Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II
Dosen pengampu Ns. Kustiningsih M.Kep., Sp.Kep.,An
Kelompok 4
1. Tika Candra V (1810201223)
2. Risqa Nur Sarbina (1810201225)
3. Putri Wahyuning U (1810201231)
4. Ahmad Syarifudin (1810201232)
5. Reni Purwanti (1810201235)
6. Novita Muhammad (1810201236)
7. Meta Astrianingsih (1810201238)
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah dengan
judul “Retinoblastoma” sesuai dengan waktu yang sudah disediakan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada
1. M. Ali Imron, M.Fis selaku selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
‘Aisyiyah Yogyakarta.
2. Ns. Suratini, M.Kep., Sp.Kep.Kom, selaku Kaprodi Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
3. Ns. Kustiningsih M.Kep., Sp.Kep.,An selaku Dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Anak II Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
4. Pihak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan
dukungan moral maupun material.
Kami menyadari bahwa dalam paper ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan...................................................................................................3
A. Definisi.................................................................................................4
B. Epidemologi..........................................................................................4
C. Etiologi.................................................................................................4
D. Patofisiologi .........................................................................................5
E. Faktor Resiko........................................................................................6
H. Pemeriksaan Fisik.................................................................................8
J. Diagnosis .............................................................................................9
K. Penatalaksanaan ..................................................................................9
L. Prognosis ..............................................................................................11
A. Pengkajian.............................................................................................12
iii
B. Diagnosa Keperawatan.........................................................................15
C. Perencanaan .........................................................................................16
BAB IV PENUTUP.......................................................................................... 24
A. Kesimpulan ..........................................................................................24
B. Saran ....................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................26
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering terjadi
pada anak, 1 dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam. Hal ini
dikarenakan , anak yang berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap
berbagai pengakit disebabkan system kekebalan tubuh belum terbangun secara
sempurna (Harjaningrum, 2011).
Kejang demam pada anak perlu diwaspadai karena kejang yang lama (lebih
dari 15 menit) dapat menyebabkan kematian, kerusakan saraf otak sehingga
menjadi Epilepsi, kelumpuhan bahkan retardasi mental (Aziz, 2008). Serangan
kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama, tergantung nilai
ambang kejang masing-masing. Oleh karena itu, setiap serangan kejang harus
mendapat penanganan yang cepat dan tepat, apalagi kejang yang berlangsung
lama dan berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan prosedur bias
mengakibatkan gejala sisa pada anak, bahkan bias menyebabkan kematian (Fida
& Maya, 2012).
Kejang yang berlangsung lama biasanya disertai apneu (henti nafas) yang
dapat mengakibatkan terjadinya hipoksia (berkurangnya kadar oksigen jaringan)
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kesurakan sel neuron otak. Apabila anak sering kejang, akan
semakin banyak sel otak yang rusak dan mempunyai risiko penyebab
keterlambatan perkembangan, retradasi mental, kelumpuhan dan juga 2-10%
dapat berkembang menjadi Epilepsi (Mohammadi, 2010).
Menurut WHO tahun 2012 kejang demam yang barakibat epilepsy terdapat
80% di Negara-negara miskin dan 3,5-10,7/1000 penduduk Negara maju,
sedangkan di Indonesia kejang demam yang berakibat epilepsy terdapat 900 ribu
sampai 180 ribu penderita dan penanganannya pun belum menjadi prioritas
dalam system kesehatan nasional. Estimasi jumlah kejadian kejang demam 2-5%
anak antara umur 3 bulan – 5 tahun di Amrika Serikat dan Eropa Barat. Insiden
1
2
B. Tujuan
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien anak dengan kejang demam.
C. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien anak dengan kejang demam ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defenisi
Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering dijumpai pada
massa kanak-kanak (American Academy of Pediatrics,2008;Johnston, 2007).
Kejang demam biasanya menyerang anak dibawah umur 5 tahun, dengan insiden
puncak yang terjadi pada anak usia antara 14 dan 18 bulan. Kejang demam
jarang terjadi pada anak dibawah 6 bulan dan di atas 5 tahun. Kejang demam
lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan terjadi peningkatan risiko pada anak
yanga memiliki riwayat kejang demam pada keluarga. Kejang demam berkaitan
dengan demam, biasanya terkait penyakit virus. Kejang tersebut biasanya jinak,
tetapi dapat sangat menakutkan baik bagi anak maupun keluarga. Pada sebagian
besar kasus, prognosis sangat baik. Kejang demam ini terjadi tanpa adanya
infeksi intracranial, gangguan metabolik, (Reese C, et al, 2012).
B. Epidemiologi
Angka kejadian kejang demam pada 2-4% anak berumur 6 bulan- 5 tahun.
Anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, dengan perbandingan sekitar 1,4 :
1. Kejang demam pertama paling sering terjadi pada usia 1 hingga 2 tahun
(Pusponegoro dkk,2006, Lumbantobing,2007).
C. Etiologi
Faktor penting dalam kejang demam adalah demam, umur, genetik, riwayat
prenatal dan perinatal. Infeksi saluran napas atas merupakan penyakit yang
paling sering berhubungan dengan kejang demam. Gastroenteritis terutama yang
disebabkan oleh Shigella atau Campylobacter, dan infeksi saluran kemih
merupakan penyebab lain yang lebih jarang (Moe, et al, 2007).
4
5
D. Patofisiologi
Patofisiologi kejang demam sampai saat ini belum jelas. Diduga penyebab
kejang demam adalah respon otak imatur terhadap peningkatan suhu yang cepat.
Penyebab kejang diduga berhubungan dengan puncak suhu. Hipertermia
mengurangi mekanisme yang menghambat aksi potensial dan meningkatkan
transmisi sinaps eksitatorik. pada penelitian hewan didapatkan peningkatan
ekstabilitas neuron otak selama proses maturasinya. Suhu yang sering
menimbulkan kejang demam adalah 38,5%0C (Basuki, 2009).
Penelitian pada kejang demam berhasil mengidentifikasi febrile seizures
susceptibility genes pada 2 lokus, yaitu FEB1 (kromosom 8q13-q21) dan FEB2
(kromosom 19p13.3), bersifat autosomal dominan dengan penetrasi tidak
lengkap. Hal ini menjelaskan mengapa kejang demam lebih sering terjadi dalam
satu keluarga. Mutasi genetik dari kanal ion natrium atau Na’channelopathy dan
gaminobutiric acid A receptor merupakan gangguan genetik yang mendasari
terjadinya kejang demam.
Penelitian pada hewan coba menunjukan kemungkinan peran pirogen
endogen seperti interleukin 1β yang dengan meningkatkan eksitabilitas neuron,
mungkin menghubungkan demam dengan bangkitan kejang. Penelitian
pendahuluan pada anak mendukung hipotesis bahwa cytokine network
teraktivasi dan diduga berperan dalam pathogenesis kejang demam. Namun,
segnifikansi klinis dan patologis pengamatan ini masih belum jelas (Gatti, 2002).
Beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam
antara lain:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik dari mikroorganisme terhadap otak
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
4. Perubahan keseimbangan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral
Dari beberapa faktor diatas yang menyebabkan kejang demam maka masalah
yang bisa muncul diantaranya ialah:
6
Perfusi jaringan serebral yang tidak efektif disebabkan karena rangsang mekanik
dan biokimia yang menyebabkan perubahan konsentrasi ion di ruang
ekstraseluler difusi Na dan K yang akhirnya terjadi kejang kurang dari 15 menit
atau lebih dari 15 menit yang menimbulkan resiko kerusakan sel neuron, selain
itu resiko cedera juga terjadi dikarenakan adannya inkordinasi kontraksi otot
mulut dan lidah saat anak mengalami kejang, hipertermi pada anak terjadi setelah
kejang saat aktivitas otot meningkat, metabolisme dan suhu juga mengalami
peningkatan dan kurangnya pengetahuan orang tua dalam menangani dan
mencegah kejang demam pada anak.
E. Faktor Risiko
Faktor risiko yang bisa mencetuskan kejang demam antara lain :
1. Faktor Demam
Anak dengan lama demam kurang dari dua jam untuk terjadinya bangkitan
kejang demam 2,4 kali lebih besar dibandingkan anak yang mengalami
demam lebih dari dua jam. Anak dengan demam lebih besar dari 390C
memiliki risiko 10 kali lebih besar untuk menderita bangkitan kejang demam
disbanding dengan anak yang demam kurang 390C.
2. Faktor Usia
Anak dengan kejang demam usia kurang dari dua tahun mempunyai risiko
bangkitan kejang demam 3,4 kali lebih besar disbanding yang lebih dari dua
tahun. (Fuadi,2010).
3. Faktor Riwayat Kejang dalam Keluarga
Keluarga dengan riwayat pernah menderita kejang demam sebagai faktor
risiko untuk terjadi kejang demam pertama adalah kedua orang tua ataupun
saudara kandung (first degree relative).
a) Bila kedua orangnya tidak mempunyai riwayat pernah menderita kejang
demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%.
b) Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah menderita
kejang demam mempunyau risiko untuk terjadi bangkitan kejang
demam 20%-22%.
7
H. Pemeriksaan Fisik
Batas suhu yang bisa mencetuskan kejang demam 38OC atau lebih, tetapi suhu
sebenarnya pada waktu kejang sering tidak diketahui. Pemeriksaan fisik lainnya
bertujuan untuk mencari sumber infeksi dan kemungkinan adanya infeksi
intrakranial meningitis atau ensefalitis (Basuki, 2009)
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium darah
Untuk mencari etiologic kejang demam. Darah lengkap, kultur darah,
glukosa darah, elektrolit, magnesium, kalsium, fosfar, urinalisa, kultur urin
(The Barbara, 2011).
2. Urinalisis
Urinalisis direkomendasikan untuk pasien-pasien yang tidak ditemukan focus
infeksinya (Guidelines, 2010).
3. Fungsi Lumbal
Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
4. Radiologi
Neuroimaging tidak diindikasikan setelah kejang demam sederhana.
Dipertimbangkan jika terdapat gejala klinis gangguan neurologis.
5. Elekroensefalografi (EEG)
Untuk menyingkirkan kemungkinan epilepsi.
9
J. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Kriteria Livingstone untuk kejang demam:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun
2. Kejang berlangsung sebentar, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal
tidak menunjukan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.
K. Penatalaksanaan
Pada tata laksana kejang demam, ada 3 hal yang perlu di kerjakan:
1. Pengobatan fase akut
Penanganan pada fase akut kejang demam antara lain:
a. Pertahankan jalan napas
b. Lindungi anak dari trauma/cidera
c. Posisikan anak tidur setengah duduk
d. Longgarkan pakaian atau lepas pakaian yang tidak perlu.
2. Mencari dan mengobati penyebab demam
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas
indikasi untuk mencari penyebab.
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
Pencegahan berulang kejang demam perlu dilakukan karena bila sering
berulang dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada dua cara
pengobatan profilaksi :
1) Profilaksi intermitten pada waktu demam
2) Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari
10
Diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg untuk pasien dengna berat
badan ≤ 10 kg dan 10mg untuk pasien dengan berat badan ≥ 10 kg, setiap
pasien menunjukan suhu 38,5OC atau lebih. Diazepam dapat pula
diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis pada waktu pasien demam.
Untuk profilaksis terus menerus/jangka panjang dapat dengan pemberian
obat rumat. Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam
menunjukan ciri sebagai berikut:
a) Kejang lama > 15 menit.
b) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cereberal palsy, retardasi
mental, Hidrosefalus.
c) Kejang fokal.
d) Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
Kejang demam terjadi pada baiyi kurang dari 12 bulan
Kejang demam ≥ 4 kali per tahun.
L. Prognosis
Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis.
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal.
Kemungkinan berulang kejang demam.
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah: riwayat kejang demam dalam keluarga.
Usia kurang lebih 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang, cepatnya
kejang setelah demam
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang
tua, penghasilan orang tua. Wong (2009), mengatakan kebanyakan
serangan kejang demam terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum
3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang
berusia kurang dari 18 bulan.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien mengalami
kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam kompleks
biasanya mengalami penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit sekarang
Orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas, nafsu makan
anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya tergantung pada
jenis kejang demam yang dialami anak.
c. Riwayat perkembangan anak
Pada pasien dengan kejang demam kompleks mengalami gangguan
keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada anak serta
mengalami kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).
d. Riwayat imunisasi
Anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit
infeksi atau virus seperti virus influenza.
e. Riwayat nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan karena mual
dan muntahnya.
13
f. Pengetahuan keluarga
Pemahaman penyakit dan perawatan
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum biasanya anak rewel
b. TTV
1) Suhu : >38,0⁰C
2) Respirasi: Pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit
Pada usia 12 bulan - <5 tahun : biasanya >40 kali/menit
3) Nadi : >100 x/menit
c. BB
Pada anak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan berat badan yang
berarti
d. Kepala
Tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
e. Mata
Biasanya simetris kiri-kanan, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis.
f. Mulut dan lidah
Mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak kotor
g. Telinga
Bentuk simetris kiri-kanan, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran
yang bersifat sementara, nyeri tekan mastoid.
h. Hidung
Penciuman baik, ada pernafasan cuping hidung, bentuk simetris, mukosa
hidung berwarna merah muda.
i. Leher
Terjadi pembesaran kelenjar getah bening
j. Dada
1) Thoraks
a) Inspeksi: gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan
b) Palpasi: vremitus kiri kanan sama
14
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
sirkulasi otak
2. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
3. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
16
C. Rencana Keperawatan
berhubungan dengan keperawatan diharapkan masalah 1. Pantau suhu dan tanda- 1. Pemantauan tanda-
dehidrasi, suhu hipertermi dapat teratasi dengan tanda vital lainnya tanda vital dapat
lingkungan tinggi, kriteria hasil: 2. Monitor asupan dan menentukan
penyakit, peningkatan Termoregulasi 0800 keluaran,sadari perubahan perkembangan
laju metabolisme. 1. Tingkat pernafasan dari 1 kehilangan cairan yang tak keperawatan
(sangat terganggu) menjadi 4 dirasakan selanjutnya.
(sedikit terganggu) 3. Dorong konsumsi cairan 2. Pemantauan asupan
2. Hipertermi dari 1(berat) menjadi 4. Beri obat atau cairan IV dan keluaran untuk
4 (ringan) (antipiretik, agen anti mengetahui
3. Sakit kepala dari 2 (banyak bakteri dan agen anti kebutuhan cairan
mengganggu) menjadi 5 (tidak menggigil) yang dibutuhkan
terganggu) 5. Tutup pasien dengan sehingga pemberian
selimut atau pakaian ringan, cairan dapat diberikan
tergantung pada fase secara tepat.
demam (memberikan 3. Kebutuhan cairan
selimut hangat untuk fase meningkat karena
dingin, menyediakan adanya proses
pakaian atau linen tempat penguapan.
tidur ringan untuk demam 4. Antipiretik berfungsi
dan fase bergejolak/flush) untuk menurunkan
6. Fasilitasi istirahat, terapkan panas.
pembatasan aktivitas. 5. Proses hilangnya
7. Pantau komplikasi- panas akan terhalangi
18
abnormal, contoh
:
leukositosis/leuko
penia
d. Perubahan faktor
pembekuan,
e. Trombositopeni
f. Sickle cell
g. Thalassemia,
h. Penurunan Hb,
i. Imun-autoimum
tidak berfungsi.
j. Biokimia, fungsi
regulasi (contoh :
tidak
berfungsinya
sensoris)
k. Disfugsi
gabungan
l. Disfungsi efektor
m. Hipoksia jaringan
n. Perkembangan
usia (fisiologik,
21
psikososial)
5. Fisik (contoh :
kerusakan
kulit/tidak utuh,
berhubungan dengan
mobilitas)
perawatan.
24
25
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
pada anak dibawah umur 5 tahun. Perlu diwaspadai karena kejang yang lama
genetik, riwayat prenatal dan perinatal dapat memicu terjadinya kejang demam.
Klasifikasi kejang demam ada dua, yaitu kejang demam sederhana yang
berlangsung secara singkat kurang dari 15 menit dan tidak berulang dalam waktu
berlangsung lebih dari 15 menit dan dapat berulang lebih dari 1 kali dalam 24
jam. Kejang demam adalah respon otak imatur terhadap peningkatan suhu yang
informasi.
B. Saran
Anak yang mengalami kejang demam perlu mendapat perhatian lebih dan
penatalaksanaan yang tepat. Oleh sebab itu, peran orang tua sangat penting
dalam mengetahui kondisi anak, apakah memiliki tanda gejala, faktor risiko, dan
DAFTAR PUSTAKA
Andretty Rezy P. 2015. Hubungan Riwatar Kejang Demam Dengan Angka Kejadian
eplilepsi di Dr.Moewardi. Universitas Muhammadiah Surakarta
Fida & Maya. 2012. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: D-Medika .
Jones, T., & Jacobsen, S. T. 2007. Childhood Febrile Seizures: Overview and
Implication. Int J Med Sci.
Munir Badrul. 2015, Neurologi Dasar. Cetakan pertama, Universitas Brawijaya Malang,
Sagung Seto. Jakarta
Suriadi, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak.Edisi 2. Sagung Seto. Jakarta
28