Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN KASUS

PRAKTEK KERJA MAGISTER FARMASI


BIDANG RUMAH SAKIT

BAGIAN PENYAKIT DALAM

TANGGAL : 26 Maret 2019

KASUS : DM Tipe 2, CAP, ISK, Hiperglikemia

BANGSAL : Penyakit Dalam

PEMBIMBING : Juni Fitrah, S.Si., M.Farm., Apt.

MAHASISWA : Lisa Sofitriana 1821013001

Dilla Sastri Mara 1721022002

PROGRAM STUDI MAGISTER FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

Sekitar 230 juta penduduk dunia menderita Diabetes Melitus. Angka ini akan
mengalami kenaikan sebanyak 3% atau bertambah 7 juta setiap tahun. Pada tahun 2025
diperkirakan akan ada 350 juta orang yang terkena Diabetes Melitus. Diabetes Melitus
telah menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta
kematian yang disebabkan langsung oleh Diabetes Melitus (Tandra, 2009).

WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah penyandang Diabetes Melitus


yang cukup besar untuk tahun - tahun mendatang. Untuk Indonesia, WHO memprediksi
kenaikan jumlah pasien dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada
tahun 2030 (Anonim, 2011).

Diabetes Melitus adalahpenyakit yang ditandai dengan terjadinya hiperglikemia


dan gangguan metabolism karbohidrat, lemak, dan protein yang dihubungkan dengan
kekurangan secara absolut atau relatif dari kerja dan atau sekresi insulin.Gejala yang
dikeluhkan pada penderita Diabetes Melitus yaitu polidipsia, poliuria, polifagia,
penurunan berat badan,kesemutan.

International Diabetes Federation(IDF) menyebutkan bahwa prevalensi Diabetes


Melitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai penyebab kematian
urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2012 angka kejadian diabetes me litus didunia
adalah sebanyak 371 juta jiwa dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2 adalah
95% dari populasi dunia yang menderita diabetes mellitus. Hasil Riset Kesehatan Dasar
pada tahun 2008, menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%.
Tingginya prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 disebabkan oleh faktor risiko yang tidak
dapat berubah misalnya jenis kelamin, umur, dan faktor genetik yang kedua adalah
faktor risiko yang dapat diubah misalnya kebiasaan merokok tingkat pendidikan,
pekerjaan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol,Indeks Masa Tubuh,
lingkar pinggang dan umur (Hastuti, 2008).

Diabetes Mellitus disebut dengan the silent killer karena penyakit ini dapat
mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Penyakit
yang akan ditimbulkan antara lain gangguan penglihatan mata, katarak, penyakit

2
jantung, sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan membusuk/gangren,
infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan sebagainya. Tidak jarang,
penderita DM yang sudah parah menjalani amputasi anggota tubuh karena terjadi
pembusukan.Untuk menurunkan kejadian dan keparahan dari Diabetes Melitus tipe 2
maka dilakukan pencegahan seperti modifikasi gaya hidup dan pengobatan seperti obat
oral hiperglikemik dan insulin (Depked, 2005).

Kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki.Wanita lebih


berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan
indeks masa tubuh yang lebih besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2008,
menunjukan prevalensi DM di Indonesia membesar sampai 57%, pada tahun 2012 angka
kejadian diabetes melitus didunia adalah sebanyak 371 juta jiwa, dimana proporsi
kejadiandiabetes melitus tipe 2 adalah 95% dari populasi dunia yang menderita
diabetesmellitus dan hanya 5% dari jumlah tersebut menderita diabetes mellitus tipe 1
(Bennet, 2008).

Walaupun Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak


menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila
pengelolaannya tidak tepat. Pengelolaan DM memerlukan penanganan secara
multidisiplin yang mencakup terapi non-obat dan terapi obat (Depkes, 2005).

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu sindroma klinik yang ditandai

oleh poliuri, polidipsi dan polifagi disertai peningkatan kadar glukosa

darah atau hiperglikemia (glukosa puasa ≥ 126mg/dL atau postprandial

≥ 200mg/dL atau glukosa sewaktu ≥ 200mg/dL) bila DM tidak segera

diatasi akan terjadi gangguan metabolisme lemak dan protein, dan

resiko timbulnya gangguan mikrovaskular atau makrovaskular

meningkat.

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai

dengan hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas

metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh

penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau

keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular,

makrovaskular dan neuropati.

Diabetes mellitus merupakan suatu kelainan metabolik kronis

serius yang memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan

seseorang, kualitas hidup, harapan hidup pasien dan pada sistem

layanan kesehatan. Diabetes mellitus adalah kondisi dimana konsentrasi

glukosa dalam darah secara kronis lebih tinggi daripada nilai normal

4
(hiperglikemia) akibat tubuh kekurangan insulin atau fungsi insulin tidak

efektif. Penyakit ini dikenal sebagai penyakit akibat dari pola hidup

modern. Prevalensi diabetes secara menyeluruh sekitar 6% dari

populasi, 90% diantaranya diabetes tipe 2.

Insulin adalah hormon yang disekresi oleh β pulau Langerhans dalam

pankreas. Berbagai stimulus melepaskan insulin dari granula penyimpanan

dalam sel β, tetapi stimulus yang paling kuat adalah peningkatan glukosa

plasma (hiperglikemia). Insulin terikat pada reseptor spesifik dalam membran

sel dan memulai sejumlah aksi termasuk peningkatan ambilan glukosa oleh otot,

hati dan jaringan adiposa. Pada DM terdapat kekurangan relatif atau absolut

insulin, yang menyebabkan penurunan ambilan glukosa oleh jaringan yang

sensitif terhadap insulin dan hal tersebut menyebabkan konsekuensi yang

serius.

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna

penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan

adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma

vena. Penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena ataupun kapiler

tetap dapat dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria

diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk

tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan

menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.

5
Kriteria diagnosis diabetes mellitus :

a. Gejala klinik pokok : poliuria, polidipsi dan polifagi.

b. Gejala lain yang menyertai atau akibat DM : berat badan

menurun, kesemutan, gatal, impotensia, pruritus, vulvae dan

mata kabur.

c. Pemeriksaan gula darah : gula darah puasa ≥ 126mg/dL dan

gula darah sewaktu > 200mg/dL.

2.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus

a. Diabetes Mellitus tipe 1

Destruksi sel β umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin absolut

melalui proses imunologik dan idiopatik. Adanya gangguan produksi

insulin akibat penyakit autoimun atau idiopatik. Tipe ini sering disebut

Insulin Dependent Diabetes Mellitus atau IDDM karena pasien mutlak

membutuhkan insulin.

Gambaran klinisnya adalah saat datang pasien umumnya kurus dan

memiliki gejala–gejala serta terdapat infeksi (abses, infeksi jamur,

misalnya kandidiasis). Ketoasidosis dapat terjadi, disertai gejala

mual, muntah, mengantuk dan takipnea. Pasien membutuhkan

insulin.

b. Diabetes Mellitus tipe 2

6
DM tipe 2 ini disebut NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
disebabkan kegagalan relatif sel β dan resistensi insulin. Bervariasi,
mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif
sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin. Akibat resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin. Pada tipe
2 ini tidak selalu dibutuhkan insulin, kadang – kadang cukup dengan
diet dan antidiabetik oral. Karenanya tipe ini jugadisebut Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus atau NIDDM.

Gambaran klinisnya adalah 80% kelebihan berat badan; 20% datang


dengan komplikasi (penyakit jantung iskemik, penyakit serebrovaskular,
gagal ginjal, ulkus pada kaki, gangguan penglihatan). Pasien dapat juga
dengan poliuria dan polidipsia yang timbul perlahan-lahan. Banyak pasien
yang dapat ditangani dengan pengaturan diet dan obat hipoglikemik
oral, walaupun beberapa membutuhkan insulin.

c. Diabetes mellitus tipe lain meliputi defek genetik fungsi sel β,

defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati,

diabetes karena obat/zat kimia, diabetes karena infeksi dan sindrom

genetic lain.

d. Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes Mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes Mellitus)

adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama

masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau

temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan

umumnya terdeteksi setelah trimester kedua.

7
Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnik, obesitas, riwayat

keluarga, dan riwayat gestasional terdahulu. Pada umumnya, kadar

gula darah kembali normal setelah melahirkan. Namun, GDM

meningkatkan resiko DM tipe 2 pada usia lanjut.

e. Pra-Diabetes

Pra-diabetes adalah kondisi dimana kadar gula darah seseorang

berada diantara kadar normal dan diabetes, lebih tinggi dari pada

normal tetapi tidak cukup tinggi untuk dikategorikan ke dalam

diabetes tipe 2. Penderita pradiabetes diperkirakan cukup banyak,

di Amerika diperkirakan ada sekitar 41 juta orang yang tergolong

pra-diabetes, disamping 18,2 orang penderita diabetes (perkiraan

untuk tahun 2000). Di Indonesia, angkanya belum pernah dilaporkan,

namun diperkirakan cukup tinggi, jauh lebih tinggi dari pada penderita

diabetes.

Kondisi pra-diabetes merupakan faktor risiko untuk diabetes,

serangan jantung dan stroke. Apabila tidak dikontrol dengan baik,

kondisi pra-diabetes dapat meningkat menjadi diabetes tipe 2

dalam kurun waktu 5-10 tahun. Namun pengaturan diet dan

olahraga yang baik dapat mencegah atau menunda timbulnya

diabetes.

2.3 Faktor Risiko dan Gejala Klinik

1) Faktor risiko yang dapat diubah


a) Gaya hidup

8
Gaya hidup merupakan perilaku seseorang yang ditunjukkan
dalam aktivitas sehari-hari. Makanan cepat saji, olahraga tidak teratur dan
minuman bersoda adalah salah satu gaya hidup yang dapat memicu
terjadinya DM tipe 2.

b) Diet yang tidak sehat


Perilaku diet yang tidak sehat yaitu kurang olahraga, menekan
nafsu makan, sering mengkonsumsi makan siap saji.

c) Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor risiko utama untuk
terjadinya penyakit DM. Obesitas dapat membuat sel tidak sensitif
terhadap insulin (resisten insulin). Semakin banyak jaringan lemak pada
tubuh, maka tubuh semakin resisten terhadap kerja insulin, terutama bila
lemak tubuh terkumpul didaerah sentral atau perut (central obesity).

2) Faktor risiko yang tidak dapat diubah


a) Usia
Semakin bertambahnya usia maka semakin tinggi risiko terkena
diabetes tipe 2. DM tipe 2 terjadi pada orang dewasa setengah baya,
paling sering setelah usia 45 tahun. Meningkatnya risiko DM seiring
dengan bertambahnya usia dikaitkan dengan terjadinya penurunan fungsi
fisiologis tubuh.

b) Riwayat keluarga diabetes melitus


Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab DM orang tua.
Biasanya, seseorang yang menderita DM mempunyai anggota keluarga
yang juga terkena penyakit tersebut. Fakta menunjukkan bahwa mereka
yang memiliki ibu penderita DM tingkat risiko terkena DM sebesar 3,4 kali
lipat lebih tinggi dan 3,5 kali lipat lebih tinggi jika memiliki ayah penderita

9
DM. Apabila kedua orangtua menderita DM, maka akan memiliki risiko
terkena DM sebesar 6,1 kali lipat lebih tinggi.

c) Ras atau latar belakang etnis


Risiko DM tipe 2 lebih besar terjadi pada hispanik, kulit hitam,
penduduk asli Amerika, dan Asia.

d) Riwayat diabetes pada kehamilan


Mendapatkan diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi
lebih dari 4,5 kg dapat meningkatkan risiko DM tipe 2.

2.4 Patofisiologi DM

1) Patofisiologi diabetes tipe 1


Pada DM tipe 1, sistem imunitas menyerang dan
menghancurkan sel yang memproduksi insulin beta pankreas.
Kondisi tersebut merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan
ditemukannya anti insulin atau antibodi sel anti- islet dalam darah.
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK)
tahun 2014 menyatakan bahwa autoimun menyebabkan infiltrasi
limfositik dan kehancuran islet pankreas. Kehancuran memakan waktu
tetapi timbulnya penyakit ini cepat dan dapat terjadi selama beberapa
hari sampai minggu. Akhirnya, insulin yang dibutuhkan tubuh tidak dapat
terpenuhi karena adanya kekurangan sel beta pankreas yang berfungsi
memproduksi insulin. Oleh karena itu, diabetes tipe 1 membutuhkan
terapi insulin, dan tidak akan merespon insulin yang menggunakan obat
oral.

2) Patofisiologi diabetes tipe 2

10
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak
mutlak. Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya
sel beta atau defisiensi insulin resistensi insulin perifer. Resistensi insulin
perifer berarti terjadi kerusakan pada reseptor-reseptor insulin sehingga
menyebabkan insulin menjadi kurang efektif mengantar pesan-pesan
biokimia menuju sel-sel. Dalam kebanyakan kasus diabetes tipe 2 ini,
ketika obat oral gagal untuk merangsang pelepasan insulin yang memadai,
maka pemberian obat melalui suntikan dapat menjadi alternatif.

3) Patofisiologi diabetes gestasional


Gestational diabetes terjadi ketika ada hormon antagonis
insulin yang berlebihan saat kehamilan. Hal ini menyebabkan keadaan
resistensi insulin dan glukosa tinggi pada ibu yang terkait dengan
kemungkinan adanya reseptor insulin yang rusak.

2.4 Komplikasi Diabetes Mellitus

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat


menimbulkan berbagai macam komplikasi, antara lain :

1) Komplikasi metabolik akut

11
Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus
terdapat tiga macam yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan
kadar glukosa darah jangka pendek,diantaranya:

a) Hipoglikemia
Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai
komplikasi diabetes yang disebabkan karena pengobatan yang
kurang tepat.

b) Ketoasidosis diabetik
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar
glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh
sangat menurun sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik
yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis.

c) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler


nonketotik) Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus
yang ditandai dengan hiperglikemia berat dengan kadar
glukosa serum lebih dari 600 mg/dl.

2) Komplikasi metabolik kronik


Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut
Price & Wilson (2006) dapat berupa kerusakan pada pembuluh
darah kecil (mikrovaskuler) dan komplikasi pada pembuluh darah
besar (makrovaskuler) diantaranya:

a) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)


Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu :

(1) Kerusakan retina mata (Retinopati)


Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu
mikroangiopati ditandai dengan kerusakan dan sumbatan
pembuluh darah kecil.

(2) Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)


Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan
albuminuria menetap (>300 mg/24jam atau >200
ih/menit) minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu

12
3-6 bulan. Nefropati diabetik merupakan penyebab utama
terjadinya gagal ginjal terminal.

(3) Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik)


Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang
paling sering ditemukan pada pasien DM. Neuropati pada
DM mengacau pada sekelompok penyakit yang menyerang
semua tipe saraf.

b) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)

Komplikasi pada pembuluh darah besar pada pasien


diabetes yaitu stroke dan risiko jantung koroner.

(1) Penyakit jantung koroner


Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien DM
disebabkan karena adanya iskemia atau infark miokard
yang terkadang tidak disertai dengan nyeri dada
atau disebut dengan SMI (Silent Myocardial
Infarction)

(2) Penyakit serebrovaskuler

Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan dengan pasien


non-DM untuk terkena penyakit serebrovaskuler. Gejala yang
ditimbulkan menyerupai gejala pada komplikasi akut DM, seperti
adanya keluhan pusing atau vertigo, gangguan penglihatan,
kelemahan dan bicara pelo.

2.5 Pengobatan Diabates Melitus

Ada 5 golongan antidiabetik oral yang dapat digunakan untuk DM dan telah
dipasarkan di Indonesia yakni golongan: sulfonilurea, meglitinid, biguanid,
penghambat a-glikosidase dan tiazolidinedion. Kelima golongan ini dapat
diberikan pada DM tipe 2 yang tidak dapat dikontrol hanya dengan diet dan
latihan fisik saja.

a. Golongan Sulfonilurea

13
Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin secretagogues, kerjanya
merangsang sekresi insulin dari granul sel–sel ß Langerhans pankreas.
Rangsangannya melalui interaksinya dengan ATP–sensitive K channel pada
membran sel–sel ß yang menimbulkan depolarisasi membran dan keadaan ini
akan membuka kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca maka ion Ca akan masuk sel
ß, merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin dengan
jumlah yang ekuivalen dengan peptida-C. Sulfonilurea dapat mengurangi klirens
insulin di hepar. Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang besar dapat
menyebabkan hipoglikemia.

Efek sampingnya hipoglikemia, bahwa sampai koma tentu dapat timbul. Reaksi ini
lebih lebih sering terjadi pada pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar
atau ginjal, terutama yang menggunakan sediaan dengan masa kejang panjang.
Reaksi alergi jarang sekali terjadi, mual, muntah, diare, gejala hematologik,
susunan saraf pusat, mata.

b. Golongan Meglitinid
Repaglinid dan nateglinid merupakan golongan meglitinid, mekanisme
kerjanya sama dengan Sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda.
Golongan ini merangsang insulin dengan menutup kanal K yang ATP-independent
di sel ß pankreas.

Pada pemberian oral absorpsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai


waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam, karenanya harus diberikan beberapa kali
sehari, sebelum makan. Metabolisme utamanya di hepar dan metabolitnya tidak
aktif sekitar 10% dimetabolisme di ginjal. Pada pasien dengan gangguan fungsi
hepar atau ginjal harus diberikan secara hati–hati. Efek samping utamanya
hipoiglikemia, gangguan saluran cerna dan reaksi alergi.

c. Golongan Biguanid
Biguanid merupakan suatu antihiperglikemik, tidak menyebabkan
rangsangan sekresi insulin dan umumnya tidak menyebabkan hipoglikemia.
Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan sensitifitas
jaringan otot dan adipose terhadap insulin.

Efek sampingnya hampir 20% pasien dengan metformin mengalami mual, muntah,
diare. Tetapi dengan menurunkan dosis keluhan-keluhan tersebut segera hilang.
Biguanid meningkatkan kepekaan reseptor insulin, sehingga absorbsi glukosa di

14
jaringan perifer meningkat dan menghambat glukoneogenesis dalam hati dan
meningkatan penyerapan glukosa di jaringan perifer.

d. Golongan penghambat a-glikosidase


Obat golongan penghambat enzim a-glikosidase ini dapat memperlambat absorpsi
polisakarida, dekstrin dan disakarida diintestin. Obat ini bekerja dengan
mengurangi absorpsi glukosa di usus halus sehingga mempunyai efek menurunkan
kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping
glikoglikemia. Efek samping yang sering ditemukan ialah kembung, flatulens, atau
tinja lembek.

e. Golongan Tiazolidinedion

Tiazolidinedion berkaitan pada peroxisome proliferators activatedreceptor


gamma (PPARy) suatu reseptor inti sel otot dan sel lemak. Pada jaringan adiposa
PPARy mengurangi keluarnya asam lemak menuju ke otot sehingga dapat
mengurangi resistensi insulin. Senyawa ini dapat meningkatkan sensitifitas insulin
melalui peningkatan AMP kinase yang merangsang transport glukosa ke sel dan
meningkatkan oksidase asam lemak. Jadi, agar obat dapat bekerja harus tersedia
insulin.

Efek samping antara lain, peningkatan berat badan, edema, menambah volume
plasma dan memperburuk gagal jantung kongestif. Edema sering terjadi pada
penggunaannya bersama insulin. Kecuali penyakit hepar, tidak dianjurkan pada
gagal jantung kelas 3 dan 4 menurut klasifikasi New York Heart Association.
Hipoglikemia pada penggunaan monoterapi jarang terjadi.

15
Gambar 1. Penggunaan obat hipoglikemi oral menurut PERKENI, 2006

16
Gambar 2. Pendekatan terapi antihiperglikemik pada Diabetes Melitus tipe 2 oleh
American Diabetes Association (Dipiro, 2016)

17
Gambar 3. Algoritma pengobatan oral pasien Diabetes Melitus oleh American
Association of Clinical Endocrinologists (Dipiro, 2016)

18
Gambar 4. Inisiasi dan penyesuain regimen insulin (Dipiro, 2016)

2.6 Kriteria Penggunaan Obat Rasional

a. Tepat Diagnosis

Penggunaan obat dapat dikatakan rasional apabila diberikan untuk

diagnosis yang tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan secara tepat maka pemilihan

obat tidak sesuai dengan indikasi yang seharusnya.

b. Tepat Indikasi Penyakit

Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik, misalnya Antibiotik

yang diindikasikan untuk infeksi bakteri, dengan demikian pemberian obat ini

19
tidak dianjurkan untuk pasien yang tidak menunjukkan adanya gejala infeksi

bakteri.

c. Tepat Pemilihan

Obat keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis

ditegakkan dengan benar, dengan demikian obat yang dipilih haruslah yang

memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit.

d. Tepat Dosis

Agar suatu obat dapat memberikan efek terapi yang maksimal diperlukan

penentuan dosis, cara dan lama pemberian yang tepat. Besar dosis, cara dan

frekuensi pemberian umumnya didasarkanpada umur dan/atau berat badan

pasien.

e. Tepat cara Pemberian Obat

Obat harus digunakan sesuai dengan petunjuk penggunaan,waktu dan

jangka waktu terapi sesuai anjuran.

f. Tepat Pasien

Mengingat respon individu terhadap efek obat sangat beragam maka

diperlukan pertimbangan yang seksama, mencakup kemungkinan adanya

kontraindikasi, terjadinya efek samping, atau adanya penyakit lain yang

menyertai. Hal ini lebih jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan

aminoglikosida. Pada penderita dengan kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida

sebaiknya dihindarkan karena risiko terjadinya nefrotoksik pada kelompok ini

meningkat secara bermakna.

g. Tepat Informasi

20
Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan

pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan.

Informasi yang diberikan meliputi nama obat, aturan pakai, lama pemakaian, efek

samping yang ditimbulkan oleh obat tertentu, dan interaksi obat tertentu dengan

makanan.

h. Waspada terhadap efek samping

Pemberian obat potensial menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak

diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi.

2.6.1 Kriteria penggunaan obat yang tidak rasional.

Penggunaan obat yang tidak rasional bila :

a. Peresepan berlebih (over prescribing).

Pemberian obat yang sebenarnya tidak diperlukan untuk penyakit yang

bersangkutan.

b. Peresepan kurang (under prescribing).

Pemberian obat kurang dari yang seharusnya diperlukan, baik dalam hal

dosis, jumlah maupun lama pemberian. Tidak diresepkannya obat yang diperlukan

untuk penyakit yang diderita juga termasuk dalam kategori ini.

c. Peresepan majemuk (multiple prescribing).

Pemberian beberapa obat untuk satu indikasi penyakit yang sama. Dalam

kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang

diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.

d. Peresepan salah (incorrect prescribing).

21
Pemberian obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit, pemberian

obat untuk kondisi yang sebenarnya merupakan kontraindikasi pada pasien,

pemberian obat yang memberikan kemungkinan risiko efek samping yang lebih

besar.

2.6.2 Pendekatan Penggunaan Obat yang Rasional

a. Penerapan konsep obat esensial

Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan

kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi dan rehabilitasi yang

diupayakan tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan

tingkatannya, dengan penggunaan obat esensial akan mencapai penggunaan obat

secara rasional.

a. Penggunaan obat generik

Obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary

Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar

lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik merupakan obat

yang telah terjamin mutu, keamanan dan khasiat serta harga yang terjangkau oleh

masyarakat. Dengan penggunaan obat generik akan mencapai penggunaan obat

secara rasional.

c. Promosi penggunaan obat rasional

Dengan promosi penggunaan obat rasional akan meningkatkan

pemahaman masyarakat terhadap penggunaan obat secara tepat dan benar.

22
2.6.3 Penggunaan Obat yang Tidak Rasional

Penggunaan obat dikatakan tidak rasional jika kemungkinan dampak

negatif yang diterima oleh pasien lebih besar dibanding manfaatnya. Dampak

negatif dapat berupa :

a. Dampak klinis seperti terjadi efek samping.

b. Dampak ekonomi seperti biaya tak terjangkau karena penggunaan obat

yang tidak rasional dan waktu perawatan yang lebih lama.

c. Dampak sosial seperti ketergantungan pasien terhadap intervensi obat.

23
BAB III

TINJAUAN KASUS

1. Identitas Pasien

Nama Pasien : Ny. Wirna Rosmely

Alamat : Mutiara Putih Blok I no 7 Padang

Umur : 60 Tahun

Ruangan : HCU - IW

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Wanita

Kawin/Tidak : Kawin

Pendidikan/Pekerjaan : PNS

Pembayaran/Status : BPJS

Mulai Perawatan : 23 Maret 2019

2. Riwayat Penyakit

a. Keluhan Utama

Sesak nafas meningkat sejak 1 hari yll, sesak tidak berbunyi, tidak
dipengaruhi oleh suhu, aktivitas dan makanan.

Satu hari sebelumnya pasien tidak mendapatkan insulin karena peraturan


BPJS (nilai HBA1c tidak ada ).

Demam sejak 1 hari yll, tidak menggigil. BAK sering dan berbusa sejak 1
hari yll. Hari ini mual (+), muntah (+)

b. Riwayat Penyakit Terdahulu

24
DM sejak 2 tahun yll, terkontrol dengan insulin. Riwayat hipertensi (-),
riwayat sakit jantung (-)

3. Data Penunjang

a. Data Pemeriksa Fisik

 Berat badan : 40 Kg
 Nadi : 128x/menit
 Pernafasan : 20x/menit
 Mata : CA (-) SI (-)
 Thorax (cor) : Bronkovaskular, bhronki (+/+)
 Abdomen : Tidak Membuncit

c. Data Laboratoium

Tabel 1.1. Data pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Keterangan

Hb 12,5 13-16 g/dl

Leukosit 23.170/mm3 5000-10000/uL


40-48% (laki-laki)
Hematokrit 39
37-43% (perempuan)

Trombosit 366.000/mm3 150-400. 103 /uL

Gula darah 607 < 200 mg/dL


sewaktu

Gula darah - < 126 mg/dL


puasa

Gula darah PP - < 200 mg/dL

Kolesterol Total 163 < 200 mg/dL


35-55 mg/dL (laki-laki)
HDL 61

25
45-65 mg/dL
(perempuan)

LDL 106 < 100 mg/dL

Trigliserida - < 150 mg/dL

Ureum darah - 10-50 mg/dL


0,8-1,3 mg/dL(laki-laki)
Kreatinin -
0,6-1,2 mg/dL
(perempuan)

3,5-7,2 mg/dL(laki-laki)
Asam Urat -
2,6-6 mg/dL
(perempuan)

SGOT 17 < 40 U/L

SGPT 18 < 40 U/L

4. Diagnosis

KAD, DM Tipe 2, CAP, ISK, Hiperglikemia

5. Data Organ Vital

Tanggal Nadi Suhu Tekanan Darah

23/3- 19 128x/menit 37,9 oC 90/60 mmHg

24/3- 19 81x/menit 37 oC 100/60 mmHg

25/3- 19 90x/menit 36,7 oC 110/70 mmHg

26/3- 19 90x/menit 36.8 oC 100/60 mmHg

27/3- 19 88x/menit 36,5 oC 120/80 mmHg

28/3- 19 84x/menit 36,5 oC 110/60 mmHg

26
6. Monitoring Kondisi Pasien

Kondisi Tanggal Pasien


Pasien 23/3 24/3 25/3 26/3 27/3 28/3 Pulang

Sesak Nafas √ √ √ - - -

Nyeri Dada - - √ √ √ -

Lemas √ √ √ √ √ √

Istirahat √ √ √ √ √ √

Nafsu - - - - - -
Makan

7. Terapi Farmakologi

a. Ketika Pasien di IGD

 IVFD NaCl 0.9%

b. Ketika pasien di bangsal

No Nama Obat Tanggal

23/3 24/3 25/3 26/3 27/3 28/3

1. Nacl 0,9 % √ √ √

2. IVFD NaCl 0,9% √ √ √ √

3. Drip Insulin (50 √ √ √ AFF


UI insulin dalam
48 cc NaCl 0,9%)

27
4. Inj.Ceftriaxon √ √ √ √ √ √

5. Infus Ciprofloxac √ √ √ √ √ √
in

6. Paracetamol √ √ √ √ √ √

7. Domperidon √ √ √ √ √ √

8. Clopidogrel √ √ √ √

9. Bisoprolol √ √ √ √

10. Simvastatin √ √ √ √

11. Inj.Novorapid √ √ √

12. Inj.Levemir √ √ √

13. Drip KCL √ √ √ √ √

14. Arixtra (Fondapa √ √ √


rinux Na)

28
DFP 1 – LEMBAR PENGOBATAN

No. RM : 00.46.19.49 Ruang asal: IGD Diagnosa : KAD DM tipe 2, CAP, ISK, Tgl. MRS/ KRS : 23 Maret 2019
Nama/ Umur : Ny. WR / 60 tahun hiperglikemia Ket KRS :
BB/ TB/ LPT : 42 kg/ 155 cm Alasan MRS : Sesak Nafas, Demam, BAK Pindah ruangan/ tgl : -
Alamat : Mutiara putih blok I no 7 sering dan Berbusa, Mual Nama Dokter : dr. Rohayat
Riwayat Alergi Padang dan Muntah Bilmahdi, SpPD
: Tidak Ada Nama Apoteker : Apt. Juni Fitrah,
Riwayat Penyakit : DM Tipe 2 M.Farm

Tanggal
No. Nama Obat dan Dosis Regimen
23/3 24/3 25/3 26/3 27/3 28/3

Nacl 0,9 % √ √ √
1
IVFD NaCl 0,9% √ √ √ √
2
Drip Insulin (50 UI insulin dalam 48 cc NaCl 0,9%) √ √ √ AFF
3
Inj.Ceftriaxon √ √ √ √ √ √
4
Infus Ciprofloxacin √ √ √ √ √ √
5

29
Paracetamol √ √ √ √ √ √
6
Domperidon √ √ √ √ √ √
7
Clopidogrel √ √ √ √
8
Bisoprolol √ √ √ √
9
Simvastatin √ √ √ √
10
Inj.Novorapid √ √ √
11
Inj.Levemir √ √ √
12
Drip KCL √ √ √ √ √
13
Arixtra (Fondaparinux Na) √ √ √
14

30
DATA KLINIK (yang penting)
No.
Parameter Nilai normal 23 24 25 26 27 28
1 Suhu 36,5 – 37oC 37,9 37 36,7 36,8 36,5 36,5
2 Nadi 60 – 90 x/menit 128 81 90 90 88 84
3 RR 18 – 20 x/menit 20 20 22 20 20 20
4 Tek. Darah 120/80 90/60 100/60 110/70 100/60 120/80 110/60
5 KU Normal CM CM CM CM CM CM
6 GCS -456
7 Kejang - -
8 Mual/Muntah + + - - - - -
9 Skala nyeri 0
1 MCV 86,7-102,3 fL
2 MCH 27,1-32,4 pg
3 MCHC 29,7-33,1 g/dL
4 Hb 11 – 14,7 g/dL 12,50
5 Leukosit 3,37 – 10 X 103/ µL 23.170/mm3
6 Trombosit 150 - 450 X 103/ µL 366.000/mm3
7 HCT 41,3-52,1 % 39
8 RBC 3,60-5,46 X 106 µL
DATA KLINIK
No.
Parameter Nilai normal 23 24 25 26 27 28
1 K 3,8 – 5,0 mmol/ L 4,60 3,70 3,20 3,20

31
2 Na 136 – 144 mmol/L 138 140 129 132
3 Cl 97 – 103 mmol /L 107 116 106 103
4 Ca 7,6-11,0 mg/dL 7,80 8,30
1 pH 7,35-7,45
2 PCO2 35-45 mmHg
3 PO2 80-100 mmHg
4 HCO3 22,0-26,0 mEq/L
1 SGOT 0-35 U/L 17
2 SGPT 0-35 U/L 18
1 Warna Kuning Kuning Kuning muda
2 pH 4,8-7,4 6 6,5
3 Albumin 3,4-4,8 g/dL
4 Leukosit 3,6-11 x 103/µL 0-1/LPB 0-1/LPB
5 Nitrit -
6 Bilirubin - - -
7 Urobilinogen - + +
8 Asam urat 2,6-7,2 mg/dL
Kreatinin
9 0,00 –0,00 mg/dL
darah
Glukosa + + -
Keton + + -
1 Albumin 3,40 – 5,00 g/dL 5 3,2
2 GDA 40 – 121 mg/ dL 607
3 CRP %
4 PPT 9 – 12 detik 19,1

32
Kontrol 10,5
23 – 33 detik
5 APTT 30,2
Kontrol 26,1
Kolesterol
< 200 mg/dl 163
total
HDL > 66 mg/dl 61
LDL < 150 mg/dl 106
Total Protein 6,6 - 8,7 g/dl 5,9
Globulin 1,3-2,7 g/dl 2,7
CK-MB < 24 u/i 45
Troponin I < 0.01 ng/l 27,2

33
DFP-2 LEMBAR MONITORING OBAT PENDERITA

No. RM : 00.46.19.49 Ruang asal: IGD Diagnosa : KAD DM Tipe 2, CAP, ISK, Tgl. MRS/ KRS : 23 Maret 2019
Nama/ Umur : Ny. WR / 60 tahun Hiperglikemia Ket KRS :
BB/ TB/ LPT :40 kg/ 155 cm Alasan MRS : Sesak Nafas, Demam, BAK Pindah ruangan/ tgl : -
Alamat : Mutiara putih blok I no. 7 sering dan Berbusa, Mual Nama Dokter : dr. Rohayat
Riwayat Alergi Padang dan Muntah Bilmahdi, SpPD
: Tidak Ada Riwayat Penyakit : DM Tipe 2 Nama Apoteker : Apt. Juni Fitrah,
M.Farm

Hari dan
No. Uraian Masalah Rekomendasi / Saran Tindak Lanjut
Tanggal
1 25/3 -2019 S = lemah, letih P = edukasi pasien
O=
TD: 130/70 mmhg
Leukosit : 4560
CKD stage V
A = saat ini tidak ada masalah
terkait obat
2 S= P=
O=
A=
3 S= P=
O=
A=

34
DFP – 3 LEMBAR MONITORING EFEK SAMPING OBAT (AKTUAL)
No. RM : Ruang asal: IGD Diagnosa : KAD DM Tipe 2, CAP, ISK, Tgl. MRS/ KRS : 23 Maret 2019
Nama/ Umur : Ny. WR / 60 tahun Hiperglikemia Ket KRS :
BB/ TB/ LPT : 40 kg/ 155 cm Pindah ruangan/ tgl : -
Alamat : Mutiara putih blok I no. 7 Alasan MRS : Sesak Nafas, Demam, BAK Nama Dokter : dr. Rohayat
Riwayat Alergi Padang sering dan Berbusa, Mual Bilmahdi, SpPD
: Tidak Ada dan Muntah Nama Apoteker : Apt. Juni Fitrah,
Riwayat Penyakit : DM Tipe 2 M.Farm

Regimen Evaluasi
No. Hari/Tanggal Manifestasi ESO Nama Obat Cara Mengatasi ESO
Dosis Tanggal Uraian
Gangguan fungsi hati Paracetamol Konsumsi sesuai
jika dikonsumsi dengan dosis yang
dalam jangka waktu dianjurkan dan
1 lama dan dengan hentikan pemakaian
dosis tinggi jika efek analgesik
antipiretik sudah
didapatkan

Hipoglikemia Insulin Konsumsi makanan


(Novorapid “segera” sebelum
2 dan levemir) maupun sesudah
insulin diberikan

35
Anemia (1-20%), Arixtra Asupan makanan
demam, mual penambah darah,
3 hentikan pemakaian
jika terjadi anemia
berat

dst

36
DFP – 4 FORM RENCANA KERJA FARMASI DAN LEMBAR PEMANTAUAN

Nama Penderita : Ny. WR Farmasis : Apt. Juni Fitrah, M.Farm


No. RM dan Ruang : 00.46.19.49 Tanggal :
Parameter Hasil akhir
Rekomendasi Frekuensi tgl tgl
Tujuan Farmakoterapi yang yang tgl tgl tgl tgl tgl tgl
Terapi Pemantauan
dipantau diinginkan
Kadar GD
Sewaktu
Kadar gula < 200
Penanganan Novorapid darah berada mg/dl
GD puasa 70 - Secara berkala
Hiperglikemia Levemir pada batas
normal 125 mg/dl
GD 2 jam PP
< 200
mg/dl
Frekwensi
Mengurangi mual dan Tidak lagi
Domperidon mual dan Secara berkala
muntah mual,muntah
muntah

Suhu tubuh Suhu normal


Penanganan demam 3x sehari
Paracetamol pasien (36-37ºc)

37
Penanganan ASHD
Dada tidak
(Arteriosklerotic Heart Arixtra Nyeri dada Secara berkala
terasa nyeri
Disease)

Kadar
trombosit / Trombosit
Penanganan platelet Clopidogrel berkala
protombin normal
time

Penanganan Kalium pada 3,8 – 5,0


KCl berkala
hipokalemia range normal mmol/L

Bakteri Bakteri
Ceftriaxon,
Anti bakteri penyebab menjadi tidak
ciprofloxacin
infeksi ada

Kadar GD
Sewaktu
Kadar gula < 200
Penanganan Novorapid darah berada mg/dl
GD puasa 70 - Secara berkala
Hiperglikemia Levemir pada batas
normal 125 mg/dl
GD 2 jam PP
< 200
mg/dl

38
Frekwensi
Mengurangi mual dan Tidak lagi
Domperidon mual dan Secara berkala
muntah mual,muntah
muntah

39
PENGKAJIAN OBAT

NaCl 0,9 %
Penggunaan Mengganti cairan tubuh yang hilang
Mengatur keseimbangan cairan tubuh
Mengatur kerja dan fungsi otot jantung
Mendukung metabolisme tubuh dan
merangsang kerja syaraf

Dosis Dosis Nacl 0,9% diberikan sesuai dengan


kondisi pasien
Indikasi Dehidrasi
Cuci luka

Kontra Indikasi Hipersensitifitas

ESO Demam, gatal gatal, ruam, iritasi, kulit


kemerahan

Ceftriaxone Inj
Mekanisme Bekerja dengan 1 atau lebih dari protein
kerja pengikat penisilin yang menghambat sintesis
transpeptidasi peptidoglikan di dinding sel
bakteri, sehingga menghambat biosintesis
dan menahan rantai dinding sel yang
mengakibatkan sel bakteri

Gol Antibiotika Sefalosporin

Indikasi Infeksi bakteri seperti : gonorhoe dan infeksi


lainnya

Kontra indikasi Hipersensitifitas, Hiperbilirubinemia


neonatus

Interaksi Meningkatkan efek dari warfarin

40
Kadarnya meningkat bila digunakan bersama
dengan probenecid
Meningkatkan efek racun dari Aminoglikosida
terhadap ginjal
ESO Nyeri tenggorokan, nyeri perut, mual,
muntah ,diare, feses berwarna hitam

Dosis Infeksi bakteri : 1-2 gram/ hari. Dosis harian


tidak lebih dari 2 gram

Farmakokinetika A : Diserap dengan baik (IM), waktu puncak


plasma 2 jam

D : didistribusikan secara luas ke jaringan


tubuh dan cairan. Melintasi plasenta dan ASI
(konsentrasi rendah), empedu (Konsentrasi
tinggi). VD : 6-14 L. Ikatan protein Plasma :
85-95%

E : Urin (sekitar 4-65% sebagai obat tidak


berubah) dan sisanya melalui feses (senyawa
tidak berubah dan secara mikrobiologis tidak
aktif). Waktu paruh plasma : 6-9 jam

Ciprofloxacin Inf
Mekanisme Anti infeksi floroquinolone, menghambat
kerja sintesis DNA dan topoisomerase IV yang
berperan penting dalam replikasi DNA

Gol Antibiotika Quinolon

Indikasi Infeksi bakterial seperti: Infeksi saluran


kemih, infeksi saluran cerna, infeksi mata,
infeksi kulit, Pneumonia, infeksi tulang dan
sendi

Kontra indikasi Hipersensitifitas

Interaksi Meningkatkan kadar obat clozapin dan


Teofillin dalam darah jika dipakai bersamaan.

41
Probenecid dapat meningkatkan kadar
ciprofloksasin dalam darah.
Meningkatkan efek obat obat pengencer
darah Warfarin
Mempengaruhi kadar phenytoin dalam darah

ESO Sakit kepala, diare, mual, sering buang angin

Dosis ISK: akut dan tidak terkomplikasi: 250 mg/12


jam, durasi 3x sehari
Ringan /sedang : 250 mg/ 12 jam dengan
durasi 1-2 minggu
Parah/ terkomplikasi: 500 mg/ 12 jam dengan
durasi 1-2 minggu
Farmakokinetika A : diserap dengan cepat dan baik di saluran
GI. BA : 70-80% (oral). Waktu puncak
konsentrasi plasma : 1-2 jam (oral)
D : Distribusi secara luas dalam tubuh,
melintasi plasenta dan ASI, di empedu
(konsentrasi tinggi). Ikatan protein plasma :
20-40%
M : dikonversi menjadi oxociprofloxacin,
sulfociprofloxacin dan metabolit aktif lainnya
E : melalui urin sebagai obat tidak berubah
kira-kira 40-50% (oral) dan hingga 70%
(parenteral), Feses 20-30% (oral) dan 15% IV.
Waktu paruh eliminasi kira-kira 3-5 jam

Paracetamol 500 mg
Mekanisme Paracetamol mengurangi rasa sakit dengan
kerja cara mengurangi produksi zat dalam tubuh
yang disebut prostaglandin. Prostaglandin
adalah unsur yang dilepaskan tubuh sebagai
reaksi terhadap rasa sakit. Paracetamol
menghalangi produksi prostaglandin, sehingga
tubuh menjadi tidak terlalu fokus pada rasa
sakit. Paracetamol juga bekerja dengan

42
memengaruhi bagian otak yang berfungsi
mengendalikan suhu tubuh

Gol Analgetik-Antipiretika

Indikasi Meredakan rasa sakit (nyeri) ringan sampai


sedang dan obatdemam (sebagai penurun
panas)

Kontra indikasi pasien yang memiliki riwayat


hipersensitif.,,gagal ginjal berat dan kerusakan
hati berat.

Interaksi Metoclopramide : meningkatkan efek analgetik


paracetamol.
Carbamazepine, fenobarbital dan fenitoin :
meningkatkan potensi kerusakan hati.
Kolestiramin dan lixisenatide : mengurangi
efek farmakologis paracetamol.
Antikoagulan warfarin : paracetamol
meningkatkan efek koagulansi obat ini
sehingga meningkatkan potensi resiko
terjadinya perdarahan

ESO Ruam, pembengkakan, kesulitan bernapas –


gejala alergi, hipotensi,Trombosit dan sel
darah putih menurun , kerusakan ginjal.,
termasuk gagal ginjal akut. Kerusakan hati
terutama jika penggunaanya melebihi dosis
yang dianjurkan

Dosis oral 0,5–1 gram setiap 4–6 jam hingga


maksimum 4 gram per hari; anak–anak umur 2
bulan: 60 mg untuk pasca imunisasi pireksia, di
bawah umur 3 bulan 10 mg/kg bb (5 mg/kg bb
jika jaundice), 3 bulan–1 tahun 60 mg–120 mg,
1-5 tahun 120–250 mg, 6–12 tahun 250– 500
mg, dosis ini dapat diulangi setiap 4–6 jam jika
diperlukan (maksimum 4 kali dosisdalam 24
jam), infus intravena lebih dari 15 menit,
dewasa dan anak–anak dengan berat badan
lebih dari 50 kg, 1 gram setiap 4–6 jam,

43
maksimum 4 gram per hari, dewasa dan anak–
anak dengan berat badan 10 -50 kg, 15 mg/kg
bb setiap 4–6 jam, maksimum 60 mg/kg bb
per hari

Farmakokinetik A : Diserap baik setelah pemberian oral dan


rektal. Waktu mencapai konsentrasi plasma
sekitar 10-60 menit (oral), 15 menit (IV),
sekitar 2-3 jam (anus)

D : Didistribusikan sebagian besar jaringan


tubuh. Melintasi plasenta dan ASI. Ikatan
protein plasma sekitar 10-20%.

M : Dimetabolisme dihati melalui konjugasi


asam glukoronat dan sulfat.

E : Melalui urin (<5% sebagai obat tidak


berubah, 60-80% sebagai metabolit
glukoronide dan 20-30% sebagai metabolit
sulfat). T1/2 eliminasi sekitar 1-3 jam

Domperidone
Mekanisme Penghambat reseptor dopamine perifer.
kerja Meningkatkan peristaltic esophagus,
meningkatkan gastroduodenal dan
menurunkan tekanan sfingter esophagus,
motilitas lambung dan peristaltic sehingga
memfasilitasi pengosongan lambung dan
mengurangi waktu transit usus halus

Gol Anti emetika

Indikasi Mual, muntah, gangguan pencernaan, refluks


asam lambung

Kontra indikasi Gangguan hati, masalah gastrointestinal,


perforasi lambung dan usus

44
Interaksi Domperidon dapat menghambat efek
hipoprolaktinemik dari bromocriptine
Efek pengosongan lambung domperidon akan
terhambat bila digunakan bersamaan dengan
obat analgesik jenis opioid dan anti
muskarinik
ESO Pusing, sakit kepala, mengantuk, cemas,
diare, denyut jantung meningkat

Dosis Pereda mual dan muntah: Dewasa dan anak


>12 Tahun: 10 mg, 3x sehari. Dosis maksimum
30 mg/hari.
Anak < 12 Tahun : 0,25 mg/kgBB. 3x sehari

Farmakokinetik A : Diserap cepat. Makanan dapat


memperlambat penyerapan
BA : Sekitar 15% (oral dan anus). Waktu
mencapai kosentrasi plasma kira-kira 30
menit (oral) dan sekitar 1 jam (anus)
Distribusi : Asi (jumlah kecil), ikatan protein
plasma > 90%
M : Metabolisme di hati secara cepat dan luas
melalui oleh isoenzim CYP3A4 dan hidroksilasi
oleh isoenzim CYP3A4 dan CYP1A2
E : Melalui urin (sekitar 30% terutama sebagai
metabolit), feses (sekitar 66%, 10% sebagai
obat tidak berubah). Waktu paruh eliminasi :
Kira-kira 7,5 jam

Clopidogrel
Mekanisme Menghambat secara selektif terjadinya
kerja ikatan antara Adenosin di fosfat (ADP)
dengan platelet reseptor P2Y12, kemudian
mengaktivasi glikoprotein sehingga
mengurangi agregasi trombosit. Sehingga
berkhasiat sebagai anti gumpalan darah dan
melancarkan aliran darah.

Gol Anti platelet golongan Thienopyridine

45
Indikasi Serangan jantung, stroke, jantung koroner,
arteri perifer

Kontra indikasi Hipersensitif/alergi clopidogrel, pendarahan


aktif, kerusakan hati parah

Interaksi Mengganggu ekskresi clopidogrel jika


digunakan bersamaan dengan obat proton
pump inhibitor seperti omeprazol dan
lansoprazol.
Clopidogrel memperlambat ekskresi obat DM
Repaglinide
Konsumsi bersamaan NSAID meningkatkan
risiko pendarahan
ESO Lebam, mimisan, nyeri perut, gangguan
pencernaan seperti konstipasi, diare

Farmakokinetika A : Diserap cepat sekitar 50% di saluran GI.


Waktu puncak konsentrasi plasma : sekitar
30-60 menit.
D : Ikatan protein plasma 98% (obat induk),
94% turunan asam karboksilat
M : Metabolisme di hati melalui hidrolisis
yang dimediasi esterase menjadi turunan
asam karboksilat tidak aktif dan melalui
oksidasi yang dimediasi CYP450 (terutama
isoenzim CYP2C19) menjadi aktif metabolit
thiol
E : Melalui urin sekitar 50%, feses sekitar
46% sebagai metabolit dan obat yang tidak
berubah

Bisoprolol
Mekanisme Secara selektif dan kompetitif memblokir
kerja reseptor B1, tetapi tidak mempengaruhi atau
sedikit mempengaruhi reseptor B2 kecuali
pada dosis tinggi

46
Gol Beta blocker

Indikasi Hipertensi, angina pectoris, aritmia, gagal


jantung kronik (CHF)

Kontra indikasi Hipersensitif terhadap bisoprolol, asma, sinus

Interaksi Meningkatkan efek bisoprolol jika dikonsumsi


bersama dengan lidokain dan phenytoin
Meningkatkan risiko bradikardia (denyut
jantung lambat) jika dikonsumsi dengan
digoksin
Menurunkan efektifitas bisoprolol jika
digunakan bersamaan obat NSAID

ESO Pusing, gangguan tidur, bradikardia, diare,


infeksi saluran pernapasan, sesak nafas, jari
tangan dan jari kaki terasa dingin

Farmakokinetik A : Diserap hamper sepenuhnya dari saluran


GI.
BA : Sekitar 90% mencapai konsentrasi
plasma 2-4 jam
D : Volume distribusi 3,5 L/kg. ikatan protein
plasma : Sekitar 30%.
M : Metabolisme first-pass minimal
E : Melalui urin sekitar 50% bentuk obat tidak
berubah dan 50% sebagai metabolit. Waktu
paruh eliminasi plasma 10-12 jam

Simvastatin
Mekanisme Inhibitor reduktase HmG-CoA yang
kerja menghambat langkah dari biosintesa
(pembentukan) kolesterol dengan cara
inhibisi kompetitif enzim HmG-CoA reduktase

Gol Statin

47
Indikasi Hiperkolesterolemia

Kontra indikasi Penyakit liver aktif, hipersensitif, kehamilan


,ibu menyusui

Interaksi Rifampisin dapat mengurangi kadar


simvastatin
Simvastatin dengan antikoagulan (pengencer
darah) dapat meningkatkan risiko
pendarahan
Colchicine, amiodaron, verapamil, diltiazem
meningkatkan risiko miopati dan
rhabdomiolisis
Simvastatin mengurangi efek sitostatik dari
Rituximab
ESO Neuropati perifer, Diare, Peningkatan
elektrolit kalium, gagal ginjal akut,
peningkatan SGOT, SGPT, kekeruhan lensa
mata

Farmakokinetik A : Diserap 85% dengan baik di saluran GI.


BA : <5%. Waktu puncak konsentrasi plasma
1-2 jam
D : Pengikatan protein plasma sekitar 95%
M : di hati melalui isoenzim CYP34A menjadi
B-hydroxyacid (metabolit aktif utama)
E : Terutama di feses (60% sebagai
metabolit), urin 10-15% bentuk tidak aktif.
Waktu paruh eliminasi : 1,9 jam metabolit
aktif

Novorapid
Mekanisme Membantu glukosa masuk ke dalam sel
kerja tubuh, sehingga tubuh bisa mengubahnya
menjadi energi.
Obat digunakan segera sebelum atau
sesudah makan

48
Gol Insulin aspart
Indikasi Diabetes mellitus

Kontra indikasi Hipoglikemia, penyakit ginjal, penyakit hati

Interaksi
ESO Gatal, ruam kulit, cepat berkeringat,
kesulitan bernafas, denyut jantung cepat

Dosis Dosis bersifat individual, disesuaikan dengan


kondisi pasien.
Dosis lazim : 0,5 -1 IU/kgBB/hari

Farmakokinetika Konsentrasi plasma rata-rata maksimum 492


pmol / l dicapai 40 menit setelah dosis
subkutan 0,15 U / kg berat badan pada
pasien diabetes tipe 1. Konsentrasi insulin
kembali ke garis dasar sekitar 4 hingga 6 jam
setelah dosis. Tingkat penyerapan agak
lambat pada pasien diabetes tipe 2,
menghasilkan Cmax yang lebih rendah (352 ±
240 pmol / l) dan kemudian tmax (60 menit).
Penurunan tingkat penyerapan pada pasien
berusia lanjut, menghasilkan tmax (82
menit)

Levemir
Mekanisme kerja Membantu glukosa masuk ke dalam sel
tubuh, sehingga tubuh bisa mengubahnya
menjadi energi.
Obat digunakan segera sebelum atau sesudah
makan
Gol Insulin long acting
Indikasi Diabetes mellitus
Kontra indikasi Hipoglikemia, penyakit ginjal,penyakit hati
Interaksi

49
ESO Gatal, ruam kulit, cepat berkeringat, kesulitan
bernafas, denyut jantung cepat

Dosis 0,1-0,2 unit/kg/hari


Farmakokinetika A : 6-8 Jam setelah pemberian
D : Volume distribusi sekitar 0,1 I/kg, sebagian
besar beredar dalam darah
M : Membentuk metabolit tidak aktif
E : T1/2 antara 5-7 jam tergantung dosis

Arixtra (Fondaparinux Na)


Mekanisme Menurunkan kemampuan darah untuk
kerja membeku dengan cara menghambat aktifitas
faktor bekuan darah jenis Xa. Sehingga
mencegah terjadinya gumpalan darah

Gol Factor Xa inhibitor

Indikasi Tromboemboli vena (VTE)


Angina
Infark miokard

Kontra indikasi Hipersensitifitas, pendarahan aktif,


Endokarditis bakterial akut,
Gangguan ginjal berat

Interaksi Meningkatkan risiko pendarahan jika


digunakan bersamaan dengan desirudin,
obat fibrinolitik, heparin, antiplatelet, nsaid
ESO Anemia, pendarahan, purpura

Dosis VTE: 1x2,5 mg ,sc selama 5-9 hari


Angina : 1x2,5 mg selama 8 hari
Farmakokinetik A : Bioavaibiliti 100%. Waktu puncak plasma :
2-3 jam, konsentrasi plasma puncak : 0,34-
0,50 mg/L
D : ikatan protein 94%. Volume distribusi 7-
11 L
M:

50
E : T1/2 eliminasi 17-21 jam, eksresi melalui
urin

51
DAFTAR PUSTAKA

Tandra H. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui tentang Diabetes. Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama; 2009.

PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia; 2011.

Departemen Kesehatan. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Melitus.


2005.

Harding, Anne Helen et al. Dietary Fat adn Risk of Clinic Type Diabetes. A,erican
Journal of Epidemiology.2003;15(1);150-9.

Teixeria L. Regular physical exercise training assists in preventing type 2 diabetes


development: focus on its antioxidant and anti-inflammantory properties.
Biomed Central Cardiovascular Diabetology.2011; 10(2);1-15.

Bennett,P. Epidemiology of Type 2 Diabetes Millitus. InLeRoithet.al, Diabetes


Millitus a Fundamental and Clinical Text. Philadelphia: Lippincott William
& Wilkin s. 2008;43(1): 544-7.

PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia). 2006. Konsensus pengelolaan


dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di indonesia. Jakarta: Divisi
Metabolik Endokrin, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Kedokteran
Universitas Indonesia. h. 5-6, 30, 33

Dipiro, J.T., G.R., Wells, B.G., Schwinghammer, T.L., Dipiro, C.V. 2009.
Pharmacotherapy Handbook Seventh Edition, McGraw-Hill Companies,
Inc., New York.

Dipiro, Joseph. Dkk., 2016. Pharmacotherapy Principle and Practice Fourth Edition.
Mc Graw Hill Education. ISBN: 978-0-07-183503-9

Marinda, Dwi Ferina. Dkk. 2016. Tatalaksana Farmakologi DiabetesMelitus Tipe 2


pada Wanita Lansia dengan Kadar Gula Tidak Terkontrol. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung. J Medula Unila, Vol 2 No : 5, 26-32.

52

Anda mungkin juga menyukai