Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang


Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang
timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal.
Penyakit ini disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara
absolut maupun relatif. (Kemenkes, 2013).
Data World Health Organization (WHO) telah mencatat Indonesia dengan populasi 230 juta
jiwa, menduduki kedudukan keempat di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes terbesar
setelah Cina, India, dan Amerika Serikat. Bahkan Kementerian Kesehatan menyebut prevalensi
diabetes mencapai 14,7 persen di perkotaan dan 7,2 persen di pedesaan. Dengan asumsi
penduduk berumur di atas 20 tahun pada 2010 mencapai 148 juta jiwa, diperkirakan ada 21,8
juta warga kota dan 10,7 juta warga desa menderita diabetes  (http://health.liputan6.com. Diakses
25 April 2015).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013, prevalensi diabetes dan
hipertiroid di Indonesia berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5 persen dan
0,4 persen. DM terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1 persen. Prevalensi diabetes yang
terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi
Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau
gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), dan Nusa Tenggara
Timur 3,3 persen. Prevalensi Diabetes Mellitus berdasarkan diagnosis dokter dan gejala
meningkat sesuai dengan   bertambahnya  umur,   namun   mulai  umur  ≥  65  tahun  cenderung
menurun. (Kemenkes, 2013).
Menurut data yang diperoleh dari Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012,
prevalensi penyakit tidak menular berbasis Rumah Sakit khususnya Diabetes Mellitus
menempati urutan kedua setelah penyakit kardiovaskuler (43,62%) yang mana penyakit DM
sebanyak 27,64%.  (Dinkes Sulsel, 2012).
Melihat latar belakang diatas, maka penulis tertarik menyusun sebuah makalah yang berjudul
Diabetes Mellitus.

B.       Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu :
1.         Apa definisi dan penyebab dari gangren?
2.         Apa definisi dan penyebab dari diabetes melitus?
3.         Bagaimana patofisiologi diabetes melitus?
4.         Bagaimana tanda dan gejala diabetes melitus?
5.         Bagaimana penatalaksanaan diabetes melitus?
6.         Bagaimanakah Asuhan keperawatan Diabetes Mellitus?

C.      Tujuan Penulisan


Adapun tujuannya yaitu :
1.         Mengetahui definisi dan penyebab dari gangren.
2.         Mengetahui definisi dan penyebab dari diabetes melitus.
3.         Mengetahui patofisiologi diabetes melitus.
4.         Mengetahui tanda dan gejala diabetes melitus.
5.         Mengetahui penatalaksanaan diabetes melitus.
6.         Mengetahui Asuhan keperawatan Diabetes Mellitus

BAB II
PEMBAHASAN
A.      KONSEP DASAR MEDIK
1.         Definisi
a.         Diabetes Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit dengan peningkatan glukosa darah
diatas normal. Dimana kadar diatur tingkatannya oleh hormon insulin yang diproduksi oleh
pankreas (Shadine, 2010).
b.        Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar
glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, 2002).
c.         Diabetes Mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis dan multifaktorial yang dicirikan dengan
dengan hiperglikemia dengan hiper lipidemia (Baradero, 2009).
d.        Diabetes Mellitus adalah suatu sindrom defisiensi sekresi insulin atau pengurangan efektifitas
kerja insulin atau keduanya yang menyebabkan hiperglekimia (Marrelli, 2008).
e.         Arti Diabetes Mellitus dalam bahasa Indonesia adalah sirkulasi darah madu. Kata ini digunakan
karena pada pasien Diabetes Mellitus, meningginya kadar gula darah termanifestasi juga dalam
air seni. Ginjal tidak dapat menahan kadar gula darah yang tinggi (Tobing, 2008).
f.         Penyakit Kencing Manis (Diabetes Mellitus) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah secara terus-menerus
(kronis) akibat kekurangan insulin baik kuantitatif maupun kualitatif (Tapan, 2005).
g.        Diabetes Mellitus Merupakan penurunan kemampuan tubuh untuk berespons terhadap insulin
atau tidak terdapatnya pembentukan
insulin oleh pankreas (Baughman, 2000).
h.        Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang
timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal
(Kemenkes, 2013).
2.         Etiologi
Ada beberapa penyebab Diabetes Mellitus menurut Smeltzer (2002) yakni sebagai berikut :
a.         Diabetes Tipe I
Diabetes Tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas. Kombinasi faktor
genetik, imunologi, dan mungkin pula lingkungan diperkirakan turut menimbulkan destruksi sel
beta.
1)        Faktor  Genetik
Penderita  Diabetes  Mellitus  tidak   mewarisi  Diabetes  Tipe  I  itu
sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya
Diabetes Tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2)        Faktor Imunologi
Pada Diabetes Tipe I terdapat bukti adanya suatu proses autoimun. Respon ini merupakan respon
abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap
jaringan tersebut yang dianggapnya saolah-olah sebagai jaringan asing. autoantibodi terhadap
sel-sel pulau langerhans dan insulin endogen (interna) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan
bahkan beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis Diabetes Tipe I.
3)        Faktor Lingkungan
Infeksi virus misalnya Coxsackie B4, gondongan (mumps),
rubella, sitomegalovirus dan toksin tertentu misalnya golongan nitrosamin yang terdapat pada
daging yang diawetkan dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta
pankreas.

b.        Diabetes Tipe II

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan


sekresi insulin pada Diabetes Tipe II  masih belum diketahui. Faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain
itu terdapat pula faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan dengan proses
terjadinya Diabetes Tipe II. Faktor-faktor ini adalah:

a.         Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b.        Obesitas
c.         Riwayat keluarga
d.        Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya Diabetes Tipe II dibandingkan
dengan golongan Afro-Amerika).
3.         Insiden
Penyakit degeneratif telah menjadi epidemi yang meluas di berbagai negara di seluruh
dunia. Akibatnya hampir 17 juta orang meninggal lebih awal setiap tahun. Indonesia sebagai
negara berkembang, merupakan salah satu negara dengan prevalensi penyakit degeneratif
meningkat paling cepat, khususnya penyakit diabetes.
Jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia bertambah 150-200 orang setiap hari. Itu
artinya, setiap enam menit, jumlah penderita diabetes bertambah satu orang. Pada tahun-tahun
mendatang jumlah ini akan terus meningkat dengan prevalensi penderita yaitu orang-orang usia
produktif di perkotaan (http://digilib.itb.ac.id di akses 22 Februari2017)

4.         Patofisiologi
a.         Diabetes Tipe I
Pada Diabetes Melitus Tipe I terdapat kekurangan insulin absolut sehingga pasien
membutuhkan suplai insulin dari luar.keadaan ini disebabkan oleh lesi pada sel beta pankreas
karena mekanisme autoimun yang pada keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. Pulau
pankreas diinfiltrasi oleh limfosit T dan dapat ditemukan autoantibodi terhadap jaringan pulau
(antibodi sel langerhans) dan insulin. Setelah merusak sel beta, antibodi sel langerhans
menghilang. Namun saat sel beta pankreas telah dirusak maka produksi insulin juga akan
mengalami gangguan. Dimana sel beta pankreas tidak akan dapat memproduksi insulin sehingga
akan terjadi defisiensi insulin. Maka akan terjadi hiperglikemia dimana glukosa akan meningkat
di dalam darah sebab tidak ada yang membawa masuk glukosa ke dalam sel (Silbernalg, 2007).
b.        Tipe II
Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM), sebelumnya disebut dengan
DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan diabetes yang paling sering terjadi. Pada tipe ini,
disposisi genetik juga berperan penting. Namun terdapat defisiensi insulin relatif; pasien tidak
mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin dapat normal atau bahkan
meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas yang berkurang terhadap insulin. Sebagian
besar pasien DM tipe II memiliki berat badan berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik,
asupan makanan yang terlalu banyak, dan aktifitas fisik yang terlalu sedikit. Ketidakseimbangan
antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal
ini selanjutnya akan menurunkan penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya,
terjadi resistensi insulin yang memaksa untuk meningkatan pelepasan insulin. Akibat regulasi
menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat. Obesitas merupakan pemicu yang
penting, namun bukan merupakan penyebab tunggal Diabetes Tipe II.  (Silbernalg, 2007).
5.         Manifestasi Klinis
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau kencing
manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana
peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180 mg/dL dan air seni (urine)
penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering
dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini
meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
a.         Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
b.        Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
c.         Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
d.        Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
e.         Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
f.         Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
g.        Cepat lelah dan lemah setiap waktu
h.        Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
i.          Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
j.          Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak
sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan
cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang
menderita penyakit diabetes mellitus tipe 1. Lain halnya pada penderita Diabetes Mellitus Tipe
II, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak
mengetahui telah menderita kencing manis (Shadine, 2010).

