Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia terdiri atas banyak suku bangsa dengan ragam kebudayaan,

bahasa dan adat istiadat diwariskan secara turun temurun. Ini semua merupakan

salah satu model kekayaan rohani dan sebagai sumber-sumber nilai kehidupan

lahir bathin. Setiap suku bangsa yang membujur mulai dari Sabang sampai

Merauke itu, masing-masing memiliki dan mengembangkan adat istiadat atau

tradisi yang telah menjadi bagian kebudayaan (Surianti, 2013.01). Salah satu

Provinsi yang masih terjaga adat dan tradisinya adalah Provinsi Sulawesi-Selatan.

Suku yang mendiami Provinsi Sulawesi-Selatan di antaranya adalah suku

Bugis, Makassar, dan Toraja. Ketiga suku tersebut memiliki beraneka ragam

kebudayaaan dan tradisi. Kebudayaan yang terdapat pada masyarakat setiap

Kabupaten yang ada di Sulawesi-Selatan dari dulu sampai dengan sekarang

semakin berkembang dan eksis namun ada yang beransur-ansur berubah dan

hilang ditengah-tengah lajunya perkembangan modernisasi.

Kata kebudayaan berasal dari kata budh dalam bahasa Sansekerta yang

berarti akal, kemudian menjadi kata budhi (tunggal) atau budhaya (majemuk),

sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Ada

pendapat yang mengatakan bahwa kebudayaan berasal dari kata budi dan daya.

Budi adalah akal yang merupakan unsur rohani dalam kebudayaan, sedangkan
daya berarti perubahan atau ikhtiar sebagai unsur jasmani sehingga kebudayaan

diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia (Zakky, 2018:1).

Kebudayaan=Cultur (bahasa Belanda) = Culture (bahasa Ingris) = tsaqafah

(bahasa Arab), berasal dari perkataan latin : “Colere” yang artinya mengolah,

mengerjakaan, menyuburkan dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau

bertani. Dari segi arti ini berkembanglah arti Culture sebagai “segala daya dan

aktifitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam, kebudayaan dan tradisi

Keduanya memiliki kaitan yang sangat erat. Namun definisi keduanya bisa

menjadi suatu perbedaan yang signifikan (E.B. Tylor 1871:1), yang

mendefinisikan pengertian kebudayaan bahwa kebudayaan adalah kompleks yang

mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan

lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh

manusia sebagai anggota Masyarakat, sedangkan tradisi adalah suatu pola

perilaku atau kepercayaan yang telah menjadi bagian dari suatu budaya yang telah

lama dikenal sehingga menjadi adat istiadat dan kepercayaan yang secara turun

temurun. (Supardan 2011 : 207).

Tradisi yang berkembang di Masyarakat khususnya pada Masyarakat

Bugis adalah merupakan hasil dari perilaku Masyarakat yang diwariskan secara

turun temurun. Tradisi yang diwariskan pun terdiri dari berbagai macam, salah

satunya adalah upacara adat. Koentjaraningat (1992) mengatakan upacara adat

adalah suatu bentuk acara yang dilakukan dengan bersistem dan dihadiri secara

penuh oleh masyarakat, sehingga dinilai dapat membuat masyarakat merasa

adanya kebangkitan dalam diri mereka. Senada dengan Abdurrauf Tarimana,


(1993) Upacara adat adalah asas-asas yang mengakibatkan adanya hubungan

timbal-balik yang tampak nyata dalam masyarakat, meskipun ia menambahkan

bahwa dalam upacara dat ada istilah “tolak bala” antra manusia Dewa, Tuhan,

atapun mahluk halus lainnya.

Tradisi Maddoa’ salah satu upacara adat yang masih bertahan dan eksis

sampai sekarang yang berada di Desa Samaenre’ Kecamatan Mattirosompe’

Kabupaten Pinrang. Maddoa’ merupakan rangkaian Tradisi pesta panen yakni

Mappadendang yang hanya dilakukan setahun sampai dua tahun sekali setiap

akhir panen dan adapun prosesi Maddoa’ ini dilaksanakan selama tujuh hari

berturut-turut. Menurut La Moncong salah seorang tokoh adat yang memahami

tentang tradisi ini, Tradisi Maddoa’ adalah salah satu rangkaian tradisi

Mappadendang yang berfungsi sebagai bentuk rasa syukur atas berlimpahnya

hasil panen dan sekaligus memberikan penghormatan atas jasa-jasa Pallipa’ pute

sebagai tokoh agama di Desa Samaenre’.

Adanya bentuk penghormatan terhadap Pallipa’ Pute dan bentuk rasa

syukur inilah masyarkat mengungkapkannya dengan berbagai macam simbol

didalam prosesi Maddoa’ ini, Mulyana (2003) mendeskripsikan simbol adalah

suatu rangsangan yang mengandung makna dan nilai yang dipelajari dan

direspon manusia dalam pengertian makna dan nilainya. Suatu simbol

disebut siginifikan atau memiliki makna apabila simbol itu membangkitkan

individu yang menyampaikan respon, demikian hal-nya akan muncul pada

individu yang dituju. Simbol atau lambang adalah semacam tanda, lukisan,
perkataan, lencana dan sebagainya yang menyatakan sesuatu hal atau yang

mengandung maksud tertentu (Soeprapto, 2007)

Penggunaan simbol pada tradisi Maddoa’ ini dianggap mampu

merepresentasikan bentuk rasa syukur pada masyarakat Desa Samaenre’. Dalam

penentuan benda-benda berupa sarung putih, Baju bodo, Gendang, daun Siri/

Ota’, Benno, Dupa, Pallang/ kemiri, tembakau, Pisang raja/ Otti Barangang dan

ayam putih jernih/ Manu’ pute Gendang dan Sokko (ketan) yang harus di siapkan

ini melalui musyawarah dengan pemangku adat untuk mencapai kesepemahaman

bersama terhadap simbol yang digunakan dalam tradisi Maddoa’. Konsep Peirce

dalam Piliang (2012) tentang simbol diartikan sebagai tanda yang mengacu

pada objek tertentu diluar tanda itu sendiri. Hubungan antara simbol dengan

sesuatu yang ditandai berdasarkan konvensi masyarakat pemakaiannya yang

menafsirkan ciri objek yang diacu maknanya. Simbol merupakan tanda atau

lambang berdasarkan konvensi, peraturan, atau perjanjian yang disepakati

bersama dan dimengerti artinya karena mewakili identitas dari

kebersamaannya (Piliang, 2012)

Maddoa’ mempunyai keunikan tersendiri dalam pelaksanaannya, yakni

dengan menggunakan ayunan raksasa terbuat dari pohon randu yang kemudian di

ikatkan pada beberapa batang bambu sebagai penyangga serta bambu lainnya

digunakan sebagai tempat bergantungnya tali ayunan yang tingginya mencapai 10

meter sebagai media antraksinya dan jika seorang yang hendak menaiki ayunan

diharuskan menggunakan sarung jika iya seorang laki-laki dan jika iya seorang

perempuan menggunakan Baju bodo dan tidak sedang menstruasi ini dipercaya

untuk menghindari hal-hal buruk terjadi pada pelaksanaannya.


Berdasarkan uraian di atas, dalam Tradisi Maddoa’ terdapat simbol yang

mempunyai makna dari setiap benda-benda guna mengungkapkan rasa

kesyukuran atas berlimpahnya hasil panen, untuk itu penulis mengkajian lebih

lanjut menggunakan Semiotika untuk menganalisi makna dari simbol yang

terdapat dalam tradisi Maddoa’ di Desa Samaenre’ Kabupaten Pinrang”. Oleh

karena itu, penulis mengajukan judul Makna Simbol pada rangkaian Tradisi

Maddoa’ di Desa Samaenre’ Kabupaten Pinrang.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang mengenai Tradisi Maddoa’ dapat

diidentifikasi masalah dari sebuah latar belakang tersebut, di antaranya yaitu:

1. Apa saja yang melatar belakangi Tradisi Maddoa’.

2. Benda – benda apa yang ada pada Tradisi Maddoa’.

3. Simbol-simbol apa saja yang terdapat pada tradisi Maddoa’

4. Makna apa yang terdapat pada Simbol pada Tradisi Maddoa’.

C. BATASAN MASALAH

Sejumlah masalah yang telah teridentifikasi di atas perlu dibatasi karena

melihat masih terbatasnya kemampuan penulis dalam pengkajiannya. Sehingga

dengan demikian penulis membatasi masalah-masalah tersebut. Adapun masalah

yang dikaji dalam penelitian ini adalah simbol yang terdapat dalam tradisi

Maddoa’ dan makna simbol dalam tradisi Maddoa’ pada rangkaiannya .


D. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang, maka peneliti merumuskan masalah sebagai

acuan pengumpulan data dalam penelitian ini. Adapun rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Simbol apa saja yang terdapat pada Tradisi Maddoa’ di Desa Samaenre’

Kabupaten pinrang ?

2. Makna apa saja yang ditemukan pada simbol dalam Tradisi Maddoa’ di Desa

Samaenre’ Kabupaten pinrang ?

E. TUJUAN PENELITIAN

Setiap penelitian memiliki sebuah tujuan yang merupakan target yang

akan dicapai, maka dari itu adapun tujuan dari penelitian ini diantaranya yaitu:

1. Untuk mendeskrisikan ungkapan rasa syukur melalui benda-benda yang ada

pada Tradisi Maddoa’ di Desa Samaenre’ Kabupaten Pinrang .

2. Untuk mengungkap simbol dan makna pada rangkaian Tradisi Maddoa’ (dalam

upacara adat pallippa’ pute) di Desa Samaenre’ Kabupaten Pinrang.

F. MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini

diharapkan mempunyai manfaat dalam pengembangan pengetahuan tentang

keberagaman dan keunikan tradisi yang ada di sulawesi selatan. Adapun manfaat

penelitian ini adalah sebagai berikut :

a) Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan dokumentasi sebagai usaha untuk

melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Sulawesi Selatan yang telah ada.

penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan di perpustakaan Universitas

Hasanudin, selain itu juga sebagai bahan rujukan pada Masyarakat di Kabupaten

Pinrang dalam mengetahui tradisi di daerah tersebut

b) Manfaat Teoretis

1. Adapun Manfaat Teoritis dalam penelitian ini yaitu sebagai referensi,

terkait Tradisi yang terdapat di Kabupaten Pinrang terkhusus pada Tradisi

Maddoa’ yang sekaligus bisa menjadi salah satu acuan dalam penelitian

kebudayaan khususnya di Kabupaten Pinrang.

2. Manfaat Teori Semiotika dalam penelitian ini didasarkan pada logika,

karena logika mempelajari bagaimana orang bernalar, sedangkan penalaran

menurut Peirce dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-tanda ini

menurut Peirce memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain dan

memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta.

Anda mungkin juga menyukai