A
DENGAN DIABETES MELITUS DI RUANG DAHLIA
RSUD SERULINGMAS CILACAP
PROPOSAL
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh:
Ika Prasetyaningsih
17.071
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat
insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau
berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta
pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non insulin
dependent diabetes mellitus. 6,9 Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit
gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin
(resistensi insulin).
3
Prinsip penatalaksanaan diabates melitus secara umum ada lima sesuai
dengan Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia tahun 2006 adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien DM. Tujuan penatalaksanaan adalah
turunnya morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu
dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil
lipid,melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan
mandiri dan perubahan perilaku.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum Karya Tulis Ilmiah ini disusun agar mahasiswa mengetahui
gambaran Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penyusunan karya tulis ilmiah ini bertujuan agar penulis
mampu:
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan Diabetes
Melitus Tipe II.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan Diabetes
Melitus Tipe II.
c. Menentukan intervensi keperawatan pada pasien dengan Diabetes
Melitus Tipe II.
d. Melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan Diabetes
Miletus Tipe II.
e. Melakukan evaluasi pada pasien dengan Diabetes Melitus Tipe II.
f. Melakukan dokumentasi keperawatan pada pasien Diabetes Miletus
Tipe II.
4
D. Manfaat Penulisan
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. KONSEP DASAR
a. Definisi
b. Etiologi
Klasifikasi etiologi diabetes melitus, menurut Black and Hawks, (2014);
PERKENI, (2011); Corwin, (2009); Fitriana, (2016):
a) Diabetes Melitus Tipe 1
Diabetes tipe 1 diperkirakan terjadi akibat dekstruksi otoimun sel-
6
sel beta pulau Langerhans. Individu yang memiliki kecenderungan
genetik penyakit ini tampaknya menerima faktor pemicu dari
lingkungan yang menginisiasi proses otoimun. Sebagai contoh
faktor pencetus yang mungkin antara lain infeksi virus seperti
gondongan (mumps), rubella, atau sitomegalovirus (CMV) kronis.
Pajanan terhadap obat atau toksin tertentu juga diduga dapat memicu
serangan otoimun ini (Corwin, 2009 hlm. 625).
Faktor lingkungan seperti virus tampaknya memicu
proses autoimun yang merusak sel beta. Cell Antibody Islet (ICAs)
muncul, jumlah meningkat selama berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun sesuai kerusakan sel beta. Hiperglikemia puasa (peningkatan
kadar glukosa darah) terjadi ketika 80-90% massa sel beta telah rusak
(Black and Hawks, 2014 hlm.632).
b) Diabetes Melitus Tipe 2
Untuk kebanyakan individu, diabetes melitus tipe 2 tampaknya
berkaitan dengan kegemukan. Selain itu, kecenderungan pengaruh
genetik, 2 yang menentukan kemungkinan individu mengidap penyakit
ini, cukup kuat. Diperkirakan bahwa terdapat sifat genetik yang belum
teridentifikasi yang menyebabkan pankreas mengeluarkan insulin yang
berbeda, atau menyebabkan reseptor insulin atau perantara kedua tidak
dapat berespon secara adekuat terhadap insulin. Terdapat kemungkinan
lain bahwa kaitan rangkai genetik antara yang dihubungkan
dengan kegemukan dan rangsangan berkepanjangan reseptor
reseptor insulin. Rangsangan berkepanjangan atas reseptor-
reseptor tersebut dapat menyebabkan penurunan jumlah reseptor-
reseptor insulin yang terdapat di sel tubuh. Penelitian lain menduga
bahwa deficit hormon leptin, yang sering disebut gen obesitas pada
hewan, mungkin termasuk manusia, gagal berespons terhadap tanda
kenyang, dan itulah mengapa mengapa gemuk dan
menyebabkan intersensitivitas insulin (Corwin, 2009 hlm. 627).
c) Diabetes Melitus Gestasional
7
Diabetes melitus gestasional merupakan penyakit diabetes
yang disebabkan tubuh tidak bisa merespon hormon insulin
karena adanya hormon penghambat respon yang dihasilkan oleh
plasenta selama proses kehamilan (Fitriana, 2016). Penyebab
diabetes gestasional dianggap berkaitan dengan peningkatan
kebutuhan energi dan kadar estrogen serta hormone pertumbuhan
yang terus menerus tinggi selama kehamilan. (Corwin, 2009 hlm.
629).
d) Diabetes Melitus Tipe Lain
Penyebab tipe lain dari penyakit diabetes melitus ini
adalah berhubungan dengan kecacatan, penyakit atau sindrom tertentu.
