Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES

MILITUS

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan gerontik

yang Diampu oleh Maisje Marlyn Kuhu, SKM., MPH

Disusun Oleh : IIIA

1. Rizqi Yuliantika H (P1337420217035)


2. Melika Azzahra I (P1337420217036)
3. Intan Fatria Yuliani (P1337420217037)
4. Elsa Dian Widyati (P1337420217039)
5. Frida Mahardini (P1337420217040)
6. Fina Mayasita (P1337420217041)
7. Mitha Dwi Kartika (P1337420217042)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
2019
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MILITUS (DM)

A. Pengertian
Diabetes Militus (DM) berasal dari Bahasa Yunani yaitu diabainein
dan Bahasa Inggris mellitus atau rasa manis di Indonesia disebut dengan
istilah kencing gula yaitu kelainan metabolisme yang disebabkan oleh
banyak faktor, dengan gejala berupa hiperglikemia kronis dan gangguan
metanolisme karbohidrat, lemak dan protein. Menurut Marrelli (2016) DM
adalah suatu sindrom defisiensi sekresi insulin atau pengurangan
efektifikas kerja insulin atau keduuanya yang menyebabkan hiperglikemia.
DM merupakan penyakit sistemis, kronis dan multifaktorial yang
dicirikan dengan hiperglikemia dan hiperlipidemia (Baradero, 2014).
Sedangkan menurut Shadine (2013) DM yaitu suatu penyakit dengan
peningkatan glukosa darah diatas normal, dimana kadar glukosa darah
diatur tingkatannya oleh hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas.
B. Klasifikasi
Diabetes Mellitus mencakup 3 sub kelompok diagnostik, yaitu :
1. Diabetes Mellitus tipe I (Insulin dependent)
DM jenis ini paling sering terdapat pada anak-anak dan dewasa
muda, namun demikian dapat juga ditemukan pada setiap umur.
Destruksi sel-sel pembuat insulin melalui mekanisme imunologik
menyebabkan hilangnya hampir seluruh insulin endogen. Pemberian
insulin eksogen terutama tidak hanya untuk menurunkan kadar
glukosa plasma melainkan juga untuk menghindari ketoasidosis
diabetika (KAD) dan mempertahankan kehidupan.
2. Diabetes Mellitus tipe II (non-insulin dependent)
DM jenis ini biasanya timbul pada umur lebih 40 tahun.
Kebanyakan pasien DM jenis ini bertubuh gemuk, dan resistensi
terhadap kerja insulin dapat ditemukan pada banyak kasus.
Produksi insulin biasanyamemadai untuk mencegah KAD, namun
KAD dapat timbul bila ada stress berat. Insulin eksogen dapat
digunakan untuk mengobati hiperglikemia yang membandel pada para
pasien jenis ini.
3. Diabetes Mellitus lain (sekunder)
Pada DM jenis ini hiperglikemia berkaitan dengan penyebab lain
yang jelas, meliputi penyakit-penyakit pankreas, pankreatektomi,
sindroma cushing, acromegaly dan sejumlah kelainan genetik yang tak
lazim.
Toleransi Glukosa yang terganggu merupakan klasifikasi yang
cocok untuk para penderita yang mempunyai kadar glukosa plasma
yang abnormal namun tidak memenuhi kriteria diagnostik.
Diabetes Mellitus Gestasional : istilah ini dipakai terhadap pasien
yang menderita hiperglikemia selama kehamilan. Ini meliputi 2-5%
dari seluruh diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui karena
dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar
(Suyono, 2006).
C. Etiologi
Sesuai dengan klasifikasi yang telah disebutkan sebelumnya maka
penyebabnyapun pada setiap jenis dari diabetes juga berbeda. Berikut ini
merupakan beberapa penyebab dari penyakit diabetes mellitus :
1. Diabetes Melitus tipe 1 ( IDDM )
