Anda di halaman 1dari 36

ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM

KARDIOVASKULER “HIPERTENSI”

“Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Medikal Bedah”

Disusun Oleh :

Nama : Devi Andharista


NIRM : 18060
Kelas : 2B

Dosen Pembimbing :

Isnayati,Ns.,M.Kep

Suhatridjas,Dra.,S.Kep.,MKM.

Tini Wartini,SPd.,S.Kep.,MKM.

AKADEMI KEPERAWATAN PELNI

JAKARTA

2020
A. Pengertian
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolic sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi
tidak hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita
penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal dan pembuluh darah dan makin
tinggi tekanan darah, makin besar resikonya (NANDA,2015).

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik lebih


dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg
dalam pengukuran berulang.Faktor risiko dari hipertensi secara garis besar
dibagi dua, yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti genetik,
usia, dan jenis kelamin dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti
obesitas, stres, merokok, minum alkohol, konsumsi garam berlebih, dan
sebagainya.Hal-hal yang dapat memengaruhi fisiologi peningkatan tekanan
darah diantaranya kardiak output dan resistensi perifer, sistem renin-
angiotensin, dan sistem saraf otonom (Majority. 2016. Vol 5. No 3. Hal 20).

Hipertensi merupakan keadaan ketika tekanan darah sistolik lebih dari


120 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering
menyebabkan perubahan pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan
semakin tingginya tekanan darah. Pengobatan awal pada hipertensi sangatlah
penting karena dapat mencegah timbulnya komplikasi pada beberapa organ
tubuh seperti jantung, ginjal, dan otak (Arif Muttaqin, 2014).

Klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII

Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)


Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100

Klasifikasi tekanan dara menurut WHO

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)


Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi 140-159 90-99
ringan)
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi 160-179 100-109
sedang)
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140-149 < 90

B. Etiologi
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik.
Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan
tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
hipertensi antara lain : (Majority. 2015. Vol 4. No 5. Hal 14)

1. Genetik: adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan


keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium Individu dengan orang tua dengan hipertensi
mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi dari pada
orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu
didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam
keluarga.
2. Obesitas: berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for
Health USA (NIH,1998), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32%
untuk wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk
wanita bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar
internasional.
3. Jenis kelamin: prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita.
Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause
salah satunya adalah penyakit jantung koroner. Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL
yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses
aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan
adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita
mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini
melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana
hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita
secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun.
4. Stres: stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin
akan meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung
memompa darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningkat.
5. Kurang olahraga: Kurangnya aktivitas fisik menaikan risiko tekanan darah
tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang yang
tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan otot jantung
mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi, semakin keras dan
sering jantung harus memompa semakin besar pula kekuaan yang mendesak
arteri.
6. Pola asupan garam dalam diet: Konsumsi natrium yang berlebih menyebabkan
konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk
menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan
ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut
menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada
timbulnya hipertensi.
7. Kebiasaan Merokok: merokok menyebabkan peninggian tekanan darah.
Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi
maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami
ateriosklerosis.

C. Patofisiologi
Tekanan darah dipengaruhi volume sekuncup dan total peripheral
resistance. Apabila terjadi peningkatan salah satu dari variabel tersebut yang
tidak terkompensasi maka dapat menyebabkan timbulnya hipertensi. Tubuh
memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara
akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi dan mempertahankan stabilitas
tekanan darah dalam jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah
sangat kompleks. Pengendalian dimulai dari sistem reaksi cepat seperti reflex
kardiovaskuler melalui sistem saraf, refleks kemoreseptor, respon iskemia,
susunan saraf pusat yang berasal dari atrium, dan arteri pulmonalis otot polos.
Sedangkan sistem pengendalian reaksi lambat melalui perpindahan cairan
antara sirkulasi kapiler dan rongga intertisial yang dikontrol oleh hormon
angiotensin dan vasopresin. Kemudian dilanjutkan sistem poten dan
berlangsung dalam jangka panjang yang dipertahankan oleh sistem
pengaturan jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ.

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya


angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting enzyme (ACE).
ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah.
Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh
hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.
Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.

Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik


(ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan
bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat
yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.

Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks


adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan
penting pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron
akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari
tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.

D. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat muncul akibat hipertensi menurut
Elizabeth J. Corwin ialah bahwa sebagian besar gejala klinis timbul setelah
mengalami hipertensi bertahun-tahun. Manifestasi klinis yang timbul dapat
berupa nyeri kepala saat terjaga yang kadang-kadang disertai mual dan
muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakranium, penglihatan kabur
akibat kerusakan retina, ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan
susunan saraf, nokturia (peningkatan urinasi pada malam hari) karena
peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen
akibat peningkatan tekanan kapiler. Keterlibatan pembuluh darah otak dapat
menimbulkan stroke atau serangan iskemik transien yang bermanifestasi
sebagai paralisis sementara pada satu sisi atau hemiplegia atau gangguan
tajam penglihatan. Gejala lain yang sering ditemukan adalah epistaksis,
mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, dan mata
berkunang-kunang (Majority, 2015. Vol 4. No 5. Hal 14)

E. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang mengenai
mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina, gangguan
penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang
sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard.
Pada otak sering terjadi stroke dimana terjadi perdarahan yang disebabkan
oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan
lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak
sementara (Transient Ischemic Attack/TIA). Gagal ginjal sering dijumpai
sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan pada proses akut seperti pada
hipertensi maligna.

a) Otak
Stroke merupakan kerusakan target organ pada otak yang diakibatkan
oleh hipertensi. Stroke timbul karena perdarahan, tekanan intra kranial yang
meninggi, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang
terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila
arteri-arteri yang mendarahi otak mengalami hipertropi atau penebalan,
sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya akan berkurang.
Arteri-arteri di otak yang mengalami arterosklerosis melemah sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma. Ensefalopati juga dapat
terjadi terutama pada hipertensi maligna atau hipertensi dengan onset cepat.
Tekanan yang tinggi pada kelainan tersebut menyebabkan peningkatan
tekanan kapiler, sehingga mendorong cairan masuk ke dalam ruang
intertisium di seluruh susunan saraf pusat. Hal tersebut menyebabkan neuron-
neuron di sekitarnya kolap dan terjadi koma bahkan kematian.
b) Kardiovaskuler
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner mengalami
arterosklerosis atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah
yang melalui pembuluh darah tersebut, sehingga miokardium tidak
mendapatkan suplai oksigen yang cukup. Kebutuhan oksigen miokardium
yang tidak terpenuhi menyebabkan terjadinya iskemia jantung, yang pada
akhirnya dapat menjadi infark
c) Ginjal
Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat
tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus. Kerusakan
glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unitunit fungsional ginjal,
sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan kematian
ginjal. Kerusakan membran glomerulus juga akan menyebabkan protein
keluar melalui urin sehingga sering dijumpai edema sebagai akibat dari
tekanan osmotik koloid plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama terjadi
pada hipertensi kronik.
d) Retinopati
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pembuluh
darah pada retina. Makin tinggi tekanan darah dan makin lama hipertensi
tersebut berlangsung, maka makin berat pula kerusakan yang dapat
ditimbulkan. Kelainan lain pada retina yang terjadi akibat tekanan darah yang
tinggi adalah iskemik optik neuropati atau kerusakan pada saraf mata akibat
aliran darah yang buruk, oklusi arteri dan vena retina akibat penyumbatan
aliran darah pada arteri dan vena retina. Penderita retinopati hipertensif pada
awalnya tidak menunjukkan gejala, yang pada akhirnya dapat menjadi
kebutaan pada stadium akhir.
Kerusakan yang lebih parah pada mata terjadi pada kondisi hipertensi
maligna, di mana tekanan darah meningkat secara tiba-tiba. Manifestasi klinis
akibat hipertensi maligna juga terjadi secara mendadak, antara lain nyeri
kepala, double vision, dim vision, dan sudden vision loss.

F. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi Nonfarmakologi
1) Teknik-teknik mengurangi stress
2) Penurunan berat badan
3) Pembatasan alkohol, natrium, dan tembakau
4) Olahraga/latihan (meningkatkan lipoprotein berdensitas tinggi)
5) Relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap
terapi antihipertensi.
b. Terapi Farmakologi
Penatalaksanaan farmakologi menurut Saferi & Mariza (2013), merupakan
penanganan menggunakan obat-obatan, antara lain :
1) Diuretic
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh
(lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi ringan. Contoh obatnya
adalah Hidroklorotiazid.
2) Menekan simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktifitas saraf simpatis
(saraf yang bekerja pada saat kita beraktifitas). Contoh obatnya adalah
Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
3) Betabloker
Fungsi dari obat jenis betabloker adalah untuk menurunkan daya pompa
jantung dengan kontraindikasi pada penderita yang mengalami gangguan
pernafasan seperti asma bronchial. Contoh obatnya adalah metoprolol,
propranolol, atenolol.
4) Vasodilator arteriol yang bekerja langsung
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam
golongan ini adalah Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang
kemungkinan akan terjadi dari pemberian obat ini adalah sakit kepala dan
pusing.
5) Antagonis angiotensin (ACE inhibitor)
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat
angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping
yang mungkin timbul adalah batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.
6) Antagonis kalsium (blocker calcium antagonis)
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan
obat ini adalah Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang
mungkin timbul adalah sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.

G. Asuhan Keperawatan
 Pengkajian
Pengkajian dengan pasien hipertensi, meliputi :
1.  Identitas
- Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, tanggal lahir, alamat, suku, status, pekerjaan,
diagnose medis, no RM, tanggal pengkajian, tanggal masuk RS.
- Identitas Penanggung Jawab
Nama, umur, hubungan dengan pasien, pekerjaan.
2.  Keluhan utama
Pada umumnya pasien hipertensi mengeluh nyeri kepala dan kelelahan.
3. Riwayat penyakit saat ini
Pasien memiliki penyakit hipertensi.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat hipertensi dengan pengobatan yang tidak
terkontrol dan tidak berkesinambungan .Adanya riwayat penyakit ginjal
dan adrenal.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya penyakit hipertensi diturunkan dari orang tua
6. Pengkajian pola kesehatan
Menurut pola fungsi Gordon 1982, terdapat 11 pengkajian pola fungsi
kesehatan (Potter, Patricia. A. 1996) :
a. Pola Persepsi Dan Pemeliharaan Kesehatan
Klien akan menejelaskan bagaimana persepsi tentang penyakit
yang dideritanya.
b. Pola Nutrisi
Biasanya tidak ada masalah mengenai pola nutrisi, namun pada
penderita hipertensi biasanya diet rendah garam.
c. Pola Eliminasi
Biasanya tidak ada masalah mengenai pola eliminasi.
d. Aktivitas dan Latihan
Pada umumnya pasien lebih banyak beristirahat di rumah atau
fasilitas kesehatan, dengan memanfaatkan fasilitas TV sebagai
hiburan atau berkumpul bersama keluarga. Pada pasien hipertensi
ringan biasanya dianjurkan untuk melakukan latihan fisik seperti
lari, jogging, jalan santai atau bersepeda dan bersenang-senang.
Pada saat pengkajian, pasien biasanya mampu mengubah posisi d
itempat tidur, mampu duduk di tempat tidur, namun ketika pasien
berdiri dan berpindah pasien merasakan pusing.
e. Tidur dan Istirahat
Pasien biasanya mengalami gangguan tidur akibat nyeri dada,
sesak, dan pusing yang dirasakannya.
f. Sensori, Presepsi dan Kognitif
Biasanya dalam pola ini tidak mengalami gangguan yang berarti.
g. Konsep diri
Biasanya Klien terlihat lemah dan pucat, tingkat kecemasan klien
dapat dilihat saat pasien akan dilakukan tindakan keperawatan,
sering bertanya sesuatu tentang penyakitnya
h. Seksual dan Reproduksi
Biasanya dalam pola ini tidak mengalami gangguan yang berarti.
i. Pola Peran Hubungan
Biasanya dalam pola ini tidak mengalami gangguan.
j. Manajemen Koping Stress
Biasanya dalam pola ini tidak mengalami gangguan yang berarti,
pola ini mengenai bagaimana pasien menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
k. Sistem Nilai Dan Keyakinan
Pada umumnya, pasien tidak memiliki masalah dalam spiritual.
Status Kesehatan
1) Keadaan Umum
TTV, BB, GCS
2) Keadaan Umum     : lemah
Kesadaran     (E:M:V)
TTV, BB/TB                                              
3) Integumen
Kulit keriput atau tidak, kelenturan dan kelembaban kurang.
4) Kepala
Normal cephali, distribusi rambut, beruban/tidak, kulit kepala
dalam keadaan bersih/tidak, tidak terdapat ketombe ataupun kutu
rambut, wajah simetris, nyeri tekan ada/tidak
5) Mata
Pasien umumnya mengeluh pandangan kabur.
6) Telinga
Pasien umumnya tidak mengeluhkan gangguan pendengaran yang
berkaitan dengan hipertensi.
7) Hidung dan sinus
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
8) Mulut dan tenggorokan
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
9) Leher
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
10) Dada
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
11) Pernafasan
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
12) Kardiovaskular
TD= 160/100 mmHg, Nadi = 88x/menit (nadi teraba cukup kuat).
Lansia biasanya mengeluh dadanya berdebar – debar. Terkadang
terasa nyeri dada.
13) Gastrointestinal
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
14) Perkemihan
Pada umumnya pasien mengalami proteinuria.
15) Genitourinaria
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
16) Muskuloskeletal
Lansia biasanya merasakan kesemutan dan keram pada lutut saat
cuaca dingin sehingga sulit berdiri. Tonus otot berkurang, tulang
dada, pipi, klavikula tampak menonjol, terjadi sarkopenia,
ekstremitas atas bawah hangat.
17) Sistem saraf pusat
Lansia biasanya mengalami sedikit penurunan daya ingat, tidak
ada disorientasi, emisi tenang, siklus tidur memendek.
18) Sistem endokrin
Pada umumnya pasien tidak mengeluhkan gangguan.
Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi     : Pasien tampak lemah, pucat, adanya sianosis,
pasien tampak sesak  (adanya   pernafasan  cuping  hidung,
tampak  ada  retraksi dada, RR  > 16 - 20 kali/menit), tampak odema
pada ekstremitas.
b. Palpasi : Tekanan darah >160/90 mmHg, turgor kulit >2 detik,
CTR  > 2 detik,  nadi  teraba  kuat,  jelas,  dan  cepat,pembesaran
ginjal.
c. Perkusi       : Suara dullness pada paru.
d. Auskultasi  :Terdengar   suara     jantung   S3S4,  terdengar   suara crack
les pada paru, terdengar suara bruit pada abdomen.

 Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload, vasokontriksi,
hipertrofi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru akibat oedem paru.
c. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular
serebral dan iskemia miokard.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema, peningkatan cairan
intravaskular.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
f. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
penurunan suplai oksigen otak

 Intervensi Keperawatan
N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
O
1. Penurunan curah Setelah diberikan Cardiac Care 1. Nyeri dada
jantung b.d a) Evaluasi adanya merupakan tanda
asuhan keperawatan
peningkatan nyeri dada dari penurunan
afterload, 3x24 jam diharapkan b) Monitor status curah jantung
vasokontriksi, kardiovaskuler 2. Perubahan status
curah jantung pasien
hipertrofi/rigiditas c) Monitor status kardiovaskuler
ventrikuler, iskemia mulai normal dengan pernapasan yang berpengaruh besar
miokard menandakan gagal terhadap keadaan
NOC:
jantung pasien
1. Cardiac Pump d) Monitor abdomen 3. Perubahan status
Effectiveness sebagai indikator pernapasan yang
2. Circulation Status penurunan perfusi tidak stabil dapat
3. Vital Sign Status e) Monitor adanya mempengaruhi
Kriteria Hasil perubahan tekanan keadaan jantung
1. Tanda vital dalam darah 4.Penurunan
rentang normal f) Anjurkan untuk perfusi merupakan
2. Dapat menurunkan stres tanda penurunan
mentoleransi Vital Sign Monitoring curah jantung
aktivitas, tidak 1. Monitor TD, nadi, 5. Perbandingan
ada kelelahan suhu, dan RR dari tekanan darah
3. Tidak ada edema 2. Catat adanya memberikan
paru, perifer, dan fluktuasi tekanan gambaran yang
tidak ada asites darah lebih lengkap
4. Tidak ada 3. Monitor kualitas tentang
penurunan dari nadi keterlibatan /
kesadaran. 4. Monitor frekuaensi bidang masalah
dan irama vascular.
pernapasan 6. Stres merupakan
pemicu
meningkatnnya
tekanan darah dan
berpengaruh ke
jantung
Vital Sign
Monitoring
1. Mengetahui
keadaan umum
pasien
2. Fluktuasi
tekanan darah
merupakan tanda
dari penurunan
curah jantung
3. Kualitas dari
nadi berpengaruh
terhadap kerja
jantung
4. Frekuensi dan
irama pernapasan
2. Ketidakefektifan Setelah diberikan NIC 1. Kecepatan,
pola napas Monitor Pernapasan irama, kedalaman
asuhan keperawatan
berhubungan 1. monitor kecepatan, dan kesulitan
dengan penurunan 3x24 jam diharapkan irama, kedalaman dan bernapas
ekspansi paru merupakan tanda
pola nafas pasien kesulitan bernapas
akibat oedem paru. dari
2. monitor suara tambahan
kembali efektif dengan: ketidakefektifan
seperti ngorok atau mengi pola napas
NOC 3. monitor pola napas 2. Suara tambahan
1. Status pernafasan : Manajemen Jalan Nafas merupakan tanda
1. Posisikan pasien dari
ventilasi
untuk ketidakefektifan
Kriteria Hasil memaksimalkan pola nafas
1. Frekuensi ventilasi 3. Pengeluaran
2. Lakukan fisioterapi sekret membuat
pernafasan
dada, sebagaimana jalan nafas menjadi
normal mestinya lebih baik
3. Buang secret dengan 4. Batuk efektif
2. Irama
memotivasi pasien membantu dalam
pernafasan untuk batuk atau pengeluaran sekret
menyedot lender 6. Merileksasikan
normal
4. Instruksikan pasien
3. Kedalaman bagaimana agar bisa
melakukan batuk
inspirasi normal
efektif
4. Pengenbangan 5. Kelola nebulizer
ultrasonic,
dinding dada
sebagaimana
simetris mestinya
6. Posisikan untuk
5. Tidak ada
meringankan sesak
gangguan suara nafas
saat auskultasi
3. Nyeri akut/kronis Setelah diberikan Pain Management Pain Management
berhubungan 1. Lakukan pengkajian 1. Mengetahui
asuhan keperawatan
dengan peningkatan nyeri secara sejauh mana
tekanan vaskular selama 3x24 jam komprehensif tingkatan nyeri
serebral dan iskemia termasuk lokasi, 2. Membantu
diharapkan nyeri pasien
miokard. karakterisitik, durasi, menurunkan
terkontrol / berkurang frekuensi, kualitas rangsang simpatis,
dari faktor presipitasi meningkatkan
dengan:
2. Kontrol lingkungan relaksasi
NOC yang dapat 3. Menghindari
mempengaruhi nyeri nyeri bertambah
1. Pain Level
seperti suhu ruangan, parah
2. Pain Control pencahayaan dan 4.Mengurangi rasa
kebisingan nyeri agar pasien
3. Comfort Level
3. Kurangi faktor merasa nyaman
presipitasi nyeri 5. Teknik
4. Pilih dan lakukan nonfarmakologi
Kriteria Hasil :
penanganan nyeri dapat menurunkan
1. Mampu (farmakologi, tekanan vaskuler
nonfarmakologi, dan serebral dan
mengontrol nyeri
interpersonal) menperlambat
(tahu penyebab 5. Ajarkan tentang respon simpatik
teknik 6. Meningkatkan
nyeri, mampu
nonfarmakologi relaksasi
menggunakan 6. Tingkatkan istirahat Analagesic
Analagesic Administration
teknik
Administration 1. Agar pemberian
nonfarmakologi 1. Tentukan lokasi, obat efektif
karakteristik, kualitas, 2. Memberikan
untuk mengurangi
dan derajat nyeri pengobatan secara
nyeri, mencari sebelum pemberian efektif
obat.. 3. Mengetahui
bantuan)
2. Tentukan pilihan reaksi dari
2. Melaporkan bahwa analgesik tergantung pengobatan
tipe dan beratnya
nyeri berkurang
nyeri
dengan 3. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
menggunakan
pemberian analgesik
manajemen nyeri pertama kali
3. Mampu mengenali
nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi, dan
tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa
nyaman setelah
nyeri berkurang
4. Kelebihan volume Setelah diberikan NIC NIC
cairan berhubungan asuhan keperawatan Fluid Management Fluid
dengan edema, diharapkan selama 1. Pertahankan catatan Management
peningkatan cairan 3x24 jam pasien intake dan output 1. Memonitor intak
intravaskular. menunjukkan yang akurat dan output cairan
keseimbangan volume 2. Monitor vital sign 2. Mengetahui
cairan dengan: 3. Kaji lokasi dan luas keadaan umum
NOC edema pasien
1. Electrolite and Fluid Monitoring 3. Merupakan
acid base balance 1. Catat secara akurat tanda dari
2. Fluid balance intake dan output kelebihan volume
3. Hydration 2. Monitor tanda dan cairan
Kriteria Hasil gejala dari oedema Fluid Monitoring
1. Terbebas dari 1. Memantau
edema kelebihan volume
2. Memelihara cairan
tekanan vena 2. Bertujuan untuk
sentral, tekanan mengetahui apakah
kapiler paru, tanda dan gejala
output jantung, oedema merupakan
dan vital sign tanda kelebihan
dalam batas volume cairan
normal
3. Terbebas dari
kelelahan,
kecemasan atau
kebingungan
4. Menjelaskan
indikator
kelebihan cairan
5. Intoleransi aktivitas Setelah diberikan Activity Therapy: 1. Program terapi
berhubungan asuhan keperawatan 1. Kolaborasikan yang tepat dapat
dengan kelemahan mempercepat
selama 3x24 jam dengan Tenaga
umum dan proses
ketidakseimbangan diharapkan pasien Rehabilitas Medik penyembuhan
antara suplai dan pasien.
dapat berpatisipasi dalam merencanakan
kebutuhan oksigen. 2.Melatih pasien
dalam aktivitas yang program terapi yang agar terbiasa
melakukan
diinginkan/ diperlukan tepat
aktivitas yang bisa
dengan : 2. Bantu klien untuk dilakukan
3. Mempermudah
NOC mengidentifikasi
dalam melakukan
1. Energy
aktifitas yang aktivitas
Conservation
4. Motvasi
2. Activity Tolerance mampu dilakukan
berpengaruh besar
3. Self Care : ADLs
3. Bantu untuk terhdap pasien
Kriteria Hasil : mendapat alat bantu
1. Berpartisipasi
aktivitas seperti kursi
dalam aktivitas
fisik tanpa disertai roda, krek
peningkatan
4. Bantu pasien untuk
tekanan darah,
nadi dan RR mengembankan
2. Mampu
motivasi diri dan
melakukan
aktivitas sehari- penguatan
hari (ADLs) secara
mandiri
3. Tanda-tanda vital
normal
4. Mampu
berpindah : dengan
atau tanpa bantuan
alat
5. Status
kardiopulmunari
adekuat
6. Sirkulasi status
baik
7. Status respirasi:
pertukaran gas dan
ventilasi adekuat
6. Resiko NOC NIC 1.Penggunaan
ketidakefektifan 1. Circulation status Peripheral Sensation sarung tangan
perfusi jaringan 2. Tissue Prefusion : Management untuk melindungi
otak berhubungan cerebral 1. Gunakan sarung dari infeksi
dengan penurunan Kriteria Hasil tangan untuk 2. Pembatasan
suplai oksigen otak 1. Tekanan sistole proteksi gerakan untuk
dan diastole dalam 2. Batasi gerakan 3. Analgesik
rentang normal pada kepala, leher, berfungsi untuk
2. Tidak ada dan punggung mengurangi nyeri
ortostatikhipertensi 3. Kolaborasi pasien
3. Tidak ada tanda- pemberian 4. Tromboplebitis
tanda peningkatan analgetik merupakan tanda
tekanan 4. Monitor adanya dari risiko
intrakranial (tidak tromboplebitis ketidakefektifan
lebih dari 15 perfusi jaringan
mmHg) otak
4. Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai kemampuan
5. Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi, dan
orientasi
6. Membuat
kepeutusan dengan
benar
7. Menunjukkan
fungsi sensori
motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran
membaik, tidak
ada gerakan-
gerakan involunter
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A. 2014. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Nanda, nic&noc. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis.


Jogjakarta: Mediaction Publishing Jogjakarta.

Nuraini, Bianti. 2015. Risk Factors Of Hypertension. Majority, 4(5), 10-19.

Yonata, Dewi, Arif Satria Putra Pratama. 2016. Hipertensi Sebagai Faktor Pencetus
Terjadinya Stroke. Majority, 5(3), 17-21.

Nur, Muhammad Purqan. 2017. Penerapan Asuhan Keperawatan Keluarga Tn. P


pada Ny. S yang Mengalami Penyakit Hipertensi dengan Masalah
Kebutuhan Rasa Nyaman Nyeri di Wilayah Kerja Puskesmas Penambungan
Makassar. Jurnal Media Keperawatan: Politeknik Kesehatan Makassar, 8(2),
12-15.

NANDA Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-


2017. Jakarta : ECG

Saferi, A &.Mariza, Y. 2013. KMB 2 :Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan


Dewasa Teori dan Contoh Askep). Yogyakarta : Nuha Medika.
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. H
Jenis kelamin : Laki-Laki
Usia : 60 Tahun
Agama : Islam
Diagnosa Medis : Hipertensi
2. Resume
(Ditulis sejak pasien masuk rumah sakit sampai dengan sebelum pengkajian
dilakukan meliputi : data fokus, masalah keperawatan, tindakan
keperawatan mandiri serta kolaborasi dan evaluasi secara umum)
Pasien datang pada tanggal 19 juli 2020 dengan keluhan sakit pada daerah
kepala hingga leher dengan sekala nyeri 6, nyeri saat berdiri seperti ditusuk
tusuk, pasien mengatakan pusing, terasa mual, muntah, keluar darah dari
hidung dan tangan terasa kesemutan. Kemudian oleh keluarga Tn. H
langsung di bawa ke Rumah Sakit Pelni. Tanda tanda Vital TD 184/100
mmHg, RR 20 X/menit, Nadi 102x/menit, Sh 37.5°C, CTR < 2 detik. Di
UGD, sudah dilakukan EKG , hasil sinus tahicardi, cek darah lengkap hasil
belum ada, dan medapatkan terapi infus RL 24 jam per kolf, Oxigen 3 l/
menit, gastridin 50 mg IV, dan 25 mg tab catopril. bila perlu dan
selanjutnya pasien di rawat di ruangan rawat inap kenanga dan konsulkan ke
spesialis jantung ( dr Pandu).
Mendapat terapi:
a. 2 x 25 mg catopril oral
b. 2 x 50 mg ranitidin ijeksi
c. 2 x 1 Tab Asam Folat oral
d. Infus Rl 24 Jam /kolf
e. Diet. Rg II 1700 kal non DM.
f. obat analgesik (paracetamol 500 mg)

3. Riwayat Keperawatan :
Riwayat kesehatan sekarang. :
sebelum dibawa ke Rumah Sakit pasien mengeluhkansakit pada daerah kepala
hingga leher dengan sekala nyer 6, nyeri saat berdiri seperti ditusuk tusuk,
terasa mual, muntah, keluar darah dari hidung dan tangan terasa kesemutan.
Riwayat kesehatan masa lalu :
2 tahun yang lalu Tn. H pernah di rawat di Rumah Sakit Pelni karena tekanan
darahnya tinggi, minum obat dan kontrol bila ada keluhan saja.

4. Data Penunjang (Pemeriksaan diagnostik yang menunjang masalah : Lab,


Radiologi, Endoskopi dll )

No Kimia Darah Hasil Normal Unit


1 Bil.total 1,35 <1 Mg/dL
2 Bil.Direk 0,59 <0,25 Mg/Dl
3 SGOT 30,5 <37 U/I
4 SGPT 38,4 <40 U/I
5 Ureum 27,2 10-15 Mg/dL
6 Kreatinim 1,08 0,6-11 Mg/dL
7 Uric acid 7,8 3,4-70 Mg/dL
129
8 Cholesterol total <200 Mg/dL
93
9 Mglyceride <150 Mg/dL
38
10 HDL >55 Mg/dL
72
11 LDL <150 Mg/dL
No Gula Darah Hasil Normal
1 Puasa 75-115
2 2 Jam pp <120
3 dd random 92

5. Penatalaksanaan (Therapi / pengobatan termasuk diet )


- 2 x 25 mg catopril oral
- 2 x 50 mg ranitidin ijeksi
- 2 x 1 Tab Asam Folat oral
- Infus Rl 24 Jam /kolf
- Diet. Rg II 1700 kal non DM.
- Paracetamol 500 mg oral

6. Data Fokus
a. Data Subjektif:
Pasien mengatakan :
1) Sakit pada daerah kepala hingga leher
2) Nyeri saat berdiri seperti ditusuk tusuk
3) Merasa mual, muntah
4) Keluar darah dari hidung dan tangan terasa kesemutan
5) Pusing

b. Data Objektif
1) Tanda tanda Vital TD 184/100 mmHg, RR 20 X/menit, Nadi
102x/menit, Sh 37.5°C, CTR < 2 detik.
2) EKG hasil sinus tahicardi
3) Terpasang infus RL 24 jam per kolf, Oxigen 3 l/ menit
4) Diberikan gastridin 50 mg IV, dan 25 mg tab catopril
5) Wajah pasien tampak meringis dan gelisah menahan nyeri
6) P : perjalanan penyakit hipertensi, Q : seperti ditusuk-tusuk, R :
dibagian kepala dan tengkuk, S : 6, T : sewaktu-waktu
7) Irama jantung palpitasi
8) Konjungtiva anemis

7. Analisa Data

No. Data Masalah Etiologi


1. DS : Nyeri Akut Peningkatan
Pasien mengatakan : tekanan vaskular
- Sakit pada daerah kepala hingga serebral dan
leher iskemia miokard.
- Nyeri saat berdiri seperti ditusuk
tusuk
- Pusing
DO :
- P : perjalanan penyakit hipertensi,
Q : seperti ditusuk-tusuk, R :
dibagian kepala dan tengkuk, S : 6,
T : sewaktu-waktu
- Wajah pasien tampak meringis dan
gelisah menahan nyeri
- TD : 184/100 mmHg
2. DS : Penurunan Curah Peningkatan
Pasien mengatakan : Jantung afterload
- Pusing
DO :
- EKG hasil sinus tahicardi
- Irama jantung palpitasi
- Tanda tanda Vital TD 184/100
mmHg, RR 20 X/menit, Nadi
102x/menit, Sh 37.5°C, CTR < 2
detik.
- Konjungtiva anemis

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN SESUAI PRIORITAS ( 2 DIAGNOSA)


Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanggal Nama
No.
(P&E) Ditemukan Teratasi Jelas
1. Nyeri akut b.d Peningkatan 19 Juli 2020 20 Juli 2020 Devi Andharista
tekanan vaskular serebral dan
iskemia miokard.

2. Penurunan curah jantung b.d 19 Juli 2020 20 Juli 2020 Devi Andharista
Peningkatan afterload
B. PERENCANAAN KEPERAWATAN
(Meliputi tindakan keperawatan independen dan interdependen)
Diagnosa
Tujuan dan Paraf &
Tgl. No. Keperawatan Rencana Tindakan
Kriteria Hasil nama jelas
(PES)
19 DxI Nyeri akut b.d Setelah 1. Lakukan pengkajian
Juli Peningkatan diberikan nyeri secara
2020 tekanan asuhan komprehensif Devi
vaskular keperawatan termasuk lokasi, Andharista
serebral dan selama 2x24 karakterisitik, durasi,
iskemia jam diharapkan frekuensi, kualitas dari
miokard. nyeri pasien faktor presipitasi
terkontrol / 2. Kontrol lingkungan
DS :
berkurang yang dapat
Pasien
dengan: mempengaruhi nyeri
mengatakan :
NOC seperti suhu ruangan,
- Sakit pada
1. Pain Level pencahayaan dan
daerah
2. Pain kebisingan
kepala
hingga Control 3. Kurangi faktor
leher 3. Comfort presipitasi nyeri
- Nyeri saat Level 4. Pilih dan melakukan
berdiri penanganan nyeri
seperti Kriteria Hasil (farmakologi,
ditusuk : nonfarmakologi, dan
tusuk 1. Mampu interpersonal)
- Pusing mengontrol 5. Ajarkan tentang teknik
DO : nyeri (tahu nonfarmakologi
- P : penyebab 6. Tingkatkan istirahat
perjalanan nyeri,
penyakit mampu
hipertensi, menggunak
Q : seperti an teknik
ditusuk- nonfarmako
tusuk, R : logi untuk
dibagian mengurangi
kepala dan nyeri,
tengkuk, S mencari
: 6, T : bantuan)
sewaktu- 2. Melaporkan
waktu bahwa nyeri
- Wajah berkurang
pasien dengan
tampak menggunak
meringis an
dan manajemen
gelisah nyeri
menahan 3. Mampu
nyeri mengenali
- TD : nyeri (skala,
184/100 intensitas,
mmHg frekuensi,
dan tanda
nyeri)
4. Menyatakan
rasa
nyaman
setelah
nyeri
berkurang

Cardiac Care
19 DxII Penurunan Setelah
Juli curah jantung diberikan 1. Evaluasi adanya nyeri
Devi
2020 b.d asuhan dada
Andharista
Peningkatan keperawatan 2. Monitor status
afterload 2x24 jam pernapasan yang
DS : diharapkan menandakan gagal jantung
Pasien curah jantung 3. Monitor abdomen
mengatakan : pasien mulai sebagai indikator
- Pusing normal dengan penurunan perfusi
DO : NOC: 4. Monitor adanya
- EKG hasil 1. Cardiac perubahan tekanan
sinus Pump darah
5. Anjurkan untuk
tahicardi Effectiven menurunkan stress
- Irama ess 6. Kolaborasi pemberian
jantung 2. Circulatio obat untuk mengontrol
palpitasi n Status tekanan darah
- Tanda 3. Vital Sign Vital Sign Monitoring
tanda Status
1. Monitor TD, nadi, suhu,
Vital TD Kriteria
dan RR
184/100 Hasil
2. Monitor frekuaensi dan
mmHg,
1. Tanda vital irama pernapasan
RR 20
dalam
X/menit,
rentang
Nadi
normal
102x/mnt,
2. Dapat
Sh 37.5°C,
mentoleran
CTR < 2
si aktivitas,
detik.
tidak ada
- Konjungti
kelelahan
va anemis
3. Tidak ada
edema
paru,
perifer,
dan tidak
ada asites
4. Tidak ada
penurunan
kesadaran.
C. PELAKSANAAN KEPERAWATAN ( CATATAN KEPERAWATAN )
Tgl./ No. Tindakan Keperawatan dan Hasil Paraf dan
Waktu DK. Nama Jelas
19 Juli DxI 1. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
2020/
termasuk lokasi, karakterisitik, durasi, frekuensi,
09.00
kualitas dari faktor presipitasi Devi Andharista
- Hasil : P : perjalanan penyakit hipertensi, Q :
nyeri ringan , R : dibagian kepala dan tengkuk, S
: 3, T : sewaktu-waktu
2. Mengontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
Hasil : lingkungan pasien menjadi lebih nyaman
3. Mengurangi faktor presipitasi nyeri
Hasil : nyeri berkurang
4. Memilih dan melakukan penanganan nyeri
(farmakologi, nonfarmakologi, dan interpersonal)
Hasil : diberikan obat analgesik (paracetamol 500
mg)
5. Mengajarkan tentang teknik nonfarmakologi
Hasil : pasien melakukan teknik terapi non
farmakologi
6. Meningkatkan istirahat
Hasil : pasien beristirahat
19 Juli DxII Cardiac Care
2020/ 1. Mengevaluasi adanya nyeri dada
10.00
Hasil : tidak ada nyeri dada Devi Andharista
2. Memonitor status pernapasan yang menandakan
gagal jantung
Hasil : pernapasan normal
3. Memonitor abdomen sebagai indikator
penurunan perfusi
4. Memonitor adanya perubahan tekanan darah
Hasil : TD : 150/95 mmHg
5. Menganjurkan untuk menurunkan stres
Hasil : pasien lebih rileks
6. Memberikan obat untuk mengontrol tekanan
darah
Hasil : diberikan obat 2 x 25 mg catopril oral

Vital Sign Monitoring


1. Memonitor TD, nadi, suhu, dan RR
Hasil : TD 150/95 mmHg, RR 20 X/menit, Nadi
100x/mnt, Sh 37.5°C
2. Memonitor frekuaensi dan irama pernapasan
Hasil : irama nafas normal
20 Juni DxI 1. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
2020/
termasuk lokasi, karakterisitik, durasi, frekuensi,
09.00
kualitas dari faktor presipitasi Devi Andharista
Hasil : nyeri hilang, skala nyeri 0
2. Mengontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
Hasil : lingkungan pasien terasa lebih nyaman
3. Mengurangi faktor presipitasi nyeri
Hasil : nyeri hilang
4. Memilih dan melakukan penanganan nyeri
(farmakologi, nonfarmakologi, dan interpersonal)
Hasil : diberikan obat analgesik (paracetamol 500
mg)
20 Juni DxII 5. Mengajarkan tentang teknik nonfarmakologi
2020/
Hasil : pasien melakukan teknik terapi non
10.00
farmakologi Devi Andharista

6. Meningkatkan istirahat
Hasil : pasien beristirahat

Cardiac Care
1. Mengevaluasi adanya nyeri dada
Hasil : tidak ada nyeri dada
2. Memonitor status pernapasan yang menandakan
gagal jantung
Hasil : pernapasan normal
3. Memonitor abdomen sebagai indikator
penurunan perfusi
4. Memonitor adanya perubahan tekanan darah
Hasil : tekanan darah menurun 130/85 mmHg
5. Menganjurkan untuk menurunkan stres
Hasil : pasien sudah tidak stress
6. Memberikan obat untuk mengontrol tekanan
darah
Hasil : diberikan obat 2 x 25 mg catopril oral

Vital Sign Monitoring


1. Memonitor TD, nadi, suhu, dan RR
Hasil : TD 130/85 mmHg, RR 19 X/menit, Nadi
98x/mnt, Sh 37.0°C
2. Memonitor frekuaensi dan irama pernapasan
Hasil : Pernapasan Normal

D. EVALUASI ( CATATAN PERKEMBANGAN )


No. Hari/Tgl./ Evaluasi Hasil (SOAP) Paraf dan
DK. Jam (Mengacu pada tujuan) Nama Jelas
DxI Minggu/19 S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
Juni O : Wajah pasien tampak lebih rileks, skala nyeri 3
2020/15.00 A : Masalah teratasi sebagian Devi
P : Intervensi dilanjutkan Andharista

DxI Minggu/19 S : Pasien mengatakan merasa lebih nyaman, masih


I Juni agak pusing
Devi
2020/15.00 O : TD 150/95 mmHg, RR 20 X/menit, Nadi
Andharista
100x/mnt, Sh 37.5°C, tidak ada sesak
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Senin/20 Juni S : Pasien mengatakan sudah tidak merasa nyeri Devi
DxI 2020/15.00 O : Wajah pasien tampak rileks, skala nyeri 0 Andharista
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

Senin/20 Juni S : Pasien mengatakan merasa lebih nyaman, tidak


Devi
DxI 2020/15.00 pusing
Andharista
I O : TD 130/85 mmHg, RR 19 X/menit, Nadi
98x/mnt, Sh 37.0°C, tidak ada sesak
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai