A. Pengertian
Stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung
selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab
lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2011).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di
otak pecah sehingga timbul iskemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke
hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga
terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani, 2014).
Perdarahan pada Pons otak adalah pecahnya pembuluh darah yang terjadi
pada bagian otak salah satu bagian dari batang otak yang terletak di atas medula
oblongata dan dibawah otak tengah.
Stroke ini, pada lesi vaskuler intraserebrum mengalami ruptur sehingga
terjadi perdarahan langsung ke dalam jaringan otak. Peradarahan secara cepat
menimbulkan gejala neurogenik karena tekanan pada struktur-struktur saraf di
dalam tengkorak. Iskemia adalah konsekuensi sekunder dari perdarahan baik
yang spontan maupun traumatik. Mekanisme terjadinya iskemia tersebut karena
adanya tekanan pada pembuluh darah akibat ekstravasasi darah ke dalam
tengkorak yang volumenya tetap dan vasopasme reaktif pembuluh-pembuluh
darah yang terpajan di dalam ruang antara lapisan arknoid dan piameter
meningen. Biasanya stroke hemoragik secara cepat menyebabkan kerusakan
fungsi otak dan kehilangan kesadaran (Price & Wilson, 2013).
B. Etiologi
a. Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
memgakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. peningkatan TIK yang
terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering di jumpai
di daerah putamen, thalamus, pons, dan serebelum.
b. Perdarahan Subarakhnoid
Dapat terjadi karena trauma atau hipertensi, penyebab tersering adalah
kebocoran anurisma pada area sirkulus Willisi dan Malvormasi arteri-vena
kongenital. Gejala-gejala pada umumnya mendadak, peningkatan intracranial
(TIK), perubahan tingkat kesadaran, sakit kepala (mungkin hebat), vertigo,
kacau mental, stupor sampai koma, gangguan ocular, hemiparesis atau
hemiplegic, mual muntah, iritasi meningeal (kekakuan nukhal, kernig’s,
Brudzinski’s positif, Fotofobia, penglihatan ganda, peka rangsang,
kegelisahan, peningkatan suhu tubuh)
c. Perdarahan Serebral
Beberapa faktor resiko stroke antara lain:
1) Hipertensi, merupakan faktor resiko utama
2) Aneurisme
3) Penyakit kardiovaskular-embolisme serebral berasal dari jantung.
4) Kolesterol dalam darah tinggi.
5) Obesitas atau kegemukan.
6) Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebral.
7) Diabetes mellitus terkait dengan aterogenesis terakselerasi.
8) Kontrasepsi oral (khususnya dengan hipertensi,merokok,dan kadar
estrogen tinggi)
9) Merokok
10) Penyalahgunaan obat (khususnya kokain)
11) Konsumsi alkohol
(Muttaqin, 2011)
C. Manifestasi Klinik
Stroke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat) ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala
sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya:
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia).
2. Tonus otot lemah atau kaku.
3. Menurun atau hilangnya rasa.
4. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
5. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau
disafhasia: bicara defeksif/kehilangan bicara).
6. Gangguan persepsi
7. Gangguan status mental. (Joyce & Jane, 2014)
D. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah
(makin lambat atau makin cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli,
perdarahan dan spasme vascular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena
gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab
infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah
dapat beku pada area stenosis, tempat aliran darah mengalami perlambatan atau
terjadi turbulensi.
Trombus dapat dipecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang
disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kogestri
disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukkan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan massif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septic infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisme pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan serebral, jika aneurisme pecah atau rupture.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh rupture arteriosklerotik dan
hipartensi pembuluh darah.perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih
sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit
serebrovaskular, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi masa otak,
peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat mengakibatkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan sibatang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke bataang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak
di nucleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang enuksia serebral.
Perubahan yang oleh enuksia serebral dapat reversible untuk waktu 4 sampai 6
menit. Perubahan irreversible jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral
dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkin otak, akibat volume perdarahan yang relativ
banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan
tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-eleman vaso aktiv
darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunya tekanan perfusi,
menyebabkan saraf di area yg terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
((Joyce & Jane, 2014)
E. Pathway
CVA ICH PONS
Hematom cerebral
GANGGUAN
Penekanan saluran KOMUNIKASI VERBAL
pernafasan Vasospasme arteri
cerebral
BERSIHAN JALAN
NAFAS TIDAK EFEKTIF Iskemik
Defisit neurologi
DEFISIT PERAWATAN
DIRI Hemiparese
(Joyce & Jane, 2014)
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain:
1. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak,
sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan,
tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area
iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat
dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta
tekanan darah.
