Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes mellitus secara umum merupakan suatu kondisi dimana

tubuh tidak mampu memproduksi hormon insulin yang dibutuhkan atau

tidak dapat memanfaatkan insulin yang dihasilkan secara optimal, untuk

menjaga kadar gula darah diatas normal menurut Tholib (2016). Diabetes

Mellitus ini merupakan penyakit jangka panjang sehingga perlu perawatan

serta perubahan peningkatan gaya hidup, salah satunya dengan cara diet

rendah glukosa dan olahraga secara rutin. Pengobatan medis pada pasien

Diabetes Mellitus membutuhkan perawatan jangka panjang, tetapi

masyarakat beranggapan bahwa jika gula darah kembali normal dan tidak

ada tanda dan gejala penyakit Diabetes Mellitus maka tidak mengkonsumsi

obat kembali, jarang melakukan aktivitas fisik, dan mengkonsumsi kembali

makanan yang tinggi gula, dan lemak. Sehingga perlu upaya

penatalaksanaan beri orientasi perubahan perilaku pada masyarakat. Pada

penderita diabetes mellitus dengan tidak bisa mengontrol makan dan

minuman yang manis ketika kadar gula kembali normal dan pengobatan

tidak dilanjutkan, dan juga penderita diabetes mellitus jarang untuk

mengecek kadar gula darahnya secara rutin di fasilitas kesehatan

(Anugraheni, 2021).

Berdasarkan Pus Datin 2020, dalam kasus global diabetes mellitus

Organisasi International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan

1
sedikitnya terdapat 463 juta orang pada usia 20-79 tahun di dunia

menderita diabetes pada tahun 2019 atau setara dengan angka prevalensi

diabetes diperkirakan meningkat seiring penambahan umur penduduk

menjadi 19,9% atau 111,2 juta orang pada umur 65- 79 tahun. Angka

prediksi terus meningkat hingga mencapai 578 juta di tahun 2030 dan 700

juta di tahun 2045. Prevalensi diabetes penduduk umur 20-79 tahun

berdasarkan regional tahun 2019 secara global mencapai 8,3% dan Asia

Tenggara berada di urutan ke-3 (11,3%). Indonesia berada di peringkat ke-7

diantara 10 negara dengan jumlah penderita terbanyak, yaitu sebesar 10,7

juta. Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara, sehingga

besarnya kontribusi Indonesia terhadap prevalensi kasus diabetes di Asia

Tenggara (InfoDATIN, 2020). Organisasi International Diabetes Mellitus

Federation (IDF) memperkirakan sedikitnya ada 463 juta orang pada usia

20-79 tahun di dunia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) yang

dilaksanakan pada tahun 2018 pravelensi diabetes mellitus di Indonesia

sebesar 2% (10,7 juta orang). Hampir semua provinsi Indonesia mengalami

peningkatan jumlah penderita diabetes mellitus, dengan provinsi Jawa Timur

menempati posisi kelima yaitu sebanyak 2,02% dari keseluruhan jumlah

penderita diabetes mellitus di Indonesia. Kabupaten Sidoarjo sendiri

berkontribusi sebanyak 7,8% dari jumlah diabetes mellitus di Jawa Timur

(DinkesProvJatim, 2020). Penderita Diabetes Mellitus yang mendapatkan

pelayanan kesehatan sesuai standar adalah pelayanan kesehatan sesuai

standar kepada seluruh penderita (DM) usia 15 tahun ke atas sebagai upaya

2
pencegahan sekunder, presentase penderita Diabetes Mellitus yang

mendapatkan pelayanan Puskesmas Tanggulangin tahun 2020 adalah 100%

(2.660 pasien yang mendapat pelayanan kecehatan) (Profil Kesehatan

Sidoarjo, 2021).

Meningkatnya Diabetes Mellitus disebabkan karena gaya hidup

masyarakat yang berubah sesuai dengan meningkatnya kemakmuran, serta

gaya hidup terutama dikota besar. Pola makan yang dahulunya mengandung

sayuran, karbohidrat dan serat kini berganti pola makanan modern yang

instan seperti junk food yang mengandung banyak protein, lemak, gula,

garam dan mengandung sedikit serat. Penderita diabetes melitus berisiko

mengalami komplikasi dari berbagai penyakit seperti penyakit arteri

koroner, stroke, dan penyakit pembuluh darah perifer. Orang dengan

diabetes melitus tiga kali lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit

arteri koroner, lima kali lebih mungkin untuk mengalami luka gangren, lebih

mungkin untuk mengalami gagal ginjal, lebih mungkin untuk

mengembangkan kerusakan retina, dan dapat menyebabkan kebutaan

dibandingkan dengan penderita diabetes mellitus tipe dua dari pada pasien

penderita non diabetes mellitus.

Tindakan penatalaksanaan yang perlu dilakukan yaitu pencegahan

dan penanggulangan diabetes mellitus dengan cara mengatur manajemen

kesehatan keluarga dan pasien dalam mengelola Diabetes Mellitus dengan

cara pemberian edukasi kepada keluarga. Dalam kasus ini peran perawat

sangat dibutuhkan dalam mengatasi ketidakefektifan manajemen kesehatan

3
keluarga pada diabetes mellitus. Peran promotif yaitu memberikan

penyuluhan kepada keluarga dan klien tantang pengertian, penyebab, tanda

dan gejala serta pengobatan Diabetes. Peran preventif yaitu membiasakan

diri untuk hidup sehat dengan melakukan perencanaan pola makan diet yang

tepat, mengontrol kadar gula darah, melakukan olahraga dan latihan. Peran

kuratif yaitu dengan memberikan obat antidiabetes dan insulin. Peran

rehabilitatif yaitu dengan mengevaluasi kondisinya. Salah satu upaya untuk

mencegah terjadinya Diabetes Mellitus adalah dengan melakukan

pemeriksaan guda darah secara rutin dan perubahan gaya hidup kearah

yang lebih sehat (Anugraheni, 2020).

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diangkat adalah “ Bagaimana Asuhan

Keperawatan Keluarga Dengan Diagnosa Medis Diabetes Mellitus di Desa

Wilayah Kerja Puskesmas Muara Dua”

C. Tujuan

1. Mengkaji keluarga dengan diagnosa medis Diabetes Mellitus di Desa di

Wilayah Kerja Puskesmas Muara Dua

2. Merumuskan asuhan keperawatan pada keluarga dengan diagnosa medis

Diabetes Mellitus di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Dua

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh

ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena

penggunaan yang tidak efektif dari produksi insulin (kemenkes, 2021).

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik

menahun akibat pankreas tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak

dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin

merupakan hormon yang mengatur keseimbangan kadar gula dalam darah,

akibat peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah atau hiperglikemi.

(Kemenkes RI, 2014).

B. Klasifikasi

1. Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes Mellitus tergantung pada insulin (Insulin Dependen Diabetes

Mellitus) IDDM, atau diabetes pada anak-anak, di tandai dengan

distruksi sel beta pankreas mengakibatkan difisiensi insulin absolut. DM

Tipe I diturunkan sebagai heterogen, sifat multigenik

2. Diabetes Mellitus Tipe 2

5
Non Insulin Dependen Diabetes Melitus (NIDDM) dulunya disebut

dengan Diabetes Melitus tak-tergantung insulin.

3. Dabetes Mellitus Gestasional

Diabetes tipe ini disebut juga dengan Gastotional Diabetes terjadi

karena intoleransi glukosa yang diketahui selama kehamilan pertama.

Wanita dengan diabetes selama kehamilan memiliki peningkatan risiko

diabetes selama kehamilan dan peningkatan risiko diabetes setelah usia

5 sampai 10 tahun

4. Diabetes Mellitus Tipe Khusus

Diabetes Melitus tipe spesifik lain ditandai dengan kelainan

genetik pada sel beta, kelainan genetik pada jinerja insulin, penyakit

pankreas eksokrin, gangguan endokrin, diinduksi obat atau bahan kimia,

infeksi. (Black,joyce, 2014).

C. Etiologi

1. Diabetes Mellitus Tipe 1

Diabetes mellitus tipe 1 ditandai dengan adanya gangguan sekresi

insulin (defisiensi insulin) maksudnya produksi insulin dalam tubuh

berkurang karena terjadi kerusakan pada sel beta pankreas (Putra, 2019).

Penyebab diabetes ini diantaranya :

1) Genetik, Jika salah satu atau kedua orang tua dari seorang anak

menderita Diabetes, maka anak tersebut akan beresiko terkena

Diabetes.

6
2) Autoimun, tubuh mengalami alergi terhadap salah satu jaringan

atau jenis selnya sendiri. Dalam kasus ini alergi yang ada dalam

pankreas. Oleh sebab itu, tubuh kehilangan kemampuannya

untuk membentuk insulin karena sistem kekebalan tubuh

menghancurkan sel-sel yang memproduksi insulin.

3) Virus dan zat kimia, yang menyebabkan kerusakan pada pulau

sel atau kelompok sel dalam pankreas tempat insulin dibuat.

Semakin banyak pulau yang rusak, semakin besar

kemungkinan seseorang menderita Diabetes.

2. Diabetes Mellitus Tipe 1

Tanda dari diabetes tipe 2 adalah terjadi resistensi insulin.

Resistensi insulin ialah suatu kondisi dimana tubuh tidak dapat bertindak

secara proposional dengan konsentrasi darah, faktor yang berhubungan

dengan terjadinya proses Diabetes Mellitus antara lain (Putra, 2019) :

1) Faktor genetik, jika orang tua atau saudara kandung memiliki

penyakit, dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2

2) Pola makan dan gaya hidup, yang tidak sehat adalah penyebab

utama pankreas tidak memproduksi insulin secara optimal.

Penyebab utamanya adalah konsumsi makanan cepat saji, dan

berlemak, makanan tidak sehat. Kurang olahraga dan kurang

istirahat juga berpengaruh terhadap munculnya penyakit

diabetes mellitus.

3) Kadar kolesterol tinggi, kolesterol tinggi dalam darah, menyerap

7
insulin yang diproduksi oleh pankreas. Bagaimanapun, tubuh

tidak dapat menyerap insulin ini dan mengubahnya menjadi

energi.

4) Obesitas atau kelebihan berat badan, disebabkan oleh timbunan

lemak yang tidak bermanfaat bagi tubuh. Seperti kolesterol,

lemak menyerap produksi insulin dari pancreas, sehingga tubuh

tidak bisa mendapatkan insulin untuk energi.

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis diabetes mellitus tergantung dari tingkat

hiperglikemia yang dialami pasien. Manifestasi klinis khas yang dapat

terjadi pada semua jenis diabetes melitus meliputi trias poli yaitu, poliuria,

polidipsi, dan poliphagi. Poliuri dan podipsi terjadi sebagai akibat dari

kehilangan cairan berlebihan yang berhubungan dengan diuresis osmotik.

Pasien juga menderita polifagia akibat gangguan metabolisme yang

disebabkan oleh defisiensi insulin serta pemecahan lemak dan protein.

Gejala lainnya meliputi kelemahan, kelelahan, gangguan penglihatan

mendadak, tangan dan kaki gatal atau mati rasa, kulit kering, lesi luka yang

lambat sembuh, dan infeksi (Rusdi, 2020).

Gejala umum mungkin tidak parah atau tidak ada sebagai akibat dari

hiperglikemia persisten yang menyebabkan perubahan patologis dan

fungsional yang terjadi jauh sebelum diagnosis dibuat, dengan risiko

retinopati, yang berpotensi menyebabkan kebutaan, nefropati, yang dapat

8
menyebabkan gagal ginjal, dan/atau disfungsional otonom, termasuk ulkus

diabetik, amputasi, sendi charcot, dan disfungsi seksual. Komplikasi

neuropati tertentu termasuk progresi (WHO, 2016).

E. Patofisologi

Diabetes mellitus diklasifikasi menjadi 3 jenis yaitu diabetes

mellitus tipe 1, diabetes mellitus 2, serta diabetes mellitus gestasional.

Diabetes mellitus tipe satu dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain

dari faktor genetik, infeksi virus, aktivitas yang kurang / kurang olahraga,

atau dapat disebabkan oleh usia. Faktor-faktor tersebut menyebabkan

kerusakan pada pankreas sehingga pankreas tidak dapat memproduksi

insulun secara maksimal, dan terjadi penurunan produksi insulin. Saat tubuh

mengalami kekurangan insulin, kadar gula dalam darah tidak dapat dioleh

menjadi energi hingga terjadi penumpukan kadar gula darah (hiperglikemia)

sehingga terjadi diabetes mellitus tipe 1, sedangkan faktor yang

mempengaruhi risiko diabetes mellitus tipe 2 adalah obesitas. Penderita

obesitas biasanya mengalami penurunan aktivitas pada jaringan lemak dan

otot, hal ini menyebabkan tubuh mengalami resistensi terhadap insulin

walaupun pankreas tetap memproduksi insulin secara normal. Akibat dari

resistensi insulin ini, sel-sel tubuh tidak dapat menyerap glukosa

sebagaimana mestinya. Kondisi ini menyebabkan penumpukan glukosa di

dalam darah, sehingga kadar glukosa tubuh melebihi batas normal dan

terjadilahdiabetes mellitus tipe 2, sedangkan diabetes mellitus gestasional

sering terjadi pada wanita hamil dengan produksi insulin yang tidak

9
mencukupi untuk mengontrol kadar glukosa. Faktor risiko yang

mempengaruhinya hampir sama dengan diabetes mellitus tipe 1 maupun

diabetes mellitus tipe 2. Wanita dengan diabetes mellitus gestasional

berisiko mengalami diabetes mellitus tipe 2 dikemudian hari. Pada proses

terapi pengobatan ini penderita diabetes mellitus sering mengalami masalah

ketidakpatuhan yang terjadi karena beberapa faktor, dan salah satunya

adalah kompleksitas atau waktu yang dibutuhkan untuk pengobatan lama.

Akibat dari ketidakpatuhan ini menyebabkan risiko kadar glukosa tidak

mengalami penurunan (hiperglikemia) sehingga timbul risiko

ketidakstabilan kadar glukosa darah.

F. Komplikasi

Menurut (Damayanti, 2015), mengklasifikasi komplikasi diabetes

mellitus menjadi 2 kelompok besar, yaitu komplikasi akut dan komplikasi

kronis :

1. Komplikasi Akut

a. Hipoglekemia

Ini adalah komplikasi diabetes akut yang dapat kambuh,

memperburuk diabetes, dan bahkan menyebabkan kematian. Risiko

hipoglikemia muncul karena ketidaksempurnaan, dan saat ini

pemberian insulin masih belum dapat sepenuhnya meniru pola

fisiologis. Hipoglikemia dibagi menjadi 3 yaitu, :

10
 Hipoglikemia ringan : simptomatik, dapat diatasi sendiri,

tidak ada gangguan aktivitas sehari-hari yang nyata.

 Hipoglikemia sedang : simptomatik dapat diatasi

sendiri,dan menimbulkan gangguan aktivitas sehari-hari

yang nyata.

 Hipoglikemia berat : sering tidak simptomatik, karena

gangguan kognitif klien tidak mampu mengatasi sendiri.

b. Diabetes Ketoasidosis

Diabetes ketoasidosis (DKA) adalah salah satu komplikasi

akut karena kondisi kehilangan air, kalium, ammonium dan natrium

menyebabkan hipovolemia, ketidakseimbangan elektrolit, kadar

glukosa tinggi, dan pemecahan asam lemak bebas menyebabkan

asidosis dan sering terjadi koma

2. Komplikasi Kronik

a. Komplikasi Makrovaskuler

Komplikasi ini disebabkan oleh perubahan diameter

pembuluh darah menebal dari plak yang menempel, menyebabkan

pengerasan dan penyumbatan. Komplikasi makrovaskuler yang

paling umum adalah penyakit arteri koroner, penyakit

serebrovaskular, dan penyakit pembuluh darah (Smeltzer, 2002

dalam Rusdi, 2020).

b. Komplikasi Mikrovaskuler

11
Perubahan mikrovaskuler termasuk kelainan struktual pada

membran pembuluh darah kecil dan kapiler. Kelainan pada

pembuluh darah ini menyebabkan dindingnya menebal, mengurangi

aliran darah ke jaringan. Komplikasi mikrovaskuler terjadi pada

retina yang menyebabkan retinopati diabetik dan pada ginjal

menyebabkan nefropati diabetik (Sudoyo, 2009 dalam Rusdi, 2020).

c. Komplikasi Neuropati

Neuropati diabetik adalah sindrom penyakit yang

mempengaruhi semua jenis saraf, yaitu saraf perifer, otonom dan

tulang belakang. Komplikasi neuropati prifer dan otonom

menyebabkan masalah di kaki, yaitu komplikasi berupa ulkus kaki

biasanya tidak muncul dalam 5 -10 tahun pertama setelah ter

diagnosis diabetes tipe 2. Mungkin ada tanda-tanda komplikasi saat

pasien memiliki diabetes melitus yang tidak terdiagnosis selamat

beberapa tahun (Smelzer, 2008). Neuropati diabetik adalah sindrom

penyakit yang mempengaruhi semua jenis : saraf perifer, otonom,

dan tulang belakang. Komplikasi neuropati perifer dan otonom

menyebabkan masalah di kaki yaitu ganggren kaki diabetik.

G. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan pasien diabetes mellitus adalah mengontrol kadar

gula darah dalam rentang normal dengan cara :

12
a. Asupan makanan atau prinsip diet menurut Tjokoperwiro (2012)

adalah tepat jadwal, tepat jumlah, dan tepat jenis :

 Tepat Jadwal

Rencana yang tepat nutrisi harus mengakomodasi enam kali

makan, atau interval dibagi menjadi 3 kali makan utama dan 3

kali snack. Perlu makan dengan jadwal yang teratur untuk

menjaga keseimbangan gula dalam darah. Penting untuk snack

diantara waktu makan untuk mencegah hipoglikemia

(menurunnya kadar gula darah). Jadwal makan dibagi menjadi

enam bagian makan :

(1) Makan pagi pukul 06.00-07.00

(2) Selingan pagi pukul 09.00-10.00

(3) Makan siang pukul 12.00-13.00

(4) Selingan siang pukul 15.00-16.00

(5) Makan malam pukul 18.00-19.00

(6) Selingan malam 21.00-22.00

 Tepat Jumlah

Menurut PERKENI (2011), pengelolaan gizi dan

pencegahan diabetes perlu memperhatikan asupan makan.

Jumlah makanan (kalori) yang dianjurkan bagi penderita diabetes

adalah makan dalam jumlah sedikit lebih sering, namun tidak

13
dianjurkan makan dalam jumlah besar atau banyak dalam satu

waktu agar pankreas tidak terbebani. Makan berlebihan tidak

baik untuk fungsi pankreas. Menurut Fauzi (2014) Asupan

makan yang berlebihan merangsang pankreas bekerja lebih keras.

Adapun pembagian kalori untuk setiap kali makan dengan pola

menu enam kali adalah sebagai berikut :

(1) Makan pagi atau sarapan jumlah kalori yang

dibutuhkan adalah 20% dari total kebutuhan kalori

setiap hari.

(2) Snack pertama jumlah kalori yang dibutuhkan adalah

10% dari total kebutuhan kalori sehari.

(3) Makan siang jumlah kalori yang dibutuhkan adalah

25% dari total kebutuhan kalori sehari.

(4) Snack kedua jumlah kalori yang dibutuhkan adalah

10% dari total kebutuhan kalori sehari.

(5) Makan malam jumlah kalori yang dibutuhkan adalah

25% dari total kebutuhan kalori sehari.

(6) Snack ketiga jumlah kalori yang dibutuhkan adalah

10% dari total kebutuhan kalori sehari.

b. Olahraga

Pada penderita Diabetes Mellitus olahraga adalah salah satu

kegiatan yang penting untuk meningkatkan sirkulasi darah. Olahraga

14
secara rutin sebanyak 3 kali dalam seminggu selama 30 menit, dapat

mengontrol kadar gula dalam darah dengan mengubah glukosa menjadi

energi, dapat menurunkan berat badan dan dapat merangsang keluarnya

insulin, yang mengakibatkan insulin semakin meningkat, sehingga dapat

memperbaiki glukosa darah (Suryani, 2015).

H. Pemeriksaan Penunjang

Tabel 2.2 : Kadar gula glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode
enzimatik sebagai patokan penyaring
Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah Sewaktu DM Belun pasti DM

Plasma Vena >200 100-200


Darah Kapiler >200 80-100

Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)


Kadar Glukosa Darah Puasa DM Belum pasti DM

Plasma Vena >120 110-120


Darah Kapiler >110 90-110

I. Konsep Keluarga

Keluarga adalah dua orang atau lebih yang terikat oleh hubungan

darah, hubungan perkawinan dan hidup dalam satu rumah tangga, saling

berinteraksi dan dalam perannya masing-masing dalam menciptakan dan

memelihara kebudayaan (Friedman, 2010).

15
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Keluarga

diartikan dalam pengertian kekerabatan, dimana individu-individu bersatu

dalam suatu hubungan dalam perkawinan dengan menjadi orang tua. Dalam

arti eksternal, anggota keluarga adalah mereka yang memiliki hubungan

pribadi dan timbal balik dalam pelaksanaan kewajiban dan dukungan yang

dihasilkan dari kelahiran, adopsi atau perkawinan (Stuart, 2014).

1. Karakteristik Keluarga Sejahtera

Berdasarkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar, psikososial,

ekonomi, dan aktualisasi keluarga dalam masyarakat keluarga

dikelompokkan menjadi 5 tahap yaitu sebagai berikut :

a. Keluar pra sejahtera

Adalah yaitu kebutuhan pengajaran agama, pangan sandang, papan

dan kesehatan atau keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu

atau lebih indikator keluarga sejahteraan tahap 1

b. keluara sejahtera tahap 1

Keluarga yang telah memenuhi kebutuhan dasar secara minimal serta

memenuhi kebutuhan sosial psikologinya, yaitu kebutuhan

pendidikan, keluarga berencana (KB), interaksi dalam keluarga,

interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi.

c. keluarga sejahtera tahap 2

16
Keluarga telah dapat memenuhi kebutuhan secara minimal serta

telah emenuhi seluruh kebutuhan untuk menabung dan memperoleh

informasi

2. Struktur Keluarga

Struktur keluarga oleh Friedman dalam (Harmoko, 2012) terdiri dari

bermacam-macam, diantaranya adalah :

a. Struktur komunikasi

Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan

secara jujur, terbuka, melibatkan emosi, konflik selesai, dan ada

hierarki kekuatan. Komunikasi keluarga bagi pengirim yakin

mengemukakan pesan secara jelas dan berkualitas, serta meminta

dan menerima umpan baik. Penerima pesan mendengarkan pesan,

memberikan umpan balik, dan valid.

b. Struktur peran

Serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi sosial yang

diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal atau

informal. Posisi atau status adalah posisi individu dalam masyarakat

misal status sebagai istri / suami.

c. Struktur Keuangan

Kemampuan dari individu untuk mengontrol, mempengaruhi atau

mengubah perilaku orang lain. Hak (Legitimate Power), ditiru

(Referen Power), keahlian (Exper Power), hadiah (Reward Power),

paksa (Coercive Power), dan efektif power.

17
J. Konsep Asuhan Keluarga

1. Pengkajian

Pengkajian adalah suatu tahapan dimana seorang perawat

mengambil data atau informasi secara terus-menerus terhadap anggota

yang dibinanya (Andarmo, 2012). Hasil pengkajian yang dilakukan

perawat berguna untuk menentukan masalah keperawatan yang muncul

pada pasien.

2. Implementas

Implementasi keperawatan adalah tahap dimana perawat

mengimplementasikan rencana atau intervensi yang telah dilaksanakan

sebelumnyasebelumnya. Berdasarkan terminologi SIKI, implementasi

terdiri dari mengimplementasikan dan mendokumentasikan langkah-

langkah spesifik yang digunakan untuk melakukan intervensi (Tim Pokja

DPP PPNI SIKI, 2018).

3. Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan langkah terakhir dalam proses

keperawatan , mengukur respon klien terhadap intervensi keperawatan

dan kemajuan klien menuju tujuan (Perry dkk, 2010).

Evaluasi asuhan keperawatan di dokumentasikan dalam bentuk SOAP

yaitu S (Subjektif) dimana perawat menemui keluhan pasien yang masih

18
dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan, O (Objektif) adalah

data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara

langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan

keperawatan, A (Assesment) yaitu interpretasi makna data subjektif dan

objektif untuk menilai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dalam

rencana keperawatan tercapai. Dapat dikatakan tujuan tercapai apabila

pasien mampu menunjukkan perilaku sesuai kondisi yang ditetapkan

pada yujuan, sedangkan tidak tercapai apabila pasien tidak mampu

menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan tujuan, dan P

(Planing) merupakan rencana tindakan berdasarkan analisis. Jika tujuan

telah tercapai, maka perawat akan menghentikan rencana, apabila belum

tercapai perawat akan melakukan modifikasi rencana untuk melanjutkan

rencana keperawatan pasien. Evaluasi ini disebut juga evaluasi proses

(Dinarti dkk, 2013)

19
BAB III

PEMBAHASAN

A. Perencanaan

Hasil penelitian yang dilakukan penulis, umur responden yang

paling banyak terkena Penderita Pencegahan Diabetes Melitus di

Puskesmas Pancur Batu Tahun 2017 mayoritas pada umur 50-70 tahun

yaitu 80,5% ( 33 responden ). Penulis berasumsi bahwa umur berkaitan

dengan penyakit diabetes melitus, dikarenakan pada umur tersebut

responden sudah memasuki masa lansia akhir atau juga disebut manula,

sehingga filtrasi dari diabetes melitus semakin melemah yang

menyebabkan responden pada umur tersebut dapat lebih mudah terserang

diabetes melitus. Hal ini sejalan dengan penelitian menurut Oxtavia (2013)

20
yang mengatakan pada umumnya kualitas hidup menurun dengan

meningkatnya umur. Penderita Diabetes Melitus yang berumur muda akan

berkualitas hidup yang lebih baik oleh karena kondisi fisiknya yang lebih

baik dibandingkan yang berumur tua. Penderita yang berumur muda akan

merasa terpacu untuk sembuh mengingat dia masih muda dan mempunyai

harapan hidup yang lebih tinggi sebagai tulang punggung keluarga,

sementara yang berumur tua menyerah keputusan pada keluarga atau anak-

anaknya. Secara fidiologis pertumbuhan dan perkembangan digambarkan

pada umur 50-70 tahun, dan filtrasi diabetes melitus pada orang dewasa

mengalami penurunan yang diakibatkan umur mereka yang sudah

memasuki masa manula atau masa tua akhir.

Hasil penelitian yang dilakukan penulis, pendidikan responden

yang paling banyak terkena penderita Pencegahan Diabetes Mlitus di

Puskesmas Pancur Batu tahun 2017 mayoritas SMA 58,5 (24 responden).

Penulis berasumsi bahwa pendidikan berkaitan dengan terjadinya diabetes

melitus dikarenakan responden sulit untuk memahami dan menyerap

informasi tentang penderita diabetes melitus. Hal ini didukung oleh

penelitian Kusumawardani (2010) mengatakan penderita yang memiliki

pendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dan

membawa ke hal yang positif juga memungkinkan penderita itu dapat

mengontrol dirinya dalam mengatasi masalah yang dihadapi, mempunyai

perkiraan yang tepat bagaimana mengatasi kejadian, mudah mengerti

tentang apa yang diajurkan oleh petugas kesehaatn, serta dapat

21
mengurangi kecemasan sehingga dapat membantu individu tersebut dalam

mebuat keputusan. Dan sesuai dengan teori Mantra YB (2003) yang

mengatakan bahwa pendidikan berarti bimbingan yang diberikan

seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita

tertentu yang menentukan manusia untuk mengisi kehidupan untuk

mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk

mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga

dapat meningkatkan kualitas hidup pendidikan dapat mempengaruhi

seseorang termasuk juga perilaku seseorang untuk ikut berperan serta

dalam pembangunan. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang

makin mudah menerima informasi.

Hasil penelitian yang dilakukan penulis, pekerjaan responden yang

Penderita Pencegahan Diabetes Melitus di Puskesmas Pancur Batu tahun

2017 mayoritas wiraswasta 54,5 (24 responden). Penulis beramsumsi

bahwa pekerjaan berkaitan dengan terjadinya diabetes melitus dikarenakan

wiraswasta pola makan tidak teratur karena faktor pekerjaan dan

kurangnya informasi dari orang lain tentang terjadinya penderita diebates

melitus, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis, mereka

mengatakan bahwa mereka kurang memenuhi pola makan yang tidak

teratur yang menyebabkan diabetes melitus. Hal ini sesuai dengan teori

Notoadmojo (2013) yang mengatakan bahwa pekerjaan adalah sesuatu

yang di kerjakan untuk mendapatkan nafkah atau pencarian masyarakat

yang sibuk dengan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari akan memiliki

22
waktu yang lebih untuk memperoleh informasi. Secara harfia/leksikal

masa kerja adalah dimana pekerja mulai pertama kali melakukan aktifitas

kerjanya berdasarkan ketentuan yang telah disepakti bersama. Hal ini

sejalan dengan peneliitian Linda (2013) mengatakan bahwa perkerjaan

wiraswasta lebih banyak dan berat daripada orang-orang yang bekerja

pada instansi pemerintahan atau perusahaan. Semua bidang pekerjaan

apapun pasti memiliki waktu bekerja dan memiliki jam istirahat bekerja.

Biasanya jam kerja seseorang tidak lebih dari 10 jam bekerja. Misalnya,

masuk jam 8 pagi pulang jam 5 sore, sedangkan wiraswasta bekerja mulai

dari dia bangun sampai malam hari ketika ia tidur atau sakit, mereka harus

tetap bekerja untuk keluarganya. Oleh karena kesibukan mereka,

terkadang mereka lupa untuk makan saja. Dan jika hal ini dilakukan secara

terus-menerus dapat menjadi salah satu pemicu terjadinya tipe diabetes

melitus yang semakin meningkat dan menyebabkan kencing manis

sehingga terjadinya diabetes melitus.

B. Pengetahuan Responden tentang Pencegahan Diabetes Melitus

Hasil penelitian yang dilakukan penulis, pengetahuan responden

yang terkena Penderita pencegahan Diabetes Melitus di Puskesmas Pancur

Batu tahun 2017 mayoritas berpengetahuan cukup yaitu 63,4% (26

responden). Pengetahuan berkatikan dengan terjadinya pencegahan

diabetes melitus dikarenakan masih ada responden yang memiliki tingkat

umur 50-70 tahun 80,5% (33 reponden),dan memiliki tingkat responden

23
jenis kelamin prempuan 51,2% (21 responden), yang memiliki tingkat

pendidikan SMA 61,0% (25 responden), dan yang tingkat pekerjaan

wiraswasta 58,5% (24 responden). Penulis berasumsi bahwa pengetahuan

responden yang cukup dipengaruhi tingkat pendidikan yang rendah karena

tingkat pendidikan yang rendah akan mempengaruhi daya serap responden

terhadap informasi sehingga responden kurang mampu dan sulit

memahami arti dan pentingnya kesehatan dan gangguan-gangguan

kesehatan yang mungkin dapat terjadi. Hal ini sejalan dengan teori

Nursalam (2003) yang mengatakan bahwa pengetahuan adalah hasil

“tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia,

yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba dengan

sendiri.

C. Pengetahuan Responden berdsarkan Karakteristik

Hasil penelitian yang dilakukan penulis, tingkat pengetahuan

responden berdasarkan umur mayoritas berpengetahuan cukup pada

rentang umur 50-70 tahun yaitu 44,0% (18 responden). Penulis berasumsi

bahwa umur berkaitan dengan pengetahuan dikarenakan pada umur 50- 70

tahun responden sudah memasuki masa tua atau manula yang

menyebabkan daya pikir dan daya ingat responden semakin melemah. Hal

ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Oxtavia (2013)

terhadap 41 responden menunjukkan bahwa sebagian besar responden

24
yang memiliki pengetahuan cukup berada pada rentang umur dewasa

tengah 30-49 tahun sebanyak 17,1% (7 responden), dan umur 20-29 tahun

2,4% (1 responden), yang menjelaskan bahwa penderita Diabetes melitus

yang berumur muda akan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik oleh

karena kondisi fisiknya yang lebih baik dibandingkan yang berumur tua.

Penderita Diabetes Melitus yang berumur muda akan merasa terpacu

untuk sembuh mengingat dia masih muda dan mempunyai harapan hidup

yang lebih tinggi tanggung jawab keluarga, sementara yang berumur tua

menyerahkan keputusan pada keluarga atau anak-anaknya. Hasil penelitian

yang dilakukan penulis, mayoritas responden yang memiliki pengetahuan

cukup jenis kelamin perempuan yaitu 26,9% (11 responden). Hal ini

terjadi karena mempengaruhi oleh faktor hormon dalam tubuh. Penelitian

ini sejalan menurut Agrina (2011)terhadap 41 responden menunjukkan

bahwa sebagian besar responden yang memiliki pengetahuan cukup untuk

pengetahuan laki-laki 36,6% ( 15 responden), pengetahuan cukup jenis

kelamin perempuan memang lebih menonjol dari pada laki-laki, hal ini

dapat dihubungkan dengan faktor hormonal yang lebih besar terdapat

didalam tubuh perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Faktor hormonal

inilah yang menyebabkan peningkatan lemak dalam tubuh atau obesitas.

Selain faktor hormonal yang menyebabkan timbulnya obesitas pada

perempuan, obesitas juga disebabkan karena kurangnya aktifitas pada

kaum perempuan dan lebih sering menghabiskan waktu untuk bersantai

dirumah. Hasil penelitian yang dilakukan penulis, mayoritas responden

25
yang memiliki pengetahuan cukup berpendidikan SMA yaitu 39% (16

responden). Penulis berasumsi bahwa pendidikan yang rendah akan

mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Hasil penelitian ini sama

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Desitasari (2014) dimana

penderita pencegahan diabetes melitus yang berpendidikan SD memiliki

pengetahuan cukup 7,3% (3 responden) dan pengetahuan cukup SMP

17,0% (7 responden) dikarenakan pendidikan berkaitan dengan

pengetahuan dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang

maka semakin mengerti dan sadar terhadap sesuatu hal, sebaliknya

semakin rendah tingkat pendidikan maka kemampuan menilai dan

kesadaran akan proses semakin lambat. Hal ini sejalan dengan teori

Nursalam (2001) tidak dapat dipungkiri bahwa jika seseorang tingkat

pendidikannya tinggi maka semakin mudah pula pengetahuan yang di

miliki. Hasil penelitian yang dilakukan penulis, mayoritas responden yang

memiliki pengetahuan cukup bekerja sebagai wiraswasta yaitu 41,5% (17

responden). Penulis berasumsi bahwa pekerjaan mempengaruhi tingkat

pengetahuan karena mereka kurang berinteraksi dengan orang lain

sehingga mereka kurang mendapatkan pengetahuan dan sumber informasi.

Hal ini sejalan dengan teori Nursalam (2001) berpendapat bahwa

umumnya seseorang yang bekerja cenderung mempunyai pengetahuan

yang cukup baik dari pada yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena

orang di lingkungan kerja merupakan sumber informasi yang dapat

menambah pengetahuan seseorang selain media elektronik.

26
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah mengamati dan melaksanakan asuhan keperawatan pada keluarga

diabetes mellitus dengan masalah defisit pengetahuan di desa Wilayah Kerja

Kecamatan Muara Dua, penulis dapat menarik kesimpulan dan memberikan saran

untuk membantu meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada penderita

diabetes.

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan keluarga pada

pasien diabetes mellitus dengan masalah keperawatan defisit pengetahuan di

desa Ngaban selama tiga kali kunjungan, maka penulis dapat mengambil

kesimpulan sebagai berikut :

27
1. Semakin tinggi tingkat usia, maka filtrasi diabetes melitus semakin

menurun yang dapat menyebabkan terjadinya penderita pencegahan

diabetes melitus. Hal ini sejalan dengan tiga penelitian yang

mengatakan bahwa umur dapat mempengaruhi filtrasi tubuh seseorang,

daya pikir dan daya ingat seseorang tentang penderita pencegahan

diabetes melitus. Hal ini dilihat dari faktor penunjang tentang

dibatasinya asupan karbohidrat dan pola makan tetap dijaga.

2. Jenis kelaminmayoritas perempuan. Hal ini terjadi karena

mempengaruhi oleh faktor hormon dalam tubuh dibandingkan dengan

laki-laki. Banyak perempuan bertanggung jawab untuk tugas-tugas

rumah tangga dibandingkan dengan laki-laki yang berdampak terhadap

pemulihan kesehatan.

3. Pendidikan yang rendah akan mempengaruhi tingkat pengetahuan

seseorang tentang pencegahan diabetes melitus. Hal ini tidak sejalan

dengan tiga peneliti yang mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat

pengetahuan seseorang maka semakin mengerti dan sadar akan

terhadap suatu hal dan semakin tinggi pendidikan maka semakin muda

pula penegtahuan yang dimiliki.

4. Pekerjaan mempengaruhi tingkat pengetahuan karena jika kurang

berinteraksi dengan orang lain, maka mereka kurang mendapatkan

pengetahuan dan sumber informasi tentang pencegahan diabetes

melitus. Hal ini sejalan dengan peneliti lainnya yang mengatakan

28
bahwa umumnya seseorang yang bekerja cenderung mempunyai

pengetahuan yang cukup baik daripada yang tidak bekerja.

B. Saran

1. Bagi Responden Agar lebih aktif meningkatkan pengetahuan dengan

banyak melihat dan mendengar informasi tentang pencegahan diabetes

melitus melalui medis massa, media cetak dan petugas kesehatan.

Dengan lebih banyak memperoleh informasi melalui penyuluhan-

penyuluhan yang dilaksanakan oleh petugas kesehatan. Dan

diharapkan penderita diabetes melitus agar mengikuti pencegahan

diabetes untuk kesehatan.

2. Bagi Petugas Kesehatan Agar lebih aktif dalam memberikan informasi-

informasi tentang pencegahan diabetes melitus berupa penyuluhan.

29
DAFTAR PUSTAKA

Andamoyo, S. (2012). Keperawatan Keluarga : Konsep Teori, Proses,


dan Praktik Keperawatan. Yokyakarta: Graha Ilmu.

Black, Joyce M, dkk. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Selamba


medika: Jakarta

Badan Penelitian dan Perkembangan Kesehatan. (2003). Riset


Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Lap Nas 2013: 1-384

Departemen Kesehatan RI,(2014) Pengetian Diabetes Mellitus. Jakarta,

2014 Damayanti, S. (2015). Diabetes Mellitus dan Penatalaksanaan

Keperawatan.
Yogyakarta: Nuha Medika.

Fauzi, I. (2014). Buku Pintar Deteksi Dini Gejala dan Pengobatan Asam
Urat, Diabetes amaelitus dan Hipertensi. Jakarta : Araska

30
Friedman, M.M et al. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset,
Teori, dan Praktik. Ed 5. Jakarta : EGC

Friedman, E. T., Bowden, V., & Jones, E. (2010). Buku Ajar Keperawatan

Harmoko. (2012). Asuhan Keperawatan Keluarga. Penerbit : Pustaka


Pelajar Yogyakarta

International Diabetes Federation.(2015).IDF Diabetes Atlas Seventh


Edition 2015.Dunia : IDF

Purnamasari D. Diagnosis. Dalam : Sudoyo AW, Setyohadi B,


Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
6. Jakarta : Interna Publishing.2014.

Putra, (2019) dalam Anugraheni, J (2021). Asuhan Keperawatan pada


Lansia Dengan Masalah Keperawatan Nyeri Akut pada
Diagnosa Medis Diabetes Mellitus di Desa Kalisampurno
Tanggulangin Sidoarjo. Sidoarjo, 2021

Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005) Buku Ajar Foundamental


keperawatan: Konsep, Proses dan Praktek (edisi 4). Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

PERKENI. Buku Pedoman Konsensus Pengendalian dan Pencegahan


Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, Jakarta : PERKENI, 2015.
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : DPP
PPNI.

Riskesdas. (2020). Infidation Pusat Data dan Informasi Kementrian


Kesehatan RI : Jakarta

Rusdi, M (2021). Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus


dengan Masalah Defisit Pengetahuan di Desa Mojorejo
Kabupaten Pasuruan. Sidoarjo, 2021

31
Sahar, J, dkk. 2019. Keperawatan Kesehatan Komunitas dan Keluarga,
edisi Indonesia Pertama.Singapure:Elsevier

Smeltzer, Suzane C. Dan Bare, Brenda G, (2002), Buku Ajar

Keperawatan. Sudoyo W, Setiohadi, B, Alwi, I, K, Simadibrata, M,

Setiadi, S. (2009), Buku


Aajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi V. Jakarta. Interna
Publishing.

Suryani, N, dkk. (2015). Diet dan Olahraga Sebagai Upaya


Pengendalian Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2. Banjarmasin : Jurkessia

Setiadi. (2008). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta :


Graha Ilmu.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan
Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan
Pengurus PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan


Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan
Pengurus PPNI

WHO. Global Report on Diabetes . 2016

32

Anda mungkin juga menyukai