Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus

Disusun oleh :

1. Devi Andharista 18060

Dosen Pebimbing : Isnayati,Ns,M.Kep

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI

JAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas limpah hidayah, rahmat
dan lindungan-Nya. Akhirnya makalah ini kami selesaikan dengan lancar. Makalah
ini kami susun untuk memenuhi tugas selain itu kami menyusun makalah ini untuk
menambah wawasan tentang Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus.

Tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, kami sadar akan
kesuksesan dalam mengerjakan sesuatu tidak akan mungkin bisa terselesaikan tanpa
dukungan dari orang lain yang senantiasa dengan kesungguhan hati turut
berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini. Hanya sepatah kata yang sangat berarti
penulis bisa ucapkan sebagai tanda terimakasih, semoga Tuhan Yang Maha Esa
menerima amal dan kebaikan yang pahalanya kelak akan menuntunnya menjadi
seorang yang sangat berarti dan berguna di dunia ini.

Demikianlah makalah yang kami susun dan jika ada tulisan atau perkataan
yang kurang berkenan kami mohon maaf sebesar-besarnya, semoga makalah ini
bermanfaat untuk pembaca.

Jakarta, 04 Mei 2020

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tingkat prevalensi dari diabetes mellitus sangat tinggi, diduga terdapat sekitar
10 juta kasus diabetes di Amerika Serikat dan tiap tahunnya di diagnosis 600.000
kasus baru. Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di Amerika Serikat
dan merupakan penyebab utama kebutaan akibat retinopati diabetic (Sylvia A.
Price).
Tujuh puluh lima persen penderita diabetes akhirnya meninggal karena
penyakit vaskuler. Komplikasi yang paling utama adalah serangan jantung, payah
jantung, stroke, dan ganggren. Selain itu, kematian neonatal intrauterine pada ibu-
ibu yang menderita diabetes meningkat (Sylvia A. Price).
Pada tahun 1995, tercatat penderita diabetes di Indonesia merupakan urutan
ke-7 di dunia dengan urutan pertama India, China, Amerika Serikat, Rusia,
Jepang, dan Brazil. Diperkirakan jumlah ini akan terus berkembang pada tahun-
tahun berikutnya. Usia harapan hidup rata-rata pasien diabetes akan berkurang
Sembilan tahun untuk laki-laki dan tujuh tahun bagi perempuan bila dibandingkan
dengan pasien yang bukan diabetes. Pengurangan pasien ini paling besar bila
awitan penyakit terjadi pada usia muda.
Pasien diabetes sebenarnya relative dapat hidup normal asalkan mereka
mengetahui dengan baik keadaan dan cara penatalaksanaan penyakit yang
dideritanya. Oleh karena itu, edukasi pasien amatlah perlu. Karena kualitas hidup
semua pasien diabetes sangat terpengaruh oleh banyaknya komplikasi yang
menimbulkan bahaya. Terlebih lagi, perlunya diet ketat dan pengobatan terus
menerus menimbulkan pergulatan emosi yang terus-menerus pula, bagi banyak
pasien. Penyebab kematian pada diabetes (urut frekuensi) adalah infark miokard,
gagal ginjal, stroke infeksi ketoasidosis koma hyperosmolar hipoglikemia
(Brunner & Suddart).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2013, prevalensi diabetes dan hipertiroid di Indonesia berdasarkan wawancara
yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5 persen dan 0,4 persen. DM terdiagnosis
dokter atau gejala sebesar 2,1 persen. Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter
tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara
(2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis
dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara
(3,6%), dan Nusa Tenggara Timur 3,3 persen. Prevalensi Diabetes
Mellitus berdasarkan diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan  
bertambahnya  umur,   namun   mulai  umur  ≥  65  tahun  cenderung menurun.
(Kemenkes, 2013)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Diabetes Mellitus ?
2. Apa saja macam-macam Diabetes Mellitus ?
3. Apa etiologi dan faktor predisposisi Diabetes Mellitus ?
4. Bagaimana patofisiologi Diabetes Mellitus ?
5. Bagaimana manifestasi klinis Diabetes Mellitus ?
6. Apa saja komplikasi macro dan micro Diabetes Mellitus ?
7. Bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawatan Diabetes Mellitus ?
8. Apa saja pemeriksaan diagnostic Diabetes Mellitus ?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit Diabetes Mellitus ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui apa definisi dari Diabetes Mellitus ?
2. Untuk mengetahui apa saja macam-macam Diabetes Mellitus ?
3. Untuk mengetahui apa etiologi dan faktor predisposisi Diabetes Mellitus ?
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi Diabetes Mellitus ?
5. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis Diabetes Mellitus ?
6. Untuk mengetahui apa saja komplikasi macro dan micro Diabetes Mellitus ?
7. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis dan keperawatan
Diabetes Mellitus ?
8. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan diagnostic Diabetes Mellitus ?
9. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit Diabetes
Mellitus ?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Diabetes Mellitus (kencing manis) adalah suatu penyakit dengan peningkatan
glukosa darah diatas normal. Dimana kadar diatur tingkatannya oleh hormone insulin
yang diproduksi oleh pancreas (Shadine, 2010).
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolism yang merupakan suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar
glukosa darah di atas nilai normal (Kemenkes, 2013).
Diabetes Mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis dan multifactorial
yang dicirikan dengan hiperglikemia dengan hiper lipidemia (Baradero. 2009).
Diabetes Mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, 2002).
Diabetes Mellitus adalah suatu sindrom defisiensi sekresi insulin atau
pengurangan efektifitas kerja insulin atau keduanya yang menyebabkan hiperglikemia
(Marelli, 2008).
Penyakit kencing manis (Diabetes Mellitus) adalah suatu kumpulan gejala
yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah secara terus-menerus (kronis) akibat kekurangan insulin baik
kuantitatif maupun kualitatif (Tapan, 2005).

2.2 Macam-macam Diabetes Mellitus


1. Diabetes tipe I (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin)
Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas. Kombinasi
faktor genetic, imunologi, dan mungkin pula lingkungan diperkirakan turut
menimbulkan destruksi sel beta.
2. Diabetes tipe II (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin)
Diabetes tipe II terjadi paling sering pada orang dewasa, khususnya pada
individu kegemukan. 90% sampai 95% penderita diabetic adalah tipe II.
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin atau
akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.

2.3 Etiologi dan Faktor Predisposisi


DM adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar
gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormone insulin baik
absolut maupun relative. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali
sedangkan relative berarti jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi atau daya
kerjanya kurang. Hormone insulin dibuat dalam pancreas. Keadaan yang
menyebabkan hiperglikemia adalah :
1. Kerusakan genetic dari sel beta
2. Kerusakan genetic dari aksi insulin
3. Penyakit dari pancreas endokrin : pankreasitis, trauma, neoplasma
4. Mengkonsumsi obat-obatan ilmiah
5. Infeksi
6. Faktor keturunan
Ada beberapa penyebab Diabetes Mellius menurut Smeltzer (2002) yakni
sebagai berikut :
a. Diabetes tipe I (Diabetes Mellitus Tergantung Insulin)
 Faktor  Genetik
Penderita  Diabetes  Mellitus  tidak   mewarisi  Diabetes  Tipe  I
itu sendiri, tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan
genetik ke arah terjadinya Diabetes Tipe I. Kecenderungan genetik
ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA
(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan
gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses
imun lainnya.
 Faktor Imunologi
Pada Diabetes Tipe I terdapat bukti adanya suatu proses autoimun.
Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah
pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya saolah-olah sebagai jaringan
asing. autoantibodi terhadap sel-sel pulau langerhans dan insulin
endogen (interna) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan
beberapa tahun sebelum timbulnya tanda-tanda klinis Diabetes
Tipe I.
 Faktor Lingkungan
Infeksi virus misalnya Coxsackie B4, gondongan (mumps),
rubella, sitomegalovirus dan toksin tertentu misalnya golongan
nitrosamin yang terdapat pada daging yang diawetkan dapat
memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta
pankreas.
b. Diabetes tipe II (Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin)
 Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65
tahun)
 Obesitas
 Riwayat keluarga
 Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta
penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih
besar untuk terjadinya Diabetes Tipe II dibandingkan dengan
golongan Afro-Amerika).

2.4 Patofisiologi
a. Diabetes tipe I

Pada Diabetes Melitus Tipe I terdapat kekurangan insulin absolut


sehingga pasien membutuhkan suplai insulin dari luar.keadaan ini disebabkan
oleh lesi pada sel beta pankreas karena mekanisme autoimun yang pada
keadaan tertentu dipicu oleh infeksi virus. Pulau pankreas diinfiltrasi oleh
limfosit T dan dapat ditemukan autoantibodi terhadap jaringan pulau (antibodi
sel langerhans) dan insulin. Setelah merusak sel beta, antibodi sel langerhans
menghilang. Namun saat sel beta pankreas telah dirusak maka produksi
insulin juga akan mengalami gangguan. Dimana sel beta pankreas tidak akan
dapat memproduksi insulin sehingga akan terjadi defisiensi insulin. Maka
akan terjadi hiperglikemia dimana glukosa akan meningkat di dalam darah
sebab tidak ada yang membawa masuk glukosa ke dalam sel (Silbernalg,
2007)
b. Diabetes tipe II

Pada DM tipe II (DM yang tidak tergantung insulin (NIDDM),


sebelumnya disebut dengan DM tipe dewasa) hingga saat ini merupakan
diabetes yang paling sering terjadi. Pada tipe ini, disposisi genetik juga
berperan penting. Namun terdapat defisiensi insulin relatif; pasien tidak
mutlak bergantung pada suplai insulin dari luar. Pelepasan insulin dapat
normal atau bahkan meningkat, tetapi organ target memiliki sensitifitas yang
berkurang terhadap insulin. Sebagian besar pasien DM tipe II memiliki berat
badan berlebih. Obesitas terjadi karena disposisi genetik, asupan makanan
yang terlalu banyak, dan aktifitas fisik yang terlalu sedikit.
Ketidakseimbangan antara suplai dan pengeluaran energi meningkatkan
konsentrasi asam lemak di dalam darah. Hal ini selanjutnya akan menurunkan
penggunaan glukosa di otot dan jaringan lemak. Akibatnya, terjadi resistensi
insulin yang memaksa untuk meningkatan pelepasan insulin. Akibat regulasi
menurun pada reseptor, resistensi insulin semakin meningkat. Obesitas
merupakan pemicu yang penting, namun bukan merupakan penyebab tunggal
Diabetes Tipe II.  (Silbernalg, 2007).
2.5 Manifestasi Klinis
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau
kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah,
dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160-180 mg/dL dan
air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung
gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala
dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
a) Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
b) Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
c) Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
d) Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
e) Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
f) Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
g) Cepat lelah dan lemah setiap waktu
h) Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
i) Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
j) Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan
seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing
manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu
atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita penyakit diabetes mellitus
tipe 1. Lain halnya pada penderita Diabetes Mellitus Tipe II, umumnya mereka
tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak
mengetahui telah menderita kencing manis (Shadine, 2010).

2.6 Komplikasi
1) Komplikasi akut : terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan
jangka pendek dalam glukosa darah
a. Hipoglikemia
b. Ketoasidosis diabetic (DKA)
c. Sindrom hiperglikemik hyperosmolar non-ketotic (HHNK)
2) Komplikasi kronis : umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah
awitan
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar) : mengenai
sirkulasi coroner, vascular perifer, dan vaskuler serebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil) : mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (neuropati). Control glukosa darah untuk
memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi
makrovaskular maupuan komplikasi mikrovaskular.
c. Penyakit neuropati : mengenai saraf sensorik-motorik dan
autonomi serta menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus
pada kaki.

2.7 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


a. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan
diabetes. Penatalaksaan nutrisi pada penderita Diabetes Mellitus diarahkan
untuk mencapai tujuan berikut:
1) Memberikan  semua unsur makanan esensial (misalnya, vitamin,
mineral
2) Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
3) Memenuhi kebutuhan energy
4) Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-
cara yang aman dan praktis
5) Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat.
b. Latihan (olah raga)
Latihan  sangat  penting dalam penatalaksanaan diabetik karena efeknya dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin. Sirkulasi darah dan otot juga diperbaiki dengan
berolahraga.
c. Pemantauan Kadar Glukosa dan Keton
Pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri memungkinkan deteksi dan
pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia, dan berperan dalam
menentukan kadar glukosa darah normal yang kemungkinan akan mengurangi
komplikasi diabetes jangka panjang. Pemantauan kadar glukosa darah
merupakan prosedur yang berguna bagi semua penderita diabetes.
Pemantauan ini merupakan dasar untuk melaksanakan terapi insulin yang
intensif dan untuk menangani kehamilan yang dipersulit oleh penyakit
diabetes. Pemeriksaan ini juga sangat dianjurkan bagi pasien-pasien dengan:
1) Penyakit diabetes yang tidak stabil
2) Kecenderungan untuk mengalami ketosis berat atau hipoglikemia
3) Hipoglikemia tanpa gejala peringatan
4) Ambang glukosa renal yang abnormal
Bagi penderita yang tidak menggunakan insulin, pemantauan mandiri glukosa
darah sangat membantu dalam melakukan pemantauan terhadap efektivitas
latihan, diet, dan obat hipoglikemia oral. Metode ini juga dapat membantu
memotivasi pasien untuk melanjutkan terapinya. Bagi penderita Diabetes
Mellitus tipe II, pemantauan mandiri glukosa darah harus dianjurkan dalam
kondisi yang juga dapat menyebabkan hiperglikemia  (misalnya, keadaan
sakit)  atau  hipoglikemia  (misalnya, peningkatan aktifias berlebihan)
d. Terapi Insulin
Pada Diabetes Mellitus  tipe II insulin mungkin diperlukan seabgai terapi
jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat
hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Disamping itu, sebagian
pasien Diabetes Mellitus tipe II yang biasanya mengendalikan kadar glukosa
darah dengan diet dan obat oral kadang membutuhkan insulin secara temporer
selama mengalami sakit, kehamilan, pembedahan, atau beberapa kejadian
stress lainnya. Preparat insulin dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori 
utama, yaitu:
1) Insulin regular (R) / Short acting Insulin
2) NPH Insulin / Intermediate acting Insulin, Lente Insulin (L)
3) Ultralente Insulin (UL) / Long acting Insulin
e. Pendidikan / Penyuluhan
Pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan bagi pasien diabetes
bertujuan untuk menunjang perilaku meningkatkan pemahaman pasien akan
penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal dan
penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik. Sasaran
penyuluhan adalah pasien diabetes beserta keluarganya, orang-orang yang
beraktivitas bersama-sama dengan pasien sehari-hari baik di lingkungan
rumah maupun lingkungan lain. Pada pasien Diabetes Mellitus tipe II yang
beru terdeteksi, pendidikan dasar tentang diabetes harus mencakup informasi
tentang ketrampilan preventif, antara lain:
1) Perawatan kaki
2) Perawatan mata
3) Higiene umum (misalnya, perawatan kulit, kebersihan mulut)
4) Penanganan faktor resiko (mengendalikan tekanan darah dan kadar
lemak darah, menormalkan kadar glukosa darah) (Smeltzer, 2002).

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


a. Glukosa darah : Meningkat 200 – 100 mg/dl, atau lebih.
b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
c. Asam lemak bebas : Kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolalitas serum : Meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l.
e. Elektrolit
 Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun.
 Kalium : Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),
selanjut-nya akan menurun.
 Fosfor : Lebih sering menurun.
f. Hemoglobin glikosilat : Kadarnya meningkat 2 – 4 kali lipat dari normal
yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir
(lama hidup SDM) karenanya sangat bermanfaat dalam membedakan
DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan
dengan insiden (mis. ISK baru).
g. Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 (asidosis etabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi); leukositosis,
hemokonsentrasi, merupakan respons terhadap stres atau infeksi.
i. Ureum/kreatinin : Mungkin meningkat atau normal (dehidrasi / penurunan
fungsi ginjal).
j. Amilase   darah :  Mungkin   meningkat  yang  mengindikasikan  adanya
pankreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k. Insulin darah : Mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe I)
atau normal sampai tinggi (tipe II) uang mengindikasikan
insufisiensi insulin/gangguan dalam penggunaannya (endogen/ eksogen).
Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan
antibody (autoantibody).
l. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m. Urine : Gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
n. Kultur dan sensitivitas : Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernapasan dan infeksi pada luka (Doengoes, 2000).

2.9 Asuhan Keperawatan


a. Pengkajian
Menurut Doenges, (2000) pengkajian keperawatan pada Diabetes Mellitus
dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Aktivitas/Istrahat
Gejala: lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan tidur/istrahat.
Tanda: takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau dengan
aktivitas, letargi/disorientasi, koma dan penurunan kekuatan otot.
2) Sirkulasi
Gejala: Adanya riwayat hipertensi, IMA dan kesemutan pada
extremitas,  Ulkus pada kaki dengan penyembuhan yang lama.
Tanda:  Takikardia,  perubahan  tekanan  darah  postural,
hipertensi, nadi menurun, disritmia, krekels, GJK, kulit panas,
kering, dan kemerahan,  bola mata cekung.
3) Integritas Ego
Gejala: Stress, tergantung pada orang lain,
Tanda: Ansietas, peka rangsang.
4) Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih (polyuria), Rasa nyeri atau
terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK, nyeri tekan abdomen,
diare
Tanda: Urine encer, pucat, kuning, polyuria (dapat berubah
menjadi oliguria/anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine
berkabut, bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites,
bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
5) Makanan dan Cairan
Gejala: Hilang nafsu makan, mual/muntah , penurunan berat
badan, sering kehausan.
Tanda: Kulit kering, turgor jelek, distensi abdomen, muntah, napas
berbau aseton.
6) Neurosensori
Gejala: Pusing, sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot,
gangguan penglihatan.
Tanda: Disorientasi; mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap
lanjut). Gangguan memori.
7) Nyeri dan Kenyamanan
Gejala: Nyeri abdomen
Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-
hati.
8) Pernapasan
Gejala: Merasa kekurangan oksigen.
Tanda: Lapar udara/ sesak.
9) Keamanan
Gejala: Ulkus kulit, kulit kering dan gatal.
Tanda: Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya
kekuatan umum, rentang gerak.
10) Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada
pria, kesulitan orgasme pada wanita

b. Diagnose Keperawatan

Menurut Doenges (2000), diagnosa keperawatan yang lazim terjadi


pada Diabetes Mellitus meliputi :
1) Kekurangan volume cairan  berhubungan dengan diuresis osmotik,
kehilangan gastrik yang  berlebihan (muntah, diare)
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak
cukupan insulin
3) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi.
4) Risiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan
dengan perubahan kimia endogen: ketidak seimbangan
glukosa/insulin atau elektrolit.

c. Intervensi Keperawatan
1) Kekurangan volume cairan  berhubungan dengan diuresis osmotik,
kehilangan gastrik yang  berlebihan (muntah, diare).
Hasil yang diharapkan: Mendemonstrasikan hidrasi adekuat.
Kriteria evaluasi klien akan:
Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan:
 Tanda-tanda vital stabil.
 Nadi perifer dapat diraba.
 Turgor kulit baik.
 Pengisian kapiler baik.
 Haluaran urine normal secara individu
 Kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi Rasional
1) Dapatkan riwayat pasien/orang 1) Membantu dalam
terdekat sehubungan  lamanya/ memperbaiki kekurangan
intensitas seperti muntah, penge- volume total. Tanda dan
luaran urine yang sangat berlebi- gejala mungkin sudah lama
han. ada pada beberapa waktu
sebelumnya ( beberapa jam
sampai beberapa hari) adanya
proses infeksi meng-
akibatkan demam dan
keadaan Hipermetabolik yang
meningkatkan kehilangan air
tidak kasat mata.
2) Pantau tanda-tanda vital, catat 2) Hipovolemia dapat
adanya  TD Artostatik dimanivestasikan oleh
hipotensi dan Takikardia.
Perkiraan berat ringannya
Hipovolemia dapat dibuat
ketika tekanan darah sistolik
pasien turun lebih dari 10 mm
Hg dari posisi ber-baring ke
posisi duduk atau ber-
diri. Catatan :  Neuropati
jantung dapat memutuskan
refleks-refleks yang secara
normal meningkatkan denyut
jantung.
3) Pola nafas seperti adanya per- 3) Paru-paru mengeluarkan
napasan Kusmaul atau napas asam kar-bonat melalui
yang berbau keton. pernapasan yang
menghasilkan kompensasi
alkalosis respiratoris terhadap
keadaan ketoasidosis.
Pernapasan yang berbau
aseton berhubungan peme-
cahan asam asetoasetat dan
harus berkurang bila ketosis
harus terkoreksi.
4) Frekwensi dan kualitas perna- 4) Koreksi hiperglikemia dan
pasan, penggunaan otot bantu asidosis akan menyebabkan
napas dan adanya periode apnea pola dan frekuensi
dan munculnya sianosis. pernapasan mendekati
normal. Tetapi peningkatan
kerja pernapasan; pernapasan
dangkal, pernapasan cepat;
dan munculnya sianosis
mungkin merupakan indikasi
dari kelelahan pernapasan
atau mungkin pasien itu kehi-
langan kemampuannya untuk
melakukan kompensasi pada
asidosis.
5) Suhu, warna kulit atau kelem- 5) Meskipun demam, menggigil
babannya. dan diaforesis merupakan hal
umum terjadi pada proses
infeksi, demam dengan kulit
yang kemerahan, kering
mungkin sebagai cerminan
dari dehidrasi.
6) Kaji nadi perifer, pengisian 6) Merupakan indikator dari
kapiler, turgor kulit dan tingkat dehidrasi atau volume
membran mukosa. sirkulasi yang adekuat.
7) Pantau masukan dan 7) Memberikan perkiraan
pengeluaran, catat berat jenis kebutuhan akan cairan
urine. pengganti, fungsi ginjal dan
keefektifan dari terapi yang
diberikan.
8) Ukur berat badan setiap hari. 8) Memberikan hasil pengkajian
yang terbaik dari status cairan
yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam
memberikan cairan
pengganti.
9) Pertahankan untuk memberikan 9) Mempertahankan
cairan paling sedikit 2500 hidrasi/volume sirkulasi.
ml/hari dalam batas yang dapat
ditoleran-si jantung jika
pemasukan cairan melalui oral
sudah dapat diberikan.
10) Tingkatkan lingkungan yang 10) Menghindari pemanasan
dapat menimbulkan rasa yang ber-lebihan terhadap
nyaman. Selimuti pasien dengan pasien lebih lanjut akan dapat
selimut tipis. menimbulkan kehilangan
cairan.
11) Kaji adanya perubahan mental/  11) Perubahan mental dapat
sensori. berhubungan dengan glukosa
yang tinggi atau rendah 
(Hiperglikemia atau
hipoglikemia) elektrolit yang
abnormal, asidosis,
penurunan perfusi serebral
dan berkembang-nya
hipoksia. Penyebab yang
tidak tertangani, gangguan
kesadaran dapat menjadi
predisposisi (pencetus)
12) Catat hal-hal yang dilaporkan aspirasi pada pasien.
seperti mual, nyeri abdomen, 12) Kekurangan cairan dan
muntah dan distensi lambung. elektrolit mengubah motilitas
lambung, yang sering kali
akan menimbul-kan muntah
dan secara potensial akan
menimbulkan kekurangan
13) Observasi adanya perasaan cairan atau eletrolit.
kelelahan yang meningkat, 13) Pemberian cairan untuk
edema, peningkatan berat badan, perbaikan yang cepat mugkin
nadi tidak teratur, dan adanya sangat berpotensi
distensi pada vaskuler. menimbulkan kelebihan
beban cairan dan GJK.

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan  


ketidak cukupan insulin
Hasil yang diharapkan: Jumlah kalori/Nutrisi normal
Intervensi Rasional
1) Timbang berat badan setiap hari 1) Mengkaji pemasukan makanan
se-suai indikasi. yang adekuat (termasuk absorbsi
dan utilisasinya).
2) Tentukan program diet dan pola 2) Mengidentifikasi kekurangan dan
ma-kan pasien dan bandingkan penyimpangan dari kebutuhan ter-
dengan makanan yang dapat apeutik.
dihabiskan oleh pasien.
3) Auskultasi bising usus, catat 3) Hiperglikemia dan gangguan
adanya nyeri abdomen/perut kese-imbangan  cairan dan
kembung, mual, muntahan elektrolit  dapat menurunkan
makanan yang tidak dicerna dan motilitas/fungsi lambung (distensi
pertahankan keadaan puasa sesuai atau ileus paralitik) yang akan
dengan indikasi. mempengaruhi pilihan intervensi.
4) Berikan makanan cair yang meng- 4) Pemberian makanan melalui oral
andung zat makanan (Nutrien) lebih baik jika pasien sadar dan
dan eletrolit dan segera jika fungsi gastrointestinal baik.
pasien sudah dapat
mentoleransinya melalui pem-
berian cairan lewat oral.
Selanjutnya terus upayakan
pemberian makanan yang lebih
padat sesuai dengan yang dapat
ditoleransinya.
5) Identifikasi makanan yang disukai 5) Jika makanan yang disukai pasien
/dikehendaki termasuk kebutuhan dapat dimasukkan dalam
sesuai dengan etnik. perencanaan makan, kerja sama
ini dapat diupayakan setelah
pulang.
6) Libatkan keluarga pasien pada 6) Meningkatkan rasa
perencanaan makanan sesuai indi- keterlibatanya; memberikan
kasi. informasi pada keluarga untuk
memahami kebutuhan nutrisi
pasien. 
7) Observasi tanda-tanda 7) Karena metabolisme karbohidrat
hipoglikemia . seperti perubahan mu-lai terjadi (gula darah akan
tingkat kesadaran, kulit lembab berkurang, dan sementara tetap
(dingin), denyut nadi cepat, lapar, diberikan insulin maka
peka rangsang, cemas, sakit hipoglikemia dapat terjadi). Jika
kepala, pusing, dan sempoyo- pasien dalam keadaan koma,
ngan. hipoglikemia mungkin terjadi
tanpa memperlihatkan perubahan
tingkat kesadaran. Ini secara
potensial dapat mengancam
kehidupan yang harus dikaji dan
ditangani secara cepat melalui
tindakan yang direncanakan.

3) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,


penurunan fungsi leukosit, perubahan pada sirkulasi.
Hasil yang diharapkan: Resiko infeksi berkurang.
Kriteria evaluasi klien akan: Mendemonstrasikan perubahan gaya
hidup untuk mencegah terjadinya infeksi
Intervensi Rasional
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan 1) Pasien mungkin masuk dengan
peradangan seperti demam, infeksi yang biasanya telah men-
kemerahan, adanya fus pada luka, cetuskan keadaan ketoasidosis
sputum purulen, urine warna atau dapat mengalami infeksi
keruh, atau berkabut. nosokomial.
2) Tingkatkan upaya pencegahan 2) Mencegah timbulnya infeksi.
dengan melakukan cuci tangan
yang baik pada semua orang yang
berhubungan dengan pasien
termasuk pasiennya sendiri.
3) Pertahankan teknik aseptik pada 3) Kadar glukosa yang tinggi dalam
prosedur invasif (seperti darah akan menjadi media terbaik
pemasangan infus, pemasangan untuk pertumbuhan kuman.
kateter dan sebagainya),
pemberian perawatan, dan
pemeliharaan.
4) Lakukan perawatan perineal 4) Mengurangi resiko terjadinya
dengan baik. Ajarkan pasien infeksi saluran kemih. Pasien
wanita untuk membersihkan koma mungkin memiliki resiko
daerah perinealnya dari depan ke yang khusus jika terjadi retensi
belakang setelah eliminasi. urine pada saat awal dirawat.
Catatan: pasien DM wanita lansia
merupakan kelompok utama yang
paling beresiko terjadi infeksi
saluran kemih.
5) Berikan perawatan kulit dengan 5) Sirkulasi perifer yang terganggu
teratur dan sungguh-sungguh, bisa menempatkan pasien pada
masase daerah tulang yang peningkatan resiko terjadinya ke-
tertekan, jaga kulit tetap kering rusakan pada kulit/iritasi kulit dan
dan tetap kencang. infeksi.
6) Auskultasi bunyi napas. 6) Ronchi mengidentifikasikan
adanya akumulasi sekret yang
mungkin berhubungan dengan
pneumonia/ bronchitis. Edema
paru (bunyi kre-kels) mungkin
sebagai akibat dari pemberian
cairan yang terlalu
cepat/berlebihan atau GJK.
7) Posisikan pasien pada posisi 7) Memberikan kemudahan bagi
semi-fowler. paru untuk mengembang;
menurunkan resiko terjadinya
aspirasi.
8) Lakukan perubahan posisi dan an- 8) Membantu dalam memventilasi-
jurkan pasien untuk batuk kan semua daerah paru dan me-
efektif /napas dalam jika pasien mobilisasi sekret. Mencegah agar
sadar dan kooperatif. Lakukan sekret tidak statis sehingga terjadi
penghisapan lendir pada jalan peningkatan resiko infeksi.
napas dengan menggunakan
tehnik steril sesuai keperluannya.
9) Berikan tissu dan tempat sputum 9) Mengurangi penyebab infeksi
pada tempat yang mudah
dijangkau untuk penampungan
sputum atau sekret yang lainnya.
10) Bantu pasien untuk melakukan 10) Menurunkan resiko terjadinya pe-
higiene oral. nyakit mulut dan gusi.
11) Anjurkan untuk makan dan 11) Menurunkan kemungkinan
minum yang adekuat. (kira-kira terjadinya infeksi. Meningkatkan
3000 ml/hari jika tidak ada aliran urine untuk mencegah urine
kontraindikasi). yang statis dan membantu dalam
mempertahankan pH/keasaman
urine, yang menurunkan
pertumbu-han bakteri dan
pengeluaran organisme dari
sistem organ tersebut

4) Risiko tinggi terhadp perubahan sensori-persepsi berhubungan dengan


pe-rubahan kimia endogen, ketidak seimbangan glukosa/ insulin dan
elektrolit.
Hasil yang diharapkan: Mempertahankan tingkat mental biasanya
Intervensi Rasional

1) Pantau tanda-tanda vital dan 1) Sebagai dasar untuk


status mental. membandingkan temuan
abnormal seperti suhu yang
meningkat dapat mempengaruhi
fungsi mental.
2) Panggil pasien dengan nama, 2) Menurunkan kebingungan dan
orientasikan kembali sesuai membantu untuk
dengan kebutuhannya, misalnya mempertahankan kontak dengan
terhadap tempat, orang dan realitas.
waktu. Berikan penjelasan yang
singkat dengan bicara perlahan
dan jelas.
3) Jadwalkan intervensi keperawatan 3) Meningkatkan tidur, menurunkan
agar tidak mengganggu waktu rasa letih, dan dapat memperbaiki
istrahat pasien. daya pikir.
4) Pelihara aktivitas rutin pasie 4) Membantu memelihara pasien
sekonsisten mungkin, dorong tetap berhubungan dengan realitas
untuk melakukan kegiatan sehari- dan mempertahankan orientasi
hari sesuai kemampuangnya. pada ling-kungannya.
5) Lindungi pasien dari cedera  5) Pasien mengalami disorientasi
ketika tingkat kesadaran pasien merupakan awal kemungkinan
terganggu. Berikan bantalan lunak timbulnya cedera. Terutama
pada pagar tempat tidur dan malam hari dan perlu pencegahan
berikan jalan napas buatan yang sesuai indikasi. Munculnya
lunak jika pasien kemungkinan kejang perlu diantisipasi untuk
kejang. mencegah trauma fisik, aspirasi
dan sebagainya.
6) Evaluasi lapang pandang pengli- 6) Edema/lepasnya retina,
hatan sesuai dengan indikasi hemoragis, katarak, atau paralisis
otot ekstraokuler sementara
mengganggu penglihatan yang
memerlukan terapi korektif atau
perawatan penyokong.
7) Selidiki adanya keluhan
7) Neuropati perifer dapat
parestesia, nyeri, atau kehilangan
mengakibatkan rasa tidak nyaman
sensori pada paha atau kaki. Lihat
yang berat, kehilangan sensasi
adanya ulkus, daerah kemerahan,
sentuhan/distorsi yang
tempat-tempat tertekan.
mempunyai resiko tinggi terhadap
Kehilangan denyut nadi perifer.
kerusakan kulit dan gangguan
keseimbangan.
8) Berikan tempat tidur yang lembut.
8) Meningkatkan rasa nyaman dan
Pelihara kehangatan kaki/tangan,
menurunkan kemungkinan
hindari terpajan terhadap air
kerusakan kulit karena panas.
panas atau dingin atau
Catatan: munculnya dingin yang
penggunaan bantalan/pemanas.
tiba-tiba pada tangan atau kaki
dapat mencerminkan adanya
hipoglikemia , yang perlu
melakukan pemeriksaan terhadap
9) Bantu pasien dalam ambulasi atau kadar gula darah.
perubahan posisi. 9) Meningkatkan keamanan pasien
terutama ketika rasa ketidakse-
imbangan dipengaruhi.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari makalah yang saya buat, dapat ditarik kesimpulan bahwa penyakit 
Diabetes Militus (DM) ini sangat brerbahaya dan menakutkan. Banyak sekali faktor
yang menyebabkan seseorang menderita penyakit Diabetes Militus. Seperti
conohnya, Obesitas(berat badan berlebih),faktor genetis, pola hidup yang tidak sehat
(jarang berolah raga), kurang tidur, dan masih banyak yang lainnya.

3.2 Saran
Adapun saran bagi pembaca dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Selalu berhati-hatilah dalam menjaga pola  hidup. Sering berolah raga dan
istirahat yang cukup.
2. Jaga pola makan anda. Jangan terlalu sering mengkonsumsi makanan atau
minuman yang terlalu manis. Karena itu dapat menyebabkan kadar gula
melonjak tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC


Shadine, 2010. Mengenal Penyakit Hipertensi, Diabetes, Stroke, dan Serangan
Jantung. Jakarta : Keenbooks
Smeltzer, & Bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal. Bedah Brunner dan
Suddarth. Jakarta : EGC
Tapan, 2005. Penyakit Degeneratif. Jakarta : Elex Media Komputindo
Kemenkes, 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Badan Penelitian dan
Pembangunan Kesehatan : Jakarta.
Baradero, 2009. Klien Gangguan Endokrin. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai