Anda di halaman 1dari 20

Kata sulit kasus 2

Maternitas 2

Nama : AGUS HENDRAWAN

Npm : 018.01.3520

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM
2019/2020
BAB I

PEMBAHASAN KATA SULIT

NYERI

A. Definisi Nyeri
 Nyeri adalah perasaan dan pengalaman sensoris atau emosional yang tidak
menyenangkan, yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang aktual
maupun potensial, nyeri selalu bersifat subjektif. (Tarcy (2005) Dikutip dari
International Association for the Study of Pain (IASP, 1994),
 Nyeri adalah sensasi subjektif rasa tidak nyaman yang biasanya berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau potensial. Nyeri dirasakan apabila reseptor nyeri
spesifik teraktivasi (Elizabeth Crowin, 2007).
 Nyeri adalah perasaan yang menimbulkaan distres ketika ujung-ujung saraf
tertentu (nosiseptor) di rangsang. (Kamus Keperawatan)
 Secara umum, nyeri diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan
akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari dalam serabut saraf dalam tubuh
ke otak dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis, maupun emosional.
B. Klasifikasi Nyeri
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua, yakni nyeri akut dan nyeri kronis
(Long, 1989) :
a. Nyeri Akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang,
yang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai adanya peningkatan tegangan otot
(Long, 1989). Fungsi nyeri akut ialah memberi peringatan akan cedera atau
penyakit yang akan datang. Nyeri akut akhirnya menghilang dengan atau tanpa
pengobatan setelah keadaan pulih pada araea yang rusak
( Potter & Perry, 2005).
b. Nyeri Kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya
berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari enam bulan. Yang
termasuk dalam kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis,
dan nyeri psikosomatis (Long, 1989).
C. Reseptor Nyeri
Munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, yang merupakan ujung-ujung saraf
sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin yang tersebar
pada kulit mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan
kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi
atau rangsangan.
D. Stimulus Nyeri
Seseorang dapat mentoleransi, menahan nyeri (pain tolerance), atau dapat mengenali
jumlah stimulus nyeri sebelum merasakan nyeri (pain threshold).
Ada beberapa jenis stimulus nyeri menurut Alimul (2006), diantaranya adalah :
1. Trauma pada jaringan tubuh, misalnya karena bedah akibat terjadinya
kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung pada reseptor
2. Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema akibat terjadinya
penekanan pada reseptor nyeri
3. Tumor, dapat juga menekan pada reseptor nyeri
4. Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteria koronaria yang
menstimulasi reseptor nyeri akibat tertumpuknya asam laktat
5. Spasme otot, dapat menstimulasi mekanik
Trauma pada jaringan tubuh, Gangguan pada jaringan tubuh, Tumor

E. Pengkajian Nyeri

Pengkajian nyeri yang tepat adalah awal dari penanganan nyeri dan merupakan proses
lanjut yang meliputi faktor-faktor multidimensional perumusan manajemen nyeri
terhadap rencana keperawatan. Pengkajian ini sangat penting dalam mengidentufikasi
sindrom nyeri atau penyebab nyeri dan memasukkan pengkajian pada intensitas dan
karakteristik nyeri, pengkajian fisik yang berhubungan dengan pemeriksaan sitem
saraf akan dicurigai adanya gangguan pada sistem saraf. Psikososial dan pengkajian
kebudayaan menggunakan diaknosa yang tepat dalam menentukan penyebab nyeri
(Suza, 2007).\

Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST :

1. P (pemacu), yaitu faktor yang memengaruhi gawat atau ringannya nyeri


2. Q (quality), yaitu kualitas dari nyeri itu sendiri. Seperti apakah rasanya : tajam,
tumpul, atau tersayat

3. R (region), yaitu daerah perjalanan nyeri

4. S (severity), adalah keparahan atau intensitas nyeri

5. T (time), yaitu lamanya nyeri/waktu serangan atau frekuensi nyeri

Pengkajian nyeri meliputi berbagai aspek yaitu :

1. Lokasi

Anatomi diagnosa adalah sebuah ilustrasi yang tepat untuk menentukan lokasi
nyeri, banyak pasien tidak dapat menentukan letak nyeri secara tepat, banyak yang
mengindikasikan letak dengan dengan huruf seperti ABC. Pasien boleh
menggambarkan lokasi nyeri dalam bentuk atau bekas lokasi pada tubuhnya dan
anggota keluarga dapat memberi tanda bilangan atau angka pada bentuk
pengkajianya (Suza, 2007).

2. Intensitas

Seseorang dalam mengekspresikan nyeri mereka hanya mampu menilai suatu


intensitas nyeri secara akurat, dua jenis skala penilaian intenstas nyeri yang
digunakan adalah skala verbal dan skala numerical.

a. Face Rating Scale

Skala ini diatur secara visual dengan ekspresi guratan wajah untuk
meunjukkan intensitas nyeri yang dirasakan. Skala penilaian wajah pada
dasarnya digunakan pada anak-anak tetapi juga bias bermanfaat ketika orang
dewasa yang mempinyai kesulitan dalam menggunakan angka-angka dari
skala visual analog (VAS) yang merupakan alat penilaian pengkajian nyeri
secara umum (Suza, 2007)

Wong dan Baker (1988) mengembangkan skala wajah untuk mengkaji nyeri
pada anak-anak. Skala tersebut terdiri dari enam wajah dengan profil kartun
yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum “tidak merasa
nyeri” kemidian secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia,
wajah yang sangat sedih sampai wajah yang sangat ketakutan “nyeri yang
sangat” (Potter & Perry, 2005)

b. Flowsheets (Kartu Pencatatan)

Kartu ini digunakan untuk mendokumentasikan perkembangan yang bertujuan


mempertahankan keberhasilan dalam manajemen nyeri. Dokter menggunakan
flowsheets untuk mencatat waktu, menilai nyeri dan mengontrol penggunaan
obat penghilang rasa nyeri dan efek sampingnya. Informasi yang ada dalam
manajemen Flowsheet dapat disatukan dalam bentuk bentuk format yang lain
untuk menghindari terjadinya kesalahan pada waktu pencatatan.

c. Graphic Rating Scale

Graphic rating sacale dikembangkan oleh VAS untuk menambah kata-kata


atau angka diantara awal dan akhir skala. Penambahan kata-kata seperti tidak
nyeri, nyeri sedang dan nyeri berat disebut verbal graphic rating scale
sedangkan jika huruf seperti 0 sampai 10 menjadi numerical graphic rating
scale (Suza, 2007)

d. Numerical Rating Scale

Skala penilaian numeric (Numerical Rating Scales, NRS) lebih digunakan


sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri
dengan menggunakan skala 0-10 (Potter & Perry, 2005). Skala ini digunakan
secara verbal atau visual dari 0 sampai 10 dan menambahkan kata-kata dan
huruf sepanjang garis vertical dan horizontal, 0 menunjukkan hasil dari tidak
ada nyeri dan 10 menunjukkan hasil dari nyeri yang tak terbayangkan (Suza,
2005)

e. Simple Descriptor Scale (Verbal Descriptor Scale, VDS)

Skala ini menggunakan daftar kata-kata untuk mendeskripsikan perbedaan


tingkat intensitas nyeri, mudah dan sangat sederhana dalam menggunakannya
sebagai contoh tidak ada nyeri, nyeri ringan , nyeri sedang dan nyeri barat
(Suza, 2007).
Skala deskriptif merupaka alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih
objektif. Skala pendeskripsian verbal merupakan sebuah garis yang terdiri dari
tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di
sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai
“nyeri yang tidak tertahankan” (Potter & Perry, 2005).;

f. Visual Analog Scale (VAS)

Visual analog scale tidak melabel subsidi. VAS merupakan suatu garis lurus,
yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan
penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan
pengukur keparahan nyeri yang lebih sensitive karena klien dapat
mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu
kata atau satu angka (McGuire, 1984).

Visual Analog Scale digunakan dengan garis horizontal 10 cm dengan


menambahkan kata-kata pada garisnya seperti tidak ada nyeri, dan nyeri
sangat berat. Pasien membuat sebuah tanda sepanjang garis untuk
mengungkapkan intensitas nyeri, angka diperoleh dengan mengukur
millimeter dari awal sampai akhir pengukuran dan pasien akan langsung
menandainya (Suza, 2007).
MENSTRUASI

A. DEFINISI MENSTRUASI
Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai
pelepasan endometrium. (Sarwono, 2007) . Menstruasi atau haid mengacu pada
pengeluaran darah dan sel-sel secara periodik melalui vagina yang berasal dari
dinding rahim wanita. (Maulana, 2008).
Menstruasi adalah situasi pelepasan endometrium dalam bentuk serpihan dan
perdarahan akibat pengeluaran hormone estrogen dan progesterone yang turun dan
berhenti sehingga terjadi vasokontriksi pembuluh darah yang segera diikuti
vasodilatasi. (Manuaba, 2009)
Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dimana darah berasal dari
endometrium yang nekrotik. (Kusmiyati, dkk, 2008). Menstruasi adalah pelepasan
dinding rahim (endometrium) yang disertai dengan perdarahan dan terjadi setiap
bulannya kecuali pada saat kehamilan. Menstruasi yang terjadi setiap bulan secara
terus menerus disebut sebagai siklus menstruasi. Menstruasi biasanya terjadi pada
usia 11 tahun dan berlangsung hingga menopause (sekitar usia 45- 55 tahun).
Normalnya menstruasi berlangsung selama 3-7 hari.
Siklus menstruasi bervariasi pada tiap wanita dan hampir 90% wanita
memiliki siklus 25-35 hari dan hanya 10-15% yang memiliki panjang siklus 28
hari, namun beberapa wanita memiliki siklus yang tidak teratur dan hal ini bisa
menjadi indikasi adanya masalah kesuburan.
B. SIKLUS MENSTRUASI
Siklus menstruasi normal dapat dibagi menjadi 2 segmen yaitu, siklus
ovarium(indug telur) dan siklus uterus (rahim). Siklus indung telur terbagi
menjadi 3 bagian, yaitu siklus folikuler, siklus ovulasi dan siklus luteal, sedangkan
siklus uterus dibagi menjadi 4 fase, yaitu : fase menstruasi, fase post menstruasi
fase intermenstruum dan fase pramenstruum.
Perubahan didalam rahim merupakan respon terhadap perubahan hormonal.
Rahim terdiri atas 3 lapisan yaitu, perimetrium (lapisan terluar rahim),
miometrium (lapisan otot rahim yang terletak dibagian tengah) dan endometrium
(lapisan terdalam rahim). Endometrium adalah lapisan yang berperan di dalam
siklus menstruasi. Siklus menstruasi dapat ditinjau dari uterus maupun ovarium
sebagai berikut :
1. Siklus uterus

Siklus uterus berupa pertumbuhan dan pengelupasan bagian dalam uterus-


endometrium. Pada akhir fase mentruasi endometrium mulai tumbuh kembali dan
memasuki fase proliferasi. Pasca ovulasi, pertumbuhan endometrium berhenti sesaat
dan kelenjar endometrium menjadi lebih aktif-fase sekresi.
Setiap satu siklus menstruasi terdapat 4 fase perubahan yang terjadi  dalam uterus.
Fase-fase ini merupakan hasil kerjasama yang sangat terkoordinasi antara hipofisis
anterior, ovarium, dan uterus. Fase-fase tersebut adalah :
a. Fase menstruasi atau deskuamasi
Pada masa ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai
dengan perdarahan. Hanya lapisan tipis yang tinggal yang disebut dengan
stratum basale, stadium ini berlangsung 4 hari. Potongan-potongan
endometrium dan  lendir akan keluar ketika menstruasi, darah menstruasi tidak
membeku karena adanya fermen yang mencegah pembekuan darah dan
mencairkan potongan - potongan mukosa.
b. Fase post menstruasi
Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan endometrium secara
berangsur - angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang
tumbuh dari sel - sel epitel kelenjar endometrium. Pada waktu ini tebal
endometrium ± 0,5 mm, stadium ini dimulai waktu stadium menstruasi dan
berlangsung ± selama 4 hari.
c. Fase intermenstruum atau stadium proliferasi
Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal  ± 3,5 mm. Fase
ini berlangsung dari hari ke 5 sampai hari ke 14 dari siklus haid. Fase
proliferasi dapat dibagi dalam 3 subfase yaitu :
1) Fase proliferasi dini 

Fase proliferasi dini berlangsung antara hari ke 4 sampai hari ke 9. Fase ini
dikenal dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel,
terutama dari mulut kelenjar. Kelenjar ini kebanyakan lurus, pendek dan
sempit. Bentuk kelenjar ini merupakan ciri khas fase proliferasi : sel - sel
kelenjar mengalami mitosis.
Sebagian sediaan masih menunjukkan suasana fase  menstruasi dimana terlihat
perubahan - perubahan involusi dari epitel kelenjar yang berbentuk kuboid.
Stroma padat dan sebagian menunjukkan aktivitas mitosis, sel - selnya
berbentuk bintang dan lonjong dengan tonjolan - tonjolan anastomosis.
Nukleus sel stroma relatif besar karena sitoplasma relatif sedikit.
2) Fase proliferasi akhir
Fase ini berlangsung pada hari ke 11 sampai hari 14. Fase ini dapat dikenal
dari permukaan kelenjar  yang tidak rata dan dengan banyak mitosis. Inti
epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stroma bertumbuh aktif dan
padat.
3) Fase pramenstruasi atau stadium sekresi
Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke 14 sampai ke
28. Pada fase ini endometrium kira - kira  tetap tebalnya, tetapi bentuk
kelenjar berubah menjadi panjang, berkeluk keluk dan mengeluarkan getah
yang makin lama makin nyata. Dalam endometrium telah tertimbun
glikogen dan kapur yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur yang
dibuahi. Fase sekresi dibagi dalam 2 tahap, yaitu :
 Fase sekresi dini, pada fase ini endometrium lebih tipis dari fase
sebelumnya karena kehilangan cairan.
 Fase sekresi lanjut, pada fase ini kelenjar dalam endometrium
berkembang dan menjadi lebih berkelok-kelok dan sekresi mulai
mengeluarkan getah yang mengandung glikogen dan lemak. Akhir masa
ini, stroma endometrium berubah kearah sel-sel; desidua, terutama yang
ada di seputar pembuluh-pembuluh arterial. Keadaan ini memudahkan
terjadinya nidasi. Disamping itu dalam siklus menstruasi hormone
sangat berpengaruh diantaranya adalah yang dihasilkan gonadotropin
hipofisis yaitu : Luteinizing Hormon (LH) yang dikeluarkan oleh
hipotalamus untuk merangsang hipofisis mengeluarkan LH. LH
merupakan glikoprotein yang dihasilkan oleh sel-sel asidofilik (afinitas
terhadap asam), bersama dengan FSH berfungsi mematangkan folikel
dan sel telur, serta merangsang terjadinya ovulasi. Folikel yang
melepaskan ovum selama ovulasi disebut korpus rubrum yang disusun
oleh sel-sel lutein dan disebut korpus luteum. Folikel Stimulating
Hormon (FSH) yang dikeluarkan oleh hipotalamus untuk merangsang
hipofisis mengeluarkan FSH. FSH merupakan glikoprotein yang
dihasilkan oleh sel-sel basofilik (afinitas terhadap basa). Hormon ini
mempengaruhi ovarium sehingga dapat berkembang dan berfungsi pada
saat pubertas. FSH mengembangkan folikel sprimer yang mengandung
oosit primer dan keadaan padat (solid) tersebut menjadi folikel yang
menghasilkan estrogen. Prolaktin Releasing Hormon (PRH) yang
menghambat hipofisis untuk mengeluarkan prolaktin. Berbeda dengan
LH dan FSH, prolaktin terdiri dari satu rantai peptida dengan 198 asam
amino dan sama sekali tidak mengandung karbohidrat. Secara
pilogenetis, prolaktin adalah suatu hormon yang sangat tua serta
memiliki susunan yang sama dengan hormon pertumbuhan (Growth
hormone, Somatogotropic hormone, TSH, Somatotropin). Secara
sinergis dengan estradia, prolaktin mempengaruhi payudara dan laktasi,
serta berperan pada pembentukan dan fungsi korpus luteum.

C. TANDA DAN GEJALA MENSTRUASI

Berikut ini adalah beberapa tanda dan gejala yang dapat terjadi pada saat masa
menstruasi :

 Kram perut
 Nyeri payudara
 Perubahan suasana hati
 Timbul jerawat
 Tekanan pada panggul
 Sakit punggung
 Sakit kepala dan Kelelahan
 Kesulitan Berkonsentrasi
BAB II
PEMBAHASAN LO
A. Pengertian
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda
berupa gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga
menyerupai buah anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata
ikan. (Mochtar, Rustam, dkk, 1998 : 23)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis
langka, vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus
yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan
adalah sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista
yang menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh
dengan cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic
gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104).
Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam
rahim yang terjadi pada awal kehamilan.
B. Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya
adalah:

1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari tropoblast.
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah.
4. Paritas tinggie
5. Kekurangan protein
6. Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas.
(Mochtar, Rustam ,1998 : 23)
Mola hidatifosa berasal dari plasenta dan/atau jaringan janin sehingga hanya mungkin
terjadi pada awal kehamilan. Massa biasanya terdiri dari bahan-bahan plasenta yang tumbuh
tak terkendali. Sering tidak ditemukan janin sama sekali. Penyebab terjadinya mola belum
sepenuhnya dimengerti. Penyebab yang paling mungkin adalah kelainan pada sel telur, rahim
dan/atau kekurangan gizi.
Resiko yang lebih tinggi ditemukan pada wanita yang berusia di bawah 20 tahun atau diatas
40 tahun.
Faktor resiko terjadinya mola adalah:
 Status sosial-ekonomi yang rendah
 Diet rendah protein, asam folat dan karotin.
C. Patofisiologi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :

1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin.


2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :

 Teori missed abortion : Mudigah (Calon Janin) mati pada kehamilan 3 – 5


minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah sehingga terjadi penimbunan
cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah gelembung-gelembung.

 Teori neoplasma dari Park : Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi
yang abnormal dimana terjadi reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi
sehigga timbul gelembung.

 Studi dari Hertig : Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola
hidatidosa semata-mata akibat akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau
tiak adanya embrio komplit pada minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi
maternal yang terus menerus dan tidak adanya fetus menyebabkan trofoblast
berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan cairan. (Silvia, Wilson,
2000 : 467)
Jonjot-jonjot korion tumbuh berganda dan mengandung cairan merupakan kista-kista
kecil seperti anggur. Biasanya di dalamnya tidak berisi embrio. Secara histo patologic
kadang-kadang ditemukan jaringan mola pada plasenta dengan bayi normal. Bisa juga terjadi
kehamilan ganda mola adalah: satu janin tumbuh dan yang satu menjadi mola hidatidosa.
Gelembung mola besarnya bervariasi, mulai dari yang kecil sampai berdiameter lebih dari 1
cm.
Mola parsialis adalah bila dijumpai janin dan gelembung - gelembung mola. Secara
mikroskopik terlihat trias :
 Proliferasi dari trofoblas
 Degenerasi hidropik dari stroma villi dan kesembaban
 Terlambat atau hilangnya pembuluh darah dan stroma

D. Manifestasi Klinis
1. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan
biasanya terjadi pada minggu ke 14 - 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan
biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna merah
darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam.
Tanda dan gejala serta komplikasi mola :
 Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS.
 Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar).
 Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang
tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab.
 Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai,
peningkatan tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni).
 Amenore dan tanda-tanda kehamilan
 Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan
lanjut kadang keluar gelembung mola.
 Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya DJJ sekalipun
uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.
(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 266)
2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :
a. Serum ß-hCG untuk memastikan kehamilan dan pemeriksaan ß-hCG serial
b. Ultrasonografi (USG). Melalui pemeriksaan USG kita dapat melihat adakah janin di
dalan kantung gestasi (kantung kehamilan) dan kita dapat mendeteksi gerakan
maupun detak jantung janin. Apabila semuanya tidak kita temukan di dalam
pemeriksaan USG maka kemungkinan kehamilan ini bukanlah kehamilan yang
normal.
c. Foto rontgen : pada mola ada gambaram emboli udara
E. Penatalaksanaan Medis
Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :

1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis.


2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana
sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada :
Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting,
pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji
kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ
sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta Sisson.
3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera.
4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus).
5. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas,
masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola
hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses
evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL
dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap
perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat).
Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber
vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar dapat
digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali dan
tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama dan
setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600
mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L
praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif),
berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan
USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan
kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin
menghentikan fertilisasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN MOLA HIDATIDOSA
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Umum :
 Nama pasien : Nn X
 Usia : 22 tahun
 Jenis kelamin : perempuan
 Alamat :-
 Agama :-
2. Keluhan Utama : klien mengeluh sudah 2 bulan tidak mengalami menstruasi
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
Tidak terdapat riwayat kesehatan dahulu dalam kasus
b) Riwayat kesehatan sekarang
Klien datang ke klinik bersalin dengan keluhan sejak 2 bulan terakhir tidak
mengalami menstruasi, nyeri perut bagian bawah disertai ada bercak darah
berwarna coklat tua. Hasil pemeriksaan didapatkan tekanan darah 100/60mmHg,
nadi 76 x/menit, suhu 36 oC , pasien nampak pucat, ada nyeri tekan perut bagian
bawah dengan skala 7, dan adanya nyeri goyang serviks.
c) Riwakat kesehatan keluarga
Tidak terdapat riwayat kesehatan keluarga dalam kasus
d) Riwayat Obstetri :-
e) Riwayat kehamilan dan persalinan: -
f) Riwayat nipas :-
4. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
 Suhu tubuh : 36,˚C
 Tekanan darah : 100/60mmHg
 Pernapasan :-
 Nadi : 76×/menit
5. Pemeriksaan fisik
 Kepala :-
 Muka : Pucat
 Mata :-
 Thorak :-
 Abdomen
 Inspeksi :-
 Palpasi : Adanya nyeri tekan pada bagian bawah abdomen
 Perkusi :-
 Auskultasi :-
 Genetalia : terdapat bercak darah berwarna coklat tua
 Ekstremitas :-
6. Pemeriksaan Penunjang
Tidak terdapat data hasil pemeriksaan penunjang klien pada kasus
7. Data Sosial  Ekonomi :-
PATHWAY MOLA HIDATIDOSA

MOLA HIDATIDOSA

ovum yang sudah atropi, sosial ekonomi yang rendah (kekurangan gizi) infeksi virus,
parietas yang tinggi, imunoselektif dari trofoblas

Hasil pembuahan dimana embrionya mati pada umur 3-5 minggu

Pembuluh darah villi tidak berfungsi

Penimbunan cairan di dalam jaringan chorialis

Perdarahan yang terus menerus

Pre curetage curetage

psikologis

Kehilangan cairan Fisik

Merasa cemas darah banyak

perlukaan jalan lahir

Ansietas

kekurangan volume cairan Resiko infeksi

Nyeri Akut
ANALISA DATA

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1 DS: klien mengeluh nyeri Agen Cedera (fisik) Nyeri akut


perut bagian bawah
Reseptor Nyeri
P: saat mengalami
pendarahan Persepsi Nyeri

Q: nyeri tekan Nyeri

R: pada bagian bawah Menekan Syaraf


abdomennya
Nyeri Dipersepsikan
S: 7
Tampak meringis
T: -
Nyeri Akut
DO: klien tampak
meringis, klien tampak
pucat,
TTV :
TD: 100/60 mmHg,

N: 76 x/menit,

S:36 OC

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b. Agen cedera fisiologis , d.d keluhan nyeri, tampak meringis , gelisah ,
pola napas berubah,berfokus pada nyeri.
2.
INTERVENSI KEPERAWTAN

No Diagnosa Tujuan dan Intervensi (NIC) Rasional


keperawatan kriteria hasil
(NOC)
1 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen nyeri  Agar bisa
agens cedera fisik, Observasi Mengetahui daerah
tindakan
agens cedera  Identifikasi lokasi, kualitas, kapan
biologis, agens keperawatan selama karakteristik,durasi,
nyerinya dirasakan
cedera kimiawi d.d frekuensi,durasi
1 x 24jam faktor pencetus
perubahan pada Frekuensi, kualitas,
parameter fisilogis, diharapkan dengan intensitas nyeri berat ringannya
ekspresi wajah  Identifikasi skala nyeri yang
kriteria hasil:
nyeri nyeri dirasakan
NOC :  Identifikasi faktor  Untuk menentukan
yang memperberat
Tingkat nyeri berat nyeri yang
dan memperingan
 Keluhan nyeri nyeri dialami klien
menurun Terapeutik  Untuk mencegah
 Meringis  Berikan teknik terjadinya nyeri
menurun nonfarmakologis yang terjadi secara
 Gelisah menurun untuk mengurangi berulang
 kesulitan tidur rasa nyeri
 Agar klien merasa
menurun  Kontrol lingkungan
 Ketegangan otot yang memperberat nyaman dan tenang
menurun rasa nyeri selama proses
 Mual dan  Edukasi pengobatannya
muntah menurun  Jelaskan penyebab  Untuk memberikan
 Berfokus pada dan pemicu nyeri rasa nyaman pada
diri sendiri  Jelaskan strategi klien
menurun meredakan nyeri
 Agar klien dapat
 Ajarkan teknik
nonfarmako untuk mengurangi atau
mengurangi nyeri melakukan teknik
Kolaborasi nonfarmakologi saat
 Kolaborasi nyerinya kambuh di
pemberian obat manapun
analgesik
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No Diagnosa Implementasi Evaluasi


1 Nyeri akut Manajemen nyeri S: Klien mengatakan nyeri
Observasi berkurang
 Mengidentifikasi lokasi,
karakteristik,durasi,frekue O: klien tidak lagi tampak
nsi,durasi meringis,klien tidak
Frekuensi, kualitas, tampak gelisah, skala nyeri
intensitas nyeri berkurang
 Mengidentifikasi skala
nyeri A: masalah teratasi
 Mengidentifikasi faktor sebagian
yang memperberat dan
memperingan nyeri P: lanjutkan intervensi
Terapeutik 4(memberikan teknik
 Memberikan teknik nonfarmakologis yakni
nonfarmakologis untuk teknik relaksasi dan
mengurangi rasa nyeri distraksi)
 Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
 Edukasi
 Mnjelaskan penyebab dan
pemicu nyeri
 Menjelaskan strategi
meredakan nyeri
 Mengajarkan teknik
nonfarmako untuk
mengurangi nyeri
Kolaborasi
 Berkolaborasi pemberian
obat analgesik

Anda mungkin juga menyukai