Anda di halaman 1dari 4

Balia 

adalah salah satu tari ritual dalam kepercayaan lama masyarakat suku Kaili, Sulawesi
Tengah. Kepercayaan ini merupakan pemujaan kepada dewa-dewa dan roh nenek moyang.
Kepercayaan kepada kekuatan gaib, roh leluhur dan nenek moyang sangat kental meskipun
sampai agama Islam sudah masuk dalam kehidupan mereka. Mitos menjadi hal yang turun
temurun. Ini merupakan upaya pengakuan terhadap kekuatan yang mereka anggap suci, yang
dianggap bisa mendatangkan berkah dan musibah. Karena kepercayaan ini, tradisi
pengobatan Balia terus ada dan menjadi ritual turun temurun, sebagai salah satu bentuk
hubungan dengan kekuatan yang dianggap suci tersebut. Menyembuhkan penyakit karena
kemarahan kekuatan tersebut.

Orang Kaili percaya keharusan menjaga hubungan baik dengan kekuatan yang menguasai
alam. Dimana penguasa alam ini dipersonifikasikan ke dalam bentuk leluhur dan dewa-dewa.
Ketika manusia tidak mampu menjaga hubungan baik tersebut, maka sang penguasa marah
sehingga mendatangkan musibah sakit. Sehingga mesti disembuhkan dengan memuja-muja
lagi dewa yang memberi sakit.  

Tradisi Balia ini bisa diadakan secara individu ataupun kelompok. Ritual Tari Balia diadakan
di rumah pemujaan yang disebut Lobo. Dan dilakukan setelah upaya medis tak berhasil
menyembuhkan penyakit. Prosesi ini dimulai dengan menyiapkan bahan-bahan seperti dupa,
keranda, buah-buahan hingga hewan yang akan dikorbankan, seperti; ayam, kambing atau
kerbau, tergantung latar belakang dan kasta yang mengadakan ritual. Tuan rumah ritual Balia
juga mesti membayar jasa lelah sang peritual.

Jika semua persiapan sudah matang, peritual akan memulai prosesi dengan membaca mantra-
mantra. Ia akan memanggil roh leluhur sambil menari diiringi musik dari gendang dan suling.
Sesajen yang sudah disiapkan, diletakkan dekat dupa di setiap prosesinya. Tarian akan terus
berlangsung sampai si orang yang sakit ini diusung ke prosesi puncak, yaitu penyembelihan
hewan. Darah dari hewan itu dianggap simbol harapan atas kesembuhan. Prosesi Balia ini
bisa berlangsung hingga tujuh hari tujuh malam.

Terdapat sepuluh jenis ritual adat balia, yaitu ritual Pompoura dari Kelurahan Balaroa, Enje
Da’a dari Kelurahan Donggala Kodi, Tampilangi Ulujadi dari Kelurahan Kabonena,
Pompoura Vunja dari Kelurahan Petobo, Manuru Viata dari Kelurahan Tipo, Jinja
dari Kelurahan Lasoani, Balia Topoledo dari Kelurahan Taipa, Vunja Ntana dari Kelurahan
Tanamodindi, Tampilangi Api dari Kelurahan Kayumalue Pajeko, dan Nora Binangga
dari Kelurahan Kawatuna.[1]
Balia merupakan sebuah ritual adat yang biasanya dilakukan oleh masyarakat suku kaili.
Ritual ini merupakan sebuah ritual adat yang dilaksanakan dengan tujuan untuk
penyembuhan. Ritual ini bisa diadakan secara individu maupun secara berkelompok.
Biasanya ritual ini dilakukan setelah upaya medis dengan tujuan untuk menyembuhkan suatu
penyakit tidak berhasil dilakukan. Pada zaman dahulu upacara adat Balia ini adalah hal yang
lumrah dilakukan, terutama bagi kalangan ningrat.

Sakit yang dipercaya bisa disembuhkan dengan tari Balia ini ialah sakit yang dibuat oleh roh
jahat atau penyakit dipengaruhi roh jahat. Tarian ini berbeda dari tarian lainnya, karena
didalam tarian ini terdapat satu prosesi yang dapat dikatakan cukup ekstrim yaitu menginjak
bara api. Proses penginjakan bara api inilah yang diselaraskan dengan nama Balia, yang
artinya tantang dia (Bali:tantang, ia:dia). Dalam berbagai literatur, api disimbolkan sebagai
elemen yang buruk atau kemarahan. Oleh karena itu, tantang dia yang diartikan secara bebas,
bisa diartikan yakni melawan setan yang telah membawa penyakit. Dengan kemampuan
menyembuhkan itulah , yang menyebabkan masyarakat setempat menganggap bahwa tarian
ada No Balia sebagai prajurit kesehatan. Prosesi dari ritual adat ini sendiri berlangsung
hingga tujuh hari tujuh malam, tergantung berat ringannya jenis penyakit. Tari Balia ini
memiliki tiga jenis yaitu: Balia bone, Balia Jinja, dan Balia Tampilangi. Balia Bone
merupakan tingkatan terendah dalam rangkaian upacara , yang biasanya diperuntukkan bagi
masyarakat bawah dengan jenis penyakit ringan. Sementara dalam pelaksanaannya tidak
membutuhkan waktu lama, dan biasanya hanya dipimpin oleh seorang sando. Kemudian balia
jinja Tarian ini dilakukan dengan gerakan melingkar yang melibatkan banyak orang mulai
dari sando, bale, si sakit, dan diikuti dengan pengunjung yang hadir. Melakukan tarian jenis
ini artinya harus siap mendedangkan dondulu secara bersama. Rata-rata mereka yang ikut
tarian ini akan mengalami kesurupan. Terakhir ialah balia tampilangi Balia ini adalah
kategori tingkatan tertinggi dengan kesakralannya. Tarian ini menggabungkan keseluruhan
gerak dari Balia Bone dan Balia Jinja. Upcara yang ketiga ini harus memenuhi syarat tahapan
khusus, dan waktu pelaksanaannya bisa sampai 3-4 hari. Biasanya Balia Tampilangi
diperuntukan bagi golongan bangsawan. Kembali pada prosesi ritual. Balia sekiranya punya
10 prosesi. Jadi bukan sekadar menginjak bara api saja. Ritual-ritual tersebut terdiri atas ritual
pompoura atau tala bala'a, ritual adat enje da'a, ritual tampilangi ulujadi, pompoura vunja,
ritual manuru viata, ritual adat jinja, balia topoledo, vunja ntana, ritual tampilangi, dan nora
binangga. Biaya dari pelaksanaan upacara adat ini ditanggung oleh orang mengadakan
hajatan atau orang yang ingin melakukan ritual adat penyembuhan. Tidak hanya menanggung
biaya hajat , orang yang bersangkutan juga harus menyediakan biaya atau ongkos lelah bagi
para peritual. Ritual penyembuhan ini dimulai dengan pawang yang harus berjenis kelamin
laki-laki yang akan mulai beraksi dengan mantra-mantranya, dengan tujuan untuk memanggil
arwah penguasa panutannya. Tari Balia ini terus dilakukan hingga orang yang sakit diusung
untuk mengikuti prosesi puncak, yaitu penyembelihan kerbau (hewan kurban sesuai dengan
kasta sang penyelenggara). Kemudian darah kerbau yang disembelih itu jadikan sebagai
simbol kesungguhan harapan atas kesembuhan. Kebanyakan warga setempat sangat meyakini
keefektifan ritual ini, mereka menganggap bahwa ritual ini lebih dari peninggalan budaya
yang perlu dijaga agar tidak punah. Akan tetapi tidak sedikit juga dari mereka yang sudah
terbiasa hidup dengan gaya hidup modern yang beranggapan bahwa tidak ada pengobatan
yang lebih efektif dari pengobatan dari para ahli atau para dokter.  Di Sulawesi Tengah, ada
satu tarian ritual dari suku Kaili yang dipercaya mampu menyembuhkan orang yang sakit.
Tentu saja dalam gerik tarian itu, ada mantra yang dirapalkan. Namanya tarian Balia.

Tarian Balia digolongkan sebagai sejenis tarian yang berkaitan dengan kepercayaan
animisme. Alasannya, tarian ini dialamatkan untuk memuja benda keramat, khususnya yang
berhubungan dengan pengobatan tradisional.

Sakit yang dipercaya bisa disembuhkan dengan tari Balia itu yakni sakit yang dibuat oleh dan
atau dipengaruhi roh jahat. Tarian ini juga agak lain dari yang lain, yakni satu prosesinya
menginjak bara api.

Tanda ini barangkali yang diselaraskan dengan nama Balia, yang artinya tantang dia
(Bali:tantang, ia:dia). Dalam pelbagai literatur, api disimbolkan sebagai elemen yang buruk
atau kemarahan.

Makanya, tantang dia yang diartikan secara bebas, bisa ditafsir yakni melawan setan yang
telah membawa penyakit. Sebab kemampuan itu, masyarakat setempat menganggap Balia
sebagai prajurit kesehatan.

Tari Balia punya tiga jenis, yang pertama ada Balia Bone, Balia Jinja, dan Balia Tampilangi.
Balia Bone adalah tingkatan terendah dalam rangkaian upacara.

Balia Bone diperuntukkan bagi masyarakat bawah dengan jenis penyakit ringan. Sementara
dalam pelaksanaannya tidak membutuhkan waktu lama, dan biasanya hanya dipimpin
seorang sando.

Kedua adalah Balia Jinja. Tarian ini dilakukan dengan gerakan melingkar yang melibatkan
banyak orang mulai dari sando, bale, si sakit, dan diikuti dengan pengunjung yang hadir.

Melakukan tarian jenis ini artinya harus siap mendedangkan dondulu secara bersama. Rata-
rata mereka yang ikut tarian ini akan mengalami kesurupan.

Ketiga adalah Balia Tampilangi. Balia ini adalah kategori tingkatan tertinggi dengan
kesakralannya. Tarian ini menggabungkan keseluruhan gerak dari Balia Bone dan Balia Jinja.
Upcara yang ketiga ini harus memenuhi syarat tahapan khusus, dan waktu pelaksanaannya
bisa sampai 3-4 hari. Biasanya Balia Tampilangi diperuntukan bagi golongan bangsawan
dengan memilih lokasi tertentu.
Pada semua tarian, jika ingin mengetes apakah objek yang ingin disembuhkan kerasukan jin
atau tidak, maka bisa ditentukan oleh irama pukulan gimba (gendang), lalove (seruling) yang
mengiringi jalannya upacara ini.

Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Kaili yang mendiami lembah Palu. Mereka tidak
sembarangan dan asal diminta kemudian mau menari Balia. Butuh proses. Balia dilakukan
ketika upaya medis tak kunjung berhasil mendatangkan kesembuhan.

Kembali pada prosesi ritual. Balia sekiranya punya 10 prosesi. Jadi bukan sekadar menginjak
bara api saja. Ritual-ritual tersebut terdiri atas ritual pompoura atau tala bala'a, ritual
adat enje da'a, ritual tampilangi ulujadi, pompoura vunja, ritual manuru viata, ritual
adat jinja, balia topoledo, vunja ntana, ritual tampilangi, dan nora binangga.

Prosesi dimulai dengan persiapan berbagai bahan upacara mulai dari dupa, keranda, buah-
buahan, hingga hewan kurban seperti ayam, kambing, atau kerbau. Semuanya tergantung
kasta sang penyelenggara prosesi.

Nah, jika persiapan rampung, pawang yang harus dibawakan oleh laki-laki mulai menyebut
jampi dan mantra pemanggil arwah. Mereka juga memberikan sejumlah sesajian berbeda
pada tiap prosesi yang diletakkan dekat dupa.

Jadi orang sakit yang ingin disembuhkan, harus berada di sekitar penari Balia hingga acara
puncak, penyembelihan hewan kurban yang diharap sebagai seserahan demi kesungguhan
atas kesembuhan.

Untuk menjalani ritual ini, bisa memakan waktu tujuh hari tujuh malam, tergantung tingkat
keparahan penyakit yang ingin diobati.

Anda mungkin juga menyukai