Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suku Anak Dalam merupakan kelompok orang atau masyarakat yang tinggal di tengah

hutan dan hidupnya sangat bergantung pada alam. Mereka ini bermukim di kawasan Taman

Nasional Bukit Dua Belas, di Desa Bukit Suban, Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi.

Menurut Kresbinol Labobar (2019: 80), suku adalah suatu kelompok sosial yang ada di suatu

daerah dengan ciri tertentu. Terdapat beberapa sebutan untuk Suku Anak Dalam di antaranya

adalah orang rimbo (orang yang dihutan) dan “sanak” yang artinya saudara. Menurut Budhi

Vrihaspathi Jauhari, dkk (2012:15), pengertian “anak” ada hubunganya dengan istilah

“peranakan” yang dalam bahasa Melayu Palembang lama berarti “rakyat”, sedangkan “dalam”

artinya “pedalaman” jadi kata “anak dalam” berarti “rakyat pedalaman”. Berdasarkan penjelasan

di atas maka arti Suku Anak Dalam adalah masyarakat yang tinggal atau bermukim di pedalaman

hutan demikian Suku Anak Dalam yang ada di bukit dua belas.

Keberlangsungan hidup Suku Anak Dalam bergantung pada hasil hutan yaitu

mengumpulkan makanan berupa umbi-umbian, berburu hewan hutan, meramu rotan, gambir dan

sebagainya. Selanjutnya tempat tinggal Suku Anak Dalam ini terbuat dari rangkaian anak-anak

kayu tanpa dinding, atap terbuat dari terpal atau dedaunan, ukuran kurang lebih 2,5 meter persegi

yang disebut dengan Umah Sudung. Mereka tidak selamanya menetap dirumah sudung ini

karena tradisi mereka adalah berpindah tempat disebut juga dengan melangun tradisi berpindah

tempat ini mereka lakukan ketika salah satu anggota keluarga mereka ada yang meninggal,

menurut kepercayaan mereka, orang yang meninggal akan mendatangkan kesialan bagi
keluarganya. Oleh karena itu mereka harus meninggalkan tempat mereka yang lama dan mencari

tempat mereka yang baru. Begitu kehidupan Suku Anak Dalam yang tinggal di pedalaman hutan,

masih memegang erat hukum adatnya yaitu mematuhi setiap aturan-aturan yang telah mereka

sepakati untuk dijalankan dalam kehidupan mereka. Karena itulah hutan segala-galanya untuk

tempat hidup dan berkembang bagi Suku Anak Dalam. (Observasi langsung, Desa Bukit Suban

23 Maret 2022).

Suku Anak Dalam yang tinggal di pedalaman mempercayai Animisme- Dinamisme,

Animisme yaitu percaya pada roh dan kekuatan alam. Sedangkan Dinamisme yaitu percaya pada

suatu benda diyakini memiliki kekuatan gaib. Suku Anak Dalam merupakan masyarakat

prasejarah sebagaimana dikemukan Yanti Heriawati, bahwa mereka hidup dalam wilayah

budaya mistis, yaitu alam pikiran manusia masih berada dalam kungkungan kekuatan-kekuatan

gaib, dewa-dewa, dan roh nenek moyang, terutama mitos tentang kekuatan alam yang

melingkupinya (Yanti Heriawati, 2016:59). Kenyataan yang demikian tampak dalam kehidupan

Suku Anak Dalam yaitu masih kental kepercayaan mereka pada roh atau dewa-dewa, dan juga

sangat mempercayai pengobatan dengan cara tradisional yaitu berobat kedukun (malim) tanpa

melibatkan instansi pemerintah.

Dilihat dari pelaksanaan ritual pengobatan Suku Anak Dalam yang tinggal di pedalaman

ini tampak bahwa hutan dan isinya bagian dari kehidupan mereka. Seperti yang terlihat pada

pengobatan yang dilakukan oleh Suku Anak Dalam di pedalaman hutan, ritual pengobatan ini

diawali dengan peramu yang mempersiapkan bunga yang diambil di dalam hutan. Adapun bunga-

bunga hutangyang digunakan oleh Suku Anak Dalam untuk ritual pengobatan yaitu seperti bunga
tabu pungguk, bunga antoi, dan bunga cempaka hutan. Masing-masing bunga tersebut digunakan

sebagai syarat untuk masing-masing dewa yang dipercayai oleh Suku Anak Dalam. Seperti

halnya bunga antoi digunakan sebagai syarat dengan dewa langit, bunga cempaka hutan

digunakan untuk syarat kepada dewa gunung dan yang terakhir yaitu bunga tabu pungguk ini

digunakan untuk syarat dengan dewa elang. Untuk ritual pengebotan Suku Anak Dalam bungo

tabu pungguk menjadi bunga yang dipercaya sebagai syarat untuk melaksanakan ritual

pengobatan.

Ritual pengobatan tersebut dilaksanakan jauh di tengah hutan yang telah ditentukan oleh

dukun atau malim. Untuk pelaksanaan pengobatan tersebut dukun akan meminta peramu untuk

mencarikan obat-obatan yang diperlukan. Setelah mendapatkan obat tersebut Pramu akan

membuat Sesudong yang nantinya akan digunakan untuk ritual pengobatan. Setelah Sesudong

selesai dibuat, selanjutnya Gerakan tersebut dilakukan dalam waktu tertetu secara berulang dan

di rambut penari diletakan bunga oleh sang malim. Setelah bunga itu dimasukkan dalam bejana

berisi air. Gerakan yang dilakukan perempuan tersebut menirukan burung elang seperti

mengibaskan sayap dengan menggunakan kain panjang menyerupai sayap burung elang.

Kemudian pengobatan dilanjutkan dengan malim (dukun) membacakan mantra-mantra yang

diyakini untuk kesembuhan orang yang terkena penyakit. Selanjutnya malim akan mengusap

ramuan atau meminumkan tanaman obat seperti daun ampelas kucing pada orang yang

mengalami sakit yang tak kunjung sembuh. Maka ritual pengobatan berarti sudah selesai

dilaksanakan (Pengamatan,Taman Nasinonal Bukit Dua Belas, 23 Maret 2022).

Ritual pengobatan Suku Anak Dalam, dilakukan secara turun temurun yang dilaksanakan

oleh kelompok mereka namun tidak diizinkan kelompok luar yang bukan suku mereka untuk

menyaksikan. Hal ini mereka percayai bahwa dewa- dewa tidak akan datang jika ada pihak lain
yang ikut diritual tersebut. Pelaksanaan ritual pengobatan ini masih sangat sederhana dari

gerakan mengayun tangan, posisi kaki berbentuk tidak lurus atau menekuk serta kepala

dimiringkan mengikut alunan gerakan tangan. Gerakan tersebut diulang-ulang sampai berakhir

penampilan (Observasi langsung, Taman Nasinonal Bukit Dua Belas, 23Maret 2022).

Berdasarkan penelitian awal (Observasi langsung, Taman Nasinonal Bukit Dua Belas, 23

Maret 2022) peneliti melihat kostum yang digunakan pada saat diadakanya ritual pengobatan

menggunakan kain sarung yang diikatkan ke badan untuk menutupi bagian dada hingga bagian

lutut. kemudian kain panjang digunakan sebagai kain selendang yang dipasangkan di bagian

badan sehingga menyerupai sayap. Sedangkan untuk laki- laki menggunakan cawat/ “cawot”

atau “kancut” yaitu kain yang hanya untuk menutupi organ vitalnya. Dapat Dilihat dari ritual

pengobatan dari dua lokasi yang berbeda jenis kelamin atau dengan kata lain perempuan maupun

laki-laki baik perorangan maupun kelompok, bahkan tua atau muda diperbolehkan untuk

melaksanakan gerakan memanggil dewa-dewa selagi mereka mampu, asalkan mereka tetap satu

garis keturunan. Selanjutnya pelaksanaan ritual pengobatan ini tidak diiringi oleh alat musik,

namun ritual pegobatan ini hanya mengikuti bunyi bunyian dari alam yang ada di dalam hutan

seperti bunyi angin, bunyi burung berkicau dan bunyi-bunyian yang terdapat di dalam hutan.

Demikianlah untuk melihat ritual pengobatan pada Suku Anak Dalam yang tinggal dipedalaman

hutan Taman Nasinonal Bukit Dua Belas.

Gerakan ritual pengobatan tersebut dijadikan pijakan tari baru oleh Suku Anak Dalam

pembinaan yang berada di Desa Bukit Suban diberi nama Tari Elang. Hal ini disampaikan oleh

ibu Erna selaku pengasuh Tari Elang bahwasanya Tari Elang yang diciptakan tersebut memiliki

unsur kebaharuan seperti penambahan gerakan, penambahan iringan musik, serta kostum yang

telah dikreasikan (wawancara, Taman Nasinonal Bukit Dua Belas, 14 Mei 2022). Tari Elang ini
sering ditampilkan Dinas Pariwisata yang dibawa oleh Pak Sawal pada acara penyambutan

tamu-tamu kehormatan pada tahun 2016. Selain itu, tarian tersebut pernah diikut sertakan pada

Festival Lomba Seni Siswa Nasional (FL2SN) pada tahun 2019, dan untuk penyambutan Wakil

Rektor Universitas Jambi dalam acara silaturahmi Pertukaran Mahasiswa Mardeka (PMM) pada

tahun 2022.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis ingin mengkaji lebih jauh mengenai

perubahan rupa baik secara bentuk, sifat, fungsi, pada Tari Elang Suku Anak Dalam dengan

judul “Transformasi Gerak Ritual Pengobatan Suku Anak Dalam Ke Tari Elang Suku Anak

Dalam Pembinaan di Desa Bukit Suban Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun”

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang masalah seperti dijelaskan ada beberapa hal yang menarik

untuk diteliti sebagai berikut :

1 Bagaimana struktur gerak ritual pengobatan Suku Anak Dalam di pedalaman hutan

kawasan Bukit Dua Belas dan struktur Tari Elang?

2 Bagaimana transformasi gerak ritual pengobatan Suku Anak Dalam dan fungsinya ke

Tari Elang Suku Anak Dalam pembinaan di Desa Bukit Suban?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini bertujuan

menemukan jawaban dari permasalah yang diajukan berupa.

1 Mengetahui struktur Tari Elang Suku Anak Dalam

2 Mengetahui transformasi bentuk dan fungsi gerak ritual pengobatan Suku Anak Dalam
ke Tari Elang Suku Anak Dalam pembinaan yang bermukim di Desa Bukit Suban

Kecamatan Air Hitam Kabupaten Sarolangun.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat terutama untuk kemajuan kebudayaan

mencakup aspek teoritis dan aspek praktis. Berikut dijelaskan beberapa manfaat yang dimaksud

seperti demikian.

1.4.1 Manfaat Teoritis

1 Untuk meningkatkan ilmu pengetahuan bagi dunia pendidikan khususnya dibidang

seni yaitu seni tari dari gerak ritual pengobatan ke Tari Elang.

2 Sebagai pengetahuan tentang bentuk dan struktur Tari Elang Suku Anak Dalam di

Bukit Dua Belas, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun.

1.4.2 Manfaat Praktis

1 Bagi penulis, sebagai salah satu media latih untuk meningkatkan kemampuan dan

keterampilan si penulis.

2 Bagi peneliti dan mahasiswa, sebagai data dasar dan tolak ukur bagi penelitian

selanjutnya.

3 Memberikan informasi tentang transformasi Fungsi Tari Elang Suku Anak Dalam di

Bukit Dua Belas, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun.

1.5 Tinjuaan Pustaka

Tinjauan kepustakaan adalah bagian yang sangat penting dalam penulisan sebuah

penelitian, karena bagian ini mengungkapkan teori-teori serta yang berhubugan dengan masalah

yang akan diteliti. Selain itu tinjauan pustaka juga sebagai referensi untuk objek yang sama

dengan masalah yang berbeda dan sebagai acuan untuk objek yang berbeda dengan masalah yang
sama. Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan tentang Tari Elang, ada beberapa tulisan

yang berkaitan langsung ataupun tidak langsung dengan penelitian ini. Terdiri atas penelitian

relevan, landasan teori, dan kerangka konsep yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1.5.1 Penelitian Relevan

Berdasarkan kajian pustaka yang dilakukan, tidak ada yang menulis dengan objek

transformasi Tari Elang Suku Anak Dalam di Bukit Dua Belas, Kecamatan Air Hitam,

Kabupaten Sarolangun. Adapun penelitian sebelumnya berkaitan dengan fungsi Tari dan strukrur

transformasi Tari Elang Suku Anak Dalam pada masyarakat Desa Bukit Dua Belas, Kecamatan

Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, Sebagai Berikut:

Nur Desmawati, tesis berjudul “ Transformasi Deo Kayangan Menjadi Tari Mambang

Deo-Deo Kayangan Di Pekanbaru” Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia (Isi) Surakarta

pada tahun 2017. Deo Kayangan merupakan ritual pengobatan penyakit yang disebabkan oleh

kekuatan gaib. Ritual ini ada di Kelurahan Tebing Tinggi Okura, Kecamatan Rumbai Pesisir,

Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. Hasil analisis menunjukkan bahwa tari Mambang Deo-Deo

Kayangan mengadopsi pola gerakan dari aktivitas Deo Kayangan. Semua gerakan diformulasi

menjadi bentuk baru dan diwujudkan menjadi tari Mambang Deo-Deo Kayangan. Transformasi

dari bentuk Deo Kayangan menjadi tari Mambang Deo- Deo Kayangan disebabkan atas faktor

internal dan faktor eksternal. Adapun faktorinternal yaitu latar belakang, kreativitas dan motivasi,

kepribadian seorang Wan Harun Ismail, selaku pelaku seni yang mentransformasikan bentuk

Deo kayangan tersebut merupakan salah satu dari beberapa faktor internal. Faktor eksternal

pemerintah, dukungam masyarakat, parawisata, serta perekonomian turut mewarnai transformasi

yang terjadi. Penelitian ini dapat dijadikan referensi karena mengkaji permasalahan yang sama

yaitu tentang transformasi Tari Elang.


Dewi Kristiana, skripsi berjudul “Analisis Struktur Gerak Tari Trayutama”, 2015.

Universitas Negeri Semarang, Fakultas Bahasa Dan Seni, Jurusan Pendidikan Seni Drama, Tari,

Dan Musik. Hasil penelitianya adalah bahwa Tari Trayutama mempunyai sebuah struktur yang

khas. Pada dasarnya bentuk Tari Trayutama merupakan serentetan dan serangkaian dari tataran

gerak tari yang dimulai dari tataran satuan yang terkecil hingga satuan yang terbesar dari sebuah

tari yang saling berkaitan, satuan terkecil dalam tari yaitu unsur gerak yang secara langsung

berada dalam satuan yang lebih besar yaitu motif gerak, kemudian terikat oleh bagian yang lebih

besar lagi yaitu frase gerak, kemudian terikat dalam satuan yang lebih besar yaitu kalimat gerak,

dan yang terbesar adalah gugus gerak. Komponen-komponen tersebut harus saling mengait dan

saling memiliki karena struktur itu sendiri adalah susunan bagian-bagian dalam dimensi linier,

komponen- komponen dalam Tari Trayutama terdiri dari bagian terkecil hingga terbesar, bagian-

bagian tersebut mempunyai sistem tata hubungan yang runtut, saling terkait dan saling

melengkapi untuk mewujudkan sebuah struktur gerak tari Trayutama. Penelitian ini dapat

dijadikan referensi dan rujukan walaupun tidak mengkaji objek yang sama namun permasalahan

yang sama yaitu tentang struktur tari.

Anton Prabowo, skripsi berjudul “ Kajian Perubahan Bentuk Tari Topeng Saujana Dari

Pertunjukan Kemasan Ritual Menjadi Kemasan Hiburan”, 2018. Institut Seni Indonesia

Yogyakarta, Fakultas Seni Pertunjukan, Jurusan Tari. Tari Topeng Saujana adalah komposisi tari

kelompok tentang delapan karakter serangga yang dianggap sebagai musuh petani. Tari Topeng

Saujana yang semula berfungsi sebagai media ritual “gunung sayur” kemudian berfungsi sebagai

sebuah seni pertunjukan hiburan. Perubahan fungsi seni ini ditujukan untuk menjaga keutuhan

kearifan lokal sebagai karya seni tanpa berbenturan dengan kepentingan agama. Seni pertunjukan

hiburan dipandang cukup penting agar seni pertunjukan yang ada tetap terjaga keberadaannya.
Perubahan kemasan seni budaya berdampak positif terhadap pengembangan dan pelestarian

identitas budaya lokal. Beberapa faktor perubahan topeng saujana adalah faktor sosial, ekonomi,

agama, pariwisata dan pendidikan. Perubahan tersebut membuat beberapa unsur topeng saujana

juga berubah menjadi lebih menarik. Unsur tersebut adalah gerak, urutan penyajian, pola lantai,

musik iringan, rias dan busana, durasi pementasan dan jumlah penari. Selain mengalami

perubahan bentuk kemasan, Tari Topeng Saujana juga mengalami perubahan fungsi dari sarana

upacara menjadi sarana hiburan dan wisata. Penelitian ini dapat dijadikan referensi karena

mengkaji permasalahan yang sama yaitu tentang perubahan bentuk dan fungsi.

1.5.2 Landasan teori

Landasan teori yang akan dikemukan mengacu pada rumusan masalah, yaitu bagaimana

struktur Tari Elang Suku Anak Dalam pembinaan dan gerak ritual pengobatan Suku Anak Dalam

di pedalaman hutan kawasan Bukit Dua Belas yang ditampilkan di Bukit Dua Belas, Kecamatan

Air Hitam, Kabupaten Sarolangun dan Bagaimana transformasi brntuk dan fungsi gerak ritual

pengobatan ke Tari Elang di Desa Bukit Dua Suban, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten

Sarolangun. Beberapa permasalahan teoritis berkaitan dengan rumusanmasalah tersebut mengenai

teori struktur dan fungsi Tari Elang.

1.5.2.1 Teori Struktur

Menurut Jackquline Smith terjemahan Ben Suharto (1985: 72) menjelaskan bahwa struktur

adalah suatu wujud yang terdiri dari bentuk dan elemen pembentuk yang saling berkaitan sesuai

dengan fungsinya dan tidak dapat terpisahkan dalam suatu kesatuan bentuk yang utuh. Dalam

hal ini peneliti akan melihat struktur atau susunan yang membangun Tari Elang , mulai dari

musik iringan, kostum, pola lantai, dan gerak awal Tari Elang dilaksanakan hingga proses ritual

pengobatan Suku Anak Dalam di pedalaman hutan kawasan bukit dua belas, Kecamatan Air
Hitam, Kabupaten Sarolangun.

1.5.2.2 Teori transformasi

Pengertian transformasi berasal dari dua kata dasar, ”Trans dan form”. Trans berarti

melintas atau melampaui, form berarti bentuk. Transformasi mengandung makna perubahan dari

bentuk yang satu ke bentuk yang lain yang melampaui perubahan rupa fisik yang menghasilkan

unsur kebaruan (Sumaryono, 2003:49). Perubahan dari bentuk gerak ritual pengobatan ke Tari

Elang pembinaan menghasilkan unsur kebaruan.

Berdasarkan penjelasan di atas dari untuk melihat sebuah transformasi, tentu sebelumya

harus mengetahui bentuk ritual pengobatan itu sendiri, sehingga dapat diidentifikasi bahwa

adanya aspek- aspek yang membedakan gerak ritual pengobatan Suku Anak Dalam yang tinggal

di pedalaman hutan Kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas ke Tari Elang Suku Anak

Dalam pembinaan .

1.5.2.3 Teori Fungsi

Mengkaji tentang kata fungsi peneliti menggunakan teori fungsi yang berfokus pada kata

“sumbangan” sebagaimana yang disampaikan oleh Mahdi Bahar dalam Menyiasati Musik Dalam

Budaya, bahwa sumbangan (contribution) yang dimaksud ialah sebagai pengertian dari hakikat

fungsi yang ditawarkan AR Radcliffe-Brown, yakni memberikan sesuatu (contribution) yang

berdampak mengendalikan atau memelihara sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain dimaksud ialah

nilai ideal, sebagai lawan dari faktual atau yang real. Kerangka pemikiran ini merupakan

gambaran dari apa yang dijelaskan Radclife-Brown yaitu:

“it [function] is trough and by the continuity of the functioning


that the continuity of the structure is preserved” Mahdi Bahar
(2016:81)

Berdasarkan pemikiran ini dapat dikatakan bahwa fungsi yang ditawarkan oleh Radcllife-
Brown adalah sumbangan. Sumbangan yang dimaksud disini adalah yang tampak dan yang tidak

tampak. Teori ini digunakan dalam penelitian ini di sebabkan karena ritual pengobatan yang

menggunakan gerakan ritual pengobatan memberikan sumbangan atau kontribusi terhadap Suku

Anak Dalam yang tinggal dipedalaman hutan, dimana Tari Elang yang difungsikan memberikan

kontribusi dari aspek ritual pengobatan dan kontribusi dari aspek memenuhi kebutuhan bagi

masyarakat. Kemudian fungsi (function) adalah alasan dibalik digunakannya gerak ritual

pengobatan Suku Anak Dalam ke Tari Elang. Demikian dapat dikatan bahwa Tari Elang dapat

berguna bagi masyarakat dan juga dapat berfungsi sesuai dengan keinginan dari masyarakat itu

sendiri.

1.5.3 Kerangka Konseptual

Berkaitan dengan Tari Elang sebagai objek penelitian diperlukan beberapa pengertian atau

konsep yang terkait dan saling berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Sehubung dengan

itu untuk memperluas ataupun memperjelas landasan teori dan dasar kerja, maka diperlukan

penjelasan konsep dan pengertian sebagai berikut.

1.5.3.1 Suku Anak Dalam

Menurut Kresbinol Labobar (2019: 80) Suku adalah suatu kelompok sosial yang ada disuatu

daerah dengan ciri tertentu. Suku Anak Dalam merupakan kelompok orang atau masyarakat

yang tinggal di tengah hutan dan sangat bergantung pada alam, terdapat di Taman Nasional

Bukit Dua Belas. Menurut Budhi Vrihaspathi Jauhari, dkk (2012:15), pengertian “anak” ada

hubunganya dengan istilah “peranakan” yang dalam bahasa melayu Palembang lama berarti

“rakyat”, sedangkan “dalam” artinya “pedalaman” jadi “anak dalam” berarti“rakyat pedalaman”.

1.5.3.2 Ritual
Ritual merupakan suatu bentuk upacara yang berhubungan dengan beberapa kepercayaan,

atau agama dengan ditandai oleh sifat khusus yang menimbulkan rasa hormat yang luhur dalam

arti merupakan suatu pengalaman yang suci dan sakral ( Y. Sumandiyo Hadi, 2007: 98). Sesuai

dengan penjelasan tersebut, bahwa gerak ritual pengobatan merupakan sebuah kegiatan yang

dilakukan dengan tujuan sakral yang diyakini tentang kepercayaan Suku Anak Dalam

bahwasanya dewa-dewa akan datang untuk memberikan kesembuhan.

1.5.3.3 Tari

Defenisi menurut seodarsono (2004: 17) dalam buku yang berjudul tari- tarian indonesia,

tari adalah ekpresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak-gerak ritmis yang indah. Dari

penjelasan tersebut dapat dilihat bahwa penelitian Tari Elang juga merupakan suatu tarian yang

menggunakan gerakan tubuh sesuai dengan ritmis.

1.5.3.4 Tari Elang

Tari Elang merupakan tari Suku Anak Dalam yang berpijak dari gerakan meniru sayap

burung elang saat memanggil dewa pada ritual pengobatan Suku Anak Dalam, dikembangkan

dalam bentuk kebaharuan seperti gerak, musik, kostum dan pola lantai. Tari Elang diadakan saat

penyambutan tamu-tamu kehormatan, dan acara-acara lainya.

1.5.3.5 Transformasi

Pengertian transformasi berasal dari dua kata dasar, ”Trans dan form”. Trans berarti

melintas atau melampaui, form berarti bentuk. Transformasi mengandung makna perpindahan

dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain yang melampaui perubahan rupa fisik yang

menghasilkan unsur kebaruan (Sumaryono, 2003:49). Transformasi ritual pegobatan ke Tari

Elang pembinaan menghasilka unsur kebaharuan, yakni kebaruan bentuk, fungsi juga berbeda.

1.5.3.6 Struktur
Menurut Jackquline Smith terjemahan Ben Suharto (1985: 72) menjelaskan bahwa struktur

adalah suatu wujud yang terdidri dari bentuk dan elemen pembentuk yang saling berkaitan

sesuai dengan fungsinya dan tidak dapat terpisahakan dalam suatu kesatuan bentuk yang utuh.

Dalam hal ini peneliti akan melihat struktur atau susunan yang membangun Tari Elang dan gerak

ritual pengobatan Suku Anak Dalam, di pedalaman hutan kawasan bukit dua belas, Kecamatan

Air Hitam, Kabupaten Sarolangun.

