Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN DM GANGREN

DI RUANG 14 RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh :

Nama : Mega Indriyani Putri


NIM : 2019.04.042

PROGRAM STUDI PROFESI (NERS)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

BANYUWANGI

2019- 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan DM Gangren di ruang 14

RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Disusun Oleh :

(Mega Indriyani putri)

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

( ) ( )

Kepala Ruang

( )
LEMBAR KONSULTASI

N TANGGAL KETERANGAN PARAF/TTD


O
LAPORAN PENDAHULUAN DM GANGREN

A. KONSEP TEORI

1. Anatomi Fisiologi
1) Anatomi Pankreas

Pankreas terletak melintang di bagian atas abdomen di belakang gaster di


dalam ruang retropritoneal. Di sebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus
limpa di arah kronidorsal dan bagian atas kiri kaput pankreas dihubungkan
dengan korpus pankreas oleh leher pankreas yaitu bagian pankreas yang
lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior
unsinatis pankreas Muttaqin (2015).
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
a. Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum
b. Pulau langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan
getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon langsung
ke dalam darah.
Pankreas manusia mempunyai 1-2 juta pulau langerhans, setiap pulau
langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh
darah kapiler. Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-
alfa, beta dan delta. Sel beta yang mencakup kira-kira 60% dari semua sel
terletak terutama di tengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula
sel B merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan
bervariasi antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B, molekul insulin
membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam
bentuk bungkusan ini mungkin karena perbedaan dalam ukuran polimer atau
agregrat seng dari insulin. Insulin disentesis di dalam retikulum endoplasma
sel B, kemudian di angkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus di dalam
granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu
proses yang tampaknya sel ini yang mengeluarkan insulin ke daerah luar
dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta
kapiler berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai aliran
darah (Ganong, 2014). Sel alfa yang mencakup kira-kira 25% dari seluruh
sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10% dari seluruh sel
mensekresikan somatostatin (Perace, 2014).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
a. Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan
elektrolit.
b. Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang
bersama-sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan insulin.
Pulau langerhans manusia mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
a) Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi
glukagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang
mempunyai “ anti insulin like activity “.
b) Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.
c) Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin
yang menghambat pelepasan insulin dan glukagon (Tambayong,
2015).
2) Fisiologi Pankreas
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa
hormon. Hormon yang disekresikan oleh sel-sel di pulau langerhans.
Hormon-hormon ini dapat diklasifikasikan sebagai hormon yang
merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang dapat
meingkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
3) Fisiologi Insulin
Hubungan yang erat antara berbagai jenis sel di pulau langerhans
menyebabkan timbulnya pengaturan secara langsung sekresi beberapa jenis
hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon,
somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans.
Ransangan utama pelepasan insulin di atas kadar basal adalah peningkatan
kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal
adalah 80-90 md/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor
insulin dan setelah berkaitan, insulin bekerja melalui perantara kedua untuk
menyebabkan peningkatan transportasi glukosa ke dalam sel dan dapat
segera digunakan untuk menghasilkan energi atau dapat disimpan di dalam
hati (Guyton & Hall, 1999).
2. Definisi

Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan


herediter, demham tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan protein. (Askandar, 2016).
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya
jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis
yang disebabkan oleh infeksi. (Askandar, 2016).
Ganggren diabetik adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh perifer
akibat penyakit diabetes mellitus. Biasanya gangren tersebut terjadi pada daerah
tungkai. Keadaan ini ditandai dengan pertukaran sekulitis dan timbulnya
vesikula atau bula yang hemoragik kuman yang biasa menginfeksi pada gangren
diabetik adalah streptococcus (Soeatmaji, 2014).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-
hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah
sedang atau besar di tungkai. ( Askandar, 2016).
3. Klasifikasi

1. Diabetes Mellitus
a. DM Tipe I (IDDM)
Penderita sangat bergantung terhadap insulin karena terjadi proses
autoimun yang menyerang insulinnya. IDDM merupakan jenis DM
yang diturunkan (inherited).

b. DM Tipe II (NIDDM)
Jenis DM ini dipengaruhi baik oleh keturunan maupun factor
lingkungan. Seseorang mempunyai risiko yang besar untuk menderita
NIDDM jika orang tuanya adalah penderita DM dan menganut gaya
hidup yang salah.

c. DM Gestasional
DM jenis ini cenderung terjadi pada wanita hamil dan dalam
keluarganya terdapat anggota yang juga menderita DM. Faktor
risikonya adalah kegemukan atau obesitas.
d. DM Sekunder
Merupakan DM yang berkaitan dengan keadaan atau sindrom lain
(pancreatitis, kelainan hormonal, dan obat-obatan).

2. Gangren Kaki Diabetik


Wagner ( 2015 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan , yaitu :

Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan


kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “
claw,callus “.

Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.

Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.

Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.

Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (2012) dan Ward (2012) membagi gangren kaki


menjadi dua golongan :

1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )


Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya
makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai,
terutama di daerah betis.

Gambaran klinis KDI :

- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.


- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari
sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati
rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
4. Etiologi

Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik


dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
a. Faktor endogen :
1) Genetik
2) Metabolik
3) Angiopati diabetik
4) Neuropati diabetik
b. Faktor eksogen :
1) Trauma
2) Infeksi
3) Obat
Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh pada ulkus atau gangrene
kaki diabetik secara garis besar menurut Tjokroprawiro, (2016) dibedakan
menjadi 2 yaitu :
1) Faktor endogen: neuropati, angiopati, menurunnya system imun
2) Faktor eksogen: trauma, dan Infeksi
Berbagai faktor resiko yang dapat mempengaruhi timbulnya gangren
diabetik adalah neuropati, iskemia, dan infeksi (Sutjahyo, 2014). Iskemia
disebabkan karena adanya penurunan aliran darah di tungkai akibat
mikroangiopati (aterosklerosis) dari pembuluh darah besar di tungkai terutama
pembuluh darah di daerah betis. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor
resiko lebih banyak dijumpai pada diabetes mellitus sehingga memperburuk
fungsi endotel yang berperan terhadap terjadinya proses atherosklerosis.
Kerusakan endotel ini merangsang agregasi platelet dan timbul trombosis,
selanjutnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah dan timbul hipoksia.
Iskemia atau gangren diabetik dapat terjadi akibat dari atherosklerosis yang
disertai trombosis, pembentukan mikrotrombin akibat infeksi, kolesterol emboli
yang berasal dari plak atheromatous dan obat – obat vasopressor.

5. Manifestasi Klinis
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal. Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut
emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri).
b. Paleness (kepucatan).
c. Paresthesia (kesemutan).
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari
fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten.
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus) (Smeltzer
dan Bare, 2014: 1220).
Gambaran klinik yang tampak adalah penderita mengeluh nyeri tungkai
bawah waktu istirahat, kesemutan, cepat lelah, pada perabaan terasa dingin,
pulsasi pembuluh darah kurang kuat dan didapatkan ulkus atau gangren. Adanya
neurophaty perifer akan menyebabkan gangguan sensorik maupun motorik.
Gangguan sensorik akan menyebabkan hilangnya atau menurunnya sensasi nyeri
pada kaki, sehingga penderita akan mengalami trauma tanpa terasa, yang
mengakibatkan terjadinya atropi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu
yang mengakibatkan pula terjadinya ulkus pada kaki. Ulkus yang terjadi pada
kaki diabetik umumnya diakibatkan karena trauma ringan, ulkus ini timbul
didaerah-daerah yang sering mendapat tekanan atau trauma pada telapak kaki,
hal ini paling sering terjadi, didaerah sendi metatarsofalangeal satu dan lima
didaerah ibu jari kaki dan didaerah tumit. Mula-mula inti penebalan hiper
keratotik dikulit telapak kaki, kemudian penebalan tersebut mengalami trauma
disertai dengan infeksi sekunder. Ulkus terjadi makin lama makin dalam
mencapai daerah subkutis dan tampak sebagaii sinus atau kerucut bahkan sampai
ketulang. Infeksi sendiri jarang merupakan faktor tunggal untuk terjadinya
gangren. Infeksi lebih sering merupakan komplikasi yang menyertai gangren
akibat ischemia dan neuropathy. Ulkus berbentuk bullae, biasanya berdiameter
lebih dari satu sentimeter dan terisi masa, sisa-sisa jaringan tanduk, lemak pus
dan krusta diatas dasar granulomatous. Ulkus berjalan progresif secara kronik,
tidak terasa nyeri tetapi kadang-kadang ada rasa sakit yang berasal dari struktur
jaringan yang lebih dalam atau lebih luar dari luka. Bila krusta dan produk-
produk ulkus dibersihkan maka tampak ulkus yang dalam seperti kerucut, ulkus
ini dapat lebih progresif bila tidak diobati dan dapat terjadi periostitis atau
osteomyelitis oleh infeksi sekunder akibatnya timbul osteoporosis, osteolisis dan
destruktif tulang.
Gejala Umum Penderita dengan gangren diabetik, sebelum terjadi luka
keluhan yang timbul adalah berupa kesemutan atau kram, rasa lemah dan baal
pada tungkai dan nyeri pada waktu istirahat. Akibat dari keluhan ini, maka
apabila penderita mengalami trauma atau luka kecil hal tersebut tidak dirasakan.
Luka tersebut biasanya disebabkan karena penderita tertusuk atau terinjak paku
kemudian timbul gelembung-gelembung pada telapak kaki. Kadang menjalar
sampai punggung kaki dimana tidak menimbulkan rasa nyeri, sehingga
bahayanya mudah terjadi infeksi pada gelembung tersebut dan akan menjalar
dengan cepat (Sutjahyo A, 2014 ). Apabila luka tersebut tidak sembuh-sembuh,
bahkan bertambah luas baru penderita menyadari dan mencari pengobatan.
Biasanya gejala yang menyertai adalah kemerahan yang makin meluas, rasa
nyeri makin meningkat, panas badan dan adanya nanah yang makin banyak serta
adanya bau yang makin tajam.
6. Patofisiologi

Sebagian besar gambaran patologik dari diabetes mellitus dapat


dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
a. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan
naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl.
b. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan
endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
c. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat


mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi
sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal
normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml ), akan timbul
glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat  menyerap kembali semua
glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat.
Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa
yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein
negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang
lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah
dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein
tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama  akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan
membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan
terjadinya gangren.
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik diabetes
mellitus akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
a. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan
jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa
yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal  melalui
glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan
diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan
tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
b. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua
protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses
glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi
baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor
disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah
angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk
terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya
gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan
hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami
trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan
motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah
titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan
menyebabkan terganggunya  aliran darah  ke kaki. Apabila sumbatan darah
terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka  penderita akan merasa sakit
tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan
pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di
malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya
angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi,
oksigen (zat asam) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh
(Levin,2013). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat
berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi
berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Arora (2015: 15), pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi 4
hal yaitu :
a. Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl
mengindikasikan diabetes.
b. Hemoglobin glikosilat: Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai
kadar gula darah selama 140 hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1%
menunjukkan diabetes.
c. Tes toleransi glukosa oral
Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula,
dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua
jam setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
d. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah
jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan ke dalam
celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk
memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.
8. Penatalaksanaan

Pengobatan dan perawatan pengobatan dari gangren diabetik sangat


dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus, apabila dijumpai ulkus yang
dalam harus dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk menentukan kondisi
ulkus dan besar kecilnya debridement yang akan dilakukan.
Dari penatalaksanaan perawatan luka diabetik ada beberapa tujuan yang
ingin dicapai, antara lain :
a. Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
b. Optimalisasi suanana lingkungan luka dalam kondisi lembab
c. Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, kontrol DM, kontrol faktor
penyerta)
d. Meningkatkan edukasi klien dan keluarga
Perawatan luka diabetik :
a. Mencuci luka
Mencuci luka merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan
terjaadinya infeksi. Proses pencucian luka bertujuan untuk membuang
jaringan nekrosis, cairan luka yang berlebihan, sisa balutan yang digunakan
dan sisa metabolik tubuh pada permukaan luka. Cairan yang terbaik dan
teraman untuk mencuci luka adalah yang non toksik pada proses
penyembuhan luka (misalnya NaCl 0,9%). Penggunaan hidrogenperoxida,
hypoclorite solution dan beberapa cairan debridement lainnya, sebaliknya
hanya digunakan pada jaringan nekrosis / slough dan tidak digunakan pada
jaringan granulasi. Cairan antiseptik seperti provine iodine sebaiknya hanya
digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada keadaan penurunan imunitas,
yang kemudian dilakukan pembilasan kembali dengan saline. (Gitarja,
2012).
b. Debridement
Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau slough pada luka.
Debridement dilakukan untuk menghindari terjadinya infeksi atau selulitis,
karena jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan adanya peningkatan
jumlah bakteri. Setelah debridement, jumlah bakteri akan menurun dengan
sendirinya yang diikuti dengan kemampuan tubuh secara efektif melawan
infeksi. Secara alami dalam keadaan lembab tubuh akan membuang sendiri
jaringan nekrosis atau slough yang menempel pada luka (peristiwa
autolysis). Autolysis adalah peristiwa pecahnya atau rusaknya jaringan
nekrotik oleh leukosit dan enzim lyzomatik. Debridement dengan sistem
autolysis dengan menggunakan occlusive dressing merupakan cara teraman
dilakukan pada klien dengan luka diabetik. Terutama untuk menghindari
resiko infeksi. (Gitarja W, 2012; hal. 16). Terapi Antibiotika Pemberian
antibiotika biasanya diberikan peroral yang bersifat menghambat kuman
gram positip dan gram negatip. Apabila tidak dijumpai perbaikan pada luka
tersebut, maka terapi antibiotika dapat diberikan perparenteral yang sesuai
dengan kepekaan kuman. (Sutjahyo A, 2014 ).
c. Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam
penyembuhan luka. Penderita dengan ganren diabetik biasanya diberikan
diet B1 dengan nilai gizi : yaitu 60% kalori karbohidrat, 20% kalori lemak,
20% kalori protein. (Tjokroprawiro, A, 2015).
d. Pemilihan jenis balutan
Tujuan pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis balutan yang dapat
mempertahankan suasana lingkungan luka dalam keadaan lembab,
mempercepat proses penyembuhan hingga 50%, absorbsi eksudat / cairan
luka yanag keluar berlebihan, membuang jaringan nekrosis / slough (support
autolysis ), kontrol terhadap infeksi / terhindar dari kontaminasi, nyaman
digunakan dan menurunkan rasa sakit saat mengganti balutan dan
menurunkan jumlah biaya dan waktu perawatan (cost effektive). Jenis
balutan: absorbent dressing, hydroactive gel, hydrocoloid. (Gitarja, 2012).
Selain pengobatan dan perawatan diatas, perlu juga pemeriksaan Hb dan
albumin minimal satu minggu sekali, karena adanya anemia dan hipoalbumin
akan sangat berpengaruh dalam penyembuhan luka. Diusahakan agar Hb lebih
12 g/dl dan albumin darah dipertahankan lebih 3,5 g/dl. Dan perlu juga
dilakukan monitor glukosa darah secara ketat, Karena bila didapatkan
peningkatan glukosa darah yang sulit dikendalikan, ini merupakan salah satu
tanda memburuknya infeksi yang ada sehingga luka sukar sembuh. Untuk
mencegah timbulnya gangren diabetik dibutuhkan kerja sama antara dokter,
perawat dan penderita sehingga tindakan pencegahan, deteksi dini beserta
terapi yang rasional bisa dilaksanakan dengan harapan biaya yang besar,
morbiditas penderita gangren dapat ditekan serendah-rendahnya. Upaya untuk
pencegahan dapat dilakukan dengan cara penyuluhan dimana masing-masing
profesi mempunyai peranan yang saling menunjang. Dalam memberikan
penyuluhan pada penderita ada beberapa petunjuk perawatan kaki diabetik
(Sutjahyo A, 2014 ):
a. Gunakan sepatu yang pas dan kaos kaki yang bersih setiap saat berjalan dan
jangan bertelanjang kaki bila berjalan
b. Cucilah kaki setiap hari dan keringkan dengan baik serta memberikan
perhatian khusus pada daerah sela-sela jari kaki
c. Janganlah mengobati sendiri apabila terdapat kalus, tonjolan kaki atau jamur
pada kuku kaki
d. Suhu air yang digunakan untuk mecuci kaki antara 29,5 – 30 derajat celsius
dan diukur dulu dengan termometer
e. Janganlah menggunakan alat pemanas atau botol diisi air panas
f. Langkah-langkah yang membantu meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas
bawah yang harus dilakukan, yaitu :
1) Hindari kebiasaan merokok
2) Hindari bertumpang kaki duduk
3) Lindungi kaki dari kedinginan
4) Hindari merendam kaki dalam air dingin
g. Gunakan kaos kaki atau stoking yang tidak menyebabkan tekanan pada
tungkai atau daerah tertentu
h. Periksalah kaki setiap hari dan laporkan bila terdapat luka, bullae
kemerahan atau tanda-tanda radang, sehingga segera dilakukan tindakan
awal
i. Jika kulit kaki kering gunakan pelembab atau cream.
9. Komplikasi
a. Dry Gangren
Dry Gangren terjadi ketika ada memperlambat atau hambatan dalam aliran
darah ke bagian tubuh seperti jari-jari kaki dan jari-jari.
Tipe 1 dan tipe 2 diabetes mellitus mengarah pada gangren kering karena
gula darah tinggi dan diabetes menyebabkan kerusakan pembuluh darah
yang membawa darah ke jari tangan dan kaki.
Arteriosklerosis mengarah ke dinding-dinding arteri yang menebal atau
pembentukan plak kolesterol dan mempersempit diamete pembuluh kecil
yang mengarah ke gangrene. Demikian pula, penyakit arteri perifer
mengarah ke lemak dalam arteri dan darah berhenti mengalir ke jari tangan
dan kaki yang mengarah ke gangren.
Dry gangren biasanya terbatas untuk bagian terpengaruh dan ada pada
kawasan kulit yang sehat, hanya di luar yang terkena dampaknya. Daerah
kulit yang terkena berubah dingin, kering, dan hitam dan akhirnya jatuh. Ini
disebut mumifikasi.
b. Gangren Basah
Gangren basah terlihat setelah cedera serius atau gigitan embun beku atau
bahkan daerah yang dibakar menjadi terinfeksi dan infeksi masuk sampai ke
dalam jaringan. Infeksi menyebabkan pembengkakan jaringan dan memblok
suplai darah ke daerah yang terkena membuat infeksi dan gangren progresif
jadi lebih buruk
Gangren basah dapat menyebar lebih cepat menuju komplikasi yang
mengancam jiwa seperti syok septik jika tidak ditangani segera.
c. Gangren Gas
Gangren juga dapat disebabkan oleh bakteri khusus yang disebut
Clostrifium. Ini disebut gangren gas. Ini adalah infeksi umum yang dilihat
selama perang. Necrotising nekrotikans disebabkan ketika bakteri menyebar
ke dalam kulit dan menyerang lebih dalam jaringan.
d. Gangren Internal
Gangren dapat juga mempengaruhi organ-organ internal ketika lairan darah
ke organ-organ terhalang. Ini disebut gangren internal dan dapat
mempengaruhi kandung empedu atau usus yang terperangkap dalam hernia.
e. Fournier’s Gangren
Ketika ganren mempengaruhi penis dan alat kelamin disebut Fournier’s
gangren.
10. Pathway
Defisiensi Insulin

hiperglikemi

Atelektasisis

Ekstremitas

Nekrosis

GANGREN

Pre operasi intra operasi Post operasi

Rencana tindakan Puasa Amputasi


Ruang Anastesi Pembedahan
operasi sebelum
pembedahan regional
operasi

Kurang informasi Luka insisi


Paparan Kelemahan
Risiko lingkunan otot
hipovolemia dingin
Stresor bagi klien Terputusnya
Pemasangan inkontinuitas
diatermi jaringan
Hipotermi
Ansietas
Risiko
Risiko jatuh Perdarahan

Peningkatan Efek post Luka post operasi


rangsangan anastesi
nervus vagus
Terputusnya
Hilangnya Hilangnya bagian kontinuitas
Mual/ muntah pengaruh anastesi agnggota tubuh jaringan

Rangsangan saraf Port the entry


Risiko Gangguan
reseptor nyeri kuman
Citra Tubuh

Presepsi Reseptor
Nyeri Akut nyeri nyeri Risiko Infeksi
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas penderita
Biasanya dengan pasien dm gangren terjadi pada wanita maupun pria yang
berusia di atas 35tahun.
b. Keluhan Utama
Biasanya pasien mnegeluh adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai
bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh
dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola
mata cekung. Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutam,
lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
d. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunya riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti
Infark Miokard, gout.
e. Riwayat kesehatan keluarga :
Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
f. Pengkajian Pola Kesehatan
1) Pola persepsi – penanganan kesehatan
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
gangren kaki diabetik sehingga menimbulkan persepsi yang negatif
terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita
DM tidak menyadari akan terjadinya resiko kaki diabetik bahkan mereka
takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair, journal februari 2014).
2) Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan
menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi
status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat badan menurun,
turgor kulit jelek, mual/muntah.
3) Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya dieuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan oengeluaran glukosa
pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4) Pola aktivitas dan latihan
kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot-otot pada
tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan
aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami
kelelahan.
5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka sehingga
klien mengalami kesulitan tidur.
6) Pola kognitif persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada
luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar
sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan
peran pada keluarga (self esteem).
8) Pola peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.
9) Pola seksualitas reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi seks, gangguan kualitas
maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta
orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme
menurun dan terjadi impoten pada pria. Resiko lebih tinggi terkena
kanker prostat berhubungan dengan nefropati (Chin-Hsiao Tseng on
journal, Maret 2014).
10) Pola koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain,
dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping konstruktif / adaptif
11) Pola nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah
tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
g. Pemeriksaan Diagnostik
1) Gula darah meningkat biasanya > 200 mg/dl
2) Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
3) Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
5) Alkalosis respiratorik
6) Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
7) Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan
fungsi ginjal.
8) Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
9) Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal
sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
10) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
11) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
12) Kultur : kemungkinan infeksi pada luka.
h. pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum

Penderita post debridement ulkus dm biasanya timbul nyeri akibat


pembedahanskala nyeri (0 - 10), luka kemungkinan rembes pada balutan.
Tanda-tanda vital pasien (peningkatan suhu, takikardi), kelemahan akibat
sisa reaksi obat anestesi.
2) Sistem pernapasan

Ada gangguan dalam pola napas pasien, biasanya pada pasien post
pembedahan pola pernafasannya sedikit terganggu akibat pengaruh obat
anesthesia yang diberikan di ruang bedah dan pasien diposisikan semi
fowler untuk mengurangi atau menghilangkan sesak napas.

3) Sistem kardiovaskuler

Denyut jantung, pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan


auskultasi pada permukaan jantung, tekanan darah dan nadi meningkat.

4) Sistem pencernaan

Pada penderita post pembedahan biasanya ada rasa mual akibat sisa bius,
setelahnya normal dan dilakukan pengkajian tentang nafsu makan, bising
usus, berat badan.

5) Sistem musculoskeletal

Pada penderita ulkus diabetic biasanya ada masalah pada sistem ini karena
pada bagian kaki biasannya jika sudah mencapai stadium 3 – 4 dapat
menyerang sampai otot. Dan adanya penurunan aktivitas pada bagian kaki
yang terkena ulkus karena nyeri post pembedahan.

6) Sistem intregumen

Turgor kulit biasanya normal atau menurun akibat input dan output yang
tidak seimbang. Pada luka post debridement kulit dikelupas untuk membuka
jaringan mati yang tersembunyi di bawah kulit tersebut.

2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
1. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur
tindakan
2. Risiko hipovolemia berhubungan dengan puasa sebelum operasi
Intra Operasi
1. Hipotermi berhubungan dengan paparan lingkungan dingin
2. Risiko jatuh berhubungan dengan penurunan fungsi ekstremitas
3. Risiko perdarahan berhubungan dengan tindakan pembedahan
Post Operasi
1. Risiko aspirasi berhubungan dengan peningkatan rangsangan nervus vagus
2. Nyeri akut berhubungan dengan hilangnya pengaruh anastesi
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan tindakan amputasi
4. Risiko infeksi berhubungan dengan port the entry kuman

3. Intervensi
1. Ansietas b/d kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan klien tampak rileks

Kriteria Hasil:

- verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun (5)


- perilaku gelisah menurun (5)
- palpitasi menurun (5)
- frekuensi pernafasan menurun (5)
- frekuensi nadi menurun (5)
- pola tidur meningkat (5)

No
Intervensi Rasional
.

1. Identifikasi saat tingkat ansietas Untuk mengetahui psikologis pasien


berubah terhadap kondisinya.

2. Untuk mengetahui tingkat ansietas


Monitor tanda-tanda ansietas
pada pasien.

3. Ciptakan suasana terapeutik untuk Untuk mengurangi rasa cemas pada


menumbuhkan kepercayaan pasien.

4. Latih Teknik relaksasi Untuk mengalihkan perhatian pasien


terhadap kondisinya sehingga rasa
cemasnya berkurang.
5. Kolaborasi pemberian obar
Untuk mengurangi rasa cemas pasien
antiansietas bila perlu
dnegan menggunakan obat kimia.

2. Risiko perdarahan berhubungan dengan proses pembedahan


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x15 menit
diharapkan tandan-tanda perdarahan tidak terjadi
Kriteria hasil :

- Tekanan darah meningkat (5)


- Suhu tubuh meningkat (5)
- Hemoglobin meningkat (5)

No. Intervensi Rasional

1. Monitor tanda dan gejala perdarahan Untuk memantau perkembangan pasien


terkait risiko perdarahan.

2. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan Untuk meningkatkan pengetahuan


keluarga terkait proses pembedahan.

3. Anjurkan segera melaporkan jika Untuk segera menangani perdarahan


terjadi perdarahan pada pasien supaya tidak terjadi
perdarahan berkepanjangan.

4. Kolaborasi pemberian produk darah, Untuk menambah kadar hemoglobin


jika perlu dalam darah sehingga pasien tidak
mengalami syok.

3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ( iskemik)


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan rasa berkurang/ sampai hilang.

Kriteria hasil :

- Keluhan nyeri menurun (1)


- Meringis menurun (1)
- Gelisah menurun (1)
- Kesulitan tidur menurun (1)
- Frekuensi nadi menurun (1)
- Pola tidur meningkat (5)

No. Intervensi Rasional

1. untuk mengetahui seberapa parah rasa


Identifikasi lokasi, karakteristik,
nyeri yang dirasakan oleh pasien.
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
2.
Identifikasi skala nyeri untuk mengetahui skala nyeri pasien.

3. untuk membantu pasien mengalihkan


Berikan tekhnik nonfarmakologi
perhatiannya sehingga pasien tidak
untuk mengurangi nyeri.
fokus kepada rasa nyerinya.

4.
Jelaskan penyebab, periode , dan untuk menambah pengetahuan pasien
pemicu nyeri. tentang nyeri

5. untuk mengurangi rasa nyeri dengan


Kolaborasi pemberian analgetik, jika
menggunakan obat kimia.
perlu

4. Gangguan citra tubuh b/d perubahan struktur/ bentuk tubuh (amputasi)


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan pasien menerima dengan kondisinya.

Kriteria hasil :

- melihat bagian tubih meningkat (5)


- verbalisasi perasaan negative tentang perubahan tubuh menurun (5)
- menyembunyikan bagian tubuh berlebihan menurun (5)
- hubungan sosial meningkat (5)

No. Intervensi Rasional

1. Monitor frekuensi pernyataan kritik Untuk Mengetahui penerimaan pasien


terhadap diri sendiri terhadap kondisinya.

2. Diskusi perubahan tubuh dan Untuk meningkatkan penegetahuan


fungsinya pasien terhadap kondisinya.

3. Jelaskan kepada keluarga tentang Untuk meningkatkan pengetahuan


perawatan perubahan citra tubuh keluarga terhadap perawatan kaki
pasien setelah dilakukan amputasi.

4. Bantu pasien untuk mengadakan Untuk membantu pasien supaya lebih


hubungan dengan orang lain. terbuka kepada orang lain agar
mempercepat proses penerimaan
5. Hipotermia b/d paparan lingkungan dingin

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x30 menit


diharapkan pasien tidak menggigil.

kriteria hasil :

- Menggigil menurun (5)


- Pucat menurun (5)
- Takikardi meningkat (1)
- Takipneu meningkat (1)
- Bradikardi meningkat (1)
- Hipoksia meningkat (1)
- Suhu tubuh meningkat (1)
- Suhu kulit meningkat (1)
- Kadar glukosa darah meningkat (1)
- Ventilasi meningkat (1)
- Tekanan darah meningkat (1)

No. Intervensi Rasional

1. Monitor suhu tubuh untuk mengetahui ketidakabnormalan


suhu tubuh pada pasien

untuk mengetahui faktor terjadinya


2. Monitor penyebab hipotermia
Monitor penyebab hipotermia

3. Identifikasi tanda dan gejala untuk mengatasi tanda dan gelaja


akibat hipotermia karena hipotermia

4. Sediakan lingkungan yang untuk membantu pasien supaya tidak


hangat menggigil

5. Lakukan penghangatan pasif


untuk membantu pasien supaya tidak
menggigil

5. untuk mengurangi rasa nyeri dengan


Kolaborasi pemberian analgetik, jika
menggunakan obat kimia.
perlu

6. Risiko jatuh b/d penurunan fungsi ekstremitas

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses pembedahan


diharapkan pasien tidak jatuh

kriteria hasil :

- Kekuatan otot meningkat (5)


- Kontrol Gerakan (5)
- Keseimbangan Gerakan (5)
- Gerakan kea rah yang di inginkan meningkat (5)

No. Intervensi Rasional

1. Identifikasi riwayat dan untuk mengetahui ketidakabnormalan


indikasi penggunaan sedasi suhu tubuh pada pasien

Monitor tingkat kesadaran untuk mengetahui penurunan


2.
tingkat kesadaran pasien
terhadap respon obat sedasi.

3. Monitor tanda vital pasien. untuk mengobservasi


perkembangan pasien selama
proses pembedahan.

4. Monitor saturasi pasien untuk mengetahui kadar oksigen dalam


tubuh pasien selama proses
pembedahan.

5. Berikan obat sesuai prosedur untuk mencegah terjadinya over


dosis obat pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

A, Silvia Prince. 20. Patofisiologi. Jakarta : EGC


PPNI 2018. Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia. Definisi dan Diagnosa
Keperawatan. Edisi I. Cetakan II Jakarta : DPP PPNI
PPNI 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Edisi I. Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI
PPNI. 2018. Standart Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Edisi I. Cetakan II. Jakarta : DPP PPNI
Saptarini, Sri Kunthi. (2014). Menu 30 Hari Untuk Diabetes. Yogyakarta: Cable Book

Suddarth, Brunner. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Sudoyo, W Aru. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

Syaifuddin, H. 2016. Anatomi Fisiologi. Jakarta : EGC

Tarwoto. (2012). Keperawatan Medical Bedah Gangguan System Endokrin. Jakarta:


Trans Info Media

Yuliana. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai