PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut laporan WHO, Indonesia menempati urutan ke empat terbesar dari
jumlah penderita diabetes melitus dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk
sedangkan posisi urutan diatasnya yaitu India, China dan Amerika Serikat dan WHO
memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun
2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International
Diabetes Foundation (IDF) pada tahun 2009 memprediksi kenaikan jumlah
penyandang DM dari 7 juta pada tahun 2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030. Dari
laporan tersebut menunjukkan peningkatan jumlah penyandang DM sebanyak 2-3 kali
lipat pada tahun 2030 (PERKENI, 2011).
Laporan dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian
Kesehatan (RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan terjadi peningkatan prevalensi
pada penderita diabetes melitus yang diperoleh berdasarkan wawancara yaitu 1,1%
pada tahun 2007 menjadi 1,5% pada tahun 2013 sedangkan prevalensi diabetes
melitus berdasarkan diagnosis dokter atau gejala pada tahun 2013 sebesar 2,1%
dengan prevalensi terdiagnosis dokter tertinggi pada daerah Sulawesi Tengah (3,7%)
dan paling rendah pada daerah Jawa Barat (0,5%). Masih dari data RISKESDAS
tersebut menyebutkan prevalensi dari penderita DM cenderung meningkat pada
perempuan dibandingkan dengan laki-laki dan terjadi peningkatan prevalensi penyakit
diabetes melitus sesuai dengan pertambahan umur namun mulai umur ≥ 65 tahun
cenderung menurun dan tersebut cenderung lebih tinggi bagi penderita yang tinggal
diperkotaan dibandingkan dengan dipedesaan. Jika ditinjau dari segi pendidikan
menurut RISKESDAS bahwa prevalensi diabetes melitus cenderung lebih tinggi pada
masyarakat dengan tingkat pendidikan tinggi serta dengan kuintil indeks kepemilikan
yang tinggi (RISKESDAS, 2013).
Dari sekian banyak penderita DM sering terjadi masalah-masalah yang
meliputi ketoacidosis diabetikum (DKA) koma non karosis heparosmolar (koma
hiperglikemia), mikroangiopati, retinopati diabetika (gangguan ginjal yang
diakibatkan karena penderita mengidap DM yang cukup lama). Retinopati diabetika
dapat menyababkan beberapa bentuk kerusakan pada mata seperti katarak dan
glaucoma atau meningkatnya tekanan pada bola mata, tetapi yang sering terjadi adalah
bentuk retinopati yang menyebabkan kebutaan.
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas , maka penulisan mengambil rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa definisi diabetes mellitus?
2. Bagaimana anatomi fisiologi diabetes mellitus?
3. Apa saja klasifikasi diabetes mellitus?
4. Apa etiologi diabetes mellitus?
5. Bagaimana patofisiologi diabetes mellitus?
6. Bagaimana manifestasi klinis diabetes mellitus?
7. Apa komplikasi diabetes mellitus?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang diabetes mellitus?
9. Bagaimana penatalaksaan medis diabetes mellitus?
10. Bagaimana asuhan keperawatan berdasarkan kasus pada diabetes mellitus?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
3
insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas
tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas.
Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar
pulau langerhans yang terkecil adalah 50 , sedangkan yang terbesar 300 , terbanyak
adalah yang besarnya 100 – 225 . Jumlah semua pulau langerhans di pankreas
diperkirakan antara 1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
1. Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang
manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like
activity “.
2. Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
3. Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat
pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat
dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering
ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan
reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin
manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu
rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang
terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30
asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3.
Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang
besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran
berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi
efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah
meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar
glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan
hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda.
Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa
4
melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.
2.3 Klasifikasi
a. Diabetes tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) / Diabetes
Mellitus Tergantung Insulin (DMTI)).
Disebabkan oleh distruksi sel Beta pulau langerhans akibat proses auto
imun dan idiopatik.
b. Diabetes tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
/Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI).
Disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi
Insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.
Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya
terjadi defisiensi insulin,ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi
insulin pada rangsangan glukosa maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan
perangsang sekresi insulin lain, berarti sel beta pankreas mengalami desentisisasi
terhadap glukosa.
c. Diabetes Melitus Gestasional (DMG).
Diabetes yang terjadi pada masa kehamilan, diabetes ini di anggap dari
peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen dan hormon pertumbuhan yang
terus menerus tinggi selama kehamilan.
5
golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati
(arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari
sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa,
oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
2.4 Etiologi
Etiologi diabetes mellitus American Diabet Association (1997) sesuai anjuran
PERKENI (Perkumpulan Endrokonologi Indonesia)
a. Diabetes tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) / Diabetes
Mellitus Tergantung Insulin (DMTI). Disebabkan oleh distruksi sel Beta pulau
langerhans akibat proses auto imun dan idiopatik.
Faktor genetic
Penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe1.
Faktor Imunologi
Destruksi autoimun sel beta yang dicetuskan oleh lingkungan, individu
dengan sensitivitas secara genetic tampaknya memberikan respon dengan
memproduksi antibody terhadap sel beta dan mengakibatkan berkurangnya
sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Terjadi peningkatan antibody
terhadap sel beta oulau langerhans yang ditunjukkan terhadap komponen
antigen tertentu dari sel beta. Kemungkinan individu pengidap DM tipe 1
memiliki kesamaan antigen antara sel beta pancreas mereka dengan virus
atau obat tertentu, sehingga sistem imun gagal mengenali bahwa sel
6
pancreas adalah selfbody. Obat-obatan kimia yang dapat meningkatkan
resiko diabetes seperti tiazid diuretik, interferon alpha dan beta blocker.
Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta pancreas. Faktor lingkungan sangat erat
kaitannya dengan autoimun.
7
amylin yang disekresikan oleh sel beta akan membentuk deposit amiloid fibrilar.
Deposit ini dapat ditemukan pada pasien yang telah lama menderita DM tipe 2.
5. Obesitas
80% dari penderita NIDDM adalah klien dengan riwayat obesitas.
8
2.5 Patofisiologi
9
2.6 Manifestasi Klinis
- Poliuri
Tingginya frekuensi berkemih sehingga hanya dalam satu malam dapat mencapai
20-30 kali.
10
- Poliphagi
Timbulnya keinginan untuk makan lebih banyak namun tidak disertai dengan
peningkatan berat badan. Rasa mudah lapar disebabkan oleh respon sel yang
kekurangan energi untuk melakukan metabolisme normal. Gejala yang biasa terjadi
pada hipoglikemia seperti sering merasa lapar ini umumnya tidak ada pada DM
usia lanjut.
- Kesemutan (Parestesia)
Pada dasarnya kesemutan merupakan suatu gejala dari gangguan sistem saraf
sensorik akibat rangsang listrik di sistem itu tidak tersalur secara penuh. Terjadi
hambatan atau kerusakan pembuluh-pembuluh darah. Akibatnya, darah yang
mengalir di ujung-ujung syaraf berkurang. Gejala yang dirasakan biasanya telapak
kaki terasa tebal, terkadang panas, dan kesemutan di ujung jari terus-menerus.
Kemudian dapat juga disertai rasa nyeri yang menikam, seperti ditusuk-tusuk di
ujung telapak kaki, terutama pada malam hari.
- Gatal-gatal
Rasa gatal timbul disebabkan oleh tingginya kadar gula dalam darah yang melebihi
batas normal sehingga dapat memicu terjadinya infeksi jamur dan iritabilitas ujung
syaraf atau kelainan metabolik pada kulit.
- Penglihatan kabur
11
Gangguan persepsi sensori berupa penglihatan kabur terjadi akibat gangguan
makrovaskular pada retina, sehingga menyebabkan perubahan sensori pandangan
kabur yang dirasakan oleh klien.
Keluhan umum pasien DM bisa saja tidak ditemukan secara jelas. Sebaliknya
yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif
kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan
patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari
kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering
muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada
tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar
sembuh dengan pengobatan lazim.
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang
tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan
inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan,
akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak
terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
2.7 Komplikasi
Komplikasi pada diabetes melitus adalah sebagai berikut (Kapita Selekta, 2002) :
1. Akut
- Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah komplikasi diabetes tipe 1. Hipoglikemia (kadar
glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi apabila kadar gula darah turun
dibawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga 3.3 mmol/L). keadaan ini dapat
terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan,
konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karenan aktivitas fisik yang
berat (Brunner & suddart,2001). Biasanya sering terjadi sebelum makan,
terutama jika menunda makan atau jika tidak makan makanan kecil.
Hipoglikemia tengah malam dapat terjadi karena memuncakkan NPH
malam hari atau insulin lente, terutama pada pasien yang tidak makan
makanan kecil sebelum tidur.(Brunner dan suddart ,2000)
- Hiperglikemi
12
Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi
pada diabetes Mellitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut
merupakan komplikasi serius yang mungkin terjadi sekalipun pada DM
yang terkontrol baik. Dapat terbagi menjadi 2, yaitu hiperglikemia pre
diabetes dan hiperglikemia diabetes mellitus. Hiperglikemia pre diabetes
terjadi glukosa puasa dan toleransi glukosa terganggu, dengan kadar
glukosa plasma puasa 100-125 mg/dl dan kadar glukosa 2 jam setelah
glucose challenge sebesar 140-199 mg/dl. Sedangkan hiperglikemia
diabetes mellitus adalah dimana kadar glukosa plasma puasa sebesar ≥126
mg/dl dan kadar glukosa plasma 2 jam setelah glucose challenge ≥200
mg/dl.
Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis
diabetik (KAD), status hiperosmolar hiperglikemik (SHH) atau kondisi
yang mempunyai elemen kedua keadaan diatas. KAD adalah keadaan yang
ditandai dengan asidosis metabolik akibat pembentukan keton yang
berlebihan, sedangkan SHH ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan
kadar glukosa serum yang biasanya lebih tinggi dari KAD murni
-Ketoasidosis
Ketoasidosis adalah salah satu komplikasi akut Diabetes Melitus yang
terjadi disebabkan karena kadar glukosa pada darah sangat tinggi. KAD
adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis metabolik akibat
pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai dengan
hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih
tinggi dari KAD murni. Kondisi ketoasidosis dapat terjadi kapan saja
terutama pada penderita Diabetes Melitus tipe 1. Berbeda dengan Diabetes
Melitus tipe 1, pada Diabetes Melitus tipe 2, ketoasidosis terjadi pada
keadaan-keadaan tertentu. Hal ini karena biasanya penderita Diabetes
Melitus tipe 2 lebih sering mengalami koma hiperosmolar non ketotik.
Acapkali terjadinya ketoasidosis diawali dari tidak patuhnya pada pola diet
yang telah ditetapkan. Disamping itu, ketoasidosis sering juga terpicu oleh
jarangnya para penderita untuk melakukan pemeriksaan kadar glukosa
darah serta kadar gula urin secara berkala.
13
- Hiperglikemi hiperosmolar non ketotik
Keadaan koma akibat dari komplikasi diabetes melitus di mana terjadi
gangguan metabolisme yang menyebabkan: kadar gula darah sangat tinggi,
meningkatkan dehidrasi hipertonik dan tanpa disertai ketosis serum, biasa
terjadi pada DM tipe II. Merupakan komplikasi akut dari diabetes melitus di
mana penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan
kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma.
Ini terjadi pada penderita diabetes tipe II.
2. Kronik
- Makro angiopati
Gangguan vaskularisasi pada pembuluh darah besar, pembuluh darah
jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak, aterosklerosis, gangren
ekstrimitas dan CVA.
