Disusun Oleh :
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan rahmat dan karuniaNya kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas harian secara khusus,
ucapan terimakasih kami sampaikan kepada dosen pembimbing dan juga semua pihak
yang telah membantu dalam proses penulisan makalah ini.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...…….i
DAFTAR ISI…………………………...…………………………………….…...…..ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………...
……..1
BAB II PEMBAHASAN…………………………..………………………………….
…….…3
2.1 Pengertian………………………………………………………………..3
2.2 Teori Nyeri………………………………………………………………3
2.3 Klasifikasi Nyeri…………………………………………………………5
2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri……………………………..7
2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Nyeri………………………..10
2.6 Pengukuran Nyeri………………………………………………………11
2.7 Manajemen nyeri……………………………………………………….12
2.8 Peran Perawat Dalam Menangani Nyeri……………………………….16
3.1. Kesimpulan……………………………………………………………...18
3.2. Saran…………………………………………………………………….18
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..19
ii
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Nyeri adalah respon subjektif terhadap stressor fisik dan psikologis.
Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam hal skala ataupun
tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat menjelaskan atau
mengevaluasi rasa nyeri didalamnya (Tetty, 2015). Menurut Smeltzer &
Bare (2002), definisi keperawatan tentang nyeri adalah apapun yang ada
kapanpun individu mengatakkannya.
Nyeri sering sekali dijelaskan dan istilah destruktif jaringan seperti
ditusuk-tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, perasaan takut, mual
dan mabuk. Terlebih setiap perasaan nyeri dengan intensitas sedang sampai
kuat disertai oleh rasa cemas dan keinginan kuat untuk melepaskan diri dari
atau meniadakan perasaan itu. Rasa nyeri merupakan mekanisme
pertahanan tubuh, timbul bila ada jaringan rusak dan hal ini akan
menyebabkan individu bereaksi dengan memindahkan stimulus nyeri
(Gayton & Hall, 1997).
Nyeri dianggap sebagai kondisi yang alami dari proses penuaan. Cara
menafsirkan nyeri ada dua. Pertama, rasa sakit adalah normal dari
proses penuaan. Kedua, sebagai tanda penuaan. Usia sebagai faktor
prnting dalam pemberian obat. Perubahan metabolic pada orangyang
lebih tua mempengaruhi respon terhadap analgesic opioid. Banyak
penelitian telah dilakukan untuk mengetahui pengaruh usia terhadap
persepsi nyeri dan hasilnya sudah tidak konsisten.
Washington, Gibson dan Helme (2000) menemukan bahwa orangtua
membutuhkan intensitas lebih tinggi dari rangsangan nyeri
dibandingkan orang usia muda. Menurut Edwards dan Fillingham
(2000) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan pada persepsi nyeri
antara orang muda dengan orangtua, sedangkan menurut Li, Green-wald
dan Gennis (2001) menemukan bahwa nyeri pada pasien lansia
merupakan bagian dari proses penuaan. Pasien usia lanjut melaporkan
nyeri kurang signifikan dibandingkan pasien yang lebih muda.
b. Jenis Kelamin
Respon nyeri dipengaruhi oleh jenis kelamin. Logan dan Rose (2004)
telah melakukan penelitian terhadap sample 100 pasien untuk
mengetahui perbedaan respon nyeri antara laki-laki dan perempuan.
Hasilnya menunjukkan bahwa ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan dalam merespon nyeri yaitu perempuan mempunyai respon
nyeri lebih baik dari pada laki-laki.
c. Etnis
Data-data menunjukkan bahwa golongsan kulit hitam di Amerika
menunjukkan toleransi yang rendah bila dibandingkan dengan orang
kulit hitam untuk stimulus spesifik termasuk rasa panas, nyeri iskemik,
tekanan, dingin.
Orang kulit hitam juga menu jukkan rating yang lebih tinggi terhadap
interfitas dan ketidaknyamanan nyeri dan lebih sering melakukan
strategi penghindaran nyeri pasif. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
melaporkan bahwa orang kulit hitam memiliki level nyeri lebih tinggi
untuk migraine, nyeri paska operasi, nyeri myofasial dan nyeri kronik
nonkanker. Hal ini menunjukkan bahwa faktor etnik dapat memiliki
hubungan langsung terhadap aspek sensitifitas nyeri dan pelaporannya.
d. Pendidikan
Tingkat pendidikan mempunyai hubungan negative dengan persepsi
nyeri, semakin rendah pendidikan menyebabkan peningkatan intensitas
nyeri dan disabilitas akibat nyeri. Hal tersebut berhubungan dengan
strategi coping, yaitu konsekuensi masing-masing individu untuk
menilai suatu keadaan.
e. Budaya
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan
bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka
melakukan kesalahan jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri. Suza
(2003), menemukan bahwa orang Jawa dan Batak mempunyai respon
yang berbeda terhdap nyeri. Dia menemukan bahwa pasien Jawa
mencoba untuk mengabaikan rasa sakit dan hanya diam, menunjukkan
sikap tabah, dan mencoba mengalihkan rasa sakit melalui kegiatan
keagamaan. Ini berarti bahwa pasien Jawa memiliki kemampuan untuk
mengelolanya. Disisi lain pasien Batak merespon nyeri dengan
berteriak, menangis, atau marah dalam rangka untuk mendapatkan
perhatian dari orang lain, sehingga menunjukkan ekspresif.
10
11
12
14
16
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
Hendaknya kita dapat mengetahui konsep asuhan keperawatan pada nyeri dan
agar lebih memudahkan kita dalam membuat asuhan keperawatan pada
praktek lapangan nantinya.
18
DAFTAR PUSTAKA