Anda di halaman 1dari 22

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA Tn.

A
DENGAN DIABETES MELITUS DI RUANG DAHLIA
RSUD SERULINGMAS CILACAP

PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAH

Untuk Memenuhi sebagian syarat guna menyelesaikan


Pendidikan Program Diploma III Keperawatan
Pada Akademi Keperawatan Seru;ingmas
Cilacap

Oleh:
Ika Prasetyaningsih
17.071

AKADEMI KEPERAWATAN SERULINGMAS


CILACAP
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik yang di tandai dengan


adanya peningkatan kadar gula darah akibat kerusakan pada sekresi insulin.
Penanganan diabetes melitus begitu kompleks jika tidak di tangani dapat
menyebabkan masalah komplikasi. Diabetes Melitus adalah penyakit yang
ditandai dengan terjadinya hiperglikemia dan gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan kekurangan secara
absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin. Gejala yang dikeluhkan
pada penderita Diabetes Melitus yaitu polidipsia, poliuria, polifagia, penurunan
berat badan, dan kesemutan.

Menurut American Diabetes Association 2010, macam-macam diabetes


yaitu Diabetes Melitus Tipe I, Tipe II, Diabetes Tipe lain, dan Diabetes
Gstasional. Diabetes telah mencapai proporsi epidemi di seluruh dunia baik di
Eropa, Amerika Serikat bahkan di Asia. Data diabetes melitus sendiri
menunjukkan bahwa lebih dari 59,8 juta orang didunia yang berusia 20-79
tahun menderita diabetes, di wilayah eropa populasi paling umum penderita
diabetes mellitus yang berusia antara 50-79 tahun (Internasional Diabetes
Federasi 2015). Pravelensi diabetes melitus di indonesia semakin meningkat
dari peringkat 7 menjadi peringkat 5 dunia. Menurut data dari Perkumpulan
Endokrinologi menyatakan bahwa jumlah penderita diabetes melitus di
Indonesia telah mencapai 9,1 juta orang (PERKENI, 2015). Menurut data dinas
kesehatan kota surakarta tahun 2016 diabetes melitus tipe I didapatkan
sebanyak 1.054 penderita sedangkan pada tipe 2 sebanyak 40.366 penderita.
Kasus tertinggi dilaporkan oleh Puskesmas Purwosari sebanyak 1.319
penderita yang mengalami DM tipe 2 (Dinkes Surakarta, 2016). Data diabetes
mellitus di Puskesmas Purwosari pada bulan Januari-Agustus 2017 sebanyak
480 penderita.

2
Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat
insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau
berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta
pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin
dependent diabetes mellitus. 6,9 Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit
gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin
(resistensi insulin).

Kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki.Wanita


lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang
peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar
pada tahun 2008, menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai
57%, pada tahun 2012 angka kejadian diabetes melitus didunia adalah
sebanyak 371 juta jiwa, dimana proporsi kejadiandiabetes melitus tipe 2 adalah
95% dari populasi dunia yang menderita diabetesmellitus dan hanya 5% dari
jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1.

Penanganan diabetes melitus begitu kompleks jika tidak di tangani


dapat menyebabkan masalah komplikasi. Salah satu komplikasi diabetes
adalah neuropati perifer. Neuropati perifer merupakan salah satu komplikasi
mikrovaskuler dari diabetes melitus yang paling sering terjadi dan dapat
memperburuk kualitas hidup penderitanya. Neuropati mengacu kepada
sekelompok penyakit yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf
sensorik, motorik, dan otonom serta sering dijumpai ditubuh bagian perifer
atau disebut dengan Diabetic Peripheral Neuropathy (DPN) (Malazy,
Tehrani, Madani, Heshmar & Larijani, 2011). Neuropati perifer sangat
berbahaya karena dapat menimbulkan berbagai masalah diantaranya frekuensi
jantung dapat meningkat, ulkus kaki, disfungsi seksual, impotensi dan
gangguan sistem saraf lain termasuk retinopati diabetik (Smeltzer, 2013).

3
Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai
dengan Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien DM. Tujuan penatalaksanaan adalah
turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu
dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil
lipid,melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan
mandiri dan perubahan perilaku.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, dapat dirumuskan


Karya Tulis Ilmiah yaitu “Bagaimana Gambaran Asuhan Keperawatan Pada
Pasien Diabetes Melitus Tipe II ?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum Karya Tulis Ilmiah ini disusun agar mahasiswa mengetahui
gambaran Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penyusunan karya tulis ilmiah ini bertujuan agar penulis
mampu:
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan Diabetes
Melitus Tipe II.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Diabetes
Melitus Tipe II.
c. Menentukan intervensi keperawatan pada pasien dengan Diabetes
Melitus Tipe II.
d. Melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan Diabetes
Miletus Tipe II.
e. Melakukan evaluasi pada pasien dengan Diabetes Melitus Tipe II.
f. Melakukan dokumentasi keperawatan pada pasien Diabetes Miletus
Tipe II.

4
D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan


pada Pasien dengan Diabetes Melitus yaitu :

1. Bagi Mahasiswa Keperawatan


Sebagai bahan pustaka dan pengalaman langsung dalam pembuatan Karya
Tulis Ilmiah khususnya dalam melakukan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan Diabetes Melitus Tipe II.
2. Bagi Institusi
a. Pendidikan
Hasil Karya Tulis Ilmiah ini dapat menjadi tambahan kepustakaan dan
dapat dijadikan materi dalam pengajaran. Selain itu, hasil Karya Tulis
Ilmiah ini juga dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan
penelitian-penelitian selanjutnya.
b. Pelayanan kesehatan
Hasil Karya Tulis Ilmiah ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan bagi
pelayanan kesehatan, antara lain :
1) Sebagai data aktual mengenai jumlah penderita yang mengalami
Diabetes Melitus Tipe II.
2) Sebagai bahan acuan penatalaksanaan dan asuhan keperawatan pada
pasien Diabetes Melitus Tipe II.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR
a. Definisi

Definisi diabetes melitus secara umum adalah suatu keadaan dimana


tubuh tidak bisa mengahasilkan hormon insulin sesuai kebutuhan atau
tubuh tidak bisa memanfaatkan secara optimal insulin yang dihasilkan,
sehingga terjadi kelonjakkan kadar gula dalam darah melebihi normal.
Diabetes melitus bisa juga terjadi karena hormon insulin yang dihasilkan
oleh tubuh tidak dapat bekerja dengan baik (Fitriana, 2016 hlm. 10).

Diabetes melitus adalah penyakit kronis progresif yang ditandai


dengan ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein, mengarah ke hiperglikemia atau kadar
glukosa darah tinggi (Black and Hawks, 2014 hlm. 631). Diabetes melitus
adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik
akibat gangguan hormonal yang menimbulkan komplikasi pada mata,
ginjal, saraf, dan pembuluh darah (Nugroho, 2011 hlm. 258).

Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai


dengan ketiadaan absolut insulin atau penurunan relative intensitivitas sel
terhadap insulin (Corwin, 2009 hlm. 624). Jadi dapat disimpulkan bahwa
diabetes melitus adalah penyakit metabolik dengan karakteristik
peningkatan gula darah (hiperglikemia) dan disebabkan karena tubuh tidak
dapat menggunakan insulin yang di produksi.

b. Etiologi
Klasifikasi etiologi diabetes melitus, menurut Black and Hawks, (2014);
PERKENI, (2011); Corwin, (2009); Fitriana, (2016):
a) Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe 1 diperkirakan terjadi akibat dekstruksi otoimun sel-

6
sel beta pulau Langerhans. Individu yang memiliki kecenderungan
genetik penyakit ini tampaknya menerima faktor pemicu dari
lingkungan yang menginisiasi proses otoimun. Sebagai contoh
faktor pencetus yang mungkin antara lain infeksi virus seperti
gondongan (mumps), rubella, atau sitomegalovirus (CMV) kronis.
Pajanan terhadap obat atau toksin tertentu juga diduga dapat memicu
serangan otoimun ini (Corwin, 2009 hlm. 625).
Faktor lingkungan seperti virus tampaknya memicu
proses autoimun yang merusak sel beta. Cell Antibody Islet (ICAs)
muncul, jumlah meningkat selama berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun sesuai kerusakan sel beta. Hiperglikemia puasa (peningkatan
kadar glukosa darah) terjadi ketika 80-90% massa sel beta telah rusak
(Black and Hawks, 2014 hlm.632).
b) Diabetes Melitus Tipe 2
Untuk kebanyakan individu, diabetes melitus tipe 2 tampaknya
berkaitan dengan kegemukan. Selain itu, kecenderungan pengaruh
genetik, 2 yang menentukan kemungkinan individu mengidap penyakit
ini, cukup kuat. Diperkirakan bahwa terdapat sifat genetik yang belum
teridentifikasi yang menyebabkan pankreas mengeluarkan insulin yang
berbeda, atau menyebabkan reseptor insulin atau perantara kedua tidak
dapat berespon secara adekuat terhadap insulin. Terdapat kemungkinan
lain bahwa kaitan rangkai genetik antara yang dihubungkan
dengan kegemukan dan rangsangan berkepanjangan reseptor
reseptor insulin. Rangsangan berkepanjangan atas reseptor-
reseptor tersebut dapat menyebabkan penurunan jumlah reseptor-
reseptor insulin yang terdapat di sel tubuh. Penelitian lain menduga
bahwa deficit hormon leptin, yang sering disebut gen obesitas pada
hewan, mungkin termasuk manusia, gagal berespons terhadap tanda
kenyang, dan itulah mengapa mengapa gemuk dan
menyebabkan intersensitivitas insulin (Corwin, 2009 hlm. 627).
c) Diabetes Melitus Gestasional

7
Diabetes melitus gestasional merupakan penyakit diabetes
yang disebabkan tubuh tidak bisa merespon hormon insulin
karena adanya hormon penghambat respon yang dihasilkan oleh
plasenta selama proses kehamilan (Fitriana, 2016). Penyebab
diabetes gestasional dianggap berkaitan dengan peningkatan
kebutuhan energi dan kadar estrogen serta hormone pertumbuhan
yang terus menerus tinggi selama kehamilan. (Corwin, 2009 hlm.
629).
d) Diabetes Melitus Tipe Lain
Penyebab tipe lain dari penyakit diabetes melitus ini
adalah berhubungan dengan kecacatan, penyakit atau sindrom tertentu.
Dalam kelompok ini termasuk cacat genetik fungsi sel-β. Sebagian
besar tanda klinisnya adalah hiperglikemia pada usia dini.
Mereka sering disebut maturity-onset diabetes of the young
(MODY) Sebagai ciri adalah gangguan sekresi insulin dengan sedikit
atau tidak ada cacat dalam kerja insulin. Mereka mewarisi autosomal
dominan tetapi heterogen (Lim, 2014 hlm. 77).

c. Patofisiologi
Patofisiologi diabetes melitus dapat diawali dari penurunan
jumlah insulin yang menyebabkan glukosa sel menurun atau tidak ada
sama sekali, sehingga energi di dalam sel untuk metabolisme seluler
berkurang, kondisi tersebut direspon tubuh dengan meningkatkan kadar
glukosa darah. Respon tersebut antara lain sensasi lapar, mekanisme
lipolisis dan glukoneogenesis. Jika respon tersebut terjadi
berkepanjangan maka tubuh mengalami penurunan protein jaringan dan
menghasilkan benda keton. Kondisi ini dapat mengakibatkan ketosis
dan ketoasidosis (Daniels, 2012).
Hipergilkemi menyebabkan gangguan pada aktivitas leukosit
dan menimbulkan respon inflamatorik sehingga menyebabkan
viskositas darah meningkat dan membentuk trombus terutama pada

8
mikrovaskuler, hal ini mengakibatkan terjadinya kerusakan pada
pembuluh darah mikro sebagai
gejala gangguan sirkulasi di jaringan perifer (Jokela, 2009).
Kerusakan mikrovaskuler juga diakibatkan karena stimulasi
hepar untuk mengkonversi glukosa darah yang tinggi menjadi
trigliserida, hal ini berakibat pada peningkatan kadar trigliserida dalam
darah. Tingginya kadar trigliserida akan meningkatkan resiko
arterosklerosis (Talayero, 2011). Kadar glukosa tinggi yang
berkepanjangan dapat mengakibatkan gangguan jalur metabolisme
poliol/alkohol sehingga meningkatkan sorbitol. 22 Kadar sorbitol yang
tinggi mengakibatkan gangguan kondusi impuls syaraf sehingga terjadi
gangguan neuropati diabetik (Fauci, 2009). Kadar glukosa yang tinggi
juga dapat merusak membran kapiler nefron pada ginjal akibat
angiopati. Kerusakan nefron yang progresif akan berujung pada
glomerulosklerosis. Kerusakan ini terjadi akibat beban yang berlebih
kadar gula darah sehingga membran glomerulus kehilangan daya
filtrasinya (Smeltzer, 2010).
Rendahnya produksi insulin atau rendahnya uptake insulin oleh
sel-sel tubuh dapat menimbulkan gangguan metabolik berupa
peningkatan asam lemak darah, kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein.
Jika hal ini terjadi secara terus-menerus maka akan memicu terjadinya
angiopati yang dapat menimbulkan komplikasi pada retina, ginjal,
jantung koroner dan stroke (Smeltzer, 2010).

9
d. Pathway

e. Manifestasi Klinis
Berbagai gejala dapat ditemukan pada penderita diabetes
melitus. Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu dipikirkan apabila
terdapat keluhan klasik diabetes melitus atau yang disebut dengan
“TRIAS DM” ( poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya), kadar glukosa darah pada waktu
puasa ≥ 126 mg/dl (puasa disini artinya selama 8 jam tidak ada
masukan kalori), kadar glukosa darah acak atau dua jam sesudah makan
≥ 200 mg/dl, serta AIC ≥ 6,5%. AIC dipakai untuk menilai
pengendalian glukosa jangka panjang sampai 2-3 bulan untuk

10
memberikan informasi yang jelas dan mengetahui sampai seberapa
efektif terapi yang diberikan. Penderita diabetes melitus tipe 2 juga
merasakan sejumlah keluhan lain seperti kelemahan, infeksi berulang,
penyembuhan luka yang sulit, gangguan penglihatan, kesemutan, gatal,
kandidiasis vagina berulang dan disfungsi ereksi pada pria (Gustaviani,
2007; Lewis, dkk ; 2011, dan Perkeni, 2011).

f. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada kelompok
dengan resiko tinggi DM. Yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun),
obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan
dengan berat badan lahir bayi >4.000 g, riwayat DM pada kehamilan,
dan dislipidemia. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan
pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar gula darah puasa, kemudian
dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar.
Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil penyaringannya negatif, perlu
pemeriksaan penyaring ulang tiap tahun. Bagi pasien berusia 45 tahun
tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3
tahun.

g. Komplikasi
Menurut Depkes RI (2008) dan Tjokroprawiro (2006)
menyatakan bahwa komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi
dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut
meliputi koma diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik dan
hipoglikemia. Reaksi hipoglikemia terjadi akibat tubuh kekurangan
glukosa. Reaksi koma diabetik terjadi karena kadar gula darah dalam
tubuh terlalu tinggi, lebih dari 600 mg/dl. Komplikasi kronik yang
dapat muncul pada pasien diabetes melitus adalah makroangiopati,
mikroangiopati dan neuropati.

11
Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak. Mikroangiopati
terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler retina
mata dan kapiler ginjal. Berbagai studi yang telah ada menyatakan
bahwa penderita diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2 yang menjaga kadar
glukosa plasma rata – rata tetap rendah menunjukkan insiden
komplikasi mikrovaskuler berupa timbulnya retinopati diabetik,
nefropati, dan neuropati yang lebih rendah.

h. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
1. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan diabetes. Penatalaksaan nutrisi pada penderita Diabetes
Mellitus diarahkan untuk mencapai tujuan berikut:
a) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya, vitamin,
mineral).
b) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c) Memenuhi kebutuhan energi
d) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-
cara yang aman dan praktis
e) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.
2. Latihan (olah raga)
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetik karena
efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan otot juga
diperbaiki dengan berolahraga.

12
3. Pemantauan Kadar Glukosa dan Keton
Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri memungkinkan
deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan
dalam menentukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan
akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang. Pemantauan
kadar glukosa darah merupakan prosedur yang berguna bagi semua
penderita diabetes. Pemantauan ini merupakan dasar untuk
melaksanakan terapi insulin yang intensif dan untuk menangani
kehamilan yang dipersulit oleh penyakit diabetes.
4. Terapi Insulin
Pada Diabetes Mellitus tipe II insulin mungkin diperlukan
seabgai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa
darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil
mengontrolnya. Disamping itu, sebagian pasien Diabetes Mellitus tipe
II yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet dan
obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer selama
mengalami sakit, kehamilan, pembedahan, atau beberapa kejadian stress
lainnya.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1. Identitas
Jenis Kelamin : dapat terjadi pada semua jenis kelamin
Umur : banyak terjdi pada umur > 45 tahun, diabetes
tipe satu dapat terjadi pada umur muda atau anak-anak.
2. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan
bola mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah,
kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.

13
b) Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit
jantung seperti Infark miokard
c) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
3. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu.
Tekanan darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa
tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan
mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
b) Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah
terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
c) Pemeriksaan Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah
bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.
d) Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic
pernafasan cepat dan dalam.
e) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
f) Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
g) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
h) Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa
kesemutan

14
i) Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri,
bisa terasa baal
j) Pemeriksaan Neurologi
GCS :15
Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl. Aseton plasma (aseton) :
positif secara mencolok. Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m
osm/lt • Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis
metabolik) • Alkalosis respiratorik • Trombosit darah : mungkin
meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan
respon terhadap stress/infeksi. • Ureum/kreatinin : mungkin
meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal. • Amilase darah :
mungkin meningkat > pankacatitis akut. Insulin darah : mungkin
menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada
tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
b. Pemeriksaan fungsi tiroid
Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah
dan kebutuhan akan insulin.
c. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ),
dan merah bata ( ++++ ).
d. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.

15
5. Fungsional Gordon
a. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita
DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan
mereka takut akan terjadinya amputasi
b. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum,
berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat
badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot
pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.
e. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka ,
sehingga klien mengalami kesulitan tidur.

16
f. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan
mengalami penurunan, gangguan penglihatan,
g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar
sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan
peran pada keluarga ( self esteem ).
h. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.
i. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme
menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena
kanker prostat berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on
journal, Maret 2011)
j. Mekanisme Koping
Perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping
yang konstruktif / adaptif.
k. Nilai Kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan
ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.

17
b. Diagnosa
1. Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
2. Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
3. Kekurangan Volume Cairan
4. Kerusakan Integritas Jaringan

c. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
(NOC) (NIC)
(NANDA)
Resiko 1) Tingkat glukosa darah a) Managemen
Ketidakstabilan Defenisi : keadaan dimana Hiperglikemia
Kadar Glukosa tingkat glukosa di plasma Aktifitas ;
Darah dan urin dalam rentang 1. Pantau peningkatan
berhubungan normal gula darah
dengan Asupan Indikator : 2. Pantau gejala
Makanan,  Glukosa darah dalam batas hiperglikemia, poliuria,
Ketidakadekuatan normal polidipsi, poliphagi,
Monitor Glukosa  Glukosa urin dalam batas dan kelelahan.
Darah, Kurangan normal 3. Pantau urin keton
Ketaatan Dalam  Urin keton 4. Berikan insulin yang
Manajemen sesuai
Diabetes 5. Pantau status cairan
Definisi : resiko 6. Antisipasi situasi dalam
variasi dari glukosa persyaratan pemberian
darah atau tingkat insulin
gula dari rentang 7. Batasi gerakan ketika
normal gula darah diatas 250
mg/dl, terutama apabila
terdapat urin keton
8. Dorong pasien untuk
memantau gula darah
2) Manajemen Diabetes secara b) Manajemen hipoglikemia
mandiri (2130)
Definisi : melakukan Aktivitas :
manajemen Diabetes secara 1. Kenali pasien dengan
mandiri, pengobatan dan resiko hipoglikemia.
pencegahan tehadap 2. Pantau gula darah
perjalanan penyakit 3. Pantau gejala
Indikator : hipoglikemia
 Memantau glukosa darah seperti:tremor,
dalam batas normal berkeringat, gugup,
tacikardi, palpitasi,

18
 Mengobati gejala dari mengigil, perubahan
hiperglikemia perilaku, coma.
 Mengobati gejala dari 4. Berikan karbohidrat
hipoglikemia sederhana yang sesuai
3) Kurangnya pengetahuan 5. Berikan glukosa yang
tentang manajemen diabetes sesuai
4) Ketidakadekuatan dalam 6. Laporkan segera pada
memantau gula darah dokter
5) Pengetahuan tentang diet 7. Berikan glukosa
melalui IV
8. Perhatikan jalan nafas
9. Pertahankan akses IV
10. Lindungi jangan
sampai cedera
11. Tinjau peristiwa
terjadinya hipoglikemia
dan faktor
penyebabnya
12. Berikan umpan balik
mengenai manajemen
hipoglikemia
13. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
gejala, faktor resiko,
pencegahan
hipoglikemia
14. Anjurkan pasien
memakan karbohidrat
yang simple setiap
waktu
Ketidakseimbang1) Status nutrisi 1) Manajemen Nutrisi
an Nutrisi : Definisi: sejauh mana 1. Kaji adanya pasien
Kurang Dari tingkat nutrisi yang tersedia alergi terhadap
Kebutuhan untuk dapat memenuhi makanan
Tubuh kebutuhan proses 2. Atur pola makan dan
berhubungan metabolik. gaya hidup pasien
dengan Indikator : 3. Ajarkan pasien
Ketidakmampuan Intake nutrisi adekuat bagaimana pola makan
Untuk · Intake makanan adekuat sehari- hari yang sesuai
Mengabsorbsi Intake cairan dalam batas dengan kebutuhan
Nutrisi normal 4. Pantau dan mencatat
Definisi : intake · masukan kalori dan
nutrisi tidak nutrisi
mencukupi untuk 5. Timbang berat badan
memenuhi pasien dengan interval
kebutuhan proses yang sesuai

19
metabolik. 6. Berikan informasi yang
tepat tentang kebutuhan
nutrisi dan bagaimana
cara memenuhinya
7. Bantu pasien untuk
menerima program gizi
yang dibutuhkan
8. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
gizi yang dibutuhkan
untuk memenuhi
kebutuhan gizi pasien

Kekurangan a) Keseimbangan cairan 1) Manajemen Cairan


Volume Cairan Defenisi : keseimbangan Aktivitas :
berhubungan cairan di intraselluler dan 1. Pertahankan keakuratan
dengan ekstraselluler di dalam catatan intake dan
Kehilangan tubuh output
Volume Cairan Indikator : 2. Monitor status hidrasi
Secara Aktif  Tekanan darah dalam (kelembaban membran
Definisi : batas normal mukosa, nadi, tekanan
penurunan cairan  Keseimbangan intake darah ortostatik ), jika
Intravaskuler, dan output selama 24 diperlukan
Interstisial, dan jam 3. Monitor vital sign
atau Intrasel.  Turgor kulit baik 4. Monitor hasil labor
 Membran mukosa yang sesuai dengan
lembab retensi cairan (BUN,
 Hematokrit dalam batas Ht, osmolalitas urin)
normal 5. Monitor masukan
makanan/ cairan dan
b) hitung intake kalori
harian
6. Kolaborasi untuk
pemberian cairan IV
2
Kerusakan a) Integritas Jaringan : kulit a) Managemen Tekanan
Integritas dan membran mukosa Aktifitas ;
Jaringan Defenisi : keutuhan struktur 1. Pakaikan pasien pakaian
berhubungan dan fungsi fisiologis normal yang tidak membatasi
dengan dari kulit dan membrane gerak
Perubahan mukosa 2. Ajarkan pasien menahan
Sirkulasi, Kurang Indikator : diri untuk melakukan
Pengetahuan,  Temperature kulit dalam tekanan pada bagian
Faktor Mekanik batas normal tubuh yang sakit

20
(tekanan,  Susunan dalam batas 3. Tinggikan ektremitas
benturan, normal yang terluka
gesekan)  Perfusi jaringan baik 4. Putar posisi pasien setiap
Definisi :  Integritas kulit baik dua jam sekali,
kerusakan pada berdasarkan jadwal
selaput lendir,
b) khusus
kornea, kulit dan 5. Pantau area kulit yang
jaringan subkutan kemerahan atau rusak
6. Pantau pergerakan dan
aktifitas pasien
7. Pantau status nutrisi
pasien
8. Minimalkan sumber
tekanan dan geseran
b
·
·
·

21
DAFTAR PUSTAKA

Black, J., and Hawks, J. H. 2014.Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis


untuk Hasil yang Diharapkan. Edisi 8. Vol.2. Singapura: Elsivier.

Corwin, E.J.2009.Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC.

Fitriana, R dan Rachmawati, S.2016.Cara Ampuh Tumpas Diabetes.


Yogyakarta:Medika.

Nugroho, T.2011.Asuhan Keperawatan: Maternitas- Anak-Bedah-Penyakit


Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

PERKENI.Doengoes, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi 3,


Jakarta : EGC.

Restyana Noor Fatimah. Diabetes Melitus Tipe 2. J MAJORITY | Volume 4


Nomor 5 | Februari 2015 |93.

22

Anda mungkin juga menyukai