a. Faktor genetic Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu
sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan
genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini
ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi adanya respons otoimun yang merupakan
respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal
tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi
terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta. (Price,2005)
2. Diabetes Melitus tipe 2 ( NIDDM )
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Faktor resiko:
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
th Sekitar 90% dari kasus diabetes yang didapati adalah diabetes
tipe 2. Pada awalnya, tipe 2 muncul seiring dengan bertambahnya
usia dimana keadaan fisik mulai menurun.
b. Obesitas
Obesitas berkaitan dengan resistensi kegagalan toleransi glukosa
yang menyebabkan diabetes tipe 2. Hal ini jelas dikarenakan
persediaan cadangan glukosa dalam tubuh mencapai level yang
tinggi. Selain itu kadar kolesterol dalam darah serta kerja jantung
yang harus ekstra keras memompa darah keseluruh tubuh menjadi
pemicu obesitas. Pengurangan berat badan sering kali dikaitkan
dengan perbaikan dalam sensivitas insulin dan pemulihan toleransi
glukosa.
c. Riwayat keluarga
Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%.
Resiko berkembangnya diabetes tipe 3 pada sausara kandung
mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Jika orang tua
menderita diabetes tipe 2, rasio diabetes dan nondiabetes pada anak
adalah 1:1 dan sekitar 90% pasti membawa carer diabetes tipe 2.
(Martinus,2005)
3. Diabetes gestasional (GDM )
Pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinan yang dialami oleh
siIbu:
a. Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil
b. ibu mengalami/menderita DM saat hamil
Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:
Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada
waktu hamil dan menghilang setelah melahirkan.
Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak
sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil.
Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi
penyakit.
pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pemburuh
darah panggul dan pembuluh darah perifer. Pada saat seorang
wanita hamil, ada beberapa hormon yang mengalami peningkatan
jumlah. Misalnya,hormon kortisol, estrogen, dan human placental
lactogen (HPL). Ternyata, saat hamil, peningkatan jumlah hormon-
hormon tersebut mempunyai pengaruh terhadap fungsi insulin
dalam mengatur kadar gula darah (glukosa). Kondisi ini
menyebabkan kondisi yang kebal terhadap insulin yang disebut
sebagai insulin resistance. Saat fungsi insulin dalam
mengendalikan kadar gula dalam darah terganggu, jumlah gula
dalam darah pasti akan naik. Hal inilah yang kemudian
menyebabkan seorang wanita hamil menderita diabetes gestasional.
4. Diabetes Melitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya.
a. Kelainan genetic dalam sel beta. Pada tipe ini memiliki prevalensi
familiar yang tinggi dan bermanifestasi sebelum usia 14 tahun.
Pasien seringkali obesitas dan resisten terhadap insulin.
b. Kelainan genetic pada kerja insulin sindrom resistensi insulin berat
dan akantosis negrikans
c. Penyakit endokrin seperti sindrom Cushing dan akromegali
d. Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta
e. Infeksi

D. Tanda dan Gejala


Manifestasi DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolik yang
lambat ketika pemecahan lemak dan protein karena resistensi dari insulin
sehingga kadar glukosa meningkat dan menimbulkan :
1. Kadar gula puasa tidak normal
2. Muncul keluhan TRIAS :banyak kencing (Poliuria), banyak minum
(polidipsi), dan penurunan BB
3. Ras makan yang besar (polifagia)
4. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah mengantuk
pada klien diabetes lama, katabolisme protein di otot dan ketidak
mampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai
energi
5. Gejala lain yang ditimbulkan seperti gangguan penglihatan, gatal
didaerah vulva dan lipatan ketiak dan dibawah payudara, gangguan
ereksi, kesemutan dan keputihan. Manifestasi akhir pada diabetes
mellitus seperti koma diabetik dan komplikasi (Mary badero dkk,
2009).

E. Pathofisiologi
Patofisiologi DM menurut Nurarif & Kusuma (2015) yaitu
1. Diabetes Mellitus tipe 1
DM tipe 1 tidak berkembang pada semua orang yang
mempunyai predis posisi genetic.Kadang mereka yang memiliki
indikasi resiko penanda gen (DR3 dan DR4 HLA), DM terjadi <1%.
Lingkungan telah lama dicurigai sebagai pemicu DM tipe 1 insiden
meningkat, baik pada musim semi maupun gugur, dan onset sering
bersamaan dengan epidemic berbagai penyakit virus.Autoimun aktif
langsung menyerang sel beta pancreas dan prosuknya. ICA dan
antibody insulin secara progresif menurunkan keefektifan kadar
sirkulasi insulin (Black, 2014).
Hal ini secara pelan – pelan terus menyerang sel beta dan
molekul insulin endogen sehingga menimbulkan onset mendadak.
Hiperglikemia dapat timbul akibat dari penyakit akut atau stress
dimana meningkatkan kebutuhan insulin melebihi cadangan dari
kerusakan massa sel beta. Ketika penyakit akut atau stress terobati
klien dapat kembali pada status terkompensasi dengan durasi yang
berbeda – beda dimana pancreas kembali mengatur produksi sejumlah
insulin secara adekuat. Status kompensasi ini disebut sebagai periode
honeymoon, secara khas bertahan untuk tiga sampai 12 bulan proses
berakhir ketika massa sel beta yang berkurang tidak dapat
memproduksi cukup insulin untuk meneruskan kehidupan. Klien
menjadi bergantung kepada pemberian insulin eksogem (diproduksi di
luar tubuh) untuk bertahan hidup (Black, 2014).
2. Diabetes Mellitus tipe 2
Pathogenesis DM tipe 2 berbeda signifikan dari DM tipe 1
.Respon terbatas sel beta terhadap hiperglikemia tampak menjadi
faktor mayor dalam perkembangannya. Sel beta terpapar secara kronis
terhadap kadar glukosa darah tinggi menjadi secara progresif kurang
efisien ketika merespon peningkatan glukosa lebih lanjut. Fenomena
ini dinamai desensitisasi, dapat kembali dengan menormalkan kadar
glukosa. Rasio proisulin(prekurso insulin) terhadap insuli tersekresi
juga meningkat (Black, 2014).
Proses patofisiologi ke 2 dalam DM tipe 2 adalah resistensi
terhadap aktivitas insulin biologis, baik di hati maupun jaringan
perifer. Keadaan ini disebut sebagai resistansi insulin.
Orang dengan DM tipe 2 memiliki penurunan sensitivitas insulin
terhadap kadar glukosa, yang mengakibatkan produksi glukosa hepatic
berlanjut, bahkan sampai dengan kadar glukosa darah tinggi. Hal ini
bersamaan dengan ketidakmampuan otot dan jaringan lemak untuk
meningkatkan ambilan glukosa.Mekanisme penyebab resistansi insulin
perifer tidak jelas; namun, ini tampak terjadi setelah insulin berikatan
terhadap reseptor pada permukaan sel (Black, 2014).
Insulin adalah hormon pembangun (anabolic). Tanpa insulin, tiga
masalah metabolic mayor terjadi :
a. Penurunan pemanfaatan glukosa,
b. Peningkatan mobilisasi lemak
c. Peningkatan pemanfaatan protein (Black, 2014).

F. Pathwhay
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Smelzer dan Bare (2008), adapun pemeriksaan penunjang untuk
penderita diabetes melitus antara lain :
1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi
keringatnya (menurun atau tidak), kemudian bulu pada jempol kaki
berkurang (-)
b. Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah - -pecah , pucat, kering
yang tidak normal, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau bisa
jugaterapa lembek.
c. Pemeriksaan pada neuropatik sangat penting untuk mencegah
terjadinya ulkus
2. Pemeriksaan Vaskuler
a. Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya benda
asing, osteomelietus.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah
Sewaktu), GDP (Gula Darah Puasa)
2) Pemeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atau tidaknya
kandungan glukosa pada urine tersebut. Biasanya pemeriksaan
dilakukan menggunakan cara Benedict (reduksi). Setelah
pemeriksaan selesai hasil dapat dilihat dari perubahan warna
yang ada : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata
(++++).
3) Pemeriksaan kultur pus Bertujuan untuk mengetahui jenis
kuman yang terdapat pada luka dan untuk observasi dilakukan
rencana tindakan selanjutnya.
4) Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan
tindakan pembedahan

H. Komplikasi
Komplikasi pada penderita DM
1. Terkena neuropati
2. Gangguan penglihatan
3. Gangguan pada saraf sensorik, motorik dan otonom.
4. Penyakit jantung koroner
5. Mengakibatkan kaki diabetik
6. Terkena retinopati
7. Dan nefropati
8. Kecacatan
9. Kematian
I. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi
terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Penatalaksanaan dan
pengelolaan DM dititikberatkan pada 4 pilar, yaitu edukasi, terapi gizi
medis dan intervensi farmaklologi.
1. Edukasi
a. Penyuluhan
Pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan bagi
pasien diabetes bertujuan untuk menunjang perilaku meningkatkan
pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk
mencapai keadaan sehat optimal dan penyesuaian keadaan
psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Sasaran
penyuluhan adalah pasien diabetes beserta keluarganya, orang-
orang yang beraktivitas bersama-sama dengan pasien sehari-hari
baik di lingkungan rumah maupun lingkungan lain. Pada pasien
Diabetes Mellitus tipe II yang beru terdeteksi, pendidikan dasar
tentang diabetes harus mencakup informasi tentang ketrampilan
preventif, antara lain:
1) Perawatan kaki
2) Perawatan mata
3) Higiene umum (misalnya, perawatan kulit, kebersihan mulut)
4) Penanganan faktor resiko (mengendalikan tekanan darah dan
kadar lemak darah, menormalkan kadar glukosa darah).
b. Pemantauan Kadar Glukosa dan Keton
Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri
memungkinkan deteksi dan pencegahan hipoglikemia serta
hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa
darah normal yang kemungkinan akan mengurangi komplikasi
diabetes jangka panjang. Pemantauan kadar glukosa darah
merupakan prosedur yang berguna bagi semua penderita diabetes.
Pemantauan ini merupakan dasar untuk melaksanakan terapi
insulin yang intensif dan untuk menangani kehamilan yang
dipersulit oleh penyakit diabetes. Pemeriksaan ini juga sangat
dianjurkan bagi pasien-pasien dengan:
1) Penyakit diabetes yang tidak stabil
2) Kecenderungan untuk mengalami ketosis berat atau
hipoglikemia
3) Hipoglikemia tanpa gejala peringatan
4) Ambang glukosa renal yang abnormal

Bagi penderita yang tidak menggunakan insulin,


pemantauan mandiri glukosa darah sangat membantu dalam
melakukan pemantauan terhadap efektivitas latihan, diet, dan obat
hipoglikemia oral. Metode ini juga dapat membantu memotivasi
pasien untuk melanjutkan terapinya. Bagi penderita Diabetes
Mellitus tipe II, pemantauan mandiri glukosa darah harus
dianjurkan dalam kondisi yang juga dapat menyebabkan
hiperglikemia (misalnya, keadaan sakit) atau hipoglikemia
(misalnya, peningkatan aktifias berlebihan)

2. Terapi Gizi Medis


Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari
penatalaksanaan diabetes. Penatalaksaan nutrisi pada penderita
Diabetes Mellitus diarahkan untuk mencapai tujuan berikut:
a. Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya, vitamin,
mineral)
b. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c. Memenuhi kebutuhan energi
d. Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui
cara-cara yang aman dan praktis
e. Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari karbohidrat 45%-


65%, lemak 20%-25%, protein 10%-20%, natrium kurang dari 3 gr
dan serat sekitar 25g/hari.

3. Latihan Jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4kali seminggu, masing-masing
selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani yang dianjurkan seperti
aerobik, jogging, bersepeda dan berenang. Latihan jasmani sangat
penting dalam penatalaksanaan diabetik karena efeknya dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan otot juga
diperbaiki dengan berolahraga sera menurunkan berat badan.
4. Intervensi Farmakologi
Terapi farmaklologi diberikan bersama dengan peningkatan
pengetahuan pasien. Terapi farmakologi terdiri dari obat oral dan
bentuk suntukan insulin (Ndraha, 2014)
a. Obat hipoglikemik Oral (OHO)
1) Sulfonil urea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi penglepasan
insulin, meningkatkan sekresi insulin, meningkatkan sekresi
insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
2) Biguanid
Obat ini dapat menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak
sampai di bawah normal.
3) Inhibitor alfa glukosidasc
Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim
alfa glukosidase didalam, saluran cerna, sehingga menurunkan
penyerapan glukosadan menurunkan hiperglikemia
pascaprandial.
4) Insulin sensitizing agent
Obat ini dapat meningkatkan sensitivitas insulin sehingga bisa.
Mengatasi masalah resistensi insulin berbagai masalah akibat
resistensi insulin dan berbagai masalah akibat resistensi insulin
tanpa menyebabkan hipoglekirnia. (Mansjoer. Arif, 1999)
b. Terapi Insulin
Pada Diabetes Mellitus tipe II insulin mungkin diperlukan
sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa
darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil
mengontrolnya. Disamping itu, sebagian pasien Diabetes Mellitus
tipe II yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan
diet dan obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer
selama mengalami sakit, kehamilan, pembedahan, atau beberapa
kejadian stress lainnya. Preparat insulin dapat dikelompokkan
kedalam tiga kategori utama, yaitu:
1) Insulin regular (R) / Short acting Insulin
2) NPH Insulin / Intermediate acting Insulin, Lente Insulin (L)
3) Ultralente Insulin (UL) / Long acting Insulin.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia ≥ 60 tahun dan
umunya adalah DM tipe II (non insulin dependen) atau tipe DMTTI
2. Keluhan utama
DM pada usia lanjut mungkin cukup sukar karena sering tidak khas dan
asimtomatik (contohnya: kelemahan, kelelahan, BB menurun, terjadi
infeksi minor, kebingunan akut atau depresi).
3. Riwayat penyakit dahulu
Terjadi pada penderita dengan DM yang lama
4. Riwayat penyakit sekarang
Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan
otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan
pengobatan lazim.
5. Riwayat penyakit keluarga
Dalam anggota keluarga tersebut salah satu anggota keluarga ada yang
menderita DM
6. Pengkajian Pola Gordon
a. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita
DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan
mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair, journal februari
2011).

b. Pola nutrisi metabolik


Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum,
berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea, vomitus,
berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada
gangguan.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat
dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan
bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan
otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.
e. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka
sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
f. Kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan
mengalami penurunan, gangguan penglihatan .
g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar
sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
h. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.
i. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme
menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena
kanker prostat berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on
journal, Maret 2011)
j. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain –
lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
k. Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan
ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Sel (Perubahan sel)
Sel menjadi lebih sedikit,jumlah dan ukurannya menjadi lebih besar,
berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangbya cairan intrasel.
b. Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan lemak, kulit kering dan pucat dan
terdapat bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah kekulit
dan menurunnya sel-sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari
tengah dan kaki menjadi tebal dan rapuh. Pada orang berusia 60 tahun
rambut wajah meningkat, rambut menipis/botak dan warna rambut
kelabu, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
c. Sistem muskuler
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang pengecilan
otot karena menurunnya serabut otot. Pada otot polos tidak begitu
berpengaruh.
d. Sistem pendengaran
Presbiakusis (menurunnya pendengaran pada lansia) membran timpani
menjadi altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukkan serumen
sehingga mengeras karena meningkatnya keratin
e. Sistem penglihatan
1) Karena berbentuk speris, sfingther pupil timbul sklerosis dan
hilangnya respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh,
meningkatnya ambang penglihatan (daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat, susah melihat gelap).
2) Hilangnya akomodasi menurunnya lapang pandang karena
berkurangnya luas pandangan.
3) Menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru pada skala.
f. Sistem pernafasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi
kaku,menurunnya aktivitas silia, paru kurang elastis, alveoli kurang
melebar biasanya dan jumlah berkurang. Oksigen pada arteri menurun
menjadi 75 mmHg. Karbon oksida pada arteri tidak berganti
kemampuan batuk berkurang.
g. Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung
memompa darah menurun 1% pertahun. Kehilangan obstisitas
pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer.
h. Sistem Gastrointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa
lapar menurun, asam lambung menurun waktu pengosongan lambung,
peristaltik lemah sehingga sering terjadi konstipasi, hati makin
mengecil.
i. Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun
sampai 50%, laju filtrasi glumerulus menurun sampai 50%, fungsi
tubulus berkurang sehingga kurang mampu memekatkan urine,
proteinuria bertambah, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat,
kapasitas kandung kemih menurun karena otot yang lemah, frekuensi
berkemih meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan, pada orang
terjadi peningkatan retensi urin dan pembesaran prostat (75% usia
diatas 60 tahun).
j. Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun/kering, menciutnya ovarium dan
uterus, atrofi payudara testis masih dapat memproduksi meskipun
adanya penurunan secara berangsur-angsur, dorongan seks menetap
sampai usia 70 tahun asal kondisi kesehatan baik
k. Sistem Endokrin
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya
tidak berubah, berkurangnya ACTH, TSH, FSH dan LH. Menurunnya
aktivitas tiroid sehingga laju metabolisme tubuh (BMR) menurun.
Menurunnya produk aldusteran, a. menurunnya sekresi, hormon
godad, progesteron, estrogen dan testosteron.
l. Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan (berat otak
menurun sekitar 10-20%)
8. Pemeriksaan Diagnostik Test
a. Glukosa darah sewaktu
b. Kadar glukosa darah puasa
c. Tes toleransi glukosa

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali


pemeriksaan:

a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)


b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200
mg/dl

9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >
120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui
perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ),merah ( +++ ),
dan merah bata ( ++++ ).
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotic yang
sesuai dengan jenis kuman.
B. Analisa Data
1. Kadar gula puasa tidak normal
2. Muncul keluhan TRIAS :banyak kencing (Poliuria), banyak minum
(polidipsi), dan penurunan BB
3. Ras makan yang besar (polifagia),
4. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah mengantuk
pada klien diabetes lama, katabolisme protein di otot dan
ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai
energi
5. Gejala lain yang ditimbulkan seperti gangguan penglihatan, gatal
didaerah vulva dan lipatan ketiak dan dibawah payudara, gangguan
ereksi, kesemutan dan keputihan.

C. Diagnosa

1. Nyeri akut b.d agen injuri biologis (penurunan perfusi jaringan perifer)
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
ketidakmampuan menggunakan glukose (tipe 1)
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan nekrosis kerusakan
jaringan

D. Intervensi

No NOC NIC
1. Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (1400)
keperawatan selama ..x 24 jam a. Lakukan pengkajian nyeri yang
diharapkan masalah nyeri akut komprehensif
dapat teratasi dengan kriteria b. Gali pengetahuan dan
hasil : kepercayaan pasien mengenai nyeri
Kontrol nyeri c. Ajarkan prinsip-prinsip
a. Mengetahui factor penyebab manajemen nyeri
nyeri d. Gunakan tindakan pengontrol
b. Menggunakan tindakan nyeri sebelum nyeri bertambah
pecegahan berat
c. Melaporkan gejala e. Dukung istirahat/tidur yang
d. Melaporkan control nyeri adekuat untuk membantu
penurunan nyeri
2. Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nutrisi (1100)
keperawatan selama .. x 24 jam a. Beri obat-obatan sebelum
diharapkan masalah makan (misalnya antiemetis)
ketidakseimbangan nutrisi : b. Identifikasi alergi atau
kurang dari kebutuhan tubuh intoleransi makanan yang
pasien teratasi dengan kriteria dimiliki pasien
hasil : c. Monitor kalori dan asupan
Status nutrisi (1004) makanan
a. Asupan gizi tidak d. Monitor kecenderungan
menyimpang dari rentang terjadinya penurunan dan
normal kenaikan berat badan
b. Asupan makanan tidak e. Anjurkan pasien terkait dengan
menyimpang dari rentang kebutuhan makanan tertentu
normal berdasarkan perkembangan
c. Asupan cairan tidak atau usia
menyimpang dari rentang f. Atur diet yang diperlukan
normal Ciptakan lingkungan yang optimal
d. Energi tidak menyimpang pada saat pasien mengonsumsi
dari rentang normal makanan
e. Rasio berat badan/tinggi
badan tidak menyimpang
dari rentang normal
Hidrasi tidak menyimpang dari
rentang normal
3. Setelah dilakukan intervensi Pengecekan kulit (3590)
keperawatan selama .. x 24 jam a. Periksa kulit dan selaput lender
diharapkan masalah kerusakan terkait dengan adanya
integritas kulit pasien teratasi kemerahan, kehangatan
dengan kriteria hasil : ekstrim, edema atau drainase
Integritas jaringan: kulit dan b. Periksa kondisi luka operasi,
membrane mukosa (1101) dengan tepat
a. Integritas kulit tidak c. Monitor kulit untuk adanya
terganggu ruam dan lecet
b. Tidak ada lesi pada kulit d. Monitor infeksi, terutama dari
c. Tidak ada jaringan parut daerah edema
d. Tidak ada eritema e. Lakukan langkah-langkah
e. Tidak ada pengelupasan untuk mencegah kerusakan
kulit lebih lanjut (misalnya melapisi
f. Tidak ada penebalan kulit kasur, menjadwalkan reposisi)
g. Tidak ada nekrosis

E. Evaluasi
1. Daharapkan nyeri akut karena gangguan perfusi jaringan perifer
berkurang
2. Diharapkan masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi
3. Diharapkan masalah kerusakan integritas kulit teratasi
DAFTAR PUSTAKA

Badero, Mary. (2009). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Endokrin.


Jakarta : EGC

Baradero. 2014. Klien Gangguan Endokrin. Jakarta : EGC.

Black, J.M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis Untuk


Hasil yang diharapkan. Singapore : Elsevier.

Mansjoer & Arif.1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Puspa Swara.

Marrelli. 2013. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC.

Martinus, Adrian. (2005). 1001 Tentang Diabetes. Bandung : Nexx Media

Ndraha & Suzanna. 2014. Diabetes Militus Tipe 2 dan Tatalaksana terkini.
Departemen Penyakit Dalam FK UKRIDA, Leading Article Medicus.
Vol.27(2)

Price, Sylvia A. (2005). Patofisiologi volume Edisi 6. Jakarta : EGC


Purwanti, L, E., (2016). Faktor Resiko Komplikasi Kronis Kaki Diabetik dalam
Diabetes Mellitus Tipe 2. (online) http://jurnal.unmuhjember.ac.id
(Diakses pada tanggal 26 September 2019).

Shadine. 2013. Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke dan Serangan


Jantung. Jakarta : Keenbooks

Smeltzer, Suzane C., and Bare, Brenda G., (2008). Buku Ajar Kesehatan Medical
Bedah, Volume 2, Edisi 8. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Suyono. (2006) Metodologi Kualitatif dalam kesehatan. Yogyakarta : Nuha


Medika.

Anda mungkin juga menyukai