PROGRAM PASCASERJANA
UNIVERSITAS HINDU NEGERI I GUSTI BAGUS SUGRIWA
DENPASAR
2023
BAB I
PENDAHULUAN
Desa Adat Telepud sebagai transisi desa tua yang terletak di Kabupaten
Gianyar banyak sekali memiliki tradisi-tradisi kearifan lokal yang masih ada
sampai saat ini. Tradisi yang dimiliki masarakat bisa dilihat dari cara hidup dan
pola kesenian yang kita kenal sebagai cara hidup masyarakat tradisional yang
tradisi itu selalu ada dan diwarisi oleh generasi penerusnya. Sibarani (2015:71)
yang diwarisi secara turun-temurun dengan media lisan dari satu generasi ke
generasi lain baik tradisi itu berupa susunan kata-kata lisan (verbal) maupun
Tradisi kearifan lokal yang ada di Talepud masih dilaksanakan sampai saat ini,
salah satunya adalah tradisi Sang Hyang. Tradisi Sang Hyang merupakan tradisi
yang memiliki sifat yang sakral, magis dan memiliki kekuatan gaib, sehingga
Hyang adalah tari kerawuhan (trance) akibat dari pelaku kemasukan roh suci
(divine spirit) dari para bidadari kahyangan atau binatang-binatang lainnya yang
Bandem dalam Ensiklopedia Tari Bali (1983: 124) menyatakan tari Sang
dalam keadaan tidak sadarkan diri, kemasukan Hyang yang turun ke bumi untuk
menyelamatkan umat manusia. dalam buku Trance in Bali yang ditulis Belo juga
disebutkan ada dua puluh empat jenis Sang Hyang yaitu Sang