DI Susun Oleh :
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT,Karen berkat rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya. Terlantun solawat serta
salam buat untuk imam besar kita semua Nabi Muhammad SAW.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya masih terfokus pada
penderita diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah memerlukan perhatian
dan bantuan.
Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak dan tak lagi
mampu memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi defisit absolut insulin.
Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa umumnya disebut tipe 2, yaitu terjadi kerusakan sel
tubuh meskipun insulin sebenarnya tersedia memadai sehingga terjadi defisit relatif insulin.
Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-data
epidemiologik memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak adalah pada
usia 5-7 tahun dan pada saat menjelang remaja. Dari semua penderita diabetes, 5-10
persennya adalah penderita diabetes tipe 1. Di Indonesia, statistik mengenai diabetes tipe 1
belum ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3 persen dari total keseluruhan. Mungkin ini
disebabkan karena sebagian tidak terdiagnosis atau tidak diketahui sampai si pasien sudah
mengalami komplikasi dan meninggal. Biasanya gejalanya timbul secara mendadak dan bisa
berat sampai mengakibatkan koma apabila tidak segera ditolong dengan suntikan insulin.
World Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai diabetes jika ada anak
dengan gejala klinis khas, yaitu 3P ( pilifagi, polidipsi dan poliuri ) dan kadar gula darah
(GD) tinggi, di atas 200 mg/dl. GD yang tinggi menyebabkan molekul gula terdapat di
dalam air kencing, yang normalnya tak mengandung gula, sehingga sejak dulu disebut
penyakit kencing manis.
Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam keadaan
asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial
yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya komplikasi.
Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh penyandang DM maupun keluarganya jika mereka
memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes. Berhubungan dengan
hal tersebut diatas kami tertarik untuk membuat asuhan keperawatan pada anak dengan
gangguan sistem endokrin : Diabetes Melitus dengan metode masalah yang sistematis
melalui proses keperawatan.
II. TUJUAN
A. Tujuan umum
Memberikan pengetahuan, dapat memberikan informasi dan pemahaman
mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan diabetes mellitus.
B. Tujuan khusus
1) Mengetahui definisi diabetes mellitus tipe 1.
2) Mengetahui klasifikasi diabetes mellitus tipe 1.
3) Mengetahui etiologi diabetes mellitus tipe 1.
4) Mengetahui patofisiologi diabetes mellitus tipe 1.
5) Mengetahui pathway/pathoflow diabetes mellitus tipe 1.
6) Mengetahui manifestasi klinis pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1.
7) Mengetahui akibat / komplikasi diabetes mellitus tipe 1.
8) Mengetahui pemeriksaan penunjang diabetes mellitus tipe 1
9) Mengetahui penetalaksanaan medis pada klien dengan diabetes mellitus tipe 1.
10) Dapat menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus tipe
1.
BAB II
PEMBAHASAN
I. PENGERTIAN DM
Jenis yang paling umum dari diabetes pada anak-anak adalah diabetes tipe 1.
Diabetes mellitus tipe 1 pada anak terjadi tanpa memandang usia. Meski masih terdengar
asing ditelinga sebagian masyarakat, kasus diabetes pada anak bukanlah hal langka lagi.
Dalam dua tahun terakhir saja terjadi peningkatan jumlah pasien diabetes anak-anak.
Perlu diketahui tidak ada penyakit lain di Indonesia yang bisa naik 4 kali lipat seperti
diabetes pada anak ini. Istilah lain mungkin juga dikenal dengan diabetes anak-anak,
diabetes rapuh, dan diabetes gula.
Diabetes mellitus tipe 1 adalah diabetes diabetes yang bergantung pada insulin
dimana tubuh kekurangan hormone insulin, dikenal dengan istilah Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM), dicirikan dengan rusaknya sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau langerhans sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Sampai saat ini
diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki
kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu,
sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita
diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta
pada diabetes tipe 1adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta
pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Ada dua bentuk diabetes tipe 1: Idiopatik tipe 1 – mengacu pada bentuk yang
jarang dari penyakit dengan tidak diketahui penyebabnya.
1) Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk
terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan fenomena ini.
2) Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita
yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hashimoto
disease, Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia gravis. Keadaan ini
berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30 - 50 tahun.
III. ETIOLOGI
Penyebab diabetes tipe 1 tidak diketahui. Namun, diyakini bahwa adanya factor
keturunan dari berkembangnya diabetes tersebut, dan beberapa factor lain dari luar.
a) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite
antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
b) Faktor-faktor imunologi
c) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
IV. PATOFISIOLOGI
Diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang
orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya
suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor
ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan
oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen
kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh
imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan
dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya
kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga
meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan
gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi
pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of
Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
V. PATWAY
Reaksi autoimun
Defisit insulin
Penurunan BB
Fleksibilitas
darah merah Pembatasan diet
Hipoksia perifer
Diabetes mellitus tipe 1 yang menyerang anak-anak sering tidak terdiagnosis oleh
dokter karena gejala diabetes pada anak yang awalnya yang tidak begitu jelas dan pada
akhirnya sampai pada gejala lanjut dan traumatis seperti mual, muntah, nyeri perut, sesak
nafas, bahkan koma. Seringkali gejala-gejala ini disalahkan oleh orangtua maupun dokter
sebagai penyakit usus buntu infeksi dan lain sebagainya. Namun berbeda dengan gejala
usus buntu, gejala diabetes pada anak tipe 1 ini mempunyai cirikhas yaitu nafas si anak
berbau asam atau keton. Kelalaian dalam diagnosis penyakit diabetes mellitus1
menyebabkan penanganan yang tidak sesuai bagkan dapat menyebabkan kematian.
Urutan peristiwa kimia yang terjadi dengan hasil diabetes dalam hiperglikemia dan
asidosis yang menghasilkan penurunan berat badan dan tiga “polys” dari diabetes
polyphagia, polidipsia, poliuria dan.
Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang
sering ditemukan :
VII. KOMPLIKASI
· Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma
diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit
VII. PENATALAKSANAAN
a. Diet seimbang
Karbohidrat 60 – 70%
Protein 12 – 20 %
Lemak 20 – 30 %
b. Latihan (untuk menurunkan gula dan membantu tubuh menggunakan darah)
Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju metablisme istirahat,
dapat menurunkan BB, stres dan menyegarkan tubuh.
Gunakan alas kaki yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan
latihan.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas.
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,dll.
2. Riwayat Keperawatan
a) Keluhan utama
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi minum dan
berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran, perubahan
perilaku.
b) Riwayat penyakit sekarang.
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak,
apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c) Riwayat penyakit dahulu.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan
seperti oleh virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen
kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi.
d) Riwayat kesehatan keluarga.
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita
diabetes melitus. Riwayat kehamilan karena stress saat kehamilan dapat
mencetuskan timbulnya diabetes melitus. Tingkat pengetahuan keluarga tentang
penyakit diabetes melitus. Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit
diabetes melitus. Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
Koping keluarga dan tingkat kecemasan.
e) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Usia
Tingkat perkembangan
Toleransi / kemampuan memahami tindakan
Koping
Pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua
Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas / istrahat.
Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot
menurun. Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas. Letargi /
disorientasi, koma.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada ekstremitas
dan tachicardia. Perubahan tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang
menurun / tidak ada. Disritmia, krekel : DVJ ulkus pada kaki yang
penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
c. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
d. Neurosensori
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi,
stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot,
parestesia, gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau
mental, refleks fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
e. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis dengan
palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
f. Keamanan
Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
g. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare Urine encer,
pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika
terjadi hipololemia barat). Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun :
hiperaktif (diare).
h. Integritas Ego
Stress, ansietas
i. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
4. Psikososial
Dapat menyelesaikan tugas – tugasnya sampai menghasilkan sesuatu Belajar
bersaing dan koperatif dengan orang lain
5. Pemeriksaan Diagnostik :
a. Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih
b. Aseton plasma : positif secara menyolok.
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m osm/l.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis meningkat, hiperglikemia,
diare, muntah, poliuria, evaporasi.
2. Defisit nutrisi b.d defisiensi insulin/penurunan intake oral : anoreksia, mual,
muntah, abnominal pain, gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan
hormone stress, epinefrin.
3. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d penyakit DM
4. Nyeri b.d agen cedera fisik,agen cedea biologis, adanya ulcus (luka diabetes
mellitus) d.d ekspresi wajah nyeri.
C. PERENCANAAN
Terapeutik
catat intake-
output dan
hitung balans
cairan 24 jam
berikan asupan
cairan,sesuai
kebutuhan
berikan cairan
intravena jika
perlu.
Kolaborasi
kolaborasi
pemberian anti
diuretik,jika
perlu
Terapeutik
lakukan oral
hygine sebelum
makan,jika perlu
fasilitasi
menentukan
pedoman diet
berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah
konstipasi
berikan makanan
tinggi kalori dan
protein
berikan suplemen
makanan,jika
perlu.
Edukasi
anjurkan posisi
duduk jika
mampu
ajarkan diet yg
diprogramkan
kolaborasi :
kolaborasi
pemberian
medikasi sebelum
makan,jika perlu
kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrient yg
dibutuhkan,jika
perlu
3. Resiko ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan SIKI : Untuk
glukosa darah tindakan Intervensi utama : mengetahui
keperawatan selama manajemen nilai normal
3x24 hiperglikemia kadar gula
jam,diharapkan darah
dengan kriteria hasil intervensi Untuk
pendukung: mencegah
SLKI : edukasi diet terjadinya
Kestabilan kadar edukasi komplikasi
glukosa darah kesehatan akibat dari
kesadaran edukasi hiperglikemi
meningkat latihan fisik
pusing edukasi
menurun proses
lelah penyakit
menurun identifikasi
keluhan risiko
lapar konseling
menurun nutrisi
rasa haus mananjemen
menurun medikasi
kadar manajemen
glukosa teknologi
dalam darah kesehatan
membaik modifikasi
kadar perilaku
glukosa keterampila
dalam urine n sosial
membaik pelibatan
perilaku keluarga.
membaik
jumlah urine
membaik
4.nyeri b.d agen cedera fisik,agen Setelah SIKI : manajemen Agar bisa
cedera biologis,adanya luka dilakukannya nyeri mengetahui
ulcus(DM),d.d ekspresi wajah tindakan daerah
nyeri keperawatan selama Observasi kualitas
3x 24 Identifikasi nyeri
jam,diharapkan lokasi,karakteristi Untuk
kriteria hasil : k,durasi,frekuensi menentukan
,kualitas,intensita berat nyeri
SLKI : s nyeri, yg dialami
Tingkat nyeri Identifikasi skala klien
Keluhan nyeri nyeri Untuk
menurun Identifikasi faktor memberikan
Meringis yg memperberat rasa nyaman
menurun dan memperingan pada klien
Gelisah menurun nyeri Agar klien
Kesulitan tidur Identifikasi bisa
menurun pengaruh nyeri melakukan
Mual dan pada kualitas teknik
muntah menurun hidup nonfarmakol
ogi saat
Terapeutik nyerinya
Berikan teknik kambuh
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
Control
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri
Fasilitas istirahat
dan tidur
Edukasi :
Jelaskan
penyebab
dan pemicu
nyeri
Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri
Ajarkan
teknik
nonfarmakol
ogi untuk
mengurangi
nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi
pemberian obat
analgesic
D. IMPLEMENTASI
E. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan
atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
B.SARAN
Sebagai generasi penerus dibidang keperawatan kita harus lebih memahami dan
lebih mengerti apa,mengapa dan bagaimana terjadinya DM juvenilis,agar kita bisa
memberikan penanganan yang tepat kepada pasien kita kelak.
DAFTAR PUSTAKA
Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2,
(Edisi 8), EGC, Jakarta
Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta
Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta
Hinchliff, 1999, Kamus Keperawatan, EGC, Jakarta
Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta
Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Diabetes.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama