Anda di halaman 1dari 37

Belian sentiu

Belian sentiu adalah sebuah upacara


tradisional yang dilakukan oleh
masyarakat Dayak Benuaq di Tanjung
Isuy, Jempang, Kutai Barat, Kalimantan
Timur. Upacara tersebut berkaitan
dengan sistem kepercayaan dan religi
yang dianut oleh masyarakat setempat
serta berhubungan dengan permohonan
pertolongan terhadap roh-roh makhluk
halus yang ada di sekitar mereka
sekaligus arwah leluhur serta penguasa
atas (lahtala) dan juga penguasa bawah
(uwokng).[1] Hal itu tetap perlu mereka
lakukan meskipun secara formal mereka
sudah memeluk agama sebagaimana
manusia Indonesia pada umumnya.
Perlunya melakukan upacara tradisional
tersebut mereka anggap sebagai upaya
untuk mentransformasikan hubungan
manusia yang hidup sebagai makluk di
jagad raya dengan alam gaib yang
sifatnya metafisika. Dalam praktiknya,
mereka mengumandangkan mantera-
mantera magis dan sakral yang diiringi
dengan musik serta tarian. Hal itu
menunjukan bahwa mereka amat
menjaga keseimbangan antara
kehidupan dunawi dengan metafisik.[2]
Gambaran Umum
Belian Sentiu berasal dari “Belian” yang
dikenal oleh masyarakat Benuaq sebagai
upacara ritual perdukunan dengan cara
Bememang atau membaca mantera-
mantera sambil meliuk-liukan badan
seperti orang menari dan diirngi dengan
bunyi-bunyian atau kelentangan.
Masyarakat Dayak Benuaq bahkan
menggunakan berbagai macam sesajen
yang telah dipersiapkan sesuai dengan
niat untuk apa Belian tersebut dilakukan.
Masyarakat Banuaq juga mengenal
Balian sebagai tarian dewa atau kanjong
dewa yang disertai dengan ilmu magis
untuk mantera-mantera dan doa yang
dilakukan oleh dukun atau yang biasa
mereka sebut dengan Pemliatan. Ritual
upacara Belian Sentiu biasa dilakukan
oleh masyarakat setempat apabila ada
anggita masyarakat yang mengalami
sakit jasmani atau rohani untuk
disembuhkan. Proses penyembuhannya
sendiri dilakukan oleh Pameliatn yang
dianggap sebagai perantara antara dunia
realita dengan dunia metafsika serta
menyampaikan permintaan dan juga hal-
hal yang perlu dilakukan oleh manusia.[3]

Sementara itu, kata “Sentiu” yang


tersemat dalam nama Belian Sentiu
berasla dari kata “Nyenteyau” yang
memiliki makna penyelidikan terhadap
berbagai macam penyakit yang diderita
orang yang sakit tertentu. Mula-mula,
Pameliatn akan menyelediki terlebih
dahulu apa penyakit yang sedang
diderita oleh masyarakat kemudian
menentukan penyebab terjadinya
penyakit tersebut. Baru kemudian,
Pameliatn akan melakukan pengobatan.
Menyelidik terlebih dahulu sumber
penyakit seseorang menurut masyarakat
Dayak Benuaq menjadi sangat penting
karena merupakan ajaran atau tradisi
yang diajarkan oleh nenek moyang
secara turun temurun.

Sebagai misal, ketika salah seorang di


antara mereka mengalami sakit demam
panas, maka akan dibuatkan ramuan
sesuai petunjuk dari wangsit yang
didapatkan melalui upacara Belian
Sentiu. Setelahnya, Pameliatn akan pergi
ke hutan di sekitar desa untuk
mengambil dedaunan dan akar-akaran
yang diperintahkan melalui wangsit itu.
Sementara itu, bagi mereka yang
mengalami sakit akibat gangguan
makhluk halus, maka upaya
penyembuhan akan dilakukan dengan
membuat sesajen lengkap yang telah
diperintahkan sebagai upaya meminta
maaf kepada makhluk halus pengganggu
tersebut. Hal itu menjadi penting karena
umumnya, mereka yang diganggu oleh
makhluk halus telah melakukan hal-hal
yang dilarang adat, seperti menebang
pohon yang ada penunggunya,
mencemari sungai yang dinilai penting
keberadaannya, dan lain sebagainya.
Apabila hal itu terjadi, upaya permintaan
maaf tidak cukup hanya dilakukan
melalui pemberian sesajen, melainkan
juga harus mengganti atau membuatkan
tempat baru untuk penunggu tersebut.[4]

Asal Usul Belian Sentiu


Ada berbagai macam cerita yang
berkembang di kalangan masyarakat
Dayak Benuaq mengenai asal usul atau
sejarah upacara Belian Sentiu. Cerita-
cerita tersebut diturunkan oleh nenek
moyang atau orang tua mereka melalui
tardisi lisan secara turun temurun.
Dengan demikian, tidak ada data yang
otentik dan pasti mengenai asal mula
upacara Belian Sentiu.

Menurut penuturan salah satu tokoh


masyarakat Banuaq, upacara Belian
Sentiu bermula ketika ada sesorang laki-
laki yang memperistri seorang
perempuan cantik bernama Lise.
Kecantikan sang istri menimbulkan rasa
cemburu yang berlebihan kepada
suaminya, apabila snag istri sedang
berbicara atau berkomunikasi dengan
lelaki lain. Hal itu membuat sang suami
memutuskan sebuah tekad besar untuk
memboyong sang istri ke tengah hutan
belantara dan meninggalkan desa
tempat mereka tinggal. Baru beberapa
saat tinggal di hutan, sang istri ternyata
jatuh sakit dan kemudian meninggal
dunia. Sang suami merasa panik dan
ketakutan. Ia pun membuatkan sebuah
peti kayu untuk menyimpan jenazah sang
istri. Awalnya, ia berniat membawa
jenazah itu ke tengah hutan belantara,
sebab membawanya kembali ke desa
mereka tentu amat jauh lokasinya.
Namun demikian, sang suami khawatir
jenazah Istrinya akan dimakan Uwokng-
Uwokng yang merupakan makhluk halus
pemakan jenazah. Akhirnya, ia memilih
untuk menghanyutkan peti jenazah
tersebut ke dalam sungai.[3]

Tanpa menunggu waktu lama, Uwokng


itu kemudian mendatangi rumah laki-laki
tersebut dan menanyakan dimanakah
keberadaan jenazah istrinya yang baru
meninggal tersebut. Untuk melindungi
istrinya dari marabahaya, ia mengatakan
bahwa ia tidak tahu dimana jenazah itu
berada. Akhirnya, Uwokng-uwokng itu
membacakan mantera yang bertujuan
untuk menemukan jenazah istri dari laku-
laki tersebut. Bunyi mantranya kurang
lebih demikian owir ngoko ekai, lemeq
lungun lise, dooq li turus sungkai. Tanpa
menunggu beberapa lama, jenazah
perempuan itu kemudian diketahui
mereka berada di bawah sungai. Mereka
menyelami sungai yang ada dan
kemudian membawa jenazah Lise ke
permukaan. Sebelum menyantap jenazah
tersebut, mereka ingin menghidupkan
kembali tubuh Lise agar lebih nikmat dan
segar ketika akan dimakan. Mereka
mengoleskan beberapa obat-obatan dan
kemudian jenazah Lise bangkit kembali.
Ketika sedang mengambil posisi akan
dimakan oleh Uwokng-uwokng, sang
suami paham bahwa istrinya sedang
dalam kondisi bahaya. Ia pun marah
sejadi-jadinya dengan mengucapkan
mantar seperti yang diucapkan oleh
Uwokng-Uwokng. Mendengar hali itu,
Uwokng-Uwokng justru lari ketakutan.
Semenjak kejadian itu, sang suami
memiliki kekuatan untuk mampu
mengusir makhluk halus. Ilmu itu
kemdian diturunkan kepada anak
keturunannya sampai hari ini.[2]

Persiapan Belian Sentiu


Dalam tahap persiapan, Belian Sentiu
bisanya tidak terlepas dari para pelaku
upacara secara langsung seperti adanya
pihak penyelnggara atau adanya orang
yang sakit dan membutuhkan
pertolongan sehingga perlu diadakan
upacara Belian Sentiu. Pihak
penyelenggara biasanya mencari
pengugu ramu sebagai pihak perantara
atau penghubung antara pihak
penyelenggara dengan pemeliatn
sebagai pemimpin ritual Belian Sentiu.
Beberapa pihak yang terlibat dalam
Belian Sentiu antara lain adalah
pemeliatn, pemain musik, dan pengungu
ramu yang menjadi satu kesatuan
kelompok serta saling mendukung satu
sama lain. Meskipun masing-masing
peran tersebut memiliki posisi dan
fungsinya masing-masing,
terintegrasinya keseluruhan peran terlihat
jelas selama proses persiapan Belian
Sentiu.[5]
Sebelum upacara Belian Sentiu yang
sesungguhnya dimulai, para pendukung
upacara tersebut biasanya akan diminta
untuk melakukan ritual kecil terlebih
dahulu sebagai bekal agar lebih siap dan
tenang dalam menjalankan upacara
Belian Sentiu. Waktu persiapan itu sendiri
dilakukan beberapa hari sebelum
upacara Belian Sentiu yang
sesungguhnya berlangsung. Selain itu,
para pengisi peran dalam upacara Belian
Sentiu juga harus menghindarkan diri
dari berbagai sifat jelek seperti marah-
marah, berkelahi, dan membawa barang-
barang tertentu yang dinilai akan
membawa kesialan. Khusus bagi sang
pemimpin upacara, yaitu Pemeliatn,
diminta untuk meminta petunjuk kepada
roh leluhurnya masing-masing agar
diberikan kesiapan dan kemampuan
dalam menyelesaikan upacara Belian
Sentiu. Persiapan semacam itu bukanlah
sesuatu yang tanpa makna, mereka
menyadari bahwa kemampuan mereka
sebagai manusia biasa sangat terbatas,
sehingga memerlukan pertolongan dari
kekyatan mikrokosmos lain untuk
membantunya, yaitu roh leluhur dan
arwah makhluk halus.[3]

Beberapa unsur atau pelaku yang akan


dilibatkan dalam Belian Sentiu juga perlu
melakukan persiapan. Pihak
penyelenggara menjadi unsur yang
paling penting karena ia merupakan
sebuah keluarga yang anggotanya
sedang mengalami sakit sehingga
membutuhkan pengobatan secara
nonmedis. Keluarga sebagai
penyelenggara itu bisa berupa siapa saja,
baik rakyat kecil biasa maupun
Temenggung yang memiliki kekuasaan,
asalkan mereka memiliki biaya yang
cukup untuk menggelar upacara Belian
Sentiu. Pihak keluarga sebagai
penyelenggara biasanya akan dibantu
oleh seorang perantara yang disebut
dengan istilah Pengugu Ramu yang akan
menghubungkan Pemeliatn sebagai
pemimpi upacara dengan pihak keluarga
sebagai penyelnggara. Pihak lain yang
terlibat dalam Belian Sentiu adalah
Peeliatn yang merupakan dukun Belian
atau pawing belian yang akan bertindak
sebagai pemimpin jalannya upacara
Belian Sentiu. Oleh sebab Belian Sentiu
berfungsi sebagai upacara untuk
penyembuhan orang sakit, segala tahap
yang dilakukan harus sesuai dengan
arahan Pemeliatn yang sebelumnya telah
memperoleh petunjuk dari roh-roh leluhur
dan roh halus di sekitarnya. Lebih dari itu,
Pemeliatn yang berindak untuk
memimpin upacara Belian Sentiu bisa
kelompok laki-laki maupun kelompok
perempuan. Apabila Pemeliatn berjenis
kelamin perempuan, akan disebut
sebagai Pemeliatn Bawe, sementara
apabila berjenis kelamin laki-laki, akan
disebut sebagai pemeliatn turaatn.[2]

Dalam tahap persiapan, Pemeliatn harus


melakukan puasa terlebih dahulu, yaitu
mengendalikan diri atau emosi dan tidak
bersikap kurang baik selama kegiatan
upacara Belian Sentiu belum
dilangsungkan. Jadi, pengertian upacara
yang harus dilakukan oleh Pemeliatn
bukan berarti menahan makan dan
minum sebagaimana yang diketahui
secara harfiah. Selain itu, pihak lain yang
harus dilibatkan dalam upacara Belian
Sentiu adalah Guruq Belian yang
merupakan anak keturuna Pemeliatn
sekaligus ketua adat Belian Sentiu.
Apabila suatu keluarga akan melakukan
upacara Belian Sentiu, maka harus
memberitahukan terlebih dahulu kepada
Guruq Belian.[5]

Pelaksanaan Belian Sentiu


Secara garis besar, pelaksanaan proses
penyembuhan dalam ritual Belian Sentiu
dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu tahap
ngawat; tahap badasuq; tahap nyolukng
samat. Ketiga tahap tersebut diiringi
dengan musik Kelentangan mulai dari
awal ritual dimulai hingga selesai.[6]Perlu
diketahui bahwa ketiga tahapan tersebut
tidak perlu dilaksanakan seluruhnya oleh
penyelenggara upacara. Apabila di tahap
pertama, penyakit anggota keluarga yang
ingin disembuhkan sudah pulih, maka
tahap kedua dan ketiga tidak perlu
dilakukan. Sementara itu, apabila di
tahap pertama belum mengalami
kesembuhan, maka seluruh tahapan
harus dilaksanakan.[7]

Pada tahap ngawat atau tahap pertama,


waktu yang diberlukan penyelenggara
untuk menggelar upacara Belian Sentiu
biasanya adalah delapan hari delapan
malam. Hal itu sesuai dengan perkiraan
masyarakat Suku Dayak Benuaq yang
amat percaya pada angka genap karena
diyakini sebagai angka yang baik untuk
menyembuhkan penyakit. Tahap ngawat
dinilai sebagai tahap awal yang
merupakan usaha awal dari pemeliatn
untuk mengadakan hubungan langsung
dengan makhluk-makhluk halus dan roh
leluhur untuk meminta bantuan. Tujuan
dari usaha itu adalah untuk memohon
petunjuk kepada roh leluhur agar dapat
mengetahui penyebab penyakit
seseorang sekaligus meminta petunjuk
mengenai obat atau ramuan apa yang
cocok untuk jenis penyakit tersebut.
Dalam tahapan itu, penyelenggara harus
memberikan dua buah Sesajen, yaitu
entaaq dan encaak. Keduanya
merupakan sesjai yang digunakan untuk
mengadakan hubungan dnegan makhluk
halus dan roh leluhur.[2]
Fase lain yang akan dilakukan oleh
Pemeliatn adalah Bejajuruq la mo yang
merupakan fase dimana Pemeliatn
terbang ke atas bersama dengan
makhluk halus yang telah datang pada
saat pelaksanaan upacara di tahap awal.
Pada saat terbang, Pemeliatn bersama
makhluk halus akan menuju ke puncutn
jaa jatus atau tempat tertinggi penguasa
para roh leluhur dan makhluk halus. Hak
itu ditandai dengan berdirinya Pemeliant
di atas jalan menuju alam gaib yang
berbentuk pohon buatan yang dipenuhi
oleh kain warna-warni sambil memegang
salah satu kain yang menggantung untuk
terbang bersama asap kemenyan yang
mengebul ke udara.[2]
Pada tahap itu, kelentangan dimainkan
dengan tempo sedang, waktu yang
cukup lama, tetapi dengan melodi dan
pola yang sama. Hal itu dikarenakan
perjalanan yang harus ditempuh
Pemeliatn ke alam baik cukup panjang
dan harus melewati setiap pintu, dimana
pintu-pintu tersebut dijaga oleh beberapa
penunggu dan Pemeliatn harus meminta
izin kepada penjaga di setiap pintu
tersebut. Setelah dikira cukup, Pemeliatn
akan memberikan instruksi kepada
pemain Kelentangan untuk berhenti
memainkan alat musiknya dan
menggantikannya dengan sulking dewa
dan gimar. Melodi yang diciptakan dapat
menghasilkan suasana yang berbeda,
yaitu sakral dan magis, sehingga dirasa
cocok untuk mengiringi mereka terbang
kea lam gaib bersama dengan kepulan
asap kemenyan.

Setelah sampai di tempat tertinggi


makhluk halus tersebut, Pemeliatn akan
membacakan bemamang yang bertujuan
untuk meminta makhluk halus turun
bersamanya guna mengobati orang yang
sedang sakit. Setelah seluruhnya
berkumpul, makhluk halus itu akan
dipersilakan untuk menyantap sesaji
yang telah dipersiapkan. Dalam fase itu,
tempo musik dimainkan oleh pemain
Kelentangan adalah pelan dan datar,
karena pada prinsipnya untuk menjadi
pengantar mereka dari alam gaib menuju
ke alam dunia.

Setelah para makhluk halus itu


menyantap segala hidangan sesaji yang
disediakan, mereka akan disuguhi
berbagai macam tarian yang diikuti oleh
semua pemeliatn laki-laki dan
perempuan sambil menggendong
tengkorak leluhur. Hal itu dimaksudkan
untuk menghormati leluhur sebagai
upacara selamat datang dan juga
persebahan hiburan sebelum mereka
membantu Pemeliatn menyembuhkan
penyakit. Dalam fase itu, kelentangan
dimainkan dengan tempo keras dan
bersemangat, tetapi disesuaikan dengan
gerakan para Pemeliatn.[8]

Ngasi Ngado
Tahapan upacara lain yang dilakukan
oleh Pemeliatn adalah ngasih ngado
yang diartikan sebagai proses
permintaan belas kasihan kepada roh
halus dengan memberikan persembahan
tertentu karena mereka telah mencelakai
orang yang sakit. Persembahan yang
diberikan biasanya berbentuk hewan
ternak seperti ayam, babi, dan kerbau.
Ritual yang mereka lakukan adalah
dengan membunuh hewan babi dan
ayam dengan cara ditombak agar orang
yang sakit beserta keluarganya tidak
tertimpa musibah serupa. Upacara
tersebut juga menjadi penanda bahwa
pihak penyelenggara telah menepati janji
dan sebagai tanda bahwa tali janji antara
pihak penyelenggara dengan makhluk
halus itu dengan demikian terputus.

Dalam tahapan tersebut, musik


kelentengan yang dimainkan memiliki
tempo yang agak lambat dengan volume
pukulan yang dilakukan oleh pemain
dibuat turun. Pada saat musik dimainkan
demikian, guruq pemeliatn menari-nari
sambil membawa ayam dan darah babi
untuk dipersembahkan kepada makhluk
halus yang telah membantu proses
penyembuhan sekaligus memutus janji
yang telah disepakati sebelumnya.
Sementara itu, para Pemeliatn akan
menari-nari sambil membawa tengkorak
dan tulang belulang leluhur yang
sebelumnya diletakkan di dalam lungun.
Hal itu mereka lakukan dengan pola
lantai menyerupai huruf O dan
mengelilingi awir batu raja berulang-
ulang sebagai ucapan terimakasih
kepada makhluk halus dan roh-roh
leluhur yang telah membantu.[2]

Ngasi ngado bermaksud agar makhluk-


makhluk halus dan roh-roh leluhur mau
membersihkan diri orang yang sakit
tersebut dari segala penyakit dan
pengaruh buruk makhluk halus. Selain
dilakukan dengan membunuh hewan
kurban babi dan ayam, Pameliatn juga
mempersiapkan satu baskom air yang
berisi pengasi, yaitu satu ikat kembang
yang terdiri dari berbagai jenis seperti
kembang kepanggir, bungaa, daun tomat,
dan lain sebagaunya. Air baskom yang
berisi bunga dan darah dari hewan-
hewan tadi kemudian dikuburkan dan
dipercikan ke tubuh orang yang sakit,
mulai dari ujung rambut, hingga ujung
kaki dengan menggunakan daun
kapeer.[8]

Nyalolo dan Tangai


Nyalo adalah sebuah proses
mengahapus roh jahat yang dilakukan
melalui selembar daun pisang yang
dibelah-belah dan diremas-remas.
Sementara itu, bagi masyarakat
setempat yang mengalami sakit berupa
demam, sangat cocok apabila meminum
hasil remasan dari daun pisang tersebut.
Hal itu dilakukan oleh Pemeliatn sebagai
warisan pengetahuan budaya leluhur
mereka. Dalam fase tersebut, alunan
musik Kelentangan yang dimainkan
terasai menyejukan hati dan perlahan
Pemeliatn melakukan pembersihan jiwa
orang yang sakit dengan cara
mengusapkan dan memercikkan air hasil
remasan daun pisang ke tubuh orang
tersebut. Hal itu memiliki arti bahwa air
merupakan sumber kehidupan dan
dipilihnya daun pisang karena sudah
mendapat perintah dari makhluk halus
dan roh-roh leluhur tersebut.[2]

Setelah fase nyalolo dilakukan, tahapan


selanjutnya adalah tahapan penutupan
atau Tangai. Tahap tersebut merupakan
tahapan penutupan untuk mengakhiri
segala rangkaian upacara Belian Sentiu
sejak dimulainya dari tahap ngawat.
Pada tahap itu, mantra-mantar yang
diucapkan oleh pemeliatn akan
dibacakan dengan nada tertentu yang
bertujuan untuk mengembalikan para
makhluk halus ke tempat semula dan
mengucapkan terimakasih kepada
mereka karena telah membantu
mengobati orang yang sakit itu. Pada
saat itu, seluruh penduduk yang
menyaksikan upacara Belian Sentiu akan
sangat senang dan puas karena upacara
tersebut dapat berjalan lancar dan orang
yang sakit itu dapat disembuhkan.
Pemeliatn kemudian berkonsentrasi
untuk membacakan mantra penutup dan
pemain kelentangan akan memainkan
alat musiknya dengan tempo sedang.
Mantra yang disebut sebagai Bememeng
itu diucapkan oleh Pemeliant
sebagaimana ajaran dan anjuran dari
leluhur mereka. Setelahnya, pemain
kelentangan akan memainkan alat
musiknya dengan tempo cepat dan
volume yang keras menyesuaikan
gerakan Pemeliatn. Untuk
mengungkapkan rasa bahagia dan
kepuasannya terhadap prosesi ritual
tersebut, seluruh penduduk biasanya
akan memainkan air sisa ritual yang
terlebih dahulu telah dibacakan doa dan
mantra oleh Pemeliatn. Orang-orang
yang akan kena siraman air tersebut di
antaranya adalah Pemeliatn, pihak
penyelnggara, pemain musik
Kelentangan dan seluruh simpatisan
upacara. Hal itu dimaksudkan agar
segala pengaruh jahat tidak melindungi
tempat mereka yang hadir di sana dan
kalau pun ada diharapkan pengaruh-
pengaruh jahat itu hilang, lebur, dan sirna
bersamaan dengan air yang telah
disiramkan. Hal tersebut juga memiliki
filosofi tersendiri di mata mereka, yaitu
air yang tadi digunakan berasal dari bumi
dan tanah, dan sekarang segera berganti
dengan pengaruh baik yang membawa
keselamatan dan keberkahan bagi orang-
orang yang mengikuti rangkaian upacara
Belian Sentiu dari awal hingga akhir.[8]

Referensi
1. ^ Liputan6.com. "Belian,
Pengobatan Tradisional Metode
Alam Bawah Sadar" . liputan6.com.
Diakses tanggal 2017-12-14.
2. ^ a b c d e f g Irawati, Eli. 2012. Makna
Simbolik Pertunjukan Kelentanan
dalam Upacara Belian Sentiu Suku
Dayak Benuaq Desa Tanjung Isuy,
Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Tesis. Program Studi Pengkajian
Seni Pertunjukan dan Seni Rupa
Universitas Gadjah Mada: Tidak
Dipublikasikan
3. ^ a b c Florus, Paulus. 1994.
Kebudayaan Dayak: Aktualisasi dan
Transformasi. Jakarta: PT Grasindo
4. ^ Adnan, Sugeng. 1995. Ilmu
Pengetahuan Sosial Lokal
Kalimantan Timur. Samarinda:
Taman Budaya Samarinda
5. ^ a b Bonoh, Yhannes. 1985. Belian
Bawo. Samarinda: Proyek
Pengembangan Permuseuman
Kalimantan Timur
6. ^ ___. 1964. Music in Primitive
Culture. Cambrigde: Harvard
University Press.
7. ^
http://dispar.kutaikartanegarakab.g
o.id/berita/tampilan_belian_sentiu_
dayak_benuaq
8. ^ a b c Fachrissal. 2001. Musik dan
Upacara Ritual STudi Kasus Fungsi
Musik Kelentangan dalam Upacara
Belian Sentiuu. Skripsi
Etnomusikologi FSP ISI Yogyakarta
Diperoleh dari
"https://id.wikipedia.org/w/index.php?
title=Belian_sentiu&oldid=14558618"

Terakhir disunting 11 bulan yang lalu oleh AABot

Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0 kecuali


dinyatakan lain.

Anda mungkin juga menyukai