Anda di halaman 1dari 32

KEJANG DEMAM

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak II
Dosen pengampu Ns. Kustiningsih M.Kep., Sp.Kep.,An

Kelompok 4
1. Tika Candra V (1810201223)
2. Risqa Nur Sarbina (1810201225)
3. Putri Wahyuning U (1810201231)
4. Ahmad Syarifudin (1810201232)
5. Reni Purwanti (1810201235)
6. Novita Muhammad (1810201236)
7. Meta Astrianingsih (1810201238)

PROGRAM STUDI AANVULEN S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ‘AISYAH YOGYAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah dengan
judul “Retinoblastoma” sesuai dengan waktu yang sudah disediakan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada
1. M. Ali Imron, M.Fis selaku selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
‘Aisyiyah Yogyakarta.
2. Ns. Suratini, M.Kep., Sp.Kep.Kom, selaku Kaprodi Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
3. Ns. Kustiningsih M.Kep., Sp.Kep.,An selaku Dosen pengampu mata kuliah
Keperawatan Anak II Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta.
4. Pihak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan
dukungan moral maupun material.
Kami menyadari bahwa dalam paper ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, April 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................i

KATA PENGANTAR .....................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................3

C. Tujuan...................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................4

A. Definisi.................................................................................................4

B. Epidemologi..........................................................................................4

C. Etiologi.................................................................................................4

D. Patofisiologi .........................................................................................5

E. Faktor Resiko........................................................................................6

F. Klasifikasi Jenis Kejang.......................................................................7

G. Tanda dan Gejala Klinis.......................................................................8

H. Pemeriksaan Fisik.................................................................................8

I. Pemeriksaan Penunjang .......................................................................8

J. Diagnosis .............................................................................................9

K. Penatalaksanaan ..................................................................................9

L. Prognosis ..............................................................................................11

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN............................................................12

A. Pengkajian.............................................................................................12

iii
B. Diagnosa Keperawatan.........................................................................15

C. Perencanaan .........................................................................................16

BAB IV PENUTUP.......................................................................................... 24

A. Kesimpulan ..........................................................................................24

B. Saran ....................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................26

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering terjadi
pada anak, 1 dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam. Hal ini
dikarenakan , anak yang berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap
berbagai pengakit disebabkan system kekebalan tubuh belum terbangun secara
sempurna (Harjaningrum, 2011).
Kejang demam pada anak perlu diwaspadai karena kejang yang lama (lebih
dari 15 menit) dapat menyebabkan kematian, kerusakan saraf otak sehingga
menjadi Epilepsi, kelumpuhan bahkan retardasi mental (Aziz, 2008). Serangan
kejang demam pada anak yang satu dengan yang lain tidak sama, tergantung nilai
ambang kejang masing-masing. Oleh karena itu, setiap serangan kejang harus
mendapat penanganan yang cepat dan tepat, apalagi kejang yang berlangsung
lama dan berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan prosedur bias
mengakibatkan gejala sisa pada anak, bahkan bias menyebabkan kematian (Fida
& Maya, 2012).
Kejang yang berlangsung lama biasanya disertai apneu (henti nafas) yang
dapat mengakibatkan terjadinya hipoksia (berkurangnya kadar oksigen jaringan)
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kesurakan sel neuron otak. Apabila anak sering kejang, akan
semakin banyak sel otak yang rusak dan mempunyai risiko penyebab
keterlambatan perkembangan, retradasi mental, kelumpuhan dan juga 2-10%
dapat berkembang menjadi Epilepsi (Mohammadi, 2010).
Menurut WHO tahun 2012 kejang demam yang barakibat epilepsy terdapat
80% di Negara-negara miskin dan 3,5-10,7/1000 penduduk Negara maju,
sedangkan di Indonesia kejang demam yang berakibat epilepsy terdapat 900 ribu
sampai 180 ribu penderita dan penanganannya pun belum menjadi prioritas
dalam system kesehatan nasional. Estimasi jumlah kejadian kejang demam 2-5%
anak antara umur 3 bulan – 5 tahun di Amrika Serikat dan Eropa Barat. Insiden

1
2

kejadian kejang demam di Asia 3,4-9,3% anak Jepang dan 5% di India


(Andretty, 2015).
Kejadian kejang demam dapat menyebabkan perasaan ketakutan berlebihan,
terutama secara emosional dan kecemasan pada orang tua (Jones & Jacobsen,
2007). Tingkat pengetahuan orang tua yang berbeda dapat mempengaruhi
pencegahan kejang demam pada anak saat anak mengalami demam tinggi.
Pemberian informasi untuk meningkatkan pengetahuan orang tua tentang kejang
demam sangat diperlukan karena dapat menurunkan kecemasan orang tua
(Riandita, 2012).
Hasil penelitian (Rahayu, 2015) menunjukkan hamper 80% orang tua takut
terhadap serangan kejang demam yang meninmpa anaknya. Berdasarkan
penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pengetahuan ibu tentang penanganan
kejang demam sangat bervariasi. Namun perbedaan penegtahuan ini akan
mengakibatkan penanganan kejang demam pada anak yang berbeda pula.
Penanganan ibu tentang kejang demam dan penelataksanaan di Indonesia juga
sangat bervariasi, mengingat hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Berdasarkan
pertimbangan rasa takut atau khawatir dan kebingunan orang tua terhadap
anaknya ketika mengalami serangan kejang demam, diperlukan upaya
pencegahan terhadap berulangnya serangan kejang demam tersebut. Upaya
pencegahan dan menghadapi kejang demam. Orang tua harus diberi informasi
tentang tindakan awal penetalaksanaan kejang demam pada anak.
Sebanarnya banyak hal yang bisa dilakukan ibu dalam mengatasi kejang
demam pada anak sebelum terjadi kejang dan selanjutnya membawa ke rumah
sakit. Mengukur suhu tubuh dan memberi obat penurun panas, kompres air
hangat (yang suhunya lebih sama dengan suhu badan anak) dan memeberikan
cairan yang cukup dapat menurunkan suhu tubuh anak. Ibu harus menyadari
bahwa demam merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kejang,
dikarenakan adanya peningkatan suhu tubuh yang cepat (Raftery, 2008).
3

B. Tujuan
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien anak dengan kejang demam.
C. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien anak dengan kejang demam ?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi
Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering dijumpai pada
massa kanak-kanak (American Academy of Pediatrics,2008;Johnston, 2007).
Kejang demam biasanya menyerang anak dibawah umur 5 tahun, dengan insiden
puncak yang terjadi pada anak usia antara 14 dan 18 bulan. Kejang demam
jarang terjadi pada anak dibawah 6 bulan dan di atas 5 tahun. Kejang demam
lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan terjadi peningkatan risiko pada anak
yanga memiliki riwayat kejang demam pada keluarga. Kejang demam berkaitan
dengan demam, biasanya terkait penyakit virus. Kejang tersebut biasanya jinak,
tetapi dapat sangat menakutkan baik bagi anak maupun keluarga. Pada sebagian
besar kasus, prognosis sangat baik. Kejang demam ini terjadi tanpa adanya
infeksi intracranial, gangguan metabolik, (Reese C, et al, 2012).

B. Epidemiologi
Angka kejadian kejang demam pada 2-4% anak berumur 6 bulan- 5 tahun.
Anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, dengan perbandingan sekitar 1,4 :
1. Kejang demam pertama paling sering terjadi pada usia 1 hingga 2 tahun
(Pusponegoro dkk,2006, Lumbantobing,2007).

C. Etiologi
Faktor penting dalam kejang demam adalah demam, umur, genetik, riwayat
prenatal dan perinatal. Infeksi saluran napas atas merupakan penyakit yang
paling sering berhubungan dengan kejang demam. Gastroenteritis terutama yang
disebabkan oleh Shigella atau Campylobacter, dan infeksi saluran kemih
merupakan penyebab lain yang lebih jarang (Moe, et al, 2007).

4
5

D. Patofisiologi
Patofisiologi kejang demam sampai saat ini belum jelas. Diduga penyebab
kejang demam adalah respon otak imatur terhadap peningkatan suhu yang cepat.
Penyebab kejang diduga berhubungan dengan puncak suhu. Hipertermia
mengurangi mekanisme yang menghambat aksi potensial dan meningkatkan
transmisi sinaps eksitatorik. pada penelitian hewan didapatkan peningkatan
ekstabilitas neuron otak selama proses maturasinya. Suhu yang sering
menimbulkan kejang demam adalah 38,5%0C (Basuki, 2009).
Penelitian pada kejang demam berhasil mengidentifikasi febrile seizures
susceptibility genes pada 2 lokus, yaitu FEB1 (kromosom 8q13-q21) dan FEB2
(kromosom 19p13.3), bersifat autosomal dominan dengan penetrasi tidak
lengkap. Hal ini menjelaskan mengapa kejang demam lebih sering terjadi dalam
satu keluarga. Mutasi genetik dari kanal ion natrium atau Na’channelopathy dan
gaminobutiric acid A receptor merupakan gangguan genetik yang mendasari
terjadinya kejang demam.
Penelitian pada hewan coba menunjukan kemungkinan peran pirogen
endogen seperti interleukin 1β yang dengan meningkatkan eksitabilitas neuron,
mungkin menghubungkan demam dengan bangkitan kejang. Penelitian
pendahuluan pada anak mendukung hipotesis bahwa cytokine network
teraktivasi dan diduga berperan dalam pathogenesis kejang demam. Namun,
segnifikansi klinis dan patologis pengamatan ini masih belum jelas (Gatti, 2002).
Beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam
antara lain:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik dari mikroorganisme terhadap otak
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi
4. Perubahan keseimbangan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral
Dari beberapa faktor diatas yang menyebabkan kejang demam maka masalah
yang bisa muncul diantaranya ialah:
6

Perfusi jaringan serebral yang tidak efektif disebabkan karena rangsang mekanik
dan biokimia yang menyebabkan perubahan konsentrasi ion di ruang
ekstraseluler difusi Na dan K yang akhirnya terjadi kejang kurang dari 15 menit
atau lebih dari 15 menit yang menimbulkan resiko kerusakan sel neuron, selain
itu resiko cedera juga terjadi dikarenakan adannya inkordinasi kontraksi otot
mulut dan lidah saat anak mengalami kejang, hipertermi pada anak terjadi setelah
kejang saat aktivitas otot meningkat, metabolisme dan suhu juga mengalami
peningkatan dan kurangnya pengetahuan orang tua dalam menangani dan
mencegah kejang demam pada anak.

E. Faktor Risiko
Faktor risiko yang bisa mencetuskan kejang demam antara lain :
1. Faktor Demam
Anak dengan lama demam kurang dari dua jam untuk terjadinya bangkitan
kejang demam 2,4 kali lebih besar dibandingkan anak yang mengalami
demam lebih dari dua jam. Anak dengan demam lebih besar dari 390C
memiliki risiko 10 kali lebih besar untuk menderita bangkitan kejang demam
disbanding dengan anak yang demam kurang 390C.
2. Faktor Usia
Anak dengan kejang demam usia kurang dari dua tahun mempunyai risiko
bangkitan kejang demam 3,4 kali lebih besar disbanding yang lebih dari dua
tahun. (Fuadi,2010).
3. Faktor Riwayat Kejang dalam Keluarga
Keluarga dengan riwayat pernah menderita kejang demam sebagai faktor
risiko untuk terjadi kejang demam pertama adalah kedua orang tua ataupun
saudara kandung (first degree relative).
a) Bila kedua orangnya tidak mempunyai riwayat pernah menderita kejang
demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%.
b) Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah menderita
kejang demam mempunyau risiko untuk terjadi bangkitan kejang
demam 20%-22%.
7

c) Apabila kedua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pernah


menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan kejang
demam meningkat menjadi 59%-64%. Demam diwariskan lebih banyak
oleh ibu dibandingkan ayaj, 27% berbanding 7% (Fuadi,2010)

4. Faktor Perinatal dan Pascanatal


 Kehamilan pada umur lebih 35 tahun
 Barat lahir sangat rendah atau amat sangat rendah memudahkan
timbulnya bangkitan kejang demam (Fuadi,2010).
5. Faktor Vaksinasi/Imunisasi
Risiko kejang demam dapat meningkat setelah beberapa imunitas pada anak,
seperti imunisasi difteri, tetanus dan pertuasis (DPT) atau measles-mumps-
rubella (MMR). (Mayo Clinic, 2012).

F. Klasifikasi Kejang Demam


1. Kejang demam Sederhana (KDS)
Kejang demam yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit dan umumnya
akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik atau klonik, tanpa
gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam
sederhana merupakan 80% dari seluruh kejadian kejang demam
(Pusponegoro, 2006).
2. Kejang Demam Kompleks (KDK)
Kejang demam kompleks merupakan kejang demam dengan salah satu ciri
kejang lama yang berlangsung > 15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi,
atau kejang umum didahului kejang parsial, atau berulang lebih dari 1 kali
dalam 24 jam. Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15
menit atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan diantara bangkitan kejang
anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada 8% kejang demam
(Pusponegoro,2006).
8

G. Tanda dan Gejala Klinis


 Kejang demam berlangsung singkat, serangan kejang klonik atau tonik klonik
bilateral.
 Seringkali kejang berhenti sendiri.
 Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak.
 Setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa
deficit neurologis.
 Peningkatan suhu tubuh mendadak hingga ≥ 38OC

H. Pemeriksaan Fisik
Batas suhu yang bisa mencetuskan kejang demam 38OC atau lebih, tetapi suhu
sebenarnya pada waktu kejang sering tidak diketahui. Pemeriksaan fisik lainnya
bertujuan untuk mencari sumber infeksi dan kemungkinan adanya infeksi
intrakranial meningitis atau ensefalitis (Basuki, 2009)

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium darah
Untuk mencari etiologic kejang demam. Darah lengkap, kultur darah,
glukosa darah, elektrolit, magnesium, kalsium, fosfar, urinalisa, kultur urin
(The Barbara, 2011).
2. Urinalisis
Urinalisis direkomendasikan untuk pasien-pasien yang tidak ditemukan focus
infeksinya (Guidelines, 2010).
3. Fungsi Lumbal
Untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
4. Radiologi
Neuroimaging tidak diindikasikan setelah kejang demam sederhana.
Dipertimbangkan jika terdapat gejala klinis gangguan neurologis.
5. Elekroensefalografi (EEG)
Untuk menyingkirkan kemungkinan epilepsi.
9

J. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang. Kriteria Livingstone untuk kejang demam:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan – 4 tahun
2. Kejang berlangsung sebentar, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal
tidak menunjukan kelainan.
7. Frekuensi bangkitan kejang dalam 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.

K. Penatalaksanaan
Pada tata laksana kejang demam, ada 3 hal yang perlu di kerjakan:
1. Pengobatan fase akut
Penanganan pada fase akut kejang demam antara lain:
a. Pertahankan jalan napas
b. Lindungi anak dari trauma/cidera
c. Posisikan anak tidur setengah duduk
d. Longgarkan pakaian atau lepas pakaian yang tidak perlu.
2. Mencari dan mengobati penyebab demam
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, pemeriksaan laboratorium lain dilakukan atas
indikasi untuk mencari penyebab.
3. Pengobatan profilaksis terhadap berulangnya kejang demam.
Pencegahan berulang kejang demam perlu dilakukan karena bila sering
berulang dapat menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada dua cara
pengobatan profilaksi :
1) Profilaksi intermitten pada waktu demam
2) Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari
10

Diazepam intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg untuk pasien dengna berat
badan ≤ 10 kg dan 10mg untuk pasien dengan berat badan ≥ 10 kg, setiap
pasien menunjukan suhu 38,5OC atau lebih. Diazepam dapat pula
diberikan secara oral dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis pada waktu pasien demam.
Untuk profilaksis terus menerus/jangka panjang dapat dengan pemberian
obat rumat. Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam
menunjukan ciri sebagai berikut:
a) Kejang lama > 15 menit.
b) Adanya kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, paresis Todd, cereberal palsy, retardasi
mental, Hidrosefalus.
c) Kejang fokal.
d) Pengobatan rumat dipertimbangkan bila:
 Kejang berulang dua kali atau lebih dalam 24 jam
 Kejang demam terjadi pada baiyi kurang dari 12 bulan
 Kejang demam ≥ 4 kali per tahun.

Obat pilihan adalah asam valproate adalah 15-40 mg/kgBB/hari. Untuk


fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis. Pengobatan diberikan
selama 1 tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap
selama 1-2 bulan.

L. Prognosis
 Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis.
 Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien
yang sebelumnya normal.
 Kemungkinan berulang kejang demam.
 Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam adalah: riwayat kejang demam dalam keluarga.
Usia kurang lebih 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang, cepatnya
kejang setelah demam
11

 Kemungkinan terjadinya epilepsi.

Faktor risiko menjadi epilepsi apabila :

1. Kelainan neorologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam


pertama
2. Kejang demam yang pertama adalah kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
12

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
tempat lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua, pekerjaan orang
tua, penghasilan orang tua. Wong (2009), mengatakan kebanyakan
serangan kejang demam terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum
3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan pada anak-anak yang
berusia kurang dari 18 bulan.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien mengalami
kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam kompleks
biasanya mengalami penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit sekarang
Orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas, nafsu makan
anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya tergantung pada
jenis kejang demam yang dialami anak.
c. Riwayat perkembangan anak
Pada pasien dengan kejang demam kompleks mengalami gangguan
keterlambatan perkembangan dan intelegensi pada anak serta
mengalami kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).
d. Riwayat imunisasi
Anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap rentan tertular penyakit
infeksi atau virus seperti virus influenza.
e. Riwayat nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan karena mual
dan muntahnya.
13

f. Pengetahuan keluarga
Pemahaman penyakit dan perawatan
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum biasanya anak rewel
b. TTV
1) Suhu : >38,0⁰C
2) Respirasi: Pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit
Pada usia 12 bulan - <5 tahun : biasanya >40 kali/menit
3) Nadi : >100 x/menit
c. BB
Pada anak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan berat badan yang
berarti
d. Kepala
Tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
e. Mata
Biasanya simetris kiri-kanan, sklera tidak ikterik, konjungtiva anemis.
f. Mulut dan lidah
Mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak kotor
g. Telinga
Bentuk simetris kiri-kanan, keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran
yang bersifat sementara, nyeri tekan mastoid.
h. Hidung
Penciuman baik, ada pernafasan cuping hidung, bentuk simetris, mukosa
hidung berwarna merah muda.
i. Leher
Terjadi pembesaran kelenjar getah bening
j. Dada
1) Thoraks
a) Inspeksi: gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan
b) Palpasi: vremitus kiri kanan sama
14

c) Auskultasi: ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronchi.


2) Jantung
Terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis di SIC V teraba
P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang
jantung),
SIC V kiri agak ke mideal linea midclavicularis kiri. Batas bawah
kanan jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan, dilinea
parasternalis kanan, batas atasnya di ruang intercosta II kanan linea
parasternalis kanan.
A: BJ II lebih lemah dari BJ I
k. Abdomen
Lemas dan datar, kembung
l. Anus
Tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
m. Ekstermitas :
1) Atas : Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
2) Bawah : Tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
3. Aktivitas kejang
Meliputi karakteristik kejang, lama kejang, dan frekuensi kejang
4. Penilaian tingkat kesadaran
a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai
GCS: 15-14.
b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11 - 10.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila
15

dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu


memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3.

5. Penilaian kekuatan otot


Respon Skala
Kekuatan otot tidak ada 0
Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada 1
Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit 2
Terangkat sedikit < 45, tidak mampu melawan gravitasi 3
Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, namun tidak mampu melawan 4
tahanan pemeriksa, gerakan tidak terkoordinasi
Kekuatan otot normal 5

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
sirkulasi otak
2. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
3. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
16

C. Rencana Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC) Rasional


1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Terapi oksigen 3320 1. Memastikan jalan
perfusi jaringan serebral keperawatan diharapkan masalah 1. Pertahankan kepatenan nafas tidak terganggu.
berhubungan dengan ketidakefektifan perfusi jaringan jalan nafas 2. Agar suplay oksigen
gangguan afinitas Hb serebral dapat teratasi dengan 2. Berikan oksigen tambahan terpenuhi
Oksigen, penurunan Hb kriteria hasil: sesuai yang diperintahkan
oksigen, hipervolemia, Status neurologi 0909
hipoventilasi. 1. Kesadaran dari 3 (cukup Manajemen edema serebral
terganggu) menjadi 5 (tidak 2540
terganggu) 1. Monitor adanya 1. Mengkaji keluhan
2. Tekanan intrakranial dari 2 kebingungan, perubahan yang dirasakan
(banyak terganggu) menjadi 5 pikiran, keluhan pusing dan 2. Mengetahui status
(tidak terganggu) pingsan. kardiorespirasi pasien
3. Pola bernafas dari 2 (banyak 2. Monitor tanda-tanda vital 3. Meminalisir adanya
terganggu) menjadi 5 (tidak 3. Monitor TIK dan CPP tingkatan pada TIK
terganggu) 4. Kurangi stimulus dalam dan CPP
4. Aktivitas kejang dari 3 (sedang) lingkungan pasien 4. Batasi kunjungan
menjadi 5 (tidak ada) 5. Berikan anti kejang, sesuai pada pasien
kebutuhan 5. Meminimalkan
adanya pembekuan
dara
2. Hipertermia Setelah dilakukan tindakan Perawatan demam 3740
17

berhubungan dengan keperawatan diharapkan masalah 1. Pantau suhu dan tanda- 1. Pemantauan tanda-
dehidrasi, suhu hipertermi dapat teratasi dengan tanda vital lainnya tanda vital dapat
lingkungan tinggi, kriteria hasil: 2. Monitor asupan dan menentukan
penyakit, peningkatan Termoregulasi 0800 keluaran,sadari perubahan perkembangan
laju metabolisme. 1. Tingkat pernafasan dari 1 kehilangan cairan yang tak keperawatan
(sangat terganggu) menjadi 4 dirasakan selanjutnya.
(sedikit terganggu) 3. Dorong konsumsi cairan 2. Pemantauan asupan
2. Hipertermi dari 1(berat) menjadi 4. Beri obat atau cairan IV dan keluaran untuk
4 (ringan) (antipiretik, agen anti mengetahui
3. Sakit kepala dari 2 (banyak bakteri dan agen anti kebutuhan cairan
mengganggu) menjadi 5 (tidak menggigil) yang dibutuhkan
terganggu) 5. Tutup pasien dengan sehingga pemberian
selimut atau pakaian ringan, cairan dapat diberikan
tergantung pada fase secara tepat.
demam (memberikan 3. Kebutuhan cairan
selimut hangat untuk fase meningkat karena
dingin, menyediakan adanya proses
pakaian atau linen tempat penguapan.
tidur ringan untuk demam 4. Antipiretik berfungsi
dan fase bergejolak/flush) untuk menurunkan
6. Fasilitasi istirahat, terapkan panas.
pembatasan aktivitas. 5. Proses hilangnya
7. Pantau komplikasi- panas akan terhalangi
18

komplikasi yang oleh pakaian tebal dan


berhubungan dengan tidak dapat menyerap
demam serta tanda dan keringat.
gejala kondisi penyebab 6. Aktifitas yang
demam (kejang, penurunan berlebihan dapat
tingkat kesadaran,dll) meningkatkan
metabolisme dan
panas.
7. Pemantauan yang
ketat untuk
menghindari
terjadinya kondisi
yang lebih buruk serta
dapat memberikan
intervensi secara
cepat dan tepat.
3. Resiko cidera Setelah dilakukan tindakan Manajemen Lingkungan 6480
Faktor-faktor risiko : keperawatan diharapkan masalah 1. Ciptakan lingkungan yang 1. Meminimalisir
Eksternal resiko cidera dapat teratasi dengan aman bagi pasien terjadinya cedera
1. Fisik (contoh : kriteria hasil: 2. Singkirkan benda-benda fisik bagi pasien.
rancangan struktur 1. Mampu menjelaskan cara berbahaya dari lingkungan 2. Meminimalisir
dan arahan mencegah injury dari 1 (berat) 3. Sediakan tempat tidur dan terjadinya cedera
masyarakat, ke 4 (Ringan) lingkungan yang bersih fisik bagi pasien.
19

bangunan dan atau 2. Mampu menggunakan fasilitas dan nyaman 3. Meminimalisir


perlengkapan; mode kesehatan yang ada dari 1 terjadinya cedera
transpor atau cara (sangat terganggu) ke 4( sedikit fisik bagi pasien.
perpindahan; terganggu) Manajemen Kejang 2680
Manusia atau 3. Mampu mengenali perubahan 1. Longgarkan pakaian 1. Meminimalisisr rasa
penyedia pelayanan) status kesehatan dari 1 (sangat 2. Balikkan badan klien ke tidak nyaman pada
2. Biologikal ( contoh : terganggu) ke 4 (sedikit satu sisi pasien
tingkat imunisasi terganggu) 3. Pandu gerakan klien 2. Mencegah
dalam masyarakat, 4. Mampu memodifikasi gaya 4. Monitor arah kepala dan komplikasi
mikroorganisme) hidup untuk mencegah injury mata selama kejang dekubitus
3. Kimia (obat- dari 1 (berat) ke 4 (ringan) 5. Tetap di sisi klien selama 3. Meminimalisisr
obatan:agen farmasi, kejang adanya cedera
alkohol, kafein, 6. Catat karakteristik kejang 4. Meminimalisir
nikotin, bahan resiko cedera saat
pengawet, kosmetik; kejang.
nutrien: vitamin, 5. Melakukan
jenis makanan; pengawasan saat
racun; polutan) pasien kejang
4. Internal 6. Mencatat frekuensi
a. Psikolgik kejang
(orientasi afektif)
b. Mal nutrisi
c. Bentuk darah
20

abnormal, contoh
:
leukositosis/leuko
penia
d. Perubahan faktor
pembekuan,
e. Trombositopeni
f. Sickle cell
g. Thalassemia,
h. Penurunan Hb,
i. Imun-autoimum
tidak berfungsi.
j. Biokimia, fungsi
regulasi (contoh :
tidak
berfungsinya
sensoris)
k. Disfugsi
gabungan
l. Disfungsi efektor
m. Hipoksia jaringan
n. Perkembangan
usia (fisiologik,
21

psikososial)
5. Fisik (contoh :
kerusakan
kulit/tidak utuh,
berhubungan dengan
mobilitas)

4. Kurang pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Pengajaran: Proses Penyakit


berhubungan dengan keperawatan diharapkan masalah 5602
Gangguan fungsi kurang pengetahuan dapat teratasi 1. Kaji tingkat pengetahuan 1. Mengetahui
kognitif, gangguan dengan kriteria hasil: dengan proses penyakit sejauhmana
memori, kurang Pengetahuan:Proses penyakit yang spesifik pengetahuan yang
informasi, kurang 1803 2. Jelaskan patofisiologi dimiliki keluarga dan
sumber pengetahuan, 1. Faktor resiko dari 1 (tidak ada penyakit dan bagaimana kebenaran informasi
kurang minat untuk pengetahuan) menjadi 4 hubungannya dengan yang di dapat.
belajar. (pengetahuan banyak) anatomi fisiologi, sesuai 2. Menambah wawasan
2. Tanda dan gejala penyakit dari kebutuhan keluarga terkait faktor
2 (pengetahuan terbatas) 3. Jelaskan tanda dan gejala yang dapat
menjadi 4 (pengetahuan yang umum dari penyakit, menimbulkan kejang
banyak) sesuai kebutuhan demam.
3. Proses perjalanan penyakit 4. Jelaskan mengenai proses 3. Memberikan
biasanya dari 1 (tidak ada penyakit, sesuai kebutuhan informasi kepada
pengetahuan) menjadi 4 5. Jelaskan komplikasi kronik keluarga terkait gejala
22

(pengetahuan banyak) yang mungkin ada, sesuai yang timbul dari


4. Tanda dan gejala komplikasi kebutuhan kejang demam.
penyakit dari 1 (tidak ada 6. Edukasi mengenai tanda 4. Memberikan
pengetahuan) menjadi 4 gejala yang harus informasi kepada
(banyak pengetahuan) dilaporkan kepada petugas keluarga sehingga
5. Manfaat manajemen penyakit kesehatan. keluarga bisa
dari 1 (tidak ada pengetahuan) 7. Jelaskan alasan dibalik mengambil
menjadi 4 (banyak terapi yang sikap/tindakan secara
pengetahuan) direkomendasikan tepat.
5. Memberikan
informasi kepada
keluarga apabila
kejang demam tidak
segera dilakukan
penanganan.
6. Sebagai upaya
mendidik keluarga
dalam penanganan
terkait kejang demam.
7. Memberikan
informasi kepada
keluarga terkait tujuan
setiap tindakan
23

perawatan.
24
25

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering terjadi

pada anak dibawah umur 5 tahun. Perlu diwaspadai karena kejang yang lama

(lebih dari 15 menit) dapat menyebabkan kematian, kerusakan saraf otak

sehingga menjadi epilepsi, kelumpuhan bahkan retardasi mental. Demam, umur,

genetik, riwayat prenatal dan perinatal dapat memicu terjadinya kejang demam.

Klasifikasi kejang demam ada dua, yaitu kejang demam sederhana yang

berlangsung secara singkat kurang dari 15 menit dan tidak berulang dalam waktu

24 jam. Sedangkan kejang demam kompleks merupakan kejang yang

berlangsung lebih dari 15 menit dan dapat berulang lebih dari 1 kali dalam 24

jam. Kejang demam adalah respon otak imatur terhadap peningkatan suhu yang

cepat yang mengurangi mekanisme menghambat aksi potensial dan

meningkatkan transmisi sinaps eksitatorik. Tanda gejala yang mungkin muncul

seperti peningkatan suhu tubuh mendadak hingga ≥ 38oC. pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan yaitu laboratorium darah, urinalisis, fungsi

lumbal, radiologi, EEG dan penatalaksanaan medis berupa mencari dan

mengobati demam terlebih dahulu dan memberikan pengobatan profilaksis

terhadap kejang yang berulang.

Selanjutnya untuk asuhan keperawatan perlu dilakukan dengan melakukan

proses keperawatan dari pengkajian, diagnose, intervensi, implementasi dan

evaluasi. Pegkajian yang dilakukan merupakan pengkajian secara komperehensif.


26

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul yaitu ketidakefektifan perfusi

jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan sirkulasi otak, hipertermia

berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, resiko cidera berhubungan

dengan gangguan sensasi, dan kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang

informasi.

B. Saran

Anak yang mengalami kejang demam perlu mendapat perhatian lebih dan

penatalaksanaan yang tepat. Oleh sebab itu, peran orang tua sangat penting

dalam mengetahui kondisi anak, apakah memiliki tanda gejala, faktor risiko, dan

kemungkinan kekambuhan. Mematuhi peraturan penggunaan obat dari dokter

dan jadwal kontrol juga sangat penting.


27

DAFTAR PUSTAKA

Andretty Rezy P. 2015. Hubungan Riwatar Kejang Demam Dengan Angka Kejadian
eplilepsi di Dr.Moewardi. Universitas Muhammadiah Surakarta

Aziz, H. 2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, edisi 2. Jakarta: Salemba


Medika

Fida & Maya. 2012. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Yogyakarta: D-Medika .

Harjaningrum, A. 2011. Smart Patient: Mengupas Rahasia Menjadi Pasien Cerdas.


Jakarta: PT. Linggar Pena Kreativa.

Jones, T., & Jacobsen, S. T. 2007. Childhood Febrile Seizures: Overview and
Implication. Int J Med Sci.

Mohammadi, M. 2010. Febrile Seizures: Four Steps Alogarithmic Clinical


Approch.Irania Journal of Pediatric, volume 20 (No1), page 5-15
http://journals.tums.ac.ir

Munir Badrul. 2015, Neurologi Dasar. Cetakan pertama, Universitas Brawijaya Malang,
Sagung Seto. Jakarta

Riandita, A. 2012. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Deman


Dengan Pengelolaan Demam Pada Anak. Jurnal Media Medika Muda

Rahayu, S. 2015. Model Pendidikan Kesehatan Dalam Meningkatkan Pengatahuan


Tentang Pengelolaan Kejabg Demam Pada Ibu Balita Di Posyandu Balita.
Politeknik Kesehatan Surakarta

Suriadi, Rita. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak.Edisi 2. Sagung Seto. Jakarta
28

Anda mungkin juga menyukai