6.           Test  Diagnostik


a.         Glukosa darah : Meningkat 200 – 100 mg/dl, atau lebih.
b.        Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
c.         Asam lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d.        Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l.
e.         Elektrolit
1)        Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun.
2)        Kalium : Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjut-nya akan menurun.
3)        Fosfor : Lebih sering menurun.
f.         Hemoglobin glikosilat : Kadarnya meningkat 2 – 4 kali lipat dari normal yang mencerminkan
control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir (lama hidup SDM) karenanya sangat
bermanfaat dalam membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang
berhubungan dengan insiden (mis. ISK baru).
g.        Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis
etabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h.        Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi); leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan
respons terhadap stres atau infeksi.
i.          Ureum/kreatinin : Mungkin meningkat atau normal (dehidrasi / penurunan fungsi ginjal).
j.          Amilase   darah :  Mungkin   meningkat  yang  mengindikasikan  adanya
pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k.        Insulin darah : Mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe I) atau normal sampai
tinggi (tipe II) uang mengindikasikan insufisiensi insulin/gangguan dalam penggunaannya
(endogen/ eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan
antibody (autoantibody).
l.          Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa
darah dan kebutuhan akan insulin.
m.      Urine : Gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.
n.        Kultur dan sensitivitas : Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan
dan infeksi pada luka (Doengoes, 2000).
7.           Komplikasi
Komplikasi penyakit diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi dua, yaitu komplikasi
bersifat akut dan kronis (menahun). Kompliasi akut merupakan kompliasi yang harus ditindak
cepat atau memerlukan pertolongan dengan segera. Kompliasi kronis merupakan kompliasi yang
timbul setelah penderita mengidap diabetes mellitus selama 5-10tahun atau lebih.
Komplikasi akut meliputi Diabetic Ketoacidosis (DKA), koma non-ketosis hiperosmolar
(koma hiperglikemia), hiperglikemia. Sementara komlipkasi kronis meliputi komplikasi
mikrovaskuler (komplikasi dimana pembuluh-pembuluh rambut kaku atau menyempit sehingga
organ yang seharusnya mendapatkan suplai darah dari pembuluh-pembuluh tersebut menjadi
kekurangan suplai) dan  dan komplikasi makrovaskuler (komplikasi yang mengenai pembuluh
darah arteri yang lebih besar sehingga terjadi aterosklerosis) (Tobing, 2008).
8.           Terapi
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin  dan  kadar
glukosa darah dalam  upaya untuk mengurangi terjadinya
komplikasi vaskuler serta neuropatik.
a.         Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes.
Penatalaksaan nutrisi pada penderita Diabetes Mellitus diarahkan untuk mencapai tujuan berikut:
1)        Memberikan  semua unsur makanan esensial (misalnya, vitamin, mineral)
2)        Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
3)        Memenuhi kebutuhan energi
4)        Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa
darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
5)        Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.
b.        Latihan (olah raga)
Latihan  sangat  penting dalam penatalaksanaan diabetik karena efeknya dapat menurunkan
kadar glukosa darah dan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan otot juga diperbaiki
dengan berolahraga.
c.         Pemantauan Kadar Glukosa dan Keton
Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri memungkinkan deteksi dan pencegahan
hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar glukosa darah normal
yang kemungkinan akan mengurangi komplikasi diabetes jangka panjang. Pemantauan kadar
glukosa darah merupakan prosedur yang berguna bagi semua penderita diabetes. Pemantauan ini
merupakan dasar untuk melaksanakan terapi insulin yang intensif dan untuk menangani
kehamilan yang dipersulit oleh penyakit diabetes. Pemeriksaan ini juga sangat dianjurkan bagi
pasien-pasien dengan:
1)        Penyakit diabetes yang tidak stabil
2)        Kecenderungan untuk mengalami ketosis berat atau hipoglikemia
3)        Hipoglikemia tanpa gejala peringatan
4)        Ambang glukosa renal yang abnormal
Bagi penderita yang tidak menggunakan insulin, pemantauan mandiri glukosa darah sangat
membantu dalam melakukan pemantauan terhadap efektivitas latihan, diet, dan obat
hipoglikemia oral. Metode ini juga dapat membantu memotivasi pasien untuk melanjutkan
terapinya. Bagi penderita Diabetes Mellitus tipe II, pemantauan mandiri glukosa darah harus
dianjurkan dalam kondisi yang juga dapat menyebabkan hiperglikemia  (misalnya, keadaan
sakit)  atau  hipoglikemia  (misalnya,
peningkatan aktifias berlebihan)
d.        Terapi Insulin
Pada Diabetes Mellitus  tipe II insulin mungkin diperlukan seabgai terapi jangka panjang
untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil
mengontrolnya. Disamping itu, sebagian pasien Diabetes Mellitus tipe II yang biasanya
mengendalikan kadar glukosa darah dengan diet dan obat oral kadang membutuhkan insulin
secara temporer selama mengalami sakit, kehamilan, pembedahan, atau beberapa kejadian stress
lainnya. Preparat insulin dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori  utama, yaitu:
1)        Insulin regular (R) / Short acting Insulin
2)        NPH Insulin / Intermediate acting Insulin, Lente Insulin (L)
3)        Ultralente Insulin (UL) / Long acting Insulin
e.         Pendidikan / Penyuluhan
Pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan bagi pasien diabetes bertujuan untuk
menunjang perilaku meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk
mencapai keadaan sehat optimal dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang
lebih baik. Sasaran penyuluhan adalah pasien diabetes beserta keluarganya, orang-orang yang
beraktivitas bersama-sama dengan pasien sehari-hari baik di lingkungan rumah maupun
lingkungan lain. Pada pasien Diabetes Mellitus tipe II yang beru terdeteksi, pendidikan dasar
tentang diabetes harus mencakup informasi tentang ketrampilan preventif, antara lain:
1)        Perawatan kaki
2)        Perawatan mata
3)        Higiene umum (misalnya, perawatan kulit, kebersihan mulut)
4)        Penanganan faktor resiko (mengendalikan tekanan darah dan kadar lemak darah, menormalkan
kadar glukosa darah) (Smeltzer, 2002).

B.   KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1.         Pengkajian
Menurut Doenges, (2000) pengkajian keperawatan pada Diabetes Mellitus dapat diuraikan
sebagai berikut :
1)        Aktivitas/Istrahat
1)        Gejala: lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot menurun, gangguan
tidur/istrahat.
2)        Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau dengan aktivitas, letargi/disorientasi,
koma dan penurunan kekuatan otot.

2)        Sirkulasi
1)        Gejala: Adanya riwayat hipertensi, IMA dan kesemutan pada extremitas,  Ulkus pada kaki
dengan penyembuhan yang lama.
2)        Tanda:  Takikardia,  perubahan  tekanan  darah  postural, hipertensi,
nadi menurun, disritmia, krekels, GJK, kulit panas, kering, dan kemerahan,  bola mata cekung.
3)        Integritas Ego
1)        Gejala: Stress, tergantung pada orang lain,
2)        Tanda: Ansietas, peka rangsang.
4)        Eliminasi
1)        Gejala: Perubahan pola berkemih (polyuria), Rasa nyeri atau terbakar, kesulitan berkemih
(infeksi), ISK, nyeri tekan abdomen, diare
2)        Tanda: Urine encer, pucat, kuning, polyuria (dapat berubah menjadi oliguria/anuria jika terjadi
hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising
usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
5)        Makanan dan Cairan
1)        Gejala: Hilang nafsu makan, mual/muntah , penurunan berat badan, sering kehausan.
2)       Tanda: Kulit kering, turgor jelek, distensi abdomen, muntah, napas berbau aseton.
6)        Neurosensori
1)        Gejala: Pusing, sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, gangguan penglihatan.
2)        Tanda: Disorientasi; mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap lanjut). Gangguan memori.
7)        Nyeri dan Kenyamanan
1)        Gejala: Nyeri abdomen
2)        Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
8)        Pernapasan
1)        Gejala: Merasa kekurangan oksigen.
2)        Tanda: Lapar udara/ sesak.
9)        Keamanan
1)        Gejala: Ulkus kulit, kulit kering dan gatal.
2)        Tanda: Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan umum, rentang
gerak.
10)    Seksualitas
1)        Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada
wanita.

2.         Diagnosa Keperawatan


Menurut Doenges (2000), diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada Diabetes Mellitus
meliputi :
a.         Kekurangan volume cairan  berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastrik yang 
berlebihan (muntah, diare)
b.        Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin
c.         Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit,
perubahan pada sirkulasi.
d.        Risiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan dengan perubahan kimia
endogen: ketidak seimbangan glukosa/insulin atau elektrolit.
3.         Intervensi Keperawatan
a.         Kekurangan volume cairan  berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastrik yang 
berlebihan (muntah, diare).
Hasil yang diharapkan: Mendemonstrasikan hidrasi adekuat.
Kriteria evaluasi klien akan:
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan:
1)        Tanda-tanda vital stabil.
2)        Nadi perifer dapat diraba.
3)        Turgor kulit baik.
4)        Pengisian kapiler baik.
5)        Haluaran urine normal secara individu
6)        Kadar elektrolit dalam batas normal.

Tabel 2.1 Intervensi untuk Diagnosa Keperawatan Pertama


Intervensi Rasional
Mandiri:
1)      Dapatkan riwayat pasien/orang 1) membantu dalam memperbaiki ke-
terdekat sehubungan  lamanya/ kurangan volume total. Tanda dan
intensitas seperti muntah, penge- gejala mungkin sudah lama ada pada
luaran urine yang sangat berlebi-han. beberapa waktu sebelumnya ( bebe-
rapa jam sampai beberapa hari ) adanya
proses infeksi meng-akibatkan demam
dan keadaan Hipermetabolik yang
meningkat-kan kehilangan air tidak
kasat mata.
2)      Pantau tanda-tanda vital, catat
2)  Hipovolemia dapat dimanivestasi-kan
adanya  TD Artostatik oleh hipotensi dan Takikardia.
Perkiraan berat ringannya Hipo-
volemia dapat dibuat ketika tekan-an
darah sistolik pasien turun lebih dari 10
mm Hg dari posisi ber-baring ke posisi
duduk atau ber-diri. Catatan :
Neuropati jantung dapat memutuskan
refleks-refleks yang secara normal
meningkatkan denyut jantung.
Intervensi Rasional
3) Paru-paru mengeluarkan asam kar-bonat
melalui pernapasan yang menghasilkan
3)      Pola nafas seperti adanya per-napasan kompensasi alkalo-sis respiratoris
Kusmaul atau napas yang berbau terhadap keadaan ketoasidosis.
keton. Pernapasan yang berbau aseton
berhubungan peme-cahan asam aseto-
asetat dan harus berkurang bila ketosis
harus terkoreksi.
4)   Koreksi hiperglikemia dan asidosis
akan menyebabkan pola dan frek-uensi
pernapasan mendekati normal. Tetapi
4)      Frekwensi dan kualitas perna-pasan, peningkatan kerja pernapasan;
penggunaan otot bantu napas dan pernapasan dangkal, pernapasan cepat;
adanya periode apnea dan munculnya dan munculnya sianosis mungkin
sianosis. merupakan indikasi dari kelelahan
pernapasan atau mungkin pasien itu
kehi-langan kemampuannya untuk
melakukan kompensasi pada asidosis.
5)  Meskipun demam, menggigil dan
diaforesis merupakan hal umum terjadi
pada proses infeksi, demam dengan
kulit yang keme-rahan, kering mungkin
sebagai cerminan dari dehidrasi.
5)      Suhu, warna kulit atau kelem-
babannya. 6) Merupakan indikator dari tingkat
dehidrasi atau volume sirkulasi yang
adekuat.
7) Memberikan perkiraan kebutuhan akan
cairan pengganti, fungsi ginjal dan
keefektifan dari terapi yang diberikan.
6)      Kaji nadi perifer, pengisian kapiler,
8) Memberikan hasil pengkajian yang
turgor kulit dan membran mukosa. terbaik dari status cairan yang sedang
7)      Pantau masukan dan pengeluaran, berlangsung dan selanjut-nya dalam
catat berat jenis urine. memberikan cairan pengganti.
9) Mempertahankan hidrasi/volume
sirkulasi.
Ukur berat badan setiap hari.

10) Menghindari pemanasan yang ber-


9)      Pertahankan untuk memberikan lebihan terhadap pasien lebih lanjut
cairan paling sedikit 2500 ml/hari akan dapat menimbulkan kehilangan
dalam batas yang dapat ditoleran-si cairan.
jantung jika pemasukan cairan melalui
11) Perubahan mental dapat berhubu-ngan
Intervensi Rasional
oral sudah dapat diberikan. dengan glukosa yang tinggi atau
10)  Tingkatkan lingkungan yang dapat rendah  (Hiperglikemia atau
menimbulkan rasa nyaman. Selimuti hipoglikemia) elektrolit yang abnormal,
pasien dengan selimut tipis. asidosis, penurunan perfusi serebral
11)   Kaji adanya perubahan mental/  dan berkembang-nya hipoksia.
sensori. Penyebab yang tidak tertangani,
gangguan kesadaran dapat menjadi
predisposisi (pencetus) aspirasi pada
pasien.
12) Kekurangan cairan dan elektrolit
mengubah motilitas lambung, yang
sering kali akan menimbul-kan muntah
dan secara potensial akan menimbulkan
kekurangan cairan atau eletrolit.
13) Pemberian cairan untuk perbaikan yang
12)  Catat hal-hal yang dilaporkan seperti cepat mugkin sangat ber-potensi
mual, nyeri abdomen, muntah dan menimbulkan kelebihan beban cairan
distensi lambung. dan GJK.

13)  Observasi adanya perasaan kelelahan


yang meningkat, edema, peningkatan
berat badan, nadi tidak teratur, dan
adanya distensi pada vaskuler.

b.        Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan   ketidak cukupan insulin
Hasil yang diharapkan: Jumlah kalori/Nutrisi normal
Tabel 2.2 Intervensi untuk Diagnosa Keperawatan Kedua
Intervensi Rasional
Mandiri:
1) Timbang berat badan setiap hari se-suai1) Mengkaji pemasukan makanan yang
indikasi. adekuat (termasuk absorbsi dan
utilisasinya).
2) Tentukan program diet dan pola ma-kan 2) Mengidentifikasi kekurangan dan
pasien dan bandingkan dengan makanan penyimpangan dari kebutuhan ter-
yang dapat dihabiskan oleh pasien. apeutik.
3) Auskultasi bising usus, catat adanya
nyeri abdomen/perut kembung, mual,3) Hiperglikemia dan gangguan kese-
muntahan makanan yang tidak dicerna imbangan  cairan dan elektrolit  dapat
dan pertahankan keadaan puasa sesuai menurunkan motilitas/fungsi lambung
dengan indikasi. (distensi atau ileus paralitik) yang akan
4) Berikan makanan cair yang meng-andung mempengaruhi pilihan intervensi.
zat makanan (Nutrien) dan eletrolit dan
4)  Pemberian makanan melalui oral le-bih
Intervensi Rasional
segera jika pasien sudah dapat baik jika pasien sadar dan fungsi
mentoleransinya melalui pem-berian gastrointestinal baik.
cairan lewat oral. Selanjutnya terus
upayakan pemberian makanan yang
lebih padat sesuai dengan yang dapat
ditoleransinya.
5) Identifikasi makanan yang disukai
/dikehendaki termasuk kebutuhan sesuai
dengan etnik. 5)  Jika makanan yang disukai pasien dapat
dimasukkan dalam perencanaan makan,
6) Libatkan keluarga pasien pada kerja sama ini dapat diupayakan setelah
perencanaan makanan sesuai indi-kasi. pulang.
6) Meningkatkan rasa keterlibatanya;
7) Observasi tanda-tanda hipoglikemia . memberikan informasi pada keluarga
seperti perubahan tingkat kesadaran, untuk memahami kebutuhan nutrisi
kulit lembab (dingin), denyut nadi cepat, pasien. 
lapar, peka rangsang, cemas, sakit7)  Karena metabolisme karbohidrat mu-lai
kepala, pusing, dan sempoyo-ngan. terjadi (gula darah akan berkurang, dan
sementara tetap diberikan insulin maka
hipoglikemia dapat terjadi). Jika pasien
dalam keadaan koma, hipoglikemia
mungkin terjadi tanpa memperlihatkan
perubahan tingkat kesadaran. Ini secara
potensial dapat mengancam kehidupan
yang harus dikaji dan ditangani secara
cepat melalui tindakan yang
direncanakan.

c.         Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit,
perubahan pada sirkulasi.
Hasil yang diharapkan: Resiko infeksi berkurang.
Kriteria evaluasi klien akan:
1) Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Tabel 2.3 Intervensi untuk Diagnosa Keperawtan Ketiga
Intervensi Rasional
Mandiri:
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan 1)      Pasien mungkin masuk dengan infeksi
peradangan seperti demam, kemerahan, yang biasanya telah men-cetuskan
adanya fus pada luka, sputum purulen, keadaan ketoasidosis atau dapat
urine warna keruh, atau berkabut. mengalami infeksi noso-komial.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan 2)      Mencegah timbulnya infeksi.
melakukan cuci tangan yang baik pada
Intervensi Rasional
semua orang yang berhubungan dengan
pasien termasuk pasiennya sendiri.
3) Pertahankan teknik aseptik pada pro-
sedur invasif (seperti pemasangan infus,
3)      Kadar glukosa yang tinggi dalam darah
pemasangan kateter dan sebagainya), akan menjadi media terbaik untuk
pemberian perawatan, dan pertumbuhan kuman.
pemeliharaan.

4) Lakukan perawatan perineal dengan baik.


Ajarkan pasien wanita untuk
4)      Mengurangi resiko terjadinya infeksi
membersihkan daerah perinealnya dari saluran kemih. Pasien koma mungkin
depan ke belakang setelah eliminasi. memiliki resiko yang khusus jika terjadi
retensi urine pada saat awal dirawat.
Catatan: pasien DM wanita lansia
merupakan kelompok utama yang paling
be-resiko terjadi infeksi saluran kemih.
5) Berikan perawatan kulit dengan teratur 5)      Sirkulasi perifer yang terganggu bisa
dan sungguh-sungguh, masase daerah menempatkan pasien pada peningkatan
tulang yang tertekan, jaga kulit tetap resiko terjadinya ke-rusakan pada
kering dan tetap kencang. kulit/iritasi kulit dan infeksi.

6) Auskultasi bunyi napas. 6)      Ronchi mengidentifikasikan adanya


akumulasi sekret yang mungkin
berhubungan dengan pneumonia/
bronchitis. Edema paru (bunyi kre-kels)
mungkin sebagai akibat dari pemberian
cairan yang terlalu cepat/berlebihan atau
GJK.
7) Posisikan pasien pada posisi semi-fowler.
7)      Memberikan kemudahan bagi paru
untuk mengembang; menurunkan resiko
8) Lakukan perubahan posisi dan an-jurkan terjadinya aspirasi.
pasien untuk batuk efektif /napas dalam
8)      Membantu dalam memventilasi-kan
jika pasien sadar dan kooperatif. semua daerah paru dan me-mobilisasi
Lakukan penghisapan lendir pada jalan sekret. Mencegah agar sekret tidak statis
napas dengan menggunakan tehnik steril sehingga terjadi peningkatan resiko
sesuai ke-perluannya. infeksi.
9) Berikan tissu dan tempat sputum pada
tempat yang mudah dijangkau untuk
penampungan sputum atau sekret yangMengurangi penyebab infeksi
lainnya.
10)  Bantu pasien untuk melakukan higi-ene
oral.
11) Anjurkan untuk makan dan minum yang 10)   Menurunkan resiko terjadinya pe-
adekuat. (kira-kira 3000 ml/hari jika nyakit mulut dan gusi.
tidak ada kontraindikasi). 11)  Menurunkan kemungkinan terjadi-nya
Intervensi Rasional
infeksi. Meningkatkan aliran urine untuk
mencegah urine yang statis dan
membantu dalam mem-pertahankan
pH/keasaman urine, yang menurunkan
pertumbu-han bakteri dan pengeluaran
organisme dari sistem organ tersebut.

d.        Risiko tinggi terhadp perubahan sensori-persepsi berhubungan dengan pe-rubahan kimia
endogen, ketidak seimbangan glukosa/ insulin dan elektrolit.
Hasil yang diharapkan: Mempertahankan tingkat mental biasanya.
Tabel 2.4 Intervensi untuk Diagnosa Keperawatan Keempat
Intervensi Rasional
Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
1) Sebagai dasar untuk membandingkan
temuan abnormal seperti suhu yang
meningkat dapat mempengaruhi fungsi
2) Panggil pasien dengan nama, orientasikan mental.
kembali sesuai dengan kebutuhannya,2) Menurunkan kebingungan dan mem-
misalnya terhadap tempat, orang dan bantu untuk mempertahankan kontak
waktu. Berikan penjelasan yang singkat dengan realitas.
dengan bicara perlahan dan jelas.
3) Jadwalkan intervensi keperawatan agar
tidak mengganggu waktu istrahat
pasien. 3) Meningkatkan tidur, menurunkan rasa
4) Pelihara aktivitas rutin pasie sekonsisten letih, dan dapat memperbaiki daya pikir.
mungkin, dorong untuk melakukan4) Membantu memelihara pasien tetap
kegiatan sehari-hari sesuai berhubungan dengan realitas dan
kemampuangnya. mempertahankan orientasi pada ling-
  Lindungi pasien dari cedera  ketika kungannya.
tingkat kesadaran pasien terganggu.5) Pasien mengalami disorientasi me-
Berikan bantalan lunak pada pagar rupakan awal kemungkinan timbul-nya
tempat tidur dan berikan jalan napas cedera. Terutama malam hari dan perlu
buatan yang lunak jika pasien pencegahan sesuai indikasi. Munculnya
kemungkinan kejang. kejang perlu diantisipasi untuk
mencegah trauma fisik, aspirasi dan
Evaluasi lapang pandang pengli-hatan sebagainya.
sesuai dengan indikasi.
6) Edema/lepasnya retina, hemoragis,
katarak, atau paralisis otot ekstra-okuler
sementara mengganggu pe-nglihatan
yang memerlukan terapi korektif atau
7) Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri, perawatan penyo-kong.
atau kehilangan sensori pada paha atau   Neuropati perifer dapat mengakibat-kan
kaki. Lihat adanya ulkus, daerah rasa tidak nyaman yang berat,
Intervensi Rasional
kemerahan, tempat-tampat tertekan.kehilangan sensasi sentuhan/distor-si
Kehilangan denyut nadi perifer. yang mempunyai resiko tinggi terhadap
8) Berikan tempat tidur yang lembut. kerusakan kulit dan gang-guan
Pelihara kehangatan kaki/tangan,
keseimbangan.
hindari terpajan terhadap air panas atau
8)
Meningkatkan rasa nyaman dan
dingin atau penggunaan
menurunkan kemungkinan kerusa-kan
bantalan/pemanas. kulit karena panas. Catatan: munculnya
dingin yang tiba-tiba pada tangan atau
kaki dapat men-cerminkan adanya
hipoglikemia , yang perlu melakukan
pe-meriksaan terhadap kadar gula darah.
9) Bantu pasien dalam ambulasi atau
9) Meningkatkan keamanan pasien terutama
perubahan posisi. ketika rasa ketidakse-imbangan
dipengaruhi.

4.         Implementasi Keperawatan


Dilaksanakan sesuai dengan intervensi atau perencanaan dan prioritas  masalah.
5.         Evaluasi Keperawatan
Mengacu pada kriteria tujuan yaitu sebagai berikut:
a.         Dx 1:  
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat
b.        Dx 2:
1)        Menunjukkan energi seperti biasanya
2)        Mendemonstrasikan berat badan stabil atau penambahan kearah rentang  biasanya.
3)        Nilai laboratorium normal
b.        Dx 3:
Mendemonstrasikan perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
c.         Dx 4:
Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori.
BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dari makalah yang saya buat, dapat ditarik kesimpulan bahwa penyakit  Diabetes Militus
(DM) ini sangat brrbahaya dan menakutkan. Banyak sekali faktor yang menyebabkan seseorang
menderita penyakit Diabetes Militus. Seperti conohnya, Obesitas(berat badan berlebih),faktor
genetis, pola hidup yang tidak sehat (jarang berolah raga), kurang tidur, dan masih banyak yang
lainnya.

B.       Saran
Adapun saran bagi pembaca dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1.         Selalu berhati-hatilah dalam menjaga pola  hidup. Sering berolah raga dan istirahat yang cukup.
2.         Jaga pola makan anda. Jangan terlalu sering mengkonsumsi makanan atau minuman yang terlalu
manis. Karena itu dapat menyebabkan kadar gula melonjak tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, 2009. Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC.

Baughman, 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakrta : EGC.

Christmastuti Nur, 2008. Sarana Deteksi Penyakit Diabetes Dengan Sampel Saliva (Studi Kasus Di
Bandung Indah Plaza) http://digilib.itb.ac.id (Online) Diakses 22 Februari 2017.

Dinkes Sulsel, 2012. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012.

Doenges, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Kemenkes, 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Badan Penelitian dan Pembangunan
Kesehatan : Jakarta.

Liputan6, 2011. Diabetes Melitus, Indonesia Duduki Peringkat ke-4 Dunia. http://health.liputan6.com
(Online) Diakses 22 Februari 2017.

Marrelli, 2008. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC

Rekam Medik BLUD RS Tenriawaru Kabupaten Bone

Shadine, 2010. Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke, dan Serangan Jantung. Jakarta :
Keenbooks.

Silbernalg, 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Smeltzer, & Bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal. Bedah Brunner dan Suddarth. Jakarta :
EGC

Tapan, 2005. Penyakit Degeneratif. Jakarta : Elex Media Komputindo.

Tobing, 2008. Care Yourself, Diabetes Mellitus. Jakarta: Penebar Plus.

Yayan Ajuz, 2012. Anatomi Pankreas. http://yayanajuz.com (Online) Diakses 22 Februari 2017

Anda mungkin juga menyukai