1.5.3.7 Desa

Kata “ Desa” berasal dari bahasa sanskerta yakni “deshi” yang artinya tanah kelahiran.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Desa diartikan sebagai satu kesatuan wilayah

yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai system pemerintahan sendiri. Dari

penjelasan diatas bahwa Tari Elang ini berasal dari Suku Anak Dalam yang bermukim

dikawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas yang berada di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air

Hitam, Kabupaten Sarolangun, yang mana desa tersebut merupakan tempat tumbuh dan

berkembang tari ini. Kerangka konsep tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
Bagan 1.1 Kerangka Konsep

Suku anak dalam


kabupaten
saroalngun

Tari Elang

Transformasi

fungsi Tari Elang

1.6. Metode Penelitian


1.6.1 Pendekatan dan jenis penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, menurut Bodgan dan

Taylor dalam Moleong (1989:4) metode kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriftif berupa kata- kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang diamati.

1.6.2 Subjek penelitian

Subjek penelitian adalah orang yang dijadikan sumber informasi oleh penelitian untuk
riset yang dilakukan. Dalam hal ini subjek penelitin yang dimaksud dalam penelitian tersebut

adalah informan-informan yang ditanyakan sebagai bagian dari cara-cara dalam

mengumpulkan orang atau tokoh yang Mengetahui tentang Tari Elang sebagai berikut:

1. Bapak Tarib (69 tahun) mantan tumenggung pemimpin Suku Anak Dalam.

2. Ibu Erna Yulianti (39 tahun)sebagai guru Suku Anak Dalam danpengasuh Tari Elang

Suku Anak Dalam.

3. Maladang (55 tahun) merupakan tumenggung (pemimpin Suku Anak Dalam).

4. Bapak Mujito (51tahun) merupakan mantan kepala desa Bukit Suban selaku informan

tentang Tari Elang

5. Sarinteng ( 27 tahun) merupakan selaku penari Tari Elang sekaligusinforman tentang

Tari Elang

6. Ibu Susi merupakan tokoh masyarakat sekaligus seniman yang berpropesi


sebagai guru.

7. M. Ramli ( tahun) merupakan kepala desa bukit suban sekaligus informan Tari Elang.

1.6.3 Sumber Data

Pada penelitian Tari Elang sumber data yang peneliti gunakan ada dua data primer dan

data skunder.

1.6.3.1 Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpulan data (Sugiyono 2017:255). Dalam penelitian ini data yang diperoleh dari

tangan pertama oleh peneliti yang didapatkan setelah melakukan penelitian secara langsung.

Dalam penelitian ini peneliti tidak terlibat langsung dalam Tari Elang ini. Peneliti hanya

wawancara dengan tokoh masyarakat, pelaku seni dan informan lainnya. Dalam wawancara
ini peneliti mengambil dokumentasi foto dari informan tersebut untuk dijadikanbukti.

1.6.3.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang telah dikumpulkan atau tersedia untuk peneliti

dari pihak lain seperti jurnal dan skripsi ( Sugiyono, 2011 : 225). Sumber data sekunder pada

penelitian Tari Elang ini yaitu berupa buku, situs, atau dokumen lainya yang berhubungan

dengan Tari Elang Suku Anak Dalam.

1.6.4 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting stratgis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Teknik

pengumpulan data secara umum dapat dilakukan dengan observasi, wawancara,

dokumentasi, dan triangulasi.

1.6.4.1 Observasi

Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan melibatkan hubungan interaksi

sosial antara peneliti dan informan dalam suatu latar penelitian (pengamatan objek penelitian

di lapangan). Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat semua peristiwa.

Cara ini bertujuan untuk mengetahui kebenaran atau fakta yang ada di lapangan (Moleong,

2010: 125-126). Observasi didalam penelitian ini adalah observasi secara langsung

kelapangan untuk mengamati perilaku aktivitas individu-individu dilokasi penelitian.

Observasilangsung pada tarian Suku Anak Dalam Bukit Dua Belas Kecamatan Air Hitam.

1.6.4.2 Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh

dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara

(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu ( Moleong 2019:186).

Wawancara dalam penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi terkait data atau
permasalahan yang sedang diteliti yaitu tentang Tari Elang di Desa Bukit Suban, Kecamatan

Air Hitam, Kabupaten Sarolangun. Peneliti melakukan wawancara secara langsung Wawancara

dilakukan dengan membuat daftar pertanyaan oleh peneliti, pertanyaan itu berupa banyak

penari, tempat menari, sejarah tari, dan ritual pengobatan. Untuk mempermudah proses

wawancara peneliti menggunakan buku catatan dan pena, serta menggunakan alat perekam

suara seperti handphone. Sedangkan wawancara tidak terstrukur, narasumber tidak mengetahui

jika dia sedang diwawancarai.

Pertanyaan tidak terstruktur yang penulis lakukan yaitu, ingin mengetahui pandangan

narasumber akan tari ini seberapa besar rasa memiliki masyarakat terhadap Tari Elang Suku

Anak Dalam.

Wawancara dilakukan dengan beberapa narasumber tentang Tari Elang dalam gerak ritual

pengobatan :

1. Bapak Tarib yang merupakan mantan tumenggung (pemimpin Suku Anak Dalam).

Peneliti menanyakan bagaimana terjadinya perkembangan Tari Elang yang awalnya

digunakan untuk ritual pengobatan sekarang menjadi Tari Elang Suku Anak Dalam

pembinaan.

2. Ibu Erna Yulianti sebagai guru Suku Anak Dalam dan pengasuh Tari Elang Suku Anak

Dalam. Dari ibu Erna Yulianti peneliti mendapatkan informasi tentang Tari Elang.

3. Maladang yang merupakan tumenggung (pemimpin Suku Anak Dalam). Pada

kesempatan ini peneliti menanyakan bagaimana ritual pengobatan Suku Anak Dalam

yang berada dikawasan hutan Taman Nasional Bukit Dua Belas.

4. Bapak Mujito merupakan mantan kepala desa Bukit Suban selaku informan tentang

Tari Elang.
5. Sarinteng merupakan selaku Suku Anak Dalam pada gerakan ritual pegobatan

6. Ibu Susi merupakan tokoh masyarakat sekaligus seniman yang berpropesi sebagai

guru.

1.6.4.3 Dokumentasi

Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu yang berbentuk tulisan,

gambar atau karya monumental dari sesorang, Sugiono dalam buku (Dr. umar sidiq 2019;72).

Sama halnya dengan penelitian gerak ritual pengobatan dan Tari Elang Suku Anak Dalam,

dokumentasi dilakukan untuk mengabadikan gerak-gerak dan gerak ritual pengobatan yang

dilaksanakan Suku Anak Dalam. Hal ini dilakukan dengan cara pengambilan video dan foto Tari

Elang Suku Anak Dalam.

1.6.5 teknik keabsahan data

1.6.5.1Triangulasi

Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari

berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada guna untuk mengkaji

kebenaran data. Peneliti menggabungkan data tentang Tari Elang dari berbagai sumber untuk

mengetahui kebenaran data sehingga didapatkanlah faktanya.

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menggunakan triangulasi sumber untuk mengecek

data yang diperoleh melalui beberapa sumber, kemudian data tersebut dideskripsikan sehingga

data yang telah dianalisis oleh peneliti menghasilkan suatu kesimpulan.

1.6.6 Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif (Bogdan & Biklen, 1982). Adalah upaya yang dilakukan dengan

jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah milahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang
dapat diceritakan kepada orang lain.

I.6.6.1 Reduksi data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-

hal yang penting, dicari tema, polanya dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data

yang telah direduksi akan memberikan gambar yang lebih jelas dan mempermudah peneliti

untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencari bila diperlukan ( Dr. umar sidiq

2019: 80). Dalam hal ini reduksi data diperlukan untuk mempermudah peneliti memilih data

pokok dan data tidak pokok terkait Tari Elang Suku Anak Dalam.

1.6.6.2 Penyajian Data

Pada penyajian data ini, peneliti memasukan hasil reduksi data kedalam laporan hasil

penelitian. Proses penyajian data ini dilakukan secara naratif dan dibantu dengan data, agar

mudah dibaca dan dipahami. Sehigga Tari Elang dapatdengan mudah dipahami.

1.6.6.3 Vertifikasi

Verifikasi Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan

berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung tahap pengumpulan

berikutnya (Sugiyono, 2010: 455). Tetapi apabila data yang telah dikumpulkan sesuai dan

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten, maka kesimpulan yang dikemukakan

merupakan kesimpulan yang dapat dipercayai.

Dimulai dari reduksi data, penyajian data dan diakhiri dengan menarik kesimpulan data

yang telah disajikan. Setelah melakukan penyimpulan data, data kemudian diteliti kembali

dengan cara meninjau kembali catatan lapangan dan menguji dengan memanfaatkan teknik

keabsahan data yang digunakan.

Anda mungkin juga menyukai