Disusun Oleh:
Mega Setiawati
(1035211004)
2022
A. Definisi Diabete Mellitus
Definisi menurut World Health Organization (WHO), diabetes merupakan
penyakit metabolic kronis ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah
yang dari waktu ke waktu menyebabkan kerusakan serius pada organ jantung,
pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf. Istilah lain WHO mengemukakan
diabetes adalah gambaran sekelompok gangguan metabolisme yang ditandai
dan teridentifikasi dengan adanya hiperglikemia apabila tidak dilakukan terapi
dan pengobatan. Definisi lain menyebutkan diabetes mellitus merupakan
gangguan metabolism karbohidrat yang ditandai dengan terganggunya
kemampuan tubuh untuk memproduksi atau merespon insulin sehingga tidak
mampu mempertahankan kadar gula (glukosa) normal dalam darah (Trinovita,
Alexandra, Fatmaria, Frethernety, 2020).
Diabetes mellitus adalah tidak seimbangnya kadar gula dalam darah karena
terjadinya gangguan pada hormon insulin di mana tubuh tidak mampu untuk
menghasilkan insulin, dari pancreas yang cukup untuk memenuhi
kebutuhannya, atau tidak mampunya penderita untuk menghasilkan insulin
sama sekali, atau penderita mampu menghasilkan insulin yang cukup namun
sel tidak dapat menerima insulin tersebut, karena reseptor yang berfungsi
sebagai penangkap insulin mengalami penurunan fungsi (Pranata, 2017).
b. Jenis kelamin
Penderita diabetes mellitus di Amerika Serikat lebih banyak terjadi
pada perempuan daripada laki-laki. Namun, mekanisme yang
menghubungkan jenis kelamin dengan kejadian diabetes mellitus
belum jelas
c. Faktor keturunan
Diabetes mellitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan. Adanya
riwayat diabetes mellitus dalam keluarga terutama orang tua dan
saudara kandung memiliki risiko lebih besar terkena penyakit ini
dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita diabetes.
Ahli menyebutkan bahwa diabetes mellitus merupakan penyakit yang
terpaut kromosom seks atau kelamin. Umumnya laki-laki mnejadi
penderita sesungguhnya, sedangkan perempuan sebagai pihak yang
membawa gen untuk diwariskan kepada anak-anaknya.
3. Hipertensi
Hipertensi dapat menimbulkan resistensi insulin dan merupakan salah satu
faktor risiko terjadinya diabetes mellitus. Akan tetapi, mekanisme yang
menghubungkan hipertensi dengan resistensi insulin masih belum jelas,
meskipun sudah jelas bahwa resistensi insulin merupakan penyebab utama
peningkatan kadar glukosa darah.
4. Pola makan
Pola makan yang salah dapat mengakibatkan kurang gizi atau kelebihan
berat badan. Kurang gizi (maalnutrisi) dapat menganggu fungsi pancreas
dan mengakibatkan gangguan sekresi insulin. Sedangkan kelebihan berat
badan dapat mengakibatkan gangguan kerja insulin.
5. Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan terjadinya inflamasi kronis pada pancreas
yang dikenal dengan istilah pankreatitis. Penyakit tersebut dapat
menimbulkan gangguan produksi insulin dan akhirnya dapat
menyebabkan diabetes mellitus.
D. Etiologi
Penyebab diabetes mellitus menurut (Trinovita, Alexandra, Fatmaria,
Frethernety, 2020) sebagai berikut:
1. DM tipe 1
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel
beta pancreas yang disebabkan oleh:
a. Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe 1
b. Faktor umunologi (autoimun)
c. Faktor lingkungan: virus atau toksin tertentu dapat memicu proses
autoimun yang menimbulkan estruksi sel beta
2. DM tipe 2
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor
resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes mellitus tipe
II: usia, obesitas dan riwayat keluarga.
F. Patofisiologi
1. Resistensi Insulin
Dua patofisiologi utama yang mendasari terjadinya kasus DMT2 secara
genetik adalah resistensi insulin dan defek fungsi sel beta pankreas.
Resistensi insulin merupakan kondisi umum bagi orang-orang dengan
berat badan overweight atau obesitas. Insulin tidak dapat bekerja secara
optimal di sel otot, lemak, dan hati sehingga memaksa pankreas
mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih banyak. Ketika
produksi insulin oleh sel beta pankreas tidak adekuat guna
mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, maka kadar glukosa darah
akan meningkat, pada saatnya akan terjadi hiperglikemia kronik.
Hiperglikemia kronik pada DMT2 semakin merusak sel beta di satu sisi
dan memperburuk resistensi insulin di sisi lain, sehingga penyakit DMT2
semakin progresif.
Secara klinis, makna resistensi insulin adalah adanya konsentrasi insulin
yang lebih tinggi dari normal yang dibutuhkan untuk mempertahankan
normoglikemia. Pada tingkat seluler, resistensi insulin menunjukan
kemampuan yang tidak adekuat dari insulin signaling mulai dari pre
reseptor, reseptor, dan post reseptor. Secara molekuler beberapa faktor
yang diduga terlibat dalam patogenesis resistensi insulin antara lain,
perubahan pada protein kinase B, mutasi protein Insulin Receptor
Substrate (IRS), peningkatan fosforilasi serin dari protein IRS,
Phosphatidylinositol 3 Kinase (PI3 Kinase), protein kinase C, dan
mekanisme molekuler dari inhibisi transkripsi gen IR (Insulin Receptor).
Sel beta pankreas merupakan sel yang sangat penting diantara sel lainnya
seperti sel alfa, sel delta, dan sel jaringan ikat pada pankreas. Disfungsi sel
beta pankreas terjadi akibat kombinasi faktor genetik dan faktor
lingkungan. Jumlah dan kualitas sel beta pankreas dipengaruhi oleh
beberapa hal antara lain proses regenerasi dan kelangsungan hidup sel beta
itu sendiri, mekanisme selular sebagai pengatur sel beta, kemampuan
adaptasi sel beta ataupun kegagalan mengkompensasi beban metabolik
dan proses apoptosis sel.
Pada orang dewasa, sel beta memiliki waktu hidup 60 hari. Pada kondisi
normal, 0,5 % sel beta mengalami apoptosis tetapi diimbangi dengan
replikasi dan neogenesis. Normalnya, ukuran sel beta relatif konstan
sehingga jumlah sel beta dipertahankan pada kadar optimal selama masa
dewasa. Seiring dengan bertambahnya usia, jumlah sel beta akan menurun
karena proses apoptosis melebihi replikasi dan neogenesis. Hal ini
menjelaskan mengapa orang tua lebih rentan terhadap terjadinya DMT2.
Pada masa dewasa, jumlah sel beta bersifat adaptif terhadap perubahan
homeostasis metabolik. Jumlah sel beta dapat beradaptasi terhadap
peningkatan beban metabolik yang disebabkan oleh obesitas dan resistensi
insulin. Peningkatan jumlah sel beta ini terjadi melalui peningkatan
replikasi dan neogenesis, serta hipertrofi sel beta.
Pada DMT2, sel beta pankreas yang terpajan dengan hiperglikemia akan
memproduksi reactive oxygen species (ROS). Peningkatan ROS yang
berlebihan akan menyebabkan kerusakan sel beta pankreas. Hiperglikemia
kronik merupakan keadaan yang dapat menyebabkan berkurangnya
sintesis dan sekresi insulin di satu sisi dan merusak sel beta secara gradual.
G. Patoflow
Faktor genetic Kerusakan sel beta Ketidakseimbangan produksi Gula dalam darah tidak dapat
Infeksi virus insulin dibawa masuk dalam sel
Pengrusakan imunologik
Kehilangan elektrolit dalam sel Iskemik jaringan Resiko infeksi Neuropati sensori perifer
Polidipsia
Polipagia Asam lemak Keton Ureum
I. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic menurut (Soelistijo, 2015) sebagai berikut:
1. Kadar Glukosa Darah
Tabel : Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring.
Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)
Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM
sewaktu
Plasma vena >200 100-200
Darah kapiler >200 80-100
Kadar glukosa darah puasa (mg/dl)
Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM
puasa
Plasma vena >120 110-120
Darah kapiler >110 90-110
2. Kriteria diagnostic WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesuah mengkonsumsi
75 gram karbohidrat (2 jam post prandial (pp) >200 mg/dl)
3. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostic, tes pemantauan terapi
dan tes untuk mendeteksi adanya komplikasi
1) Tes saring
Tes saring pada DM adalah :
a. GDP, GDS
b. Tes glukosa urin
a) Tes konvensional (metode reduksi/bennedict)
b) Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexokinase)
2) Tes diagnostic
Tes-tes diagnostic pada DM adalah : GDP, GDS, GD2PP (Glukosa darah 2 jam Post
Prandial), glukosa jam ke-2 TTGO
Dalam menggunakan insulin, dosis dinaikan secara bertahap. Apabila kadar glukosa
darah belum terkontrol, titrasi dosis dapat dilakukan setiap 2- 3 hari. Cara mentitrasi
dosis insulin basal :
a. Naikan dosis 2 unit bila glukosa darah puasanya di atas 126 mg/dl
b. Naikan dosis 4 unit bila glukosa darah puasanya di atas 144 mg/dl
Titrasi dosis ini dapat dilakukan selama 2-3 bulan pertama sampai kadar glukosa
darah puasa mencapai kadar yang diinginkan.
K. Komplikasi
Komplikasi menurut (Decroli, 2019) :
1. Ulkus kaki diabetic
Ulkus kaki diabetik (UKD) merupakan salah satu komplikasi kronik dari DMT2 yang
sering ditemui.UKD adalah penyakit pada kaki penderita diabetes dengan
karakteristik adanya neuropati sensorik, motorik, otonom dan atau gangguan
pembuluh darah tungkai.
UKD juga dapat terjadi oleh karena adanya gangguan pada aliran darah pembuluh
darah tungkai yang merupakan manifestasi dari penyakit arteri perifer. Penyakit arteri
perifer pada pembuluh darah tungkai didasari oleh hiperglikemia kronik, kerusakan
endotel dan terbentuknya plak aterosklerosis.
Kondisi hiperglikemia dan produksi mediator humoral, sitokin dan bermacam growth
factor menyebabkan perubahan struktur ginjal, seperti peningkatan deposisi matrik
mesangial dan perubahan fungsi seperti peningkatan permeabilitas membrana basalis
glomerulus. Selanjutnya, perkembangan dan progresifitas PGD dipengaruhi oleh
berbagai macam perubahan metabolik yang diinduksi oleh hiperglikemia dan
gangguan hemodinamik.
Komplikasi makrovaskular yang sering pada penderita DMT2 adalah penyakit arteri
koroner, penyakit arteri perifer, dan penyakit pembuluh arteri karotis. DMT2
merupakan faktor risiko utama dari penyakit kardiovaskular, yang merupakan
penyebab kematian terbanyak pada penderita DMT2.
L. Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus
1. Pengkajian
Pengakjian diabetes mellitus menurut (Decroli, 2019) adalah sebagai berikut :
1) Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,dll.
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi minum dan
berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran, perubahan
perilaku.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi
insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa
saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c. Riwayat penyakit dahulu
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan seperti oleh
virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang
bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita diabetes
melitus. Riwayat kehamilan karena stress saat kehamilan dapat mencetuskan
timbulnya diabetes mellitus, tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit
diabetes mellitus, pengalaman keluarga dalam menangani penyakit diabetes
mellitus, kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya, koping
keluarga dan tingkat kecemasan.
e. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Usia, tingkat perkembangan, toleransi / kemampuan memahami tindakan, koping,
pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua, pengalaman infeksi saluran
pernafasan sebelumnya.
3) Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas / istrahat.
Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot menurun.
Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas. Letargi / disorientasi,
koma.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada ekstremitas dan
tachicardia. Perubahan tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang menurun /
tidak ada. Disritmia, krekel : DVJ ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama,
takikardi, perubahan tekanan darah
c. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
d. Neurosensori
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi, stuport /
koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau mental, refleks
fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
e. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis dengan
palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
f. Keamanan
Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
g. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare, Urine encer, pucat,
kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika terjadi
hipololemia barat). Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun
:hiperaktif (diare)
h. Integritas Ego
Stress, ansietas
i. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
4) Psikososial
Dapat menyelesaikan tugas – tugasnya sampai menghasilkan sesuatu, belajar bersaing
dan koperatif dengan orang lain
Dukungan tidur
- Identifikasi pola aktivitas dan
tidur
- Modifikasi lingkungan
- Tetapkan jadwal tidur rutin
- Anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur
Manajement nyeri
-Identifikasi karakteristik, lokasi,
duraso, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
-Identifikasi respons nyeri non
verbal
- Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
-Berikan tehnik non
farmakologis untuk mengurangi
nyeri
3. Implementasi
4. Evaluasi
Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasilnya. Tujuannya adalah
untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan
balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Langkah – langkah evaluasi adalah
sebagai berikut :
1. Daftar tujuan – tujuan pasien
2. Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu
3. Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien
4. Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak (Tarwoto
Wartonah, 2010)
DAFTAR PUSTAKA
Decroli, E. (2019). Diabetes Mellitus Type 2. Padang: Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit
Dalam.
Fandinata, S. A., & Ernawati, Iin. (2020). Management Terapi Pada Penyakit Degeneratif.
Gresik: Graniti.
IDF. (2019). IDF Diabetes Atlas (9th ed.). BELGIUM: International Diabetes federation.
Retrieved from https://www.diabetesatlas.org/en/resources/
Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction Jogja.
Pranata, S. K., D.K. (2017). Merawat Penderita Diabetes Melitus. 1-101.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_20
18/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf
Soelistijo, S. A. (2015). KONSENSUS PENGOLAHAN DAN PENCEGAHAN DIABETES
MELLITUS TIPE 2 DI INDONESIA . Jakarta: PB PERKENI.
Tandra, H. (2017). Segala sesuai yang harus Anda ketahui tentang DIABETES Paduan Lengkap
Mengenal dan Mengatasi Diabetes dengan Cepat dan Mudah Edisi Kedua. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Tarwoto&Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
Tarwoto. (2011). Keperawatan Medikal Bedah. doi: 978-602-202-034-9
Trinovita, E., Fransisca, D., Fatmaria., Frethernety. (2020). Bahan Ajar Farmakoterapi
Gangguan Patomekanisme dan Metabolik Endokrin (Pendekatan Farmakologi Diabetes
Mellitus). Jawa Timur: Qiara Media