. Tanpa nama (Anonimity)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan

dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau

mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menulis kode

pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. Untuk

menjaga kerahasiaan pada lembar yang telah diisi oleh responden, peneliti tidak

mencantumkan nama secra lengkap, responden cukup mencantumkan inisial saja

30
3. Kerahasiaan (Cofidentiality)

Merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil

penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. semua informasi

yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaanya oleh peneliti, hanya kelompok

data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset. Peneliti menjelaskan bahwa

data yang diperoleh dari responden akan dijaga kerahasiaanya oleh peneliti.

31
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.
Dinkes Tabanan. (2016). Profil Kesehatan Kabupaten Tabanan 2015. Tabanan:
Dinkes Tabanan.
Fahmiyah, I., & Latra, I. N. (2016). Faktor yang Mempengaruhi Kadar Gula
Darah Puasa Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Poli Diabetes RSUD Dr.
Soetomo Surabaya Menggunakan Regresi Probit Biner. Jurnal Sains Dan
Seni ITS, 5(2), 456–461.
Hidayat, A. A. (2010a). Metode Penelitian Kebidanan dan Tehnik Analisis Data.
Surabaya: Salemba Medika.
Hidayat, A. A. (2010b). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: aplikasi konsep
dan proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Indraswari, W. (2010). Hubungan Indeks Glikemik Asupan Makanan dengan
Kadar Glukosa darah pada Pasien Rawat Jalan Diabetes Militus Tipe 2 di
RSUP Dr. Wahidin Sudiri Husodo. Jakarta: Universitas Hasanudin
Semarang.
Kemenkes. (2015). Infodatin. Journal of Chemical Information and Modeling, 53,
160. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Kemenkes RI. (2013). HASIL RIKESDAS 2013. Retrieved from
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil Riskesdas
2013.pdf
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. (S.
K. T Heather Herdman, Ed.) (10th ed.). Jakarta: EGC.
Notoatmodjo. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan (2nd ed.). Jakarta: Samlemba Medika.
PERKENI. (2011). Konsensus Pengendalian danPencegahan Diabetes Melitus
Tipe 2 di Indonesia 2011. Perkeni, 78.
Rakhmadany, D. (2010). Makalah Diabetes Millitus. Jakarta: Universitas Islam
Negri.
Rudi, A., & Hendrikus Nara Kwureh. (2017). Faktor Risiko Yang Mempengaruhi
Kadar Gula Darah Puasa Pada Pengguna Layanan Laboratorium. Wawasan
Kesehatan, 3.
Saryono. (2011). Metode Penelitian kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press.

32
Setiadi. (2013). Konsep dan Praktek Penulisan Riset Keperawatan (2nd ed.).
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Setiawan A., dan S. (2010). Metodologi Penelitian kebidanan. Jakarta: Nuha
Medika.
Suastika, K., Dwipayana, P., Saraswati, M. R., Gotera, W., Budhiarta, A. A. G.,
Sutanegara, N. D., … Taniguchi, H. (2012). Underweight is an important risk
factor for coronary heart disease in the population of Ceningan Island, Bali.
Diabetes and Vascular Disease Research, 9(1).
https://doi.org/10.1177/1479164111422828
Subekti, I. (2009). Penatalaksanaan Diabetes Millitus Terpadu. Jakarta: fakultas
Kedokteran Universita Indonesia.
Tama, B. A., S., R. F., & Hermansyah, H. (2013). An Early Detection Method of
Type-2 Diabetes Mellitus in Public Hospital. TELKOMNIKA
(Telecommunication Computing Electronics and Control), 9(2), 287–294.
https://doi.org/10.12928/telkomnika.v9i2.699
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

33

Anda mungkin juga menyukai