Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes mellitus adalah penyakit gangguan metabolik terutama metabolisme
karbohidrat yang disebabkan oleh berkurangnya atau ketiadaan hormon insulin dari
sel beta pankreas, atau akibat gangguan fungsi insulin, atau keduanya (Sutedjo,
2010). Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Pada diabetes
kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun atau pankreas
dapat menghentikan sama sekali poduksi insulin ( Brunner and Suddarth, 2001 :
1220).
Terdapat dua jenis penyakit diabetes mellitus, yaitu Diabetes mellitus tipe I
(insulin-dependent diabetes mellitus) dan diabetes mellitus tipe II (noninsulin-
dependent diabetes mellitus). Diabetes mellitus tipe I yaitu dicirikan dengan
hilangnya sel penghasil insulin pada pulau-pulau langhernas pankreas sehingga
terjadi kekurangan insulin pada tubuh sehingga penderitanya tergantung pada insulin
buatan yang biasanya disebabkan oleh faktor keturunan dan faktor imun. Diabetes
mellitus tipe II, terjadi akibat ketidakmampuan tubuh untuk merespon dengan wajar
terhadap aktivitas insulin yang dihasilkan pankreas (resistensi insulin), sehingga tidak
tercapai kadar glukosa yang normal dalam darah. Diabetes melitus tipe II biasanya
disebkan karena adanya faktor resiko yaitu usia, gaya hidup, pola makan dan obesitas.
Menurut WHO tahun 2011, diabetes mellitus termasuk penyakit yang paling
banyak diderita oleh penduduk di seluruh dunia dan merupakan urutan ke empat dari
prioritas penelitian nasional untuk penyakit degeneratif. Prevalensi Diabetes Mellitus
pada populasi dewasa di seluruh dunia diperkirakan akan meningkat sebesar 35%
dalam dua dasawarsa dan menjangkit 300 juta orang dewasa pada tahun 2025
(Gibney, 2009).

1
Di Indonesia, diabetes mellitus berada diurutan 4 penyakit kronis berdasarkan
pravalensinya. Data Riskesdas tahun 2013, menyatakan prevalensi nasional penyakit
diabetes mellitus adalah 1,5%. Merujuk kepada prevalensi nasional, Sumatera Barat
memiliki prevalensi total DM sebanyak 1,3%. Dimana Sumatera Barat berada
diurutan 14 dari 33 provinsi yang ada di Indonesia. Berdasarakan umur, penderita
banyak dalam rentang usia 56-64 tahun dengan prevalensi sebesar 4,8% (Kemenkes,
2013). Sementara di ruang ICU RSUD Prof. Dr. MA Hanafiah SM Batusangkar dari
bulan Januari sampai Desember 2016 terdapat 51 pasien yang dirawat dengan
diagnosa Diabetes mellitus.
Diabetes mellitus dapat menjadi serius dan menyebabkan kondisi kronik yang
membahayakan apabila tidak diobati. Akibat dari hiperglikemia dapat terjadi
komplikasi metabolik akut seperti ketoasidosis diabetik (KAD) dan keadaan
hiperglikemi dalam jangka waktu yang lama berkontribusi terhadap komplikasi
neuropatik. Diabetes mellitus juga berhubungan dengan penigkatan kejadian penyakit
makrovaskular seperti MCI dan stroke (Smeltzer & Bare, 2013).
Perawat sebagai salah satu dari tenaga kesehatan mempunyai peranan dalam
pengelolaan pasien DM. Diantara tindakan dan intervensi dalam pengontrolan
penyakit DM adalah pengontrolan diet, peningkatan aktivitas fisik, kontrol medik
secara teratur dan regimen terapeutik yang tepat serta melibatkan keluarga dalam
asuhan keperawatan. Terdapatnya pelaksanaan asuhan keperawatan yang
komprehensif terhadap pasein DM diharapkan dapat mengatasi dan menghindari
terjadinya komplikasi serta kualitas hidup yang baik dapat dicapai.
Tingginya jumlah pasien yang dirawat dengan diabetes mellitus di ruang ICU
RSUD Prof. Dr. MA Hanafiah SM Batusangkar pada tahun 2016 menyebabkan
penulis tertarik untuk membuat makalah dengan judul “ Asuhan Keperawatan Pada
Ny. Y dengan Diabetes Mellitus Tipe II di ruang ICU RSUD Prof. Dr. MA Hanafiah
SM Batusangkar”

2
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah mahasiswa mampu melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan masalah Diabetes Mellitus di ruang ICU RSUD
Prof. Dr. MA. Hanafiah SM Batusangkar tahun 2017.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Ny. Y dengan Diabetes Mellitus
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Ny. Y dengan
Diabetes Mellitus
c. Penulis mampu menyusun rencana asuhan keperawatan pada Ny. Y dengan
Diabetes Mellitus
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Ny. Y dengan Diabetes
Mellitus
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Ny. Y dengan Diabetes Mellitus
f. Melakukan dokumentasi keperawatan pada Ny. Y dengan Diabetes Mellitus

C. Manfaat
1. Bagi Penulis
Sebagai bahan evaluasi tentang penerapan konsep keperawatan yang didapatkan
selama pendidikan praktek keperawatan dengan nyata.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan masukan untuk pengajaran pada asuhan keperawatan pada pasien
Diabetes Mellitus.
3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan dan evaluasi dalam menjalankan praktek keperawatan pada
asuhan keperawatan Diabetes Melitus
4. Bagi Profesi Keperawatan
Dari hasil penulisan ini diharapkan memberikan informasi dibidang keperawatan
tentang asuhan keperawatan Diabetes Melitus.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi
Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Pada diabetes
kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun atau pankreas
dapat menghentikan sama sekali poduksi insulin ( Brunner and Suddarth, 2001 :
1220).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis
termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika
telah berkembang secara klinis, maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia
puasa dan postprandial, aterosklerotik dan penyakit vascular mikroangiopati, dan
neuropati ( Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 2005 : 1260).
Diabetes melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran
basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron ( Arif M. Mansjoer, 2000 :
580).
Diabetes melitus (DM) merupakan gangguan metabolik yang ditandai oleh
hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa serum) akibat kurangnya hormon insulin,
menurunnya efek insulin atau keduanya (Jennifer P. Kowalak, dkk, 2011 : 519).
Diabetes melitus adalah keadaan dimana tubuh tidak menghasilkan atau memakai
insulin sebagaimana mestinya ( Jan Tambayong, 2000 : 157).
Jadi, dari beberapa defenisi di atas dapat kelompok 3 simpulkan bahwa
diabetes melitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia akibat kurangnya hormon insulin,
menurunnya efek insulin atau keduanyayang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis.

4
B. Tipe Diabetes
Klasifikasi diabetes yang utama menurut Brunner and Suddarth, 2001 : 1220,
yaitu :
1. Tipe I : Diabetes melitus tergantung insulin (insulin-dependent diabetes
melitus / IDDM)
Kurang lebih 5%-10% penderita mengalami DM tipe ini, yaitu diabetes
yang tergantung insulin. Pada diabetes jenis ini, sel-sel beta pankreas yang dalam
keadaan normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh suatu proses
autoimun. Sebagai akibatnya, penyuntikkan insulin diperlukan untuk
mengendalikan kadar glukosa darah.DM tipe ini ditandai oleh awitan mendadak
yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun.
2. Tipe II : Diabetes melitus tidak tergantung insulin (non-insulin-dependent
diabetes melitus / NIDDM)
Kurang lebih 90%-95% penderita mengalami diabetes tipe II, yaitu diabetes
yang tidak tergantung insulin. DM tipe ini terjadi akibat penurunan sensitivitas
terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi
insulin. DM tipe II pada mulanya dapat diatasi dengan diet dan latihan. Jika
kenaikan glukosa darah tetap terjadi, terapi diet dan latihan tersebut dilengkapi
dengan obat hipoglikemik oral. Diabetes tipe II paling sering ditemukan pada
individu yang berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas.
3. Diabetes melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
Disertai dengan keadaan yang diketahui atau dicurigai dapat menyebabkan
penyakit : pankreatitis, kelainan hormonal. Bergantung pada kemampuan
pankreas untuk menghasilkan insulin; pasien mungkin memerlukan terapi dengan
obat oral atau insulin.
4. Diabetes melitus gestasional (gestational diabetes mellitus / GDM)
Awitan selama kehamilan, biasanya terjadi pada trimester kedua atau ketiga.
Disebabkan oleh hormon yang disekresikan plasenta dan menghambat kerja
insulin. Diatasi dengan diet, dan insulin (jika diperlukan) untuk mempertahankan

5
secara ketat kadar glukosa darah normal. Intoleransi glukosa terjadi untuk
sementara waktu tetapi dapat kambuh kembali pada kehamilan berikutnya. Faktor
resiko mencakup : obesitas, usia di atas 30 tahun, riwayat diabetes dalam
keluarga, pernah melahirkan bayi yang besar (lebih dari 4,5 kg).
Sedangkan menurut American Diabetes Association (ADA), klasifikasi klinis
gangguan toleransi glukosa meliputi :
1. Diabetes tipe 1 (dulu dikenal sebagai tipe juvenile onsetdan tipe dependen insulin)
Dapat dibagi dalam dua tipe :
a. Autoimun : akibat disfungsi autoimun dengan kerusakan sel-sel beta
b. Idiopatik : tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya
2. Diabetes tipe 2 (dulu dikenal sebagi tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe
nondependen insulin)
Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini.
3. Diabetes Gestasional (GDM)
Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek
metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan
diabetogenik. Pemeriksaan skrining (tes toleransi glukosa) harus dilakukan pada
semua wanita hamil dengan usia kehamilan antara 24-28 minggu.
4. Tipe khusus lain
a. Kelainan genetik dalam sel beta seperti yang dikenali pada diabetes awitan
dewasa muda (MODY)
b. Kelinan genetik pada kerja insulin, menyebabkan sindrom resistensi insulin
berat dan akantosis negrikans
c. Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronik
d. Penyakit endokrin seperti sindrom Cushing dan akromegali
e. Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta
f. Infeksi
( Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson, 2005 : 1262)

6
C. Etiologi
Menurut Brunner and Suddarth dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal-
Bedah, 2001 : 1224-1225 ; Etiologi diabetes melitus terdiridari :
1. Diabetes tipe I
Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran (destruksi) sel-sel beta pankreas. Hal-
hal yang diperkirakan dapat menimbulkan destruksi sel beta meliputi :
a. Faktor-faktor Genetik
Kecenderungan genetik yang diwarisi oleh penderita DM tipe I ini ditemukan
pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya. Faktor keturunan dapat
menyebabkan terjadinya DM karena pola familial yang kuat (keturunan)
mengakibatkan terjadinya kerusakan sel-sel beta pankreas yang memproduksi
insulin. Sehingga terjadi kelainan dalam sekresi insulin maupun kerja insulin.
Karena adanya kelainan fungsi atau jumlah sel – sel betha pancreas yang
bersifat genetic dan diturunkan secara autosom dominant sehingga
mempengaruhi sel betha serta mengubah kemampuannya dalam mengenali
dan menyebarkan rangsang yang merupakan bagian dari sintesis insulin.
b. Faktor-faktor Imunologi
Terdapat adanya suatu respons autoimun. Ini merupakan respons abnormal di
mana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan
asing. Autoantibodi terhadap sel-sel Langerhans dan insulin endogen
(internal) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun
sebelum timbulnya tanda-tanda klinis DM tipe I.Obat-obat tertentu yang
diketahui dapat memicu penyakit autoimun lain juga dapat memulai proses
autoimun pada pasien-pasien diabetes tipe I (Sylvia A. Price dan Lorraine M.
Wilson, 2005 : 1261).

7
c. Faktor-faktor lingkungan
Hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat
memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.

2. Diabetes tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam terjadinya resistensi insulin. Faktor-faktor resiko
tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II meliputi :
a. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara drastis dan
cepat pada usia 40 tahun. Penurunan ini yang beresiko pada penurunan fungsi
endokrin pankreas untuk memperoduksi insulin dan resistensi insulin
cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun.
b. Gaya hidup, stress
Stress hidup yang kronis cenderung membuat seseorang mencari makan cepat
saji, kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini berpengaruh besar
terhadap kerja pankreas. Stress juga akan meningkatkan kerja metabolisme
dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada
kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi akan membuat pankreas mudah
rusak hingga berdampak pada penurunan insulin.
c. Pola makan yang salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan dapat menyebabkan meningkatnya
resiko terkena diabetes. Malnutrisi dapat merusak pankreas sedangkan
obesitas dapat meningkatkan kerja pankreas atau resistensi insulin. Pola
makan yang tidak teratur dan kecenderungan terlambat juga akan berperan
pada ketidakseimbangan kerja pankreas.

8
d. Obesitas
Obesitas menyebabkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertrofi yang akan
berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas pada
obesitas disebabkan karena peningkatan metabolisme glukosa untuk
mencukupi energi sel yang terlalu banyak.

Sedangkan menurut Mansjoer Arif dalam Kapita Selekta Kedokteran, 2000 :


580, etiologi dari DM terdiri dari :
1. Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) / Diabetes Melitus Tergantung
Insulin (DMTI)
Disebabkan oleh destruksi sel β pulau Langerhans akibat proses autoimun
2. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) / Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI)
Disebabkan kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin. Resistensi insulin
adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa
oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β
tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi
defisiensi relatif insulin.

D. Patofisiologi
1. Diabetes tipe I
Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh
hati. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati
meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial
(sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar; akibatnya glukosa
tersebut muncul ke dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan
dieksresikan ke dalam urin, eksresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan

9
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini disebut diuresis osmotik. Sebagai akibat
dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan
dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup
kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan
glukosa yang disimpan) dan glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari
asam-asam amino serta substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin,
proses ini akan terjadi tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan
lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu kesimbangan asam-basa
tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya
dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, napas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian.
2. Diabetes Tipe II
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20%
sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut
terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel
macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar
glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon
insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi
glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal
tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah

10
adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa
menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Akibatnya, glukosa
dan Natrium yang diserap ginjal menjadi berlebihan sehingga urine yang
dihasilkan banyak dan membuat penderita menjadi cepat pipis (Poliuri)
Proses filtrasi pada ginjal normal merupakan proses difusi yaitu filtrasi zat
dari tekanan yang rendah ke tekanan yang tinggi. Pada penderita DM, glukosa
dalam darah yang tinggi menyebabkan kepekatan glukosa dalam pembuluh darah
sehingga proses filtrasi ginjal berubah menjadi osmosis (filtrasi zat dari tekanan
tinggi ke tekanan rendah). Akibatnya, air yang ada di pembuluh darah terambil
oleh ginjal sehingga pembuluh darah menjadi kekurangan air (dehidrasi
intaseluller) yang menyebabkan penderita menjadi cepat haus (Polidipsi).
Pada penderita diabetes melitus kandungan gula darah akan meningkat.
Karena gula darah bersifat diuresis / menyerap air maka konsentrasi darah akan
mengental dan terjadi gangguan transportasi darah ke pembuluh darah. Dengan
terganggunya aliran darah maka pasokan nutrisi yang ke sel – sel tubuh juga akan
terganggu dan hal ini menyebabkan kulit mengering, kerusakan sel darah putih
dan kematian jaringan. Kulit yang kering dan jaringan yang mati menyebabkan
penderita diabetes mudah terluka apabila terkena benda – benda tajam. Dan
biasanya luka, tusukan, nyeri dan sensasi panas tidak dirasakan oleh penderita
diabetes, karena hiperglikemia menjadikan gangguan pada sistem saraf tepi
(perifer) yang menyebabkan penderita mengalami mati rasa. Kemudian
sehubungan dengan terjadinya darah yang mengental maka akan terjadi kesulitan
pembekuan darah dan penutupan luka. Keadaan itu diperparah dengan adanya
bakteri saprofit . Pertumbuhan bakteri tersebut semakin merusak pembuluh darah.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport
glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan
karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk
melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga
menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang

11
dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan
keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu
banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan,
akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan.
Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut
koma diabetik.
Dan kerusakan berbagai organ tubuh dapat menimbulkan gangguan pada
mata. Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi)
yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol
dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
3. Diabetes dan Kehamilan
Diabetes gestasional terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes
melitus sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat
sekresi hormon-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah
pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal. Namun,
banyak wanita yang mengalami GDM di kemudian hari dapat menderita DM tipe
II. Oleh sebab itu, semua wanita yang menderita GDM harus mendapatkan
konseling guna mempertahankan berat badan idealnya dan melakukan latihan
secara teratur sebagai upaya untuk menghindari awitan DM tipe II.

E. Manifestasi Klinis
Menurut Sujono dan Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita
diabetes melitus yaitu :
1. Poli uria (peningkatan volume urin)
Terjadi karena adanya hiperosmolaritas yang menyebabkan diuresis osmotik
sehingga penderita diabetes melitus mengalami peningkatan volume urin
2. Poli dipsia (peningkatan rasa haus)
Karean volume urin yang besar menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel akan mengikuti dehidrasi ekstrasel karena cairan intrasel akan berdifusi

12
keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik
(sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretik
hormon) dan menimbulakan rasa haus.
3. Poli fagia (peningkatan rasa lapar)
Sejumlah kalori hilang kedalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat
badan. Untuk mengkompensasi hal ini penderita seringkali merasa lapar yang luar
biasa.
Gejala lain yang muncul adalah :
1. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes
lama, katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk
menggunakan glukosa sebagai energi.
2. Peningkatan angka infeksi akibat penuruanan protein sebagai bahan pembentukan
antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi
imun dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.
3. Kelainan kulit, gatal – gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi didaerah pinggang dekat
ginjal, lipatan kulit seperti dibawah ketiak, dibawah payudara, biasanya akibat
tumbuhnya jamur.
4. Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu yaitu jamur
terutama candidia
5. Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami gangguan akibat
kurangnya hbahan daras utama yang berasal dari unsur protein. Akibat banyaknya
sel saraf yang rusak terutama perifer.
6. Penurunan enrgi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak
dapat berlangsung secara optimal
7. Luka yang lama sembuh
8. Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa
oleh hiperglikemi
9. Sakit kepala, kram otot, dan mengantuk
10. Mual, diare, konstipasi akibat dehidrasi

13
F. Komplikasi
Menurut Price, Sylvia A dkk, dalam Patofisiologi, 2005 : 1267, terbagi atas
dua kategori mayor, yaitu :
1. Komplikasi Metabolik Akut
Disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma.
Terdiri dari :
a. Ketoasidosis diabetik (DKA)
Ini adalah komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe I.
b. Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK)
Adalah komplikasi metabolik akut pada penderita diabetes tipe II yang lebih
tua. Pada HHNK tidak terdapat ketosis
c. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin) terutama komplikasi terapi
insulin
2. Komplikasi Kronik Jangka Panjang
a. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan
arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefropati diabetik),
dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot serta kulit
b. Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis berupa
aterosklerosis. Jika arteri-arteri perifer tersumbat, dapat mengakibatkan
insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah arteria koronaria
dan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium
c. Rentan infeksi, seperti tuberkulosis paru, gingivitis, dan infeksi saluran
kemih,
d. Kaki diabetik
(Mansjoer, Arif, Kapita Selekta Kedokteran, 2000)

14
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan sebagai penunjang diagnostik medis antara lain:
1. Pemeriksaan elektrolit
Elektrolit yang didapatkan pada penderita diabetes mellitus bisa kurang
maupun lebih dari kadar normal. Normalnya elektrolit pada tubuh adalah sebagai
berikut :
a. Kalium                     : 3,6-5,6mEg/l
b. Natrium                   : 137-145mEq/l
c. Klorida                    : 98-107mEg/l
2. Pemeriksaan hematologi
a. Laju endap darah (LED)
Normalnya LED pada pria antara 0 – 15 mm/jam  dan pada wanita antara 0
– 20 mm/jam. Namun pada penderita diabetes melitus nilainya akan
meningkat.
b. Hemoglobin
Normalnya Hb pada pria antara 13,0 – 16,0 dan pada wanita antara 12,0 –
14,0. Namun pada penderita diabetes melitus nilainya akan menurun.
c. Leukosit
Normalnya leukosit pada yang dihasilkan tubuh bernilai antara 5.000 –
10.000/ul. Namun pada penderita diabetes melitus nilainya akan meningkat.
d. Trombosit
Normalnya trombosit pada pria yang dihasilkan tubuh bernilai antara
150.000 – 400.000/ul. Namun pada penderita diabetes melitus nilainya akan
meningkat.
3. Pemeriksaan gula darah
Orang dengan diabetes melitus kadar gula darahnya meningkat lebih dari
200 mg/dl. Pemeriksaan gula darah antara lain :

15
a. Gula Darah Puasa ( GDP )
Pemeriksaan gula darah dimana pasien sebelum melakukan pengambilan
darah dipuasakan selama 8 – 12 jam. Semua pemberian obat dihentikan
terlebih dahulu.
b. Gula Darah 2 jam Post Prandial (GD 2PP)
Pemeriksaan gula darah yang tidak dapat distandarkankan karena makanan
yang dimakan baik jenis maupun jumlahnya sulit diawasi dalam jangka
waktu 2 jam, sebelum pengambilan darah pasien perlu duduk beristirahat
tenang tidak melakukan kegiatan apapun dan tidak merokok. Obat-obat
hipoglikemi yang dianjurkan dokter harus tetap dikonsumsi.
c. Gula Darah Sewaktu ( GDS)
Pemeriksaan gula darah yang dilakukan tanpa memerhatikan kapan terakhir
pasien makan.
PARAMETER BAIK SEDANG BURUK
GDP 80 – 100 mg/dl 10 – 125 mg/dl ≥126 mg/dl
GD 2PP 80 – 144 mg/dl 145 – 179 mg/dl ≥180 mg/dl
GDS < 110 mg/dl 110 – 199 mg/dl ≥ 200 mg/dl

4. Pemeriksaan leukosit
Normalnya kadar leukosit dalam tubuh berdasarkan jenisnya :
a. Basofil        : 0 – 1 %
b. Eusinofil     : 1 – 3%
c. N. Segmen  : 50 – 75 %
d. N. Batang   : 2 – 3 %
e. Limfosit      : 25 – 40 %
f. Monosit      : 3 – 7 %

16
5. Pemeriksaan Urine
Pemeriksaan urine dikombinasikan dengan pemeriksaan glukosa darah untuk
memantau kadar glukosa darah pada periode waktu diantara pemeriksaan darah.
6. Pemeriksaan HbA1c
Kadar HbA1c merupakan kontrol glukosa jangka panjang,
menggambarkan kondisi 8-12 minggu sebelumnya, karena paruh waktu eritrosit
120 hari( Kee JL, 2003 ), karena mencerminkan keadaan glikemik selama 2-3
bulan maka pemeriksaan HbA1c dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan (Darwis Y,
2005, Soegondo S, 2004).
Peningkatan kadar HbA1c >8% mengindikasikan DM yang tidak terkendali
dan beresiko tinggi untuk menjadikan komplikasi jangka panjang seperti
nefropati, retinopati, atau kardiopati, Penurunan 1% dari HbA1c akan
menurunkan komplikasi sebesar 35% (Soewondo P, 2004).
Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada
pasien DM. Pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan glikemik pada tahap
awal penanganan, pemeriksaan selanjutnya merupakan pemantauan
terhadap keberhasilan pengendalian (Kee JL, 2003)

PARAMETER BAIK SEDANG BURUK


HbA1c 2,5 – 6,0 % 6,1 – 8,00 % > 8,00 %

H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1. Medis 
a. Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini merangsang sel beta pankreas untuk memproduksi insulin. terbagi
menjadi berapa golongan, antara lain :
1) Kelas A: hipoglikemik kuat

17
- glibenklamid, nama merk dagangnya euglukon, daonil dengan sediaan
5mg per tablet. Diberikan maksimal 3 tablet diberikan pagi dan siang
- klorpropamid, nama merk dagangnya diabinase dengan sediaan 100
dan 250 mg per tablet, dosis maksimal 2 tablet, diberikan pagi hari
2) Kelas B: untuk diabetes melitus disertai kelainan ginjal dan hepar.
- glikuidon, nama merk dagangnya glerenorm, glidiab, lodem,
fordab, dengan sediaan 30 mg  per tablet. Maksimal 4 tablet/hari
diberikan pagi dan siang.
3) Kelas C: anti angiopati
- gliklazid, digunakan untuk komplikasi diabetes melitus
mikroangiopati. Nama merk dagangnya diamicron, glukolos,
glucodex, glidiabet, sediaan 80 mg per tablet, maksimal 4tablet/hari
diberikan pagi dan siang.
- glimipirid, digunakan untuk komplikasi diabetes melitus
makroangiopati. Nama merk dagangnya amaryl, amadiab, metrix,
solosa. Sediaannya 1 mg, 2 mg dan 4 mg. Diberikan pagi dan siang
dengan maksimal dosis 8 mg/hari.
4) Kelas D: hipoglikemik lemah tapi bekerja pada gangguan post reseptor
insulin
- glipizid dosis rendah misalnya minidiab dosis 2,5-20 mg diberikan
pagi dan siang.
b. Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki
ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat
tunggal pada pasien dengan kelebihan berat badan. Nama merk dagangnya
glucophage, buformin, diabex, neodipar. Sediaannya 500 mg per tablet. dosis
500-3000 mg perhari. Obat ini dapat menyebabkan perut tidak nyaman,
sehingga pemberiannya sebaiknya sesudah makan. Hati-hati pada pasien
dengan kelainan hepar dan ginjal.

18
c. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan,
sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk
pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal. Nama merk dagangnya
glucobay, eclid sediaannya 50 mg dan 100 mg. diberikan setelah suapan
pertama saat makan. efek samping yang sering : perut terasa kembung dan
sering buang angin (flatus)
1) sitagliptin (suatu DPP-4 inhibitor), obat ini bekerja meningkatkan dan
memperpanjang hormon incretin, dengan mengnonaktifkan enzim DPP-4.
hormon incretin meningkatkan sintesis dan sekresi insulin pada sel beta
pankreas dan menurunkan sekresi glukagon pada sel alfa pankreas. nama
merk dagangnya januvia. sediaan 25 mg, 50 mg dan 100 mg. dosis yang
diberikan maksimal 400 mg/hari. dosis disesuaikan juga terdapat
gangguan ginjal.
2) Repaglinide, obat ini bekerja meningkatkan sekresi insulin dengan
menghambat ATP-potassium-channel pada sel beta pankreas sehingga
meningkatkan kalsium intrasel dan merangsang pelepasan insulin dari sel
beta pankreas. nama merk dagangnya prandin, sediaan 0,5 mg, 1 mg dan 2
mg. dosis awal 0,5 mg diberikan 15 menit sebelum makan. dititrasi
maksimal 4 mg. dosis maksimal tidak melebihi 16 mg /hari
d. Insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan
Human Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang
beredar adalah Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM
tipe II yang kehilangan berat badan secara drastis.
Jenis Insulin
1) Insulin kerja cepat  : regular insulin, cristalin zink, dan semilente.
2) Insulin kerja sedang : NPH (Netral Protamine Hagerdon)
3) Insulin kerja lambat : PZI (Protamine Zinc Insulin)

19
2. Keperawatan
a. Memonitor TTV (TD, N, RR, S)
b. Memonitor Gula Darah Pasien
c. Memonitor diit pasien
d. Memonitor balance cairan pasien
e. Memonitor gejala hiperglikemi dan hipoglikemi
f. Memonitor adanya komplikasi DM
g. Memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan
Penyuluhan diabetes adalah suatu proses pemberian pengetahuan dan
keterampilan bagi penderita DM, yang diperlukan untuk merawat diri sendiri,
mengatasi krisis, serta mengubah gaya hidupnya agar dapat menangani
penyakitnya dengan baik.
h. Pengaturan diet.
Tujuan utama pengaturan diet adalah membantu orang dengan diabetes
memperbaiki kebiasaan gizi dan olahraga untuk mendapatkan kontrol
metabolik yang lebih baik, mempertahankan kadar glukosa darah mendekati
normal, memberikan energi yang cukup untuk mecapai atau mempertahankan
kadar glukosa darah mendekati normal, memberikan energi yang cukup untuk
mencapai atau mempertahankan berat badan yang memadai, menghindari dan
menangani komplikasi baik akut maupun kronis serta meningkatkan
kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal.
i. Latihan jasmani (Olahraga)
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin
bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan,
memperkuat jantung, dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan
olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga
yang berat – berat.Dianjurkan untuk latihan jasmani secara teratur ( 3-4 kali
seminggu ) selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE
(Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance training).

20
I. Asuhan Keperawatan Teoritis
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Mengkaji kepatenan jalan nafas pasien, ada obstruksi jalan nafas karna lidah
turun pada pasien penurunan kesadaran, ada sekret atau tidak.
b. Breathing
Mengkaji gerakan dinding dada, irama pernafasan, pola nafas, menggunakan
otot bantu nafas /tidak, frekuensi nafas (RR), takipnea/bradipnea, ada suara
nafas tambahan.
c. Circulation
Mengakaji TD, frekuensi nadi, suhu, sianosis atau tidak,CRT < 3 detik, akral
hangat/dingin, nadi kuat/ lemah, ada edema atau tidak, perdarahan
d. Disability
Respon : Alert, verbal, pain, unrespon
GCS, reflek pupil, ukuran pupil
e. Eksposure
Ada jejas atau tidak

2. Status Kesehatan
a. Data demografi
Nama Lengkap, TTL, Status Perkawinan, Agama, Suku, Pendidikan,
Pekerjaan, Alamat, Tanggal masuik RS, Diagnosa medis
b. Status Kesehatan Saat Ini
Alasan keluhan / keluhan utama : biasanya pasien merasa pusing, tubuh terasa
lemah, tidak bertenaga, bisa mual dan muntah
c. Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Penyakit yang pernah dialami seperti jantung, hipertensi, ginjal, mata, dll
Kaji riwayat alergi obat maupun makanan. Kebiasaan merokok, minum kopi
atau alkohol. Obat yang sering dimakan.

21
d. Riwayat kesehatan keluarga
Ada keluarga yang menderita diabetes mellitus sebelumnya, riwayat
hipertensi jantung atau pun penyakit lain
Genogram
e. Pola nutrisi :
Kaji BB/TB, frekuensi makan, jenis makanan, nafsu makan 6 bulan terakhir,
adanya perubahan berat badan, jenis diet yang dipakai, nafsu makan, keluahn
makan
f. Pola eliminasi
Frekuensi, waktu, warna, konsistensi, kesulitan BAB
Frekuensi, waktu, warna, kesulitan BAK
g. Pola Tidur dan Istirahat
Lama tidur, Waktu, Kesulitan dalam hal tidur
h. Pola Aktivitas dan Latihan
Kegiatan dalam pekerjaan, Olah raga rutin (jenis dan frekuensi), Kegiatan
dalam beraktivitas, Pola bekerja, Jenis pekerjaan, Jadwal kerja.

3. Pengkajian Sekunder
a. Kepala
Inspeksi : penyebaran rambut, kebersihan, ada benjolan/tidak, ada jejas/tidak
Palpasi : raba adanya masa atau tidak
b. Mata
Fungsi penglihatan : palpebra : terbuka / tertutup
Ukuran pupil : isokor / unisokor
Akomodasi : isokor / unisokor
Konjungtiva :
Sclera :
Edema palpebra :
Keluhan :

22
c. Telinga
Fungsi pendengaran, fungsi keseimbangan
d. Hidung dan Sinus
Ada pembengkakan atau tidak, perdarahan atau tidak
e. Mulut dan Tenggorokan
Keadaaan gigi, membran mukosa, kesulitan menelan
f. Leher
Ada pembengkakan atau tidak
g. Thorak
Inspeksi : gerakan dada simetris/tidak,
Perkusi paru : normal, sosnor, redup pada batas paru dengan hepar dan
jantung
Perkusi jantung : redup
Auskultasi paru : vesikuler Gambaran EKG :
h. Sirkulasi
Frekuensi nadi : SAO2 :
Tekanan darah : MAP : CVP :
PA sistolik : PA Diastolik : PAP :
Suhu tubuh : Suhu ekstremitas :
Sianosis : bibir / kuku Pucat :
Turgor :
i. Abdomen
Inspeksi : warna, asites/tidak, ada benjolan atau tidak
Palpasi : teraba masa atau tidak, ada nyeri tekan atau tidak
Perkusi : tympati
Auskultasi : bising usus
j. Ekstremitas
Massa otot Tonus otot :
Kekakuan : Kejang :

23
4. Data Penunjang
a. Pemeriksaan elektrolit
b. Pemeriksaan hematologi
c. Pemeriksaan gula darah
1) Gula Darah Puasa ( GDP )
2) Gula Darah 2 jam Post Prandial (GD 2PP)
3) Gula Darah Sewaktu ( GDS)
d. Pemeriksaan leukosit
e. Pemeriksaan Urine
f. Pemeriksaan HbA1c

5. Pengobatan
a. Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas contoh : kloporamid 2 x 250 mg
b. Golongan Biguanid / Metformin 3 x 500 mg
c. Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase contoh : sitagliptin 3x 100 mg
d. Insulin contoh : novorapid 3 x 8U (SC)

6. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan keseimbangan asam
basa (asidosis metabolik)
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokonstriksi pembuluh
darah
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan insufisiensi glukosa untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurangnya asupan makanan
e. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah
f. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
g. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi

24
h. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit
i. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
j. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
k. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan metabolisme
l. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

25

Anda mungkin juga menyukai