Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

DM JUVENIL (TIPE 1) PADA ANAK

Dosen pengampu : Ns. Endah Sulistiyani M.Kep.Sp.Kep.An.

DI Susun Oleh :

1. Mir’atil Hayati (018013550)


2. Raodatul Jannah (018013571)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MATARAM


TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT,Karen berkat rahmat-Nya kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya. Terlantun solawat serta
salam buat untuk imam besar kita semua Nabi Muhammad SAW.

Adapun makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Anak Diabetes Melitus,Kami


menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari segi isi
maupun redaksinya. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar dapat menyusun makalah yang lebih baik dimasa yang
akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat untuk memberikan kontribusi bagi kita dalam
memajukan ilmu keperawatan.

Mataram,13 september 2020

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan


metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis pada pemeriksaan
dengan mikroskop elektron.

Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa


sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini terus bertambah hingga 3
persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Diabetes telah menjadi penyebab kematian
terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta kematian yang disebabkan oleh
diabetes. Hampir 80 persen kematian pasien diabetes terjadi di negara berpenghasilan
rendah-menengah.

Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya masih terfokus pada
penderita diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah memerlukan perhatian
dan bantuan.

Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak dan tak lagi
mampu memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi defisit absolut insulin.
Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa umumnya disebut tipe 2, yaitu terjadi kerusakan sel
tubuh meskipun insulin sebenarnya tersedia memadai sehingga terjadi defisit relatif insulin.

Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-data
epidemiologik memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak adalah pada
usia 5-7 tahun dan pada saat menjelang remaja. Dari semua penderita diabetes, 5-10
persennya adalah penderita diabetes tipe 1. Di Indonesia, statistik mengenai diabetes tipe 1
belum ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3 persen dari total keseluruhan. Mungkin ini
disebabkan karena sebagian tidak terdiagnosis atau tidak diketahui sampai si pasien sudah
mengalami komplikasi dan meninggal. Biasanya gejalanya timbul secara mendadak dan bisa
berat sampai mengakibatkan koma apabila tidak segera ditolong dengan suntikan insulin.

World Diabetes Foundation menyarankan untuk mencurigai diabetes jika ada anak
dengan gejala klinis khas, yaitu 3P ( pilifagi, polidipsi dan poliuri ) dan kadar gula darah
(GD) tinggi, di atas 200 mg/dl. GD yang tinggi menyebabkan molekul gula terdapat di
dalam air kencing, yang normalnya tak mengandung gula, sehingga sejak dulu disebut
penyakit kencing manis.
Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam keadaan
asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial
yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya komplikasi.
Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh penyandang DM maupun keluarganya jika mereka
memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes. Berhubungan dengan
hal tersebut diatas kami tertarik untuk membuat asuhan keperawatan pada anak dengan
gangguan sistem endokrin : Diabetes Melitus dengan metode masalah yang sistematis
melalui proses keperawatan.

II. TUJUAN

Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain adalah :

A. Tujuan umum
Memberikan pengetahuan, dapat memberikan informasi dan pemahaman
mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan diabetes mellitus.
B. Tujuan khusus
1) Mengetahui definisi diabetes mellitus tipe 1.
2) Mengetahui klasifikasi diabetes mellitus tipe 1.
3) Mengetahui etiologi diabetes mellitus tipe 1.
4) Mengetahui patofisiologi diabetes mellitus tipe 1.
5) Mengetahui pathway/pathoflow diabetes mellitus tipe 1.
6) Mengetahui manifestasi klinis pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1.
7) Mengetahui akibat / komplikasi diabetes mellitus tipe 1.
8) Mengetahui pemeriksaan penunjang diabetes mellitus tipe 1
9) Mengetahui penetalaksanaan medis pada klien dengan diabetes mellitus tipe 1.
10) Dapat menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus tipe
1.
BAB II

PEMBAHASAN

I. PENGERTIAN DM

Diabetes mellitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai


kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membrane basalis
dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. Diabetes mellitus ini terbagi menjadi dua
yaitu diabetes mellitus tipe 1 (tergantung insulin) atau disebut juga dengan IDDM dan
diabetes mellitus tipe 2 atau NIDDM (tidak tergantung insulin).