- Mikroangiopati
Kerusakan pembuluh darah kecil misalnya mengenai pembuluh darah retina
dan dapat menyebabkan kebutaan. Nefropati diabetik dan neuropati
diabetik.
Neuropati diabetik
Menyebabkan insensitivitas atau hilangnya kemampuan untuk
merasakan nyeri, panas, dan dingin. Diabetes yang menderita neuropati
dapat berkembang menjadi luka, parut, lepuh, atau luka karena tekanan
yang tidak disadari akibat adanya insensitivitas. Apabila cedera kecil
ini tidak ditangani, maka akibatnya dapat terjadi komplikasi dan
menyebabkan ulserasi dan bahkan amputasi. neuropati juga dapat
menyebabkan deformitas.
Nefropati Diabetik
Nefropati diabetik adalah gangguan fungsi ginjal akibat
kebocoran selaput penyaring darah. Sebagaimana diketahui, ginjal terdiri
dari jutaan unit penyaring (glomerulus). Setiap unit penyaring memiliki
membran/selaput penyaring. Kadar gula darah tinggi secara perlahan
akan merusak selaput penyaring ini. Gula yang tinggi dalam darah akan
bereaksi dengan protein sehingga mengubah struktur dan fungsi sel,
14
termasuk membran basal glomerulus. Akibatnya, penghalang protein
rusak dan terjadi kebocoran protein ke urin (albuminuria). Hal ini
berpengaruh buruk pada ginjal. Menurut situs Nephrology Channel,
tahap situs Nephrology Channel, tahap mikroalbuminuria ditandai
dengan keluarnya 30 mg albumin dalam urin selama 24 jam. Jika
diabaikan, kondisi ini akan berlanjut terus sampai tahap gagal ginjal
terminal. Karena itu, penderita diabetes harus diperiksa kadar
mikroalbuminurianya setiap tahun.
Penderita diabetes tipe 1 secara bertahap akan sampai pada
kondisi nefropati diabetik atau gangguan ginjal akibat diabetes. Sekitar
lima sampai 15 persen diabetes tipe 2 juga berisiko mengalami kondisi
ini. Gangguan ginjal, menyebabkan fungsi ekskresi, filtrasi dan
hormonal ginjal terganggu. Akibat terganggunya pengeluaran zat-zat
racun lewat urin, zat racun tertimbun di tubuh. Tubuh membengkak dan
timbul risiko kematian.
- Sepsis
Infeksi yang terjadi pada seluruh tubuh dengan penyebaran melalui
peredaran darah, sepsis pada diabetes biasanya terjadi akibat gangren
diabetik yang tidak ditangani secara cepat dan tepat.
15
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
a. Kadar glukosa darah sewaktu
2.9 Penatalaksanaan
16
dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien holistik dan mengajarkan kegiatan
mandiri, pelaksanaannya dengan :
1. Perencanaan makan / diit (meal planning).
Jenis makanan yang harus anda ikuti ketika menderita diabetes bukan berarti
menyangkal makanan yang tersaji di depan anda. Tetapi yang di maksud adalah
makanan yang sehat bagi anda, dan menolak makanan yang tidak baik. Sebenarnya
al in merupakan nasehat yang di berikan ahli bagi setiap orang tanpa peduli
menderita diabetes atau tidak. Perbedaan bahwa makanan sehat dapat membuat
sehat seluruh tubuh dan keadaan baik itu akan lebih berharga saat anda terkena
dibetes, selain untuk hasil pengobatan yang efektif.
a. Jumlah kalori tepat
Pasien kurus diet 2100-2500 kalori
Pasien sedang diet 1700-1900 kalori
Pasien gemuk diet 1100-1500 kalori
b. Makanan yang mengandung serat tinggi, misalnya : sayur-sayuran dan buah
c. Komposisi makanan : Protein 15-20 %, lemak 20-25 %, karbohidrat 60-70 %.
d. Gula dan produk lain dari gula tidak dianjurkan.
17
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VII : 2500 kalori
Diit I s/d II : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan
normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja,
atau diabetes komplikasi.
18
1) kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
2) Normal : BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
3. Health Education
Sangat perlu untuk motivasi pasien dalam pelaksanaan Diabetes Millitus dan
tidak terjadi komplikasi. Pengetahuan yang perlu diberikan antara lain :
- Pengertian DM dan komplikasi
- Penatalaksanaan DM
- Perencanaan makan
- Latihan jasmani/olahraga
- Monitoring kadar gula darah
- Perawatan kaki
19
4. Obat-obatan
a. Diberikan bila perencanaan makan dan latihan jasmani tidak menurunkan kadar
gula darah
b. Jenis obat hiperglikemi oral dan insulin
1. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
- kerja OAD tingkat prereseptor :
pankreatik, ekstra pancreas
- kerja OAD tingkat reseptor
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain
yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
- Menghambat absorpsi karbohidrat
- Menghambat glukoneogenesis di hati
- Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
2. Insulin
a) Indikasi penggunaan
insulin
1. DM tipe I
2. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
3. DM kehamilan
4. DM dan gangguan faal hati yang berat
5. DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
6. DM dan TBC paru akut
7. DM dan koma lain pada DM
8. DM operasi
9. DM patah tulang
10. DM dan underweight
11. DM dan penyakit Graves
20
b) Beberapa cara pemberian
insulin
(1) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam,
sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan
tergantung pada beberapa factor antara lain:
(a) lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding
perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi)
janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat
suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan
absorpsi setiap hari.
(b) Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan
dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu
pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit
setelah suntikan.
(c) Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
(d) Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan
mempercepat absorpsi insulin.
(e) Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin
dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat
efeknya daripada subcutan.
(f) Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak
terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan
dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.
(2) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik
atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan.
21
Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi
koma diabetik.
5. Operasi
Cangkok pankreas. Pendekatan terbaru untuk cangkok pancreas
adalah segmental dari donor hidup saudara kembar identik
(Tjokroprawiro, 1992).
22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
I. Identitas Klien
Nama : Ny H
Usia : 42 Tahun
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Pacet, Mojokerto
Tgl. MRS : 25 april 2015
Diagnosa Medis : Diabetes mellitus tipe II
23
pada malam hari dan mengganggu tidurnya. Klien mengatakan pandangannya
kabur.
24
5. Bowel (B5)
Inspeksi : Simetris, tidak ada luka bekas post-op
Auskultasi : Bising usus 8x/menit,
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan abdomen
Perkusi : Suara hipertimpani abdomen, distensi abdomen
6. Bone (B6)
Inspeksi : Kulit kering, penurunan tonus otot, terpasang Infus pada tangan
bagian kiri. Tidak ada ulkus pada ekstrimitas.
Palpasi : Turgor kulit menurun.
d. Pemeriksaan penunjang
Hasil Harga normal Keterangan
Laboratorium : SGOT 45 5 – 34 U/L Tinggi
SGBT 68 10 – 35 U/L Tinggi
Kolesterol 150 0 – 240 mg/DL Normal
Traekstrigliserida 301 30 – 200 mg/DL Tinggi
Uric acid 10,6 3,5 – 7,2 ml/DL Tinggi
25
glikosuria
diuresis osmotik
poliuri
dehidrasi
DS : klien mengeluh Peningkatan Glukagon Nutrisi kurang dari kebutuhan
penglihatan kabur tubuh
glukoneogenesis
DO : visus dengan snellen
card kurang dari 6m Hipermetabolisme
Suhu : 36,8 0C
Nadi : 135 x/menit. Peningkatan metabolisme
Tekanan darah :140/100 lemak
mmHg.
RR : 25 x/menit ketogenesis
ketonemia
penurunan konsentrasi pH
Mual, muntah
DS: klien mengatakan pola Pola hidup buruk, diet tidak Gangguan pola tidur
tidurnya terganggu karena seimbang, tinggi karbo
sering terbangun pada malam
26
hari karena sering BAK Defisiensi insulin
DO:
Lingkar hitam pada mata DM tipe II
Suhu : 36,8 0C
Nadi : 135 x/menit. Hambatan transport glukosa
Tekanan darah :140/100 ke intra sel
mmHg.
RR : 25 x/menit Hiperglikemi
glikosuria
diuresis osmotik
poliuri
gangguan mikrovaskular
27
Gangguan pembuluh darah
mata
Retinopati
Gangguan penglihatan
3.6 INTERVENSI
NO DX TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KH
1. Kekurangan Tujuan : 1. Observasi tanda- 1. Penurunan volume
volume cairan setelah tanda vital. cairan darah atau
berhubungan dilakukan 2. Berikan hipovolemik akibat
dengan deurisis tindakan pengawasan diuresis osmosis
osmotik keperawatan secara ketat dapat
selama 2x24 jam tentang lama dan dimanifestasikan
di harapkan frekuensi urin oleh hipotensi,
kebutuhan berlebihan, takikardi, nadi
volume cairan adanya mual teraba lemah.
klien terpenuhi muntah serta 2. Membantu dalam
KH : distensi memperkirakan
klien abdomen. kekurangan volume
28
menunjukkan 3. Observasi turgor total. Semakin tinggi
hidrasi yang kulit dan lama dan frekuensi
adekuat di kelembapan haluaran urin maka
buktikan oleh membrane semakin banyak
ttv stabil,nadi mukosa. resiko kehilangan
perifer dapat di 4. Pantau masukan cairan. Kekurangan
raba, tugor kulit cairan dan cairan dan elektrolit
dan pengisian pengeluaran urin dapat mengubah
kapiler baik, monitor intake motilitas lambung.
haluaran urin dan urin output 3. Penurunan turgor
normal dan setiap 8 jam. kulit sebagai
kadar elektrolit 5. Pertahankan indicator penurunan
dalam batas untuk volume cairan pada
normal. memberikan sel
cairan (1500- 4. Memberikan
2500 ml) atau perkiraan kebutuhan
dalam batas cairan pengganti dan
yang dapat fungsi ginjal
ditoleransi
jantung jika 5. Mempertahankan
pemasukan komposisi cairan
cairan melalui dalam tubuh,
oral sudah dapat volume sirkulasi dan
diberikan. menghindari over
6. Tingkatkan lead jantung
lingkungan yang
dapat 6. Menghindari
memberikan rasa pemanasan yang
nyaman, berikan berlebihan terhadap
selimut tipis klien yang dapat
sesuai meningkatkan
kebutuhan. kehilangan cairan.
7. Kolaborasi : 7. a) Memenuhi
a. Berikan kebutuhan cairan
29
terapi cairan dalam tubuh sesuai
IV normal indikasi
salin b) Ht : Pengawasan
b. Pantau tingkat hidrasi dan
pemeriksaan seringkali meningkat
laboratorium akibat hemokosentrasi
seperti Ht, yang terjadi setelah
BUN, diuresisi osmotik.
Osmolalitas c) BUN : Peningkatan
darah, nilai dapat
Natrium, dan mencerminkan
Kalium kerusakan sel karena
dehidrasi atau tanda
awitan kegagalan ginjal.
Osmolalitas darah :
Meningkat sehubungan
dengan adanya
hiperglikemia dan
dehidrasi.
Natrium : Kadar
natrium yang tinggi
mencerminkan
kehilangan cairan berat.
Kalium : sebagai
deteksi terjadinya
hiperkalemi sebagai
respon dari asidosis.
30
ketidakcukupan Kebutuhan pola makan klien kekurangan dan
insulin penurunan nutrisi klien dan bandingkan penyimpangan dari
masukan oral, terpenuhi. dengan makanan kebutuhan
status KH : yang dapat terapeutik.
hipermetabolisme Klien dapat dihabiskan oleh 3. Jika makanan yang
. mencerna klien. disukai klien dapat
nutrisi yang 3. Identifikasi dimasukkan dalam
tepat . makanan yang perencanaan makan,
Berat badan disukai/dikehend kerjasama ini dapat
ada aki termasuk diupayakan setelah
penambaha kebutuhan pulang.
n kearah etnik/kultural. 4. Pemberian makanan
rentang 4. Berikan makanan oral lebih baik jika
cair dengan kesadaran dan fungsi
nutrien seimbang GI klien baik
dan elektrolit 5. Meningkatkan rasa
segera jika klien keterlibatannya;
sudah dapat memberikan
mentoleransinya informasi pada
melalui keluarga untuk
pemberian cairan memahami nutrisi
melalui oral. klien.
5. Libatkan 6. Insulin reguler
keluarga klien memiliki awitan
pada perencanaan cepat dan karenanya
makan sesuai dengan cepat pula
indikasi. dapat membantu
6. Kolaborasi : memindahkan
Berikan glukosa ke dalam
pengobatan sel.
insulin secara
teratur sesuai
indikasi.
31
3. Gangguan pola Tujuan : pola 1. Ciptakan 1. Lingkungan yang
tidur berhubungan tidur dapat lingkungan yang tenang dapat
dengan nokturia. terpenuhi dalam tenang. mempermudah tidur.
waktu 2x24 jam 2. Pasang pemper 2. Antisipasi apabila
KH : sebelum tidur. klien ngompol.
Klien terlihat 3. Hindarkan 3. Dapat
tenang makanan yang memperbanyak
Tidur banyak produksi urin.
terpenuhi ± mengandung air. 4. Pemberian obat yang
10-11 4. Kolaborasi tepat dapat
jam/hari dengan tim medis mempercepat proses
Tidak dalam pemberian penyembuhan.
terbangun terapi.
pada malam
hari
32
penglihatan sementara
sesuai indikasi. mengganggu
3. Selidiki adanya penglihatan yang
parestesia, nyeri, memerlukan terapi
atau kehilangan korektif dan/atau
sensori pada perawatan
paha/kaki. Lihat penyokong.
adanya ulkus, 3. Neuropati perifer
daerah dapat
kemerahan, mengakibatkan rasa
tempat-tempat tidak nyaman yang
tertekan, berat, kehilangan
kehilangan sensasi
denyut nadi sentuh/distorsi yang
perifer. mempunyai resiko
4. Berikan tempat tinggi terhadap
tidur yang kerusakan kulit dan
lembut. Pelihara gangguan
kehangatan keseimbangan.
kaki/tangan, 4. Meningkatkan rasa
hindari terpajan nyaman dan
terhadap air menurunkan
panas atau dingin kemungkinan
atau penggunaan kerusakan kulit
bantalan/pemanas karena panas.
5. Bantu klien 5. Meningkatkan rasa
dalam ambulasi nyaman klien
atau perubahan terutama ketika rasa
posisi. keseimbangan
6. Bantu dengan dipengaruhi.
memblok saraf 6. Dapat memberikan
setempat, rasa nyaman yang
mempertahankan berhubungan dengan
unit TENS. neuropati.
33
3.7 IMPLEMENTASI
TANGGAL WAKTU DIAGNOSA IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
25 April 2015 09.00 Kekurangan volume 1. Mengobservasi tanda-tanda
cairan berhubungan vital
dengan deurisis osmotik 2. Mengobservasi frekuensi urin
berlebihan, adanya mual
muntah serta distensi
abdomen
3. Mengobservasi turgor kulit
dan kelembapan membrane
mukosa
4. Memantau masukan cairan
dan pengeluaran urin monitor
intake dan urin output setiap
8 jam
5. Pertahankan untuk
memberikan cairan (1500-
2500 ml) atau dalam batas
yang dapat ditoleransi
jantung jika pemasukan
cairan melalui oral sudah
dapat diberikan.
6. Meningkatkan kenyamanan
lingkungan seperti
memberikan selimut tipis
sesuai kebutuha
7. Kolaborasi :
a. Berikan terapi cairan IV
normal salin
b. Pantau pemeriksaan
laboratorium seperti Ht,
BUN, Osmolalitas darah,
34
Natrium, dan Kalium
25 April 2015 09.00 Perubahan nutrisi : kurang 1. Menimbang berat badan
dari kebutuhan tubuh setiap hari atau sesuai
berhubungan dengan indikasi.
ketidakcukupan insulin 2. Menentukan program diet
penurunan masukan oral, dan pola makan klien dan
status hipermetabolisme bandingkan dengan makanan
yang dapat dihabiskan oleh
klien.
3. Mengidentifikasi makanan
yang disukai/dikehendaki
termasuk kebutuhan
etnik/kultural.
4. Memberikan makanan cair
dengan nutrien seimbang dan
elektrolit segera jika klien
sudah dapat mentoleransinya
melalui pemberian cairan
melalui oral.
5. Melibatkan keluarga klien
pada perencanaan makan
sesuai indikasi.
6. Kolaborasi :
Memberikan pengobatan insulin
secara teratur sesuai indikasi.
35
25 April 2015 09.00 Resiko tinggi cidera 1. memberikan bantalan lunak
berhubungan dengan pada pagar tempat tidur dan
perubahan sensori berikan jalan napas buatan
perceptual. yang lunak jika pasien
kemungkinan mengalami
kejang dan terjadi penurunan
kesadaran.
2. Mengevaluasi lapang
pandang penglihatan sesuai
indikasi.
3. Observasi adanya parestesia,
nyeri, kehilangan sensori
pada paha/kaki, adanya
ulkus, daerah kemerahan,
tempat-tempat tertekan,
kehilangan denyut nadi
perifer.
4. Memberikan tempat tidur
yang lembut, memelihara
kehangatan kaki/tangan,
menghindari terpajan
terhadap air panas atau
dingin atau penggunaan
bantalan/pemanas.
5. Membantu klien dalam
ambulasi atau perubahan
posisi.
6. Membantu dengan memblok
saraf setempat,
mempertahankan unit TENS.
3.8 EVALUASI
DIAGNOSA JAM EVALUASI Paraf
36
KEPERAWATAN
1.Kekurangan volume 25 April 2015 S =
osmotik O=
N : 110x/mnt, teratur
TD : 130/95 mmHg
RR : 22 x/mnt
A = Masalah teratasi
P = Intervensi Dihentikan
Suhu : 36,8
Nadi : 135 X/menit.
Tekanan darah : 140/100
mmHg.
RR : 25 x/menit
N : 95x/mnt, teratur
37
TD : 135/95 mmHg
RR : 21 x/mnt
A = Masalah teratasi
P = Intervensi Dihentikan
1. 3. 3. Gangguan 26 April 2015 S =
pola tidur
16.00 WIB Klien mengatakan frekuensi BAK
berhubungan
berkurang
dengan nokturia
Klien mengatakan dapat tidur nyenyak
O=
- Kesadaran composmentis
- Keadaan umum baik
- Lingkar hitam pada mata
Klien berkurang
- Klien tidak tebangun pada malam hari
- TTV :
S : 36,5 0C
N : 90x/mnt, teratur
TD : 135/90 mmHg
RR : 22 x/mnt
A = Masalah teratasi
P = Intervensi Dihentikan
- Kesadaran composmentis
- Keadaan umum baik
- Klien dapat memenuhi kebutuhannya
tanpa mengalami cedera
- Klien dapat berorientasi dengan
lingkungan
- TTV :
38
S : 36,2 0C
N : 95x/mnt, teratur
TD : 130/95 mmHg
RR : 19 x/mnt
A = Masalah teratasi
P = Intervensi Dihentikan
39
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer dkk. 19., Kapita selekta kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta: FKUI.
Arjatmo Tjokronegoro, dkk. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1. Jakarta: FKUI.
40