Dalam kelompok ini termasuk cacat genetik fungsi sel-β. Sebagian
besar tanda klinisnya adalah hiperglikemia pada usia dini.
Mereka sering disebut maturity-onset diabetes of the young
(MODY) Sebagai ciri adalah gangguan sekresi insulin dengan sedikit
atau tidak ada cacat dalam kerja insulin. Mereka mewarisi autosomal
dominan tetapi heterogen (Lim, 2014 hlm. 77).
c. Patofisiologi
Patofisiologi diabetes melitus dapat diawali dari penurunan
jumlah insulin yang menyebabkan glukosa sel menurun atau tidak ada
sama sekali, sehingga energi di dalam sel untuk metabolisme seluler
berkurang, kondisi tersebut direspon tubuh dengan meningkatkan kadar
glukosa darah. Respon tersebut antara lain sensasi lapar, mekanisme
lipolisis dan glukoneogenesis. Jika respon tersebut terjadi
berkepanjangan maka tubuh mengalami penurunan protein jaringan dan
menghasilkan benda keton. Kondisi ini dapat mengakibatkan ketosis
dan ketoasidosis (Daniels, 2012).
Hipergilkemi menyebabkan gangguan pada aktivitas leukosit
dan menimbulkan respon inflamatorik sehingga menyebabkan
viskositas darah meningkat dan membentuk trombus terutama pada
8
mikrovaskuler, hal ini mengakibatkan terjadinya kerusakan pada
pembuluh darah mikro sebagai
gejala gangguan sirkulasi di jaringan perifer (Jokela, 2009).
Kerusakan mikrovaskuler juga diakibatkan karena stimulasi
hepar untuk mengkonversi glukosa darah yang tinggi menjadi
trigliserida, hal ini berakibat pada peningkatan kadar trigliserida dalam
darah. Tingginya kadar trigliserida akan meningkatkan resiko
arterosklerosis (Talayero, 2011). Kadar glukosa tinggi yang
berkepanjangan dapat mengakibatkan gangguan jalur metabolisme
poliol/alkohol sehingga meningkatkan sorbitol. 22 Kadar sorbitol yang
tinggi mengakibatkan gangguan kondusi impuls syaraf sehingga terjadi
gangguan neuropati diabetik (Fauci, 2009). Kadar glukosa yang tinggi
juga dapat merusak membran kapiler nefron pada ginjal akibat
angiopati. Kerusakan nefron yang progresif akan berujung pada
glomerulosklerosis. Kerusakan ini terjadi akibat beban yang berlebih
kadar gula darah sehingga membran glomerulus kehilangan daya
filtrasinya (Smeltzer, 2010).
Rendahnya produksi insulin atau rendahnya uptake insulin oleh
sel-sel tubuh dapat menimbulkan gangguan metabolik berupa
peningkatan asam lemak darah, kolesterol, fosfolipid dan lipoprotein.
Jika hal ini terjadi secara terus-menerus maka akan memicu terjadinya
angiopati yang dapat menimbulkan komplikasi pada retina, ginjal,
jantung koroner dan stroke (Smeltzer, 2010).
9
d. Pathway
e. Manifestasi Klinis
Berbagai gejala dapat ditemukan pada penderita diabetes
melitus. Kecurigaan adanya diabetes melitus perlu dipikirkan apabila
terdapat keluhan klasik diabetes melitus atau yang disebut dengan
“TRIAS DM” ( poliuria, polidipsi, polifagia dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya), kadar glukosa darah pada waktu
puasa ≥ 126 mg/dl (puasa disini artinya selama 8 jam tidak ada
masukan kalori), kadar glukosa darah acak atau dua jam sesudah makan
≥ 200 mg/dl, serta AIC ≥ 6,5%. AIC dipakai untuk menilai
pengendalian glukosa jangka panjang sampai 2-3 bulan untuk
10
memberikan informasi yang jelas dan mengetahui sampai seberapa
efektif terapi yang diberikan. Penderita diabetes melitus tipe 2 juga
merasakan sejumlah keluhan lain seperti kelemahan, infeksi berulang,
penyembuhan luka yang sulit, gangguan penglihatan, kesemutan, gatal,
kandidiasis vagina berulang dan disfungsi ereksi pada pria (Gustaviani,
2007; Lewis, dkk ; 2011, dan Perkeni, 2011).
f. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan pada kelompok
dengan resiko tinggi DM. Yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun),
obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat keluarga DM, riwayat kehamilan
dengan berat badan lahir bayi >4.000 g, riwayat DM pada kehamilan,
dan dislipidemia. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan
pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar gula darah puasa, kemudian
dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar.
Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil penyaringannya negatif, perlu
pemeriksaan penyaring ulang tiap tahun. Bagi pasien berusia 45 tahun
tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3
tahun.
g. Komplikasi
Menurut Depkes RI (2008) dan Tjokroprawiro (2006)
menyatakan bahwa komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi
dua yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut
meliputi koma diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik dan
hipoglikemia. Reaksi hipoglikemia terjadi akibat tubuh kekurangan
glukosa. Reaksi koma diabetik terjadi karena kadar gula darah dalam
tubuh terlalu tinggi, lebih dari 600 mg/dl. Komplikasi kronik yang
dapat muncul pada pasien diabetes melitus adalah makroangiopati,
mikroangiopati dan neuropati.
11
Makroangiopati terjadi pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) seperti jantung, darah tepi dan otak. Mikroangiopati
terjadi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskular) seperti kapiler retina
mata dan kapiler ginjal. Berbagai studi yang telah ada menyatakan
bahwa penderita diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2 yang menjaga kadar
glukosa plasma rata – rata tetap rendah menunjukkan insiden
komplikasi mikrovaskuler berupa timbulnya retinopati diabetik,
nefropati, dan neuropati yang lebih rendah.
h. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan
aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk
mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik.
1. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan diabetes. Penatalaksaan nutrisi pada penderita Diabetes
Mellitus diarahkan untuk mencapai tujuan berikut:
a) Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya, vitamin,
mineral).
b) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c) Memenuhi kebutuhan energi
d) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-
cara yang aman dan praktis
e) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.
2. Latihan (olah raga)
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetik karena
efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan otot juga
diperbaiki dengan berolahraga.
12
3. Pemantauan Kadar Glukosa dan Keton
Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri memungkinkan
deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan
dalam menentukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan
akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang. Pemantauan
kadar glukosa darah merupakan prosedur yang berguna bagi semua
penderita diabetes. Pemantauan ini merupakan dasar untuk
melaksanakan terapi insulin yang intensif dan untuk menangani
kehamilan yang dipersulit oleh penyakit diabetes.
4. Terapi Insulin
Pada Diabetes Mellitus tipe II insulin mungkin diperlukan
seabgai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa
darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil
mengontrolnya. Disamping itu, sebagian pasien Diabetes Mellitus tipe
II yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet dan
obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer selama
mengalami sakit, kehamilan, pembedahan, atau beberapa kejadian stress
lainnya.
13
b) Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit
jantung seperti Infark miokard
c) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
3. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
a) Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu.
Tekanan darah dan pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa
tinggi atau normal, Nadi dalam batas normal, sedangkan suhu akan
mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
b) Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah
terjadi komplikasi kulit terasa gatal.
c) Pemeriksaan Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah
bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure) normal 5-2 cmH2.
d) Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic
pernafasan cepat dan dalam.
e) Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
f) Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
g) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
h) Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa
kesemutan
14
i) Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri,
bisa terasa baal
j) Pemeriksaan Neurologi
GCS :15
Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)
4. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120
mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl. Aseton plasma (aseton) :
positif secara mencolok. Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m
osm/lt • Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis
metabolik) • Alkalosis respiratorik • Trombosit darah : mungkin
meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan
respon terhadap stress/infeksi. • Ureum/kreatinin : mungkin
meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal. • Amilase darah :
mungkin meningkat > pankacatitis akut. Insulin darah : mungkin
menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada
tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
b. Pemeriksaan fungsi tiroid
Peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah
dan kebutuhan akan insulin.
c. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ),
dan merah bata ( ++++ ).
d. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai dengan jenis kuman.
15
5. Fungsional Gordon
a. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita
DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan
mereka takut akan terjadinya amputasi
b. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum,
berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat
badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot
pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.
e. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka ,
sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
16
f. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan
mengalami penurunan, gangguan penglihatan,
g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar
sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan
peran pada keluarga ( self esteem ).
h. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.
i. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme
menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena
kanker prostat berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on
journal, Maret 2011)
j. Mekanisme Koping
Perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain – lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping
yang konstruktif / adaptif.
k. Nilai Kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan
ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
17
b. Diagnosa
1. Resiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
2. Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
3. Kekurangan Volume Cairan
4. Kerusakan Integritas Jaringan
c. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
(NOC) (NIC)
(NANDA)
Resiko 1) Tingkat glukosa darah a) Managemen
Ketidakstabilan Defenisi : keadaan dimana Hiperglikemia
Kadar Glukosa tingkat glukosa di plasma Aktifitas ;
Darah dan urin dalam rentang 1. Pantau peningkatan
berhubungan normal gula darah
dengan Asupan Indikator : 2. Pantau gejala
Makanan, Glukosa darah dalam batas hiperglikemia, poliuria,
Ketidakadekuatan normal polidipsi, poliphagi,
Monitor Glukosa Glukosa urin dalam batas dan kelelahan.
Darah, Kurangan normal 3. Pantau urin keton
Ketaatan Dalam Urin keton 4. Berikan insulin yang
Manajemen sesuai
Diabetes 5. Pantau status cairan
Definisi : resiko 6. Antisipasi situasi dalam
variasi dari glukosa persyaratan pemberian
darah atau tingkat insulin
gula dari rentang 7. Batasi gerakan ketika
normal gula darah diatas 250
mg/dl, terutama apabila
terdapat urin keton
8. Dorong pasien untuk
memantau gula darah
2) Manajemen Diabetes secara b) Manajemen hipoglikemia
mandiri (2130)
Definisi : melakukan Aktivitas :
manajemen Diabetes secara 1. Kenali pasien dengan
mandiri, pengobatan dan resiko hipoglikemia.
pencegahan tehadap 2. Pantau gula darah
perjalanan penyakit 3. Pantau gejala
Indikator : hipoglikemia
Memantau glukosa darah seperti:tremor,
dalam batas normal berkeringat, gugup,
tacikardi, palpitasi,
18
Mengobati gejala dari mengigil, perubahan
hiperglikemia perilaku, coma.
Mengobati gejala dari 4. Berikan karbohidrat
hipoglikemia sederhana yang sesuai
3) Kurangnya pengetahuan 5. Berikan glukosa yang
tentang manajemen diabetes sesuai
4) Ketidakadekuatan dalam 6. Laporkan segera pada
memantau gula darah dokter
5) Pengetahuan tentang diet 7. Berikan glukosa
melalui IV
8. Perhatikan jalan nafas
9. Pertahankan akses IV
10. Lindungi jangan
sampai cedera
11. Tinjau peristiwa
terjadinya hipoglikemia
dan faktor
penyebabnya
12. Berikan umpan balik
mengenai manajemen
hipoglikemia
13. Ajarkan pasien dan
keluarga mengenai
gejala, faktor resiko,
pencegahan
hipoglikemia
14. Anjurkan pasien
memakan karbohidrat
yang simple setiap
waktu
Ketidakseimbang1) Status nutrisi 1) Manajemen Nutrisi
an Nutrisi : Definisi: sejauh mana 1. Kaji adanya pasien
Kurang Dari tingkat nutrisi yang tersedia alergi terhadap
Kebutuhan untuk dapat memenuhi makanan
Tubuh kebutuhan proses 2. Atur pola makan dan
berhubungan metabolik. gaya hidup pasien
dengan Indikator : 3. Ajarkan pasien
Ketidakmampuan Intake nutrisi adekuat bagaimana pola makan
Untuk · Intake makanan adekuat sehari- hari yang sesuai
Mengabsorbsi Intake cairan dalam batas dengan kebutuhan
Nutrisi normal 4. Pantau dan mencatat
Definisi : intake · masukan kalori dan
nutrisi tidak nutrisi
mencukupi untuk 5. Timbang berat badan
memenuhi pasien dengan interval
kebutuhan proses yang sesuai
19
metabolik. 6. Berikan informasi yang
tepat tentang kebutuhan
nutrisi dan bagaimana
cara memenuhinya
7. Bantu pasien untuk
menerima program gizi
yang dibutuhkan
8. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
gizi yang dibutuhkan
untuk memenuhi
kebutuhan gizi pasien
20
(tekanan, Susunan dalam batas 3. Tinggikan ektremitas
benturan, normal yang terluka
gesekan) Perfusi jaringan baik 4. Putar posisi pasien setiap
Definisi : Integritas kulit baik dua jam sekali,
kerusakan pada berdasarkan jadwal
selaput lendir,
b) khusus
kornea, kulit dan 5. Pantau area kulit yang
jaringan subkutan kemerahan atau rusak
6. Pantau pergerakan dan
aktifitas pasien
7. Pantau status nutrisi
pasien
8. Minimalkan sumber
tekanan dan geseran
b
·
·
·
21
DAFTAR PUSTAKA
22