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan, pemberian dexamethason.
3. Pengobatan
a. Anti koagulan: Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan
pada fase akut.
b. Obat anti trombotik: Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/emobolik.
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
4. Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak.
Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa
penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas.
Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan
dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
5. Menempatkan klien dengan posisi yang tepat, harus diubah setiap 2 jam
sekali dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
(Muttaqin, 2011)
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik menurut (Muttaqin, 2011) meliputi :
1. Angiografi cerebral, untuk menentukan penyebab stroke hemoragik. Seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Lumbal pungsi, tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
cairan lumbal menunjukan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau
perdarahan pada intrakranial.
3. Computer topografi (CT) scan otak, untuk memperlihatkan adanya edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti.
4. Magnetic resonance imaging (MRI), menunjukan daerah yang mengalami
infark hemologi Malformasi Arteri Vena (MAV).
5. Ultrasonografi doppler, untuk mengidentifikasi penyakit arteri vena.
6. Electroencephalography (EEG), untuk mengidentifikasi masalah berdasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik
H. Komplikasi
Komplikasi Stroke hemoragik dapat menyebabkan beberapa hal yaitu :
1. Infark Serebri
2. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
3. Fistula caroticocavernosum
4. Epistaksis
5. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
6. Bahkan kematian
(Price & Wilson, 2013).
I. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Identitas pasien
Biasanya stroke hemoragik paling banyak terjadi pada wanita daripada laki-
laki dengan usia 35 keatas dan biasanya terjadi setelah melakukan aktivitas.
2. Keluhan utama
Didapatkan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Sedangkan stroke infark
tidak terlalu mendadak, saat istirahat atau bangun pagi, kadang nyeri copula,
tidak kejang dan tidak muntah, kesadaran masih baik.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
6. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga
7. Pola-pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya gejala nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut,
kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, tenggorokan, disfagia
ditandai dengan kesulitan menelan, obesitas
3) Pola eliminasi
Gejala menunjukkan adanya perubahan pola berkemih seperti
inkontinensia urine, anuria. Adanya distensi abdomen (distesi bladder
berlebih), bising usus negatif (ilius paralitik), pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Gejala menunjukkan danya kesukaran untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
Tanda yang muncul adalah gangguan tonus otot (flaksid, spastis),
paralitik (hemiplegia) dan terjadi kelemahan umum, gangguan
penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
5) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot
8. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a. Kesadaran: umumnya mengelami penurunan kesadaran
b. Suara bicara: kadang mengalami gangguan : sukar dimengerti, tidak
bisa bicara
c. Tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
2) Pemeriksaan integumen
a. Kulit: jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu
juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang
menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
b. Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
c. Rambut : umumnya tidak ada kelainan
3) Pemeriksaan kepala dan leher
a. Kepala : bentuk normocephalik
b. Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
c. Leher : kaku kuduk jarang terjadi
4) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan, adanya hambatan jalan nafas.
Merokok merupakan resiko.
5) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
7) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan neurologi
a. Pemeriksaan nervus cranialis: Umumnya terdapat gangguan nervus
cranialis VII dan XII central. Penglihatan menurun, diplopia,
gangguan rasa pengecapan dan penciuman, paralisis atau parese
wajah.
b. Pemeriksaan motorik : Hampir selalu terjadi kelumpuhan/
kelemahan pada salah satu sisi tubuh, kelemahan, kesemutan,
kebas, genggaman tidak sama, refleks tendon melemah secara
kontralateral, apraksia
c. Pemeriksaan sensorik : Dapat terjadi hemihipestesi, hilangnya
rangsang sensorik kontralteral.
d. Pemeriksaan refleks : Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang
lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis
akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.
e. Sinkop/pusing, sakitkepala, gangguan status mental/tingkat
kesadaran, gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori,
pemecahan masalah, afasia, kekakuan nukhal, kejang, dll.
1. Diagnosa Keperawatan
a. Risiko perfusi jaringan serebral tidak efektif b/d peningkatan tahanan
vaskuler
b. Gangguan mobilitas fisik b/d adanya rembesan darah yang mengenai lobus
motorik
c. Gangguan komunikasi verbal b/d adanya darah yang mengenai lobus speech
d. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d menurunnya reflex batuk dan menelan,
imobilisasi.
e. Defisit perawatan diri b/d hemiparese
f. Gangguan integritas kulit b/d tirah baring lama
g. Defisit nutrisi b/d ketidakmampuan menelan
2. Intervensi Keperawatan
a) Risiko perfusi jaringan cerebral tidak efektif berhubungan dengan
peningkatan tahanan vaskuler.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam, diharapkan
Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal.
Kriteria hasil :
- Tingkat kesadaran meningkat (5)
- Kognitif meningkat (5)
- Tekaknan intra cranial menuurn (1)
- Sakit kepala menuurn (1)
- Refleks saraf meningkat (5)
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab peningkatan
TIK dan akibatnya
Rasional : Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan
2) Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
Rasional : Untuk mencegah perdarahan ulang
3) Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan intrakranial tiap
2 Jam.
Rasional : Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara
dini dan untuk penetapan tindakan yang tepat.
4) Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung ( beri bantal
tipis)
Rasional : Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan drainage vena
dan memperbaiki sirkulasi serebral.
5) Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
Rasional : Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial
dan potensial terjadi perdarahan ulang
6) Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjunng
Rasional : Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan
kenaikan TIK.
b) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya rembesan darah yang
mengenai lobus motorik.
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 2x 24 jam diharapkan mobilisasi
klien mengalami peningkatan.
Kriteria hasil:
- Pergerakan ekstremitas meningkat (5)
- kekuatan otot meningkat (5)
- rentang gerakan ROM meningkat (5)
- kaku sendi menurun (5)
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara
yang teratur.
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan
informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap
intervensi sebab teknik yang berbeda digunakan untuk paralisis
spastik dengan flaksid.
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya dan jika
memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang
terganggu.
Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. Daerah
yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek
dan menurunkan sensasii dan lebih besar menimbulkan
kerusakan pada kulit/ dekubitus.
3) Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika pasien
dapat mentoleransinya.
Rasional : Membantu mempertahankan ekstensi pinggul
fungsional;tetapi kemungkinan akan meningkatkan ansietas
terutama mengenai kemampuan pasien untuk bernapas.
4) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua
ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan
quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari kaki/telapak.
Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya
hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah
perdarahan. Catatan: Stimulasi yang berlebihan dapat menjadi
pencetus adanya perdarahan berulang.
5) Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot
board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral.
Rasional : Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi kegunaannya
jika berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat mengganggu
kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain pihak paralisis
spastik dapat meengarah pada deviasi kepala ke salah satu sisi.
6) Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan.
Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
7) Tempatkan ”handroll’ keras pada teelapak tangan dengan jari – jari dan ibu
jari saling berhadapan.
Rasional : Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-jari,
mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal
(posisi anatomis).
8) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
Rasional : Mempertahankan posisi fungsional.
9) Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan
bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan
pasien menggunakan kekuatan tangan untuk menyokong berta badan dan
kaki yang kuat untuk memindahkan kaki yang sakit; meningkatkan waktu
duduk) dan keseimbangan dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang
datar;sokong bagian belakang bawah pasien dengan tangan sambil
meletakkan lutut penolong diluar lutut pasien;bantu menggunakan alat
pegangan paralel dan walker).
Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf, meningkatkan
respon proprioseptik dan motorik.
10) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/
menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada
ekstremitas yang terganggu.
11) Kolaborasi
- Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn resistif, dan
ambualsi pasien.
- Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai indikasi.
- Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti baklofen
dan trolen(Doenges, 1999).
c) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan adanya darah yang
mengenai lobus speech.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 2x 24 jam diharapkan
kerusakan komunikasi verbal klien dapat teratasi.
Kriteria hasil :
- Kemampuan bicara meningkat (5)
- Kontak mata meningkat (5)
- Pelo menurun (5)
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami kata atau
mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian sendiri.
Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan serebral
yang terjadi dan kesulitan pasien dalam beberapa atau seluruh
tahap proses komunikasi. Pasien mungkin mempunyai kesulitan
memahami kata yang diucapkan; mengucapkan kata-kata dengan
benar; atau mengalami kerusakan pada kedua daerah tersebut.
2) Bedakan antara afasia dengan disartria.
Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe kerusakannya.
Afasia adalah gangguan dalam menggunakan dan
menginterpretasikan simbol-simbol bahasa dan mungkin
melibatkan komponen sensorik dan/atau motorik, seperti
ketidakmampuan untuk memahami tulisan/ucapan atau menulis
kata, membuat tanda, berbicara. Seseorang dengan disartria
dapat memahami, membaca, dan menulis bahasa tetapi
mengalami kesulitan membentuk/mengucapkan kata sehubungan
dengan kelemahan dan paralisis dari otot-otot daerah oral.
3) Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau
ucapan yang keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang
diucapkannya tidak nyata. Umpan balik membantu pasien
merealisasikan kenapa pemberi asuhan tidak mengerti/berespon
sesuai dan memberikan kesempatan untuk mengklarifikasikan
isi/makna yang gterkandung dalam ucapannya.
4) Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana (seperti “buka mata,”
“tunjuk ke pintu”) ulangi dengan kata/kalimat yang sederhana.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan sensorik
(afasia sensorik).
5) Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda tersebut.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan motorik
(afasia motorik), seperti pasien mungkin mengenalinya tetapi
tidak dapat menyebutkannya.
6) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti “Sh” atau
“Pus”
Rasional : Mengidentifikasikan adanya disartria sesuai komponen motorik
dari bicara (seperti lidah, gerakan bibir, kontrol napas) yang
dapat mempengaruhi artikulasi dan mungkin juga tidak disertai
afasia motorik.
7) Minta pasien untuk menulis nama dan/atau kalimat yang pendek. Jika tidak
dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek
Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan kekurangan dalam
membaca yang benar (aleksia) yang juga merupakan bagian
dari afasia sensorik dan afasia motorik.
8) Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan pasien
tentang adanya gangguan bicara. Berikan bel khusus bila perlu.
Rasional : Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan
ketidakmampuannya untuk berkomunikasi dan perasaan takut
bahwa kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi dengan segera.
Penggunaan bel yang diaktifkan dengan tekanan minimal akan
bermanfaat ketika pasien tidak dapat menggunakan system bel
regular.
9) Berikan metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis,
gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar, daftar
kebutuhan, demonstrasi).
Rasional : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan
keadaan/deficit yang mendasarinya.
10) Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan tenang.
Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak,” selanjutnya
kembangkan pada pertanyaan yang lebih kompleks sesuai dengan respons
pasien.
Rasional : Menurunkan kebingungan/ansietas selama proses komunikasi
dan berespons pada informasi yang lebih banyak pada satu
waktu tertentu. Sebagai proses latihan kembali untuk lebih
mengembangkan komunikasi lebih lanjut dan lebih kompleks
akan menstimulasi memori dan dapat meningkatkan asosiasi
ide/kata.
11) Hargai kemampuan pasien sebelum terjadi penyakit; hindari “pembicaraan
yang merendahkan” pada pasien atau membuat hal-hal yang menentang
kebanggaan pasien.
Rasional : Kemampuan pasien untuk merasakan harga diri, sebab
kemampuan intelektual pasien seringkali tetap baik.
12) Kolaborasi : Konsultasikan dengan/rujuk kepada ahli terapi wicara.
d) Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan menurunnya
refleks batuk dan menelan, imobilisasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Jalan nafas
tetap efektif.
Kriteria hasil :
- Klien tidak sesak nafas
- Tidak terdapat ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan
- Tidak retraksi otot bantu pernafasan
- Pernafasan teratur, RR 16-20 x per menit
Intervensi :
1) Berikan penjelasan kepada klien dan keluarga tentang sebab dan akibat
ketidakefektifan jalan nafas.
Rasional : Klien dan keluarga mau berpartisipasi dalam mencegah
terjadinya ketidakefektifan bersihan jalan nafas
2) Rubah posisi tiap 2 jam sekali.
Rasional : Perubahan posisi dapat melepaskan sekret dari saluran pernafasan.
3) Berikan intake yang adekuat (2000 cc per hari)
Rasional : Air yang cukup dapat mengencerkan sekret
4) Observasi pola dan frekuensi nafas.
Rasional : Untuk mengetahui ada tidaknya ketidakefektifan jalan nafas
5) Auskultasi suara nafas.
Rasional : Untuk mengetahui adanya kelainan suara nafas
6) Lakukan fisioterapi nafas sesuai dengan keadaan umum klien
Rasional : Agar dapat melepaskan sekret dan mengembangkan paru-paru.
Artiani, Ria. (2014). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Jakarta : EGC.
Black joyce. M & Jane Hokanse Hawks. (2014). Medical Surgical Nursingvol 2.
Jakarta: Salemba Medika