Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN

KEPERAWATAN GERONTIK TN. N DENGAN


DIABETES MELLITUS TYPE II DI PSTW BM II
CIRACAS

Disusun Oleh:
Mega Setiawati
(1035211004)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS


KESEHATAN UNIVERSITAS MH THAMRIN JAKARTA

2022
A. Definisi Diabete Mellitus
Definisi menurut World Health Organization (WHO), diabetes merupakan
penyakit metabolic kronis ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah
yang dari waktu ke waktu menyebabkan kerusakan serius pada organ jantung,
pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf. Istilah lain WHO mengemukakan
diabetes adalah gambaran sekelompok gangguan metabolisme yang ditandai
dan teridentifikasi dengan adanya hiperglikemia apabila tidak dilakukan terapi
dan pengobatan. Definisi lain menyebutkan diabetes mellitus merupakan
gangguan metabolism karbohidrat yang ditandai dengan terganggunya
kemampuan tubuh untuk memproduksi atau merespon insulin sehingga tidak
mampu mempertahankan kadar gula (glukosa) normal dalam darah (Trinovita,
Alexandra, Fatmaria, Frethernety, 2020).

Diabetes mellitus adalah tidak seimbangnya kadar gula dalam darah karena
terjadinya gangguan pada hormon insulin di mana tubuh tidak mampu untuk
menghasilkan insulin, dari pancreas yang cukup untuk memenuhi
kebutuhannya, atau tidak mampunya penderita untuk menghasilkan insulin
sama sekali, atau penderita mampu menghasilkan insulin yang cukup namun
sel tidak dapat menerima insulin tersebut, karena reseptor yang berfungsi
sebagai penangkap insulin mengalami penurunan fungsi (Pranata, 2017).

B. Insiden Diabetes Mellitus


Diabetes tidak hanya menyebabkan kematian premature di seluruh dunia.
Penyakit ini juga menjadi penyebab utama kebutaan, penyakit jantung, dan
gagal ginjal. Organisasi International Diabetes Federation (IDF)
memperkirakan sedikitnya terdapat 463 juta orang pada usia 20-79 tahun di
dunia menderita diabetes pada tahun 2019 atau setara dengan angka prevalensi
sebesar 9,3% dari total penduduk pada usia yang sama. Berdasarkan jenis
kelamin, IDF memperkirakan prevalesi diabetes di tahun 2019 yaitu 9% pada
perempuan dan 9,65% pada laki-laki. Prevalensi diabetes diperkirakan
meningkat seiring penambahan umur penduduk menjadi 19,9% atau 111,2
juta orang pada umur 65-79 tahun. Angka diprediksi terus meningkat hingga
mencapai 578 juta di tahun 2030 dan 700 juta di tahun 2045. Indonesia berada
di peringkat ke-7 di antara 10 negara dengan jumlah penderita terbanyak,
yaitu sebesar 10,7 juta. Indonesia menjadi satu-satunya negara di Asia
Tenggara pada daftar tersebut, sehingga dapat diperkirakan besarnya
kontribusi Indonesia terhadap prevalensi kasus diabetes di Asia Tenggara
(International Diabetes Federation, 2019).

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dilaksanakan pada tahun 2018


melakukan pengumpulan data penderita diabetes mellitus pada penduduk
berumur > 15 tahun. Hasil Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa
prevalensi diabetes mellitus di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada
umur > 15 tahun sebesar 2%. Angka ini menunjukkan peningkatan
dibandingkan prevalensi diabetes mellitus pada penduduk > 15 tahun pada
hasil Riskesdas 2013 sebesar 1,5% (Riskesdas, 2018).

Gambaran prevalensi diabetes mellitus menurut provinsi pada tahun 2018


menunjukkan bahwa provinsi DKI Jakarta memiliki prevalensi tertinggi
sebesar 3,4% dan prevalensi terendah yaitu provinsi Nusa Tenggara Timur
sebesar 0,9% (Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI, 2019). Pada
Riskesdas tahun 2018, prevalensi diabetes mellitus menurut jenis kelamin
yaitu perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki dengan perbandingan
1,78% terhadap 1,21%. Pada 5 tahun terakhir prevalensi pada perempuan
menunjukkan sedikit peningkatan. Sedangkan prevalensi pada laki-laki
menunjukkan penurunan (Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI,
2019).
C. Faktor Risiko
Faktor risiko diabetes mellitus umumnya dibagi menjadi 2 yaitu faktor yang
tidak dapat dimodifikasi dan dapat dimodifikasi menurut (Fandinata &
Ernawati, 2020) sebagai berikut:
1. Faktor yang tidak dapat dimodifikasi
a. Usia
Manusia mengalami penurunan fisiologis setelah usia 40 tahun.
Diabetes mellitus sering muncul setelah manusia memasuki usia
tersebut. Semakin bertambahnya usia, maka risiko menderita diabetes
mellitus akan meningkat terutama usia 45 tahun yang merupakan
kelompok risiko tinggi.

b. Jenis kelamin
Penderita diabetes mellitus di Amerika Serikat lebih banyak terjadi
pada perempuan daripada laki-laki. Namun, mekanisme yang
menghubungkan jenis kelamin dengan kejadian diabetes mellitus
belum jelas

c. Faktor keturunan
Diabetes mellitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan. Adanya
riwayat diabetes mellitus dalam keluarga terutama orang tua dan
saudara kandung memiliki risiko lebih besar terkena penyakit ini
dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita diabetes.
Ahli menyebutkan bahwa diabetes mellitus merupakan penyakit yang
terpaut kromosom seks atau kelamin. Umumnya laki-laki mnejadi
penderita sesungguhnya, sedangkan perempuan sebagai pihak yang
membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya.

2. Faktor yang dapat dimodifikasi


a. Obesitas
Semakin banyak jaringan lemak pada tubuh, maka tubuh semakin
resisten terhadap kerja insulin, terutama bila lemak tubu atau kelebihan
berat badan terkumpul di daerah sentral atau perut. Lemak dapat
memblok kerja insulin sehingga glukosa tidak dapat diangkat ke dalam
sel dan menumpuk dalam pembuluh darah, sehingga terjadi
peningkatan kadar glukosa darah.

b. Aktifitas fisik yang kurang


Olahraga atau aktifitas fisik dapat membantu mengontrol berat badan.
Glukosa dalam darah akan dibakar menjadi energi, sehingga sel-sel
tubuh menjadi lebih sensitive terhadap insulin. Selain itu, aktifitas fisik
yang teratur juga dapat melancarkan peredaran darah, dan menurunkan
faktor risiko terjadinya diabetes mellitus.

3. Hipertensi
Hipertensi dapat menimbulkan resistensi insulin dan merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya diabetes mellitus. Akan tetapi, mekanisme yang
menghubungkan hipertensi dengan resistensi insulin masih belum jelas,
meskipun sudah jelas bahwa resistensi insulin merupakan penyebab utama
peningkatan kadar glukosa darah.

4. Pola makan
Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi atau kelebihan
berat badan. Kurang gizi (maalnutrisi) dapat menganggu fungsi pancreas
dan mengakibatkan gangguan sekresi insulin. Sedangkan kelebihan berat
badan dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin.

5. Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada pancreas
yang dikenal dengan istilah pankreatitis. Penyakit tersebut dapat
menimbulkan gangguan produksi insulin dan akhirnya dapat
menyebabkan diabetes mellitus.

D. Etiologi
Penyebab diabetes mellitus menurut (Trinovita, Alexandra, Fatmaria,
Frethernety, 2020) sebagai berikut:
1. DM tipe 1
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel
beta pancreas yang disebabkan oleh:
a. Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe 1
b. Faktor umunologi (autoimun)
c. Faktor lingkungan: virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang menimbulkan estruksi sel beta

2. DM tipe 2
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor
resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes mellitus tipe
II: usia, obesitas dan riwayat keluarga.

E. Klasifikasi Diabetes Mellitus


Klasifikasi diabetes mellitus menurut (Trinovita, Alexandra, Fatmaria,
Frethernety, 2020):
1. Diabetes Mellitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes
Mellitus/IDDM
Diabetes mellitus tipe 1 terjadi karena adnaya destruksi sel beta pancreas
sehingga menyebabkan defisiensi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang
atau tidak ada sama sekali. Gula atau glukosa menjadi menumpuk dalam
peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel.
Diabetes tipe 1 juga mencakup kasus-kasus karena proses autoimun, yaitu
penyakit yang disebabkan oleh gangguan sistem imun atau kekebalan
tubuh dan mengakibatkan rusaknya sel pankres. Teori lain juga
menyebutkan bahwa kerusakan pancreas akibat pengaruh genetic
(keturunan), infeksi virus, atau malnutrisi.

2. Diabetes Mellitus Tipe 2 atau Insulin Non-Dependent Diabetes


Mellitus/NIDDM
Pada penderita diabetes mellitus tipe 2 terjadi hyperinsulinemia yaitu
insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena
terjadi resistensi insulin. Pada keadaan ini, insulin tetap dapat diproduksi
oleh sel beta pancreas namun reseptor insulin tidak mampu berikatan
dengan insulin sehingga terjadi gangguan transportasi masuknya glukosa
ke dalam sel untuk digunakan oleh sel. Oleh karena terjadinya resistensi
insulin (reseptor insulin sudah aktif karena dianggap kadarnya masih
tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relative insulin.
Diabetes mellitus tipe 2 yang banyak ditemukan dalam masyarakat sekitar
90%-95% dari jumlah diabetes mellitus yang terdiagnosis. Diabetes
mellitus tipe 2 merupakan penyakit yang progresif dimana seseorang
mengalami resistensi terhadap insulin secara bertahap. Penyebab pasti
diabetes mellitus tipe 2 tidak diketahui, namun diketahui bahwa faktor
diet, gaya hidup dan genetic mempengaruhi terjadinya diabetes mellitus
tipe 2.

3. Diabetes Mellitus Tipe Lain


Diabetes yang tidak termasuk dalam kelompok di atas yaitu diabetes
sekunder atau akibat dari penyakit lain, yang mengganggu produksi
insulin atau mempengaruhi kerja insulin. Penyebab diabetes semacam ini
adalah:
1) Radang pancreas (pankreatitis)
2) Gangguan kelenjar adrenalin atau hipofisis
3) Penggunaan hormone kortikosteorid
4) Pemakaian beberapa obat antihipertensi atau antikoleterol
5) Malnutrisi
6) Infeksi

4. Diabetes Mellitus Gestasional


Diabetes mellitus tipe ini terjadi selama masa kehamilan, di mana
intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya
pada trimester kedua dan ketiga. Diabetes mellitus gestasional
berhubungan dengan meningkatkankomplikasi perinatal. Penderita
diabetes mellitus gestasional memiliki risiko lebih besar untuk menderita
diabetes mellitus yang menetap dalam jangk waktu 5-10 tahun setelah
melahirkan. Diabetes mellitus gestasional mengacu pada intoleransi
glukosa dengan onset atau pengenalan pertama selama kehamilan.

F. Patofisiologi
1. Resistensi Insulin
Dua patofisiologi utama yang mendasari terjadinya kasus DMT2 secara
genetik adalah resistensi insulin dan defek fungsi sel beta pankreas.
Resistensi insulin merupakan kondisi umum bagi orang-orang dengan
berat badan overweight atau obesitas. Insulin tidak dapat bekerja secara
optimal di sel otot, lemak, dan hati sehingga memaksa pankreas
mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih banyak. Ketika
produksi insulin oleh sel beta pankreas tidak adekuat guna
mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, maka kadar glukosa darah
akan meningkat, pada saatnya akan terjadi hiperglikemia kronik.
Hiperglikemia kronik pada DMT2 semakin merusak sel beta di satu sisi
dan memperburuk resistensi insulin di sisi lain, sehingga penyakit DMT2
semakin progresif.
Secara klinis, makna resistensi insulin adalah adanya konsentrasi insulin
yang lebih tinggi dari normal yang dibutuhkan untuk mempertahankan
normoglikemia. Pada tingkat seluler, resistensi insulin menunjukan
kemampuan yang tidak adekuat dari insulin signaling mulai dari pre
reseptor, reseptor, dan post reseptor. Secara molekuler beberapa faktor
yang diduga terlibat dalam patogenesis resistensi insulin antara lain,
perubahan pada protein kinase B, mutasi protein Insulin Receptor
Substrate (IRS), peningkatan fosforilasi serin dari protein IRS,
Phosphatidylinositol 3 Kinase (PI3 Kinase), protein kinase C, dan
mekanisme molekuler dari inhibisi transkripsi gen IR (Insulin Receptor).

2. Disfungsi Sel Beta Pankreas


Pada perjalanan penyakit DMT2 terjadi penurunan fungsi sel beta
pankreas dan peningkatan resistensi insulin yang berlanjut sehingga terjadi
hiperglikemia kronik dengan segala dampaknya. Hiperglikemia kronik
juga berdampak memperburuk disfungsi sel beta pankreas.

Sebelum diagnosis DMT2 ditegakkan, sel beta pankreas dapat


memproduksi insulin secukupnya untuk mengkompensasi peningkatan
resistensi insulin. Pada saat diagnosis DMT2 ditegakkan, sel beta pankreas
tidak dapat memproduksi insulin yang adekuat untuk mengkompensasi
peningkatan resistensi insulin oleh karena pada saat itu fungsi sel beta
pankreas yang normal tinggal 50%. Pada tahap lanjut dari perjalanan
DMT2, sel beta pankreas diganti dengan jaringan amiloid, akibatnya
produksi insulin mengalami penurunan sedemikian rupa, sehingga secara
klinis DMT2 sudah menyerupai DMT1 yaitu kekurangan insulin secara
absolut.

Sel beta pankreas merupakan sel yang sangat penting diantara sel lainnya
seperti sel alfa, sel delta, dan sel jaringan ikat pada pankreas. Disfungsi sel
beta pankreas terjadi akibat kombinasi faktor genetik dan faktor
lingkungan. Jumlah dan kualitas sel beta pankreas dipengaruhi oleh
beberapa hal antara lain proses regenerasi dan kelangsungan hidup sel beta
itu sendiri, mekanisme selular sebagai pengatur sel beta, kemampuan
adaptasi sel beta ataupun kegagalan mengkompensasi beban metabolik
dan proses apoptosis sel.

Pada orang dewasa, sel beta memiliki waktu hidup 60 hari. Pada kondisi
normal, 0,5 % sel beta mengalami apoptosis tetapi diimbangi dengan
replikasi dan neogenesis. Normalnya, ukuran sel beta relatif konstan
sehingga jumlah sel beta dipertahankan pada kadar optimal selama masa
dewasa. Seiring dengan bertambahnya usia, jumlah sel beta akan menurun
karena proses apoptosis melebihi replikasi dan neogenesis. Hal ini
menjelaskan mengapa orang tua lebih rentan terhadap terjadinya DMT2.

Pada masa dewasa, jumlah sel beta bersifat adaptif terhadap perubahan
homeostasis metabolik. Jumlah sel beta dapat beradaptasi terhadap
peningkatan beban metabolik yang disebabkan oleh obesitas dan resistensi
insulin. Peningkatan jumlah sel beta ini terjadi melalui peningkatan
replikasi dan neogenesis, serta hipertrofi sel beta.

Ada beberapa teori yang menerangkan bagaimana terjadinya kerusakan sel


beta, diantaranya adalah teori glukotoksisitas, lipotoksisitas, dan
penumpukan amiloid. Efek hiperglikemia terhadap sel beta pankreas dapat
muncul dalam beberapa bentuk. Pertama adalah desensitasi sel beta
pankreas, yaitu gangguan sementara sel beta yang dirangsang oleh
hiperglikemia yang berulang. Keadaan ini akan kembali normal bila
glukosa darah dinormalkan. Kedua adalah ausnya sel beta pankreas yang
merupakan kelainan yang masih reversibel dan terjadi lebih dini
dibandingkan glukotoksisitas. Ketiga adalah kerusakan sel beta yang
menetap.

Pada DMT2, sel beta pankreas yang terpajan dengan hiperglikemia akan
memproduksi reactive oxygen species (ROS). Peningkatan ROS yang
berlebihan akan menyebabkan kerusakan sel beta pankreas. Hiperglikemia
kronik merupakan keadaan yang dapat menyebabkan berkurangnya
sintesis dan sekresi insulin di satu sisi dan merusak sel beta secara gradual.
G. Patoflow

 Faktor genetic Kerusakan sel beta Ketidakseimbangan produksi Gula dalam darah tidak dapat
 Infeksi virus insulin dibawa masuk dalam sel
 Pengrusakan imunologik

Hiperglikema Anabolisme protein menurun


Glukosuria Batas melebihi ambang ginjal

Kerusakan pada antibodi


Dieresis Osmotik Vikositas darah meningkat Syok hipergikemik

Kekebalan tubuh menurun


Koma diabetik
Polluri → Retensi urine Aliran darah lambat

Kehilangan elektrolit dalam sel Iskemik jaringan Resiko infeksi Neuropati sensori perifer

Ketidakefektifan perfusi jaringan Nekrosis luka Klien tidak merasa sakit


Dehidrasi perifer

Resiko Syok Kehilangan kalori Gangrene Kerusakan integritas

Merangsang hipotalamus Sel kekurangan bahan untuk


metabolisme Protein dan lemak dibakar BB menurun

Pusat lapar dan haus Katabolisme lemak Pemecahan protein Keletihan

 Polidipsia
 Polipagia Asam lemak Keton Ureum

Ketidakseimbangan nutrisi Ketoasidosis


kurang dari kebutuhan
tubuh
H. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis DM dikaitkan dengan konsekuensi metabolic defisiensi insulin (Nurarif,
2015) :
1. Kadar glukosa puasa tidak normal.
2. Hiperglikemia berat berakibat glusoria yang akan menjadi dieresis osmotic
yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus
(polidipsia).
3. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia), BB berkurang.
4. Lelah dan mengantuk.
5. Gejala lain yang dikeluhkan adalah kesemutan, gatal, mata kabur, impotensi, peruritas
vulva.

I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic menurut (Soelistijo, 2015) sebagai berikut:
1. Kadar Glukosa Darah
Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring.
Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)
Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM
sewaktu
Plasma vena >200 100-200
Darah kapiler >200 80-100
Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)
Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM
puasa
Plasma vena >120 110-120
Darah kapiler >110 90-110

2. Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesuah mengkonsumsi
75 gram karbohidrat (2 jam post prandial (pp) >200 mg/dl)

3. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostic, tes pemantauan terapi
dan tes untuk mendeteksi adanya komplikasi
1) Tes saring
Tes saring pada DM adalah :
a. GDP, GDS
b. Tes glukosa urin
a) Tes konvensional (metode reduksi/bennedict)
b) Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase)

2) Tes diagnostic
Tes-tes diagnostic pada DM adalah : GDP, GDS, GD2PP (Glukosa darah 2 jam Post
Prandial), glukosa jam ke-2 TTGO

3) Tes monitoring terapi


Tes-tes monitoring terapi DM adalah :
a. GDP : plasma vena, darah kapiler
b. GD2PP : plasma vena
c. A1c : darah vena, darah kapiler

1) Tes untuk mendeteksi komplikasi


Tes-tes untuk mendeteksi komplikasi adalah :
a. Mikroalbuminuria : urin
b. Ureum, kreatinin, asam urat
c. Kolesterol total : plasma vena (puasa)
d. Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
e. Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
f. Trigliserida : plasma vena (puasa)
J. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis menurut (Decroli, 2019):
Tabel obat antihiperglikemik oral
Cara kerja Efek samping Reduksi Keuntungan Kerugian
utama utama AIC
Sulfonilurea Meningkatkan BB naik, 1,0- Sangat efektif Meningkatka
sekresi insulin hipoglikemia 2,0% n BB,
hipoglikemia
(glibenklami
d dan
klorpropamid
)
Glinid Meningkatkan BB naik, 0,5- Sangat efektif Efek samping
sekresi insulin hipoglikemia 1,5% gastrointestin
al,
kontraindikas
i pada
insufisiensi
renal
Metformin Menekan Dyspepsia, 1,0- Tidak ada Efek
produksi diare, 2,0% kaitan dengan gastrointestin
glukosa hati asidosis laktat BB al, pemberian
dan menambah 3x sehari,
sensitifitas mahal
insulin
Glucosidase- Menghambat Flatulens, 0,5- Tidak ada Retensi
alfa absorpsi tinja lembek 0,8% kaitan dengan cairan, CHF,
inhibitor glukosa BB fraktur,
berpotensi
menimbulkan
infark
miokard,
mahal
Tiazolidindi Menambah Edema 0,5- Memperbaiki Penggunaan
on sensitifitas 1,4% profil lipid, jangka
terhadap berpotensi Panjang tidak
insulin menurunkan disarankan,
infark miokard mahal
(pioglitazone)
DPP-4 Meningkatkan Mual, muntah 0,5- Tidak ada Injeksi 2x
inhibitor sekresi insulin, 0,8% kaitan dengan sehari,
menghambat BB Penggunaan
sekresi jangka
glucagon Panjang tidak
disarankan,
mahal
Incretin Meningkatkan Mual, muntah 0,5- Penurunan BB
analog sekresi insulin, 1,0%
menghambat
sekresi
glucagon
SGLT-2 Menghambat Dehidrasi, 0,8- Efektif pada
inhibitor penyerapan infeksi 1,0% kelainan
kembali saluran kemih kardiovaskuler
glukosa di
tubuli distal
ginjal

1. Penggunaan Insulin pada Pasien Rawat Jalan


Terapi insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.
Defisiensi insulin dapat berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial (setelah
makan), atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya
hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial
menyebabkan timbulnya hiperglikemia setelah makan.

2. Pemberian Insulin basal


Pemberian insulin basal merupakan salah satu strategi pengobatan untuk
memperbaiki kadar glukosa darah puasa atau sebelum makan. Oleh karena glukosa
darah setelah makan merupakan keadaan yang dipengaruhi oleh kadar glukosa puasa,
maka diharapkan dengan menurunkan glukosa basal, kadar glukosa darah setelah
makan juga ikut turun.

4. Inisiasi terapi insulin


Insulin dapat diberikan pada semua pasien DMT2 dengan kontrol glikemik yang
buruk. Insulin juga dapat diberikan pada kasus-kasus DMT2 yang baru dikenal
dengan penurunan berat badan yang hebat dan dalam keadaan ketosis.
Contoh regimen insulin sekali sehari:
a. Mulai dengan dosis 8–10 unit long acting insulin (insulin kerja panjang)
b. Teruskan pemakaian OAD (metformin) 3. Lakukan pemeriksaan glukosa
darah sebelum makan pagi
c. Lakukan titrasi dosis untuk mengendalikan kadar glukosa darah sebelum
makan pagi

Dalam menggunakan insulin, dosis dinaikan secara bertahap. Apabila kadar glukosa
darah belum terkontrol, titrasi dosis dapat dilakukan setiap 2- 3 hari. Cara mentitrasi
dosis insulin basal :

a. Naikan dosis 2 unit bila glukosa darah puasanya di atas 126 mg/dl
b. Naikan dosis 4 unit bila glukosa darah puasanya di atas 144 mg/dl

Titrasi dosis ini dapat dilakukan selama 2-3 bulan pertama sampai kadar glukosa
darah puasa mencapai kadar yang diinginkan.

K. Komplikasi
Komplikasi menurut (Decroli, 2019) :
1. Ulkus kaki diabetic
Ulkus kaki diabetik (UKD) merupakan salah satu komplikasi kronik dari DMT2 yang
sering ditemui.UKD adalah penyakit pada kaki penderita diabetes dengan
karakteristik adanya neuropati sensorik, motorik, otonom dan atau gangguan
pembuluh darah tungkai.

Faktor yang berperan pada patogenesis UKD meliputi hiperglikemia kronik,


neuropati perifer, keterbatasan sendi dan deformitas. Perubahan fisiologis yang
diinduksi oleh “hiperglikemia jaringan” ekstremitas bawah termasuk penurunan
potensial pertukaran oksigen dengan membatasi proses pertukaran atau melalui
induksi kerusakan pada sistem saraf otonom yang menyebabkan shunting darah yang
kaya oksigen menjauhi permukaan kulit. Sistem saraf dirusak oleh keadaan
hiperglikemia melalui berbagai cara sehingga lebih mudah terjadinya cedera pada
saraf tersebut.

UKD juga dapat terjadi oleh karena adanya gangguan pada aliran darah pembuluh
darah tungkai yang merupakan manifestasi dari penyakit arteri perifer. Penyakit arteri
perifer pada pembuluh darah tungkai didasari oleh hiperglikemia kronik, kerusakan
endotel dan terbentuknya plak aterosklerosis.

2. Komplikasi Diabetes Melitus Pada Ginjal


PGD terjadi sebagai akibat interaksi antara faktor hemodinamik dan metabolik.
Faktor hemodinamik berkontribusi dalam perkembangan PGD melalui peningkatan
tekanan sistemik dan intraglomerular, yang akan mengaktivasi jalur hormon vasoaktif
seperti Renin Angiotensin System (RAS) dan endotelin. Faktor hemodinamik akan
meningkatkan intracellular second messengers seperti Protein Kinase C (PKC),
MitogenActivated Protein (MAP kinase), NF-κβ dan bermacam GF seperti sitokin
prosklerotik, TGF-β, Permeability Enhancing Growth Factor (PEGF) dan Vascular
Endothelial Growth Factor (VEGF).

Kondisi hiperglikemia dan produksi mediator humoral, sitokin dan bermacam growth
factor menyebabkan perubahan struktur ginjal, seperti peningkatan deposisi matrik
mesangial dan perubahan fungsi seperti peningkatan permeabilitas membrana basalis
glomerulus. Selanjutnya, perkembangan dan progresifitas PGD dipengaruhi oleh
berbagai macam perubahan metabolik yang diinduksi oleh hiperglikemia dan
gangguan hemodinamik.

3. Komplikasi Diabetes Melitus Pada Jantung


Terdapat hubungan erat antara hiperglikemia, resistensi insulin, dan penyakit
vaskuler. Pada DMT2, adanya resistensi insulin dan hiperglikemia kronik dapat
mencetuskan inflamasi, stres oksidatif, dan gangguan availabilitas nitrit oksida
endotel vaskuler. Kerusakan endotel akan menyebabkan terbentuknya lesi
aterosklerosis koroner yang kemudian berujung pada penyakit kardiovaskuler (CVD).

Komplikasi makrovaskular yang sering pada penderita DMT2 adalah penyakit arteri
koroner, penyakit arteri perifer, dan penyakit pembuluh arteri karotis. DMT2
merupakan faktor risiko utama dari penyakit kardiovaskular, yang merupakan
penyebab kematian terbanyak pada penderita DMT2.
L. Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus
1. Pengkajian
Pengakjian diabetes mellitus menurut (Decroli, 2019) adalah sebagai berikut :
1) Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,dll.
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi minum dan
berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran, perubahan
perilaku.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c. Riwayat penyakit dahulu
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan seperti oleh
virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang
bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita diabetes
melitus. Riwayat kehamilan karena stress saat kehamilan dapat mencetuskan
timbulnya diabetes mellitus, tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit
diabetes mellitus, pengalaman keluarga dalam menangani penyakit diabetes
mellitus, kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya, koping
keluarga dan tingkat kecemasan.
e. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Usia, tingkat perkembangan, toleransi / kemampuan memahami tindakan, koping,
pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua, pengalaman infeksi saluran
pernafasan sebelumnya.
3) Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas / istrahat.
Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas. Letargi / disorientasi,
koma.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada ekstremitas dan
tachicardia. Perubahan tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang menurun /
tidak ada. Disritmia, krekel : DVJ ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama,
takikardi, perubahan tekanan darah
c. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
d. Neurosensori
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi, stuport /
koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau mental, refleks
fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
e. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis dengan
palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
f. Keamanan
Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
g. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare, Urine encer, pucat,
kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika terjadi
hipololemia barat). Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun
:hiperaktif (diare)
h. Integritas Ego
Stress, ansietas
i. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.

4) Psikososial
Dapat menyelesaikan tugas – tugasnya sampai menghasilkan sesuatu, belajar bersaing
dan koperatif dengan orang lain

2. Diagnosa Keperawatan, Kriteria Hasil, dan Intervensi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


.
1 Nyeri Akut Tujuan : SIKI :
Setelah dilakukan Manajement nyeri
tindakan keperawatan -Identifikasi karakteristik, lokasi,
menit diharapkan : duraso, frekuensi, kualitas,
SLKI intensitas nyeri
Kriteria Hasil : -Identifikasi respons nyeri non
-Melaporkan nyeri verbal
terkontrol - Monitor keberhasilan terapi
-Kemampuan mengenali komplementer yang sudah
nyeri penyebab nyeri diberikan
-Kemampuan -Berikan tehnik non
menggunakan tehnik non farmakologis untuk mengurangi
farmakologi nyeri
Perawatan kenyamanan
-Identifikasi gejala yang tidak
menyenangkan
-Identifikasi pemahaman tentang
kondisi, situasi dan perasaannya
-Berikan posisi nyaman
- Ciptakan lingkungan nyaman
- Ajarkan terapi relaksasi
Terapi relaksasi
-Identifikasi penurunan tingkat
energi, ketidakmampuan
berkonsentrasi atau gejala lain
yang menganggu kemampuan
kognitif
-Identifikasi tehnik relaksasi
yang pernah efektif digunakan
- Cipatakan lingkungan tenang
-Anjurkan mengambil posisi
nyaman
Pemberian analgesik
- Identifikasi karakterstik nyeri
- Identifikasi riwayat alergi obat
- Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor efektivitas analgesik

2 Ketidakseimbangan Cairan Tujuan : SIKI


Manajement Cairan
Setelah dilakukan - Monitor status hidrasi
tindakan keperawatan .. (frekuensi nadi, kekuatan nadi,
x... menit diharapkan : akral, CTR, mukosa, turgor kulit,
SLKI TD)
Kriteria Hasil : - Monitor BB harian
- Monitor hasil pemeriksaan
-Asupan cairan seimbang
Laboratorium
-Keluaran urine seimbang - Catat intake output
-Kelembaban membran - Berikan asupan cairan sesuai
mukosa kebutuhan
-TD, Nadi, Membran -Berikan cairan intravena
mukosa, turgor kulit Promosi Koping
dalam batas normal - Identifikasi kegiatan jangka
pendek dan panjang sesuai
tujuan
- Identifikasi kemampuan yang
dimiliki
- Identifikasi pemahaman proses
penyakit
- Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
Pemantauan Tanda Vital
- Monitor TD
- Monitor Nadi
- Monitor pernafasan
- Monitor suhu
- Identifikasi penyebab
perubahan TTV
- Informasikan hasil pemantauan
Manajement Syok
- Monitor status kardiopulmonal
(frekuensi nadi, frekuensi nafas,
TD, MAP)
- Monitor status cairan
- Monitor status oksigenasi
- Pertahankan jalan nafas yang
paten
- Beriakn oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen
3 Intoleransi Aktivitas Tujuan : SIKI
Setelah dilakukan Manajement energi
tindakan keperawatan .. -Identifikasi gangguan fungsi
x... menit diharapkan : tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
SLKI -Monitor kelelahan fisik dan
Kriteria Hasil : emosional
-Verbalisasi lelah lesu : -Monitor pola dan jam tidur
sakit kepala - Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan
-Aktivitas yang
-Fasilitasi untuk duduk di sisi
direkomendasikan
tempat tidur
-Tehnik -Anjurkan tirah baring
menyederhanakan Terapi Aktivitas
pekerjaan - Identifikasi defisit tingkat
-Penggunaan alat bantu aktivitas
yang benar - Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam aktivitas
tertentu
-Failitasi memilih aktivitas dan
tetapkan tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai kemampuan fisik,
psikologis dan sosial
-Ajarkan cara melakukan aktivitas
yang dipilih

Dukungan perawatan diri


-Anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai
dengan kemampuan

Dukungan tidur
- Identifikasi pola aktivitas dan
tidur
- Modifikasi lingkungan
- Tetapkan jadwal tidur rutin
- Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur

Pemantauan tanda vital


- Monitor TD
- Monitor Nadi
- Monitor pernafasan
- Monitor suhu
- Identifikasi penyebab
perubahan TTV
- Informasikan hasil pemantauan

Manajement nyeri
-Identifikasi karakteristik, lokasi,
duraso, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
-Identifikasi respons nyeri non
verbal
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
-Berikan tehnik non
farmakologis untuk mengurangi
nyeri

3. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan.


Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independen) dan tindakan
kolaborasi. Tindakan mandiri (independen) adalah aktivitas perawat yang didasarkan
pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukann merupakan petunjuk atau perintah
dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil
keputusan bersama, seperti dokter dan petugas

4. Evaluasi
Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasilnya. Tujuannya adalah
untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan
balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Langkah – langkah evaluasi adalah
sebagai berikut :
1. Daftar tujuan – tujuan pasien
2. Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu
3. Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien
4. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak (Tarwoto
Wartonah, 2010)
DAFTAR PUSTAKA

Decroli, E. (2019). Diabetes Mellitus Type 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam.
Fandinata, S. A., & Ernawati, Iin. (2020). Management Terapi Pada Penyakit Degeneratif.
Gresik: Graniti.
IDF. (2019). IDF Diabetes Atlas (9th ed.). BELGIUM: International Diabetes federation.
Retrieved from https://www.diabetesatlas.org/en/resources/
Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction Jogja.
Pranata, S. K., D.K. (2017). Merawat Penderita Diabetes Melitus. 1-101.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_20
18/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf
Soelistijo, S. A. (2015). KONSENSUS PENGOLAHAN DAN PENCEGAHAN DIABETES
MELLITUS TIPE 2 DI INDONESIA . Jakarta: PB PERKENI.
Tandra, H. (2017). Segala sesuai yang harus Anda ketahui tentang DIABETES Paduan Lengkap
Mengenal dan Mengatasi Diabetes dengan Cepat dan Mudah Edisi Kedua. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Tarwoto&Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
Tarwoto. (2011). Keperawatan Medikal Bedah. doi: 978-602-202-034-9
Trinovita, E., Fransisca, D., Fatmaria., Frethernety. (2020). Bahan Ajar Farmakoterapi
Gangguan Patomekanisme dan Metabolik Endokrin (Pendekatan Farmakologi Diabetes
Mellitus). Jawa Timur: Qiara Media

Anda mungkin juga menyukai