Jenis yang paling umum dari diabetes pada anak-anak adalah diabetes tipe 1.
Diabetes mellitus tipe 1 pada anak terjadi tanpa memandang usia. Meski masih terdengar
asing ditelinga sebagian masyarakat, kasus diabetes pada anak bukanlah hal langka lagi.
Dalam dua tahun terakhir saja terjadi peningkatan jumlah pasien diabetes anak-anak.
Perlu diketahui tidak ada penyakit lain di Indonesia yang bisa naik 4 kali lipat seperti
diabetes pada anak ini. Istilah lain mungkin juga dikenal dengan diabetes anak-anak,
diabetes rapuh, dan diabetes gula.

Diabetes mellitus tipe 1 adalah diabetes diabetes yang bergantung pada insulin
dimana tubuh kekurangan hormone insulin, dikenal dengan istilah Insulin Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM), dicirikan dengan rusaknya sel beta penghasil insulin pada
pulau-pulau langerhans sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Sampai saat ini
diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki
kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu,
sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita
diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta
pada diabetes tipe 1adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta
pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

Ada dua bentuk diabetes tipe 1: Idiopatik tipe 1 – mengacu pada bentuk yang
jarang dari penyakit dengan tidak diketahui penyebabnya.

1) Kekebalan-dimediasi diabetes – gangguan autoimun dimana sistem kekebalan


tubuh di hancurkan, atau mencoba untuk menghancurkan sel-sel dalam pankreas
yang di produksi olehinsulin.
2) Kekebalan-dimediasi diabetes adalah bentuk paling umum dari diabetes tipe 1 dan
umumnya disebut sebagai diabetes tipe
II. KLASIFIKASI

Klasifikasi DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut :Pada DM tipe I, dikenal


2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda.

1) Tipe IA, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk
terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan fenomena ini.
2) Tipe IB berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita
yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hashimoto
disease, Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia gravis. Keadaan ini
berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30 - 50 tahun.

III. ETIOLOGI

Penyebab diabetes tipe 1 tidak diketahui. Namun, diyakini bahwa adanya factor
keturunan dari berkembangnya diabetes tersebut, dan beberapa factor lain dari luar.

a) Faktor genetic

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite
antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.

Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel beta


terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan antibodi autoimun
melawan sel-sel beta, jadi mengarah pada penghancuran sel-sel beta.

b) Faktor-faktor imunologi

Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi


terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.

c) Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
IV. PATOFISIOLOGI

Diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang
orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya
suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor
ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan
oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen
kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh
imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan
dengan replikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya
kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga
meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan
gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi
pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of
Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.

Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan


terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai
pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin
tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan
gangguan jalur metabolik antaranya penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air
dan karbondioksida), peningkatan glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi glukosa),
terjadinya glukoneogenesis. Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan glukosa dari
asam amino , laktat , dan gliserol yang dilakukan counterregulatory hormone (glukagon,
epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin , sintesis dan pengambilan protein, trigliserida ,
asam lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu. Aseharusnya terjadi lipogenesis
namun yang terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan badan keton.Glukosa menjadi
menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Kadar
glukosa lebih dari 180mg/dl ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari glomelurus
sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan menyebabkan osmotik diuretik dan
menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan hilangnya elektrolit lewat urine, terutama
natrium, klorida, kalium, dan fosfat merangsang rasa haus dan peningkatan asupan air
(polidipsi). Sel tubuh kekurangan bahan bakar (cell starvation ) pasien merasa lapar dan
peningkatan asupan makanan (polifagia).
Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-
kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang
berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan
suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam
sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua
stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk
memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan
peningkatan kadar glukosa darah (Tandra, 2007).

V. PATWAY

Reaksi autoimun

Sel pancreas hancur

Defisit insulin

hiperglikemia Liposisi meningkat


Katabolisme protein
meningkat

Penurunan BB
Fleksibilitas
darah merah Pembatasan diet

Pelepasan O2 Intake tidak kuat


adekuat Defisit nutrisi

Hipoksia perifer

poliuria Defisit volume


nyeri
cairan
V. MANIFESTASI KLINIS

Diabetes mellitus tipe 1 yang menyerang anak-anak sering tidak terdiagnosis oleh
dokter karena gejala diabetes pada anak yang awalnya yang tidak begitu jelas dan pada
akhirnya sampai pada gejala lanjut dan traumatis seperti mual, muntah, nyeri perut, sesak
nafas, bahkan koma. Seringkali gejala-gejala ini disalahkan oleh orangtua maupun dokter
sebagai penyakit usus buntu infeksi dan lain sebagainya. Namun berbeda dengan gejala
usus buntu, gejala diabetes pada anak tipe 1 ini mempunyai cirikhas yaitu nafas si anak
berbau asam atau keton. Kelalaian dalam diagnosis penyakit diabetes mellitus1
menyebabkan penanganan yang tidak sesuai bagkan dapat menyebabkan kematian.
Urutan peristiwa kimia yang terjadi dengan hasil diabetes dalam hiperglikemia dan
asidosis yang menghasilkan penurunan berat badan dan tiga “polys” dari diabetes
polyphagia, polidipsia, poliuria dan.

Gejala lain mungkin termasuk antara lain:


a) Sering sekali buang air kecil atau mengompol, karena tubuh berusaha mengeluarkan
glukosa yang berlebihan lewat urine.
b) Banyak minum, untuk mengantikan cairan yang keluar saat buang air kecil.
c) Mudah lapar, si kecil mengonsumsi banyak makanan, namun tidak diiringi dengan
peningkatan berat badan. Sebaliknya berat badan justru menurun tanpa sebab yang
jelas walaupun porsi makan si kecil lebih banyak dari biasanya.
d) Cepat lelah, karena tubuh tidak dapat menggunakan glukosa untuk energi.
e) Penglihatan kabur
f) Luka yang lambat untuk disembuhkan
g) Mual dan muntah
h) Nyeri perut
i) Iritabilitas dan perubahan mood

Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yang
sering ditemukan :

a) Poliuri (banyak kencing)


Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic
diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien
mengeluh banyak kencing.
b) Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan
banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak
minum.
c) Polifagia (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami
starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan.
Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya
akan berada sampai pada pembuluh darah.
d) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa,
maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang
lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka
tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh
termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan
DM walaupun banyak makan akan tetap kurus.
e) Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol
fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat
penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan
katarak.
f) Ketoasidosis
Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis
diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik
bila tidak diterapi dengan baik.

VII. KOMPLIKASI

Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang


beberapa organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu alat
saja, tetapi berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi dua kategori
(Schteingart, 2006):

a) Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :


1) Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa,
dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya.
Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dl. Hipoglikemi sering
membuat anak emosional, mudah marah, lelah, keringat dingin, pingsan, dan
kerusakan sel permanen sehingga mengganggu fungsi organ dan proses tumbuh
kembang anak. Hipoglikemik disebabkan oleh obat anti-diabetes yang diminum
dengan dosis terlalu tinggi, atau penderita terlambat makan, atau bisa juga karena
latihan fisik yang berlebihan.
2) Koma Diabetik
Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan biasanya
lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah:
 Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang
besar)
 Minum banyak, kencing banyak
 Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan
dalam, serta berbau aseton

· Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma
diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit

b) Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah tahun


ke-5) berupa :
1. Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik dijumpai
pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1.
2. Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angina.
Komplikasi lainnya (FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. 1988 ) :
 Gangguan pertumbuhan dan pubertas
 Katarak
 Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun)
 Hepatomegali

VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak


jauh berbeda.

a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL


b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e) Elektrolit :
 Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
 Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun.
 Fosfor : lebih sering menurun
f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup
SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan
control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis,
ISK baru)
g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada
HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis :
hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan
fungsi ginjal)
j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1)
atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi
insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin
dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,
infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

VII. PENATALAKSANAAN

Pengobatan spesifik untuk diabetes tipe 1 akan ditentukan berdasarkan:

a) Umur anak, kesehatan secara keseluruhan, dan sejarah medis


b) Luasnya penyakit
c) Toleransi anak untuk obat tertentu, prosedur, atau terapi
d) Harapan untuk perjalanan penyakit
Anak-anak dengan diabetes tipe 1 harus mendapatkan suntikan insulin setiap hari
untuk menjaga tingkat gula darah dalam kisaran normal. Kombinasi kerja cepat (biasa)
dan intermediate-acting (NPH atau Lente) insulin biasanya dipesan. Injeksi subkutan
dilakukan 30 menit sebelum sarapan dan sebelum makan malam. Pengobatan juga dapat
mencakup:

a. Diet seimbang

Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika


Merekomendasikan 50 – 60% kalori yang berasal dari :

 Karbohidrat 60 – 70%
 Protein 12 – 20 %
 Lemak 20 – 30 %
b. Latihan (untuk menurunkan gula dan membantu tubuh menggunakan darah)

Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju metablisme istirahat,
dapat menurunkan BB, stres dan menyegarkan tubuh.

Latihan menghindari kemungkinan trauma pada ekstremitas bawah, dan hindari


latihan dalam udara yang sangat panas/dingin, serta pada saat pengendalian metabolik
buruk.

Gunakan alas kaki yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan
latihan.

c. Tes darah rutin (untuk memeriksa kadar gula darah)


d. Tes urin rutin (untuk memeriksa kadar keton)
e. Terapi (jika diperlukan)
f. Pendidikan (Brunner & Suddarth, 2002)
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas.
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,dll.
2. Riwayat Keperawatan
a) Keluhan utama
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi minum dan
berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran, perubahan
perilaku.
b) Riwayat penyakit sekarang.
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat
terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak,
apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c) Riwayat penyakit dahulu.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan
seperti oleh virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen
kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi.
d) Riwayat kesehatan keluarga.
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita
diabetes melitus. Riwayat kehamilan karena stress saat kehamilan dapat
mencetuskan timbulnya diabetes melitus. Tingkat pengetahuan keluarga tentang
penyakit diabetes melitus. Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit
diabetes melitus. Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
Koping keluarga dan tingkat kecemasan.
e) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
 Usia
 Tingkat perkembangan
 Toleransi / kemampuan memahami tindakan
 Koping
 Pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua
 Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
3. Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas / istrahat.
Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot
menurun. Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas. Letargi /
disorientasi, koma.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada ekstremitas
dan tachicardia. Perubahan tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang
menurun / tidak ada. Disritmia, krekel : DVJ ulkus pada kaki yang
penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
c. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
d. Neurosensori
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi,
stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot,
parestesia, gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau
mental, refleks fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
e. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis dengan
palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
f. Keamanan
Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
g. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare Urine encer,
pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi oliguria / anuria jika
terjadi hipololemia barat). Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun :
hiperaktif (diare).
h. Integritas Ego
Stress, ansietas
i. Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus,
penggunaan diuretik.
4. Psikososial
Dapat menyelesaikan tugas – tugasnya sampai menghasilkan sesuatu Belajar
bersaing dan koperatif dengan orang lain
5. Pemeriksaan Diagnostik :
a. Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih
b. Aseton plasma : positif secara menyolok.
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m osm/l.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis meningkat, hiperglikemia,
diare, muntah, poliuria, evaporasi.
2. Defisit nutrisi b.d defisiensi insulin/penurunan intake oral : anoreksia, mual,
muntah, abnominal pain, gangguan kesadaran/hipermetabolik akibat pelepasan
hormone stress, epinefrin.
3. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d penyakit DM
4. Nyeri b.d agen cedera fisik,agen cedea biologis, adanya ulcus (luka diabetes
mellitus) d.d ekspresi wajah nyeri.

C. PERENCANAAN

Dx SLKI SIKI Rasional


1.Defisit volume cairan Setelah dilakukan Manajemen cairan  untuk
berhubungan dengan diuresis  tindakan  : mengkaji
meningkat,hiperglikemia,diare,m Keperawatan selama hidrasi
untah,poliuria,evaporasi. 3x24 jam diharapkan Observasi :
Kriteria hasil :  monitor  mendeteksi
status kehilangan
SLKI :
hidrasi cairan
Status cairan :  monitor BB
 Turgor kulit harian
membaik  monitor
 Keluhan haus berat badan
menurun sebelum dan
 konsentrasi sesudah
urine dialysis
menurun  monitor
 intake cairan hasil
membaik pemeriksaan
laboratoriu
m
 monitor
status
hemodinami
k

Terapeutik
 catat intake-
output dan
hitung balans
cairan 24 jam
 berikan asupan
cairan,sesuai
kebutuhan
 berikan cairan
intravena jika
perlu.

Kolaborasi
 kolaborasi
pemberian anti
diuretik,jika
perlu

2. Defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan SIKI : Manajemen  untuk


dengan defisiensi tindakan 3x24 jam nutrisi : mengetahui
insulin/penurunan intake oral : diharapkan kriteria status nutrisi
anoreksia, mual, muntah,BB hasil : Observasi
 dapat
menurun,abnominal pain,ganggua  identifikasi
n kesadaran/hipermetabolik SLKI : status nutrisi mencukupi
akibat pelepasan hormone stress, Status nutrisi  identifikasi kebutuhan
epinefrin.  porsi makan yang alergi dan kalori setiap
dihabiskan intoleransi hari
meningkat makanan  membantu
 identifikasi meningkatka
 nafsu makan makanan yang
n asupan
membaik disukai
 identifikasi nutrisi
 berat badan kebutuhan
membaik kalori dan jenis
nutrient
 identifikasi
perlunya -
penggunaan
selang
nasogastric
 monitor asupan
makanan
 monitor berat
badan
 monitor hasil
LAB

Terapeutik
 lakukan oral
hygine sebelum
makan,jika perlu
 fasilitasi
menentukan
pedoman diet
 berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah
konstipasi
 berikan makanan
tinggi kalori dan
protein
 berikan suplemen
makanan,jika
perlu.

Edukasi
 anjurkan posisi
duduk jika
mampu
 ajarkan diet yg
diprogramkan

kolaborasi :
 kolaborasi
pemberian
medikasi sebelum
makan,jika perlu
 kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrient yg
dibutuhkan,jika
perlu
3. Resiko ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan SIKI :  Untuk
glukosa darah tindakan Intervensi utama : mengetahui
keperawatan selama manajemen nilai normal
3x24 hiperglikemia kadar gula
jam,diharapkan darah
dengan kriteria hasil intervensi  Untuk
pendukung: mencegah
SLKI :  edukasi diet terjadinya
Kestabilan kadar  edukasi komplikasi
glukosa darah kesehatan akibat dari
 kesadaran  edukasi hiperglikemi
meningkat latihan fisik
 pusing  edukasi
menurun proses
 lelah penyakit
menurun  identifikasi
 keluhan risiko
lapar  konseling
menurun nutrisi
 rasa haus  mananjemen
menurun medikasi
 kadar  manajemen
glukosa teknologi
dalam darah kesehatan
membaik  modifikasi
 kadar perilaku
glukosa keterampila
dalam urine n sosial
membaik  pelibatan
 perilaku keluarga.
membaik
 jumlah urine
membaik

4.nyeri b.d agen cedera fisik,agen Setelah SIKI : manajemen  Agar bisa
cedera biologis,adanya luka dilakukannya nyeri mengetahui
ulcus(DM),d.d ekspresi wajah tindakan daerah
nyeri keperawatan selama Observasi kualitas
3x 24  Identifikasi nyeri
jam,diharapkan lokasi,karakteristi  Untuk
kriteria hasil : k,durasi,frekuensi menentukan
,kualitas,intensita berat nyeri
SLKI : s nyeri, yg dialami
Tingkat nyeri  Identifikasi skala klien
 Keluhan nyeri nyeri  Untuk
menurun  Identifikasi faktor memberikan
 Meringis yg memperberat rasa nyaman
menurun dan memperingan pada klien
 Gelisah menurun nyeri  Agar klien
 Kesulitan tidur  Identifikasi bisa
menurun pengaruh nyeri melakukan
 Mual dan pada kualitas teknik
muntah menurun hidup nonfarmakol
ogi saat
Terapeutik nyerinya
 Berikan teknik kambuh
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
 Control
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri
 Fasilitas istirahat
dan tidur

Edukasi :
 Jelaskan
penyebab
dan pemicu
nyeri
 Jelaskan
strategi
meredakan
nyeri
 Ajarkan
teknik
nonfarmakol
ogi untuk
mengurangi
nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi
pemberian obat
analgesic

D. IMPLEMENTASI

Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai dengan


intervensi. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai
peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara mandiri maupun kolaborasi dan
rujukan.

E. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan
dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan
atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).

Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah :

1) Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.


2) Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-
tanda malnutrisi.
3) Infeksi tidak terjadi
4) Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah
5) Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses
pengobatan.

BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan


metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis pada
pemeriksaan dengan mikroskop elektron.

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2002, diabetes melitus


merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia
kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan
kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh
darah.

Diabetes Melitus Juvenilis adalah diabetes melitus yang bermanifestasi sebelum


umur 15 tahun. (FKUI, 1988)

B.SARAN

Sebagai generasi penerus dibidang keperawatan kita harus lebih memahami dan
lebih mengerti apa,mengapa dan bagaimana terjadinya DM juvenilis,agar kita bisa
memberikan penanganan yang tepat kepada pasien kita kelak.

DAFTAR PUSTAKA

Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2,
(Edisi 8), EGC, Jakarta

Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2),


EGC, Jakarta

Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta

Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan,


(Edisi III), EGC, Jakarta.FKUI, 1979, Patologi, FKUI, Jakarta

Ganong, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta

Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta

Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta
Hinchliff, 1999, Kamus Keperawatan, EGC, Jakarta

Price, S. A dan Wilson, L. M, 1995, Patofisiologi, EGC, Jakarta

Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta

Sobotta, 2003, Atlas Anatomi, (Edisi 21), EGC, Jakarta

Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui tentang Diabetes.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Katzung. B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2. Jakarta : Salemba


Medika

Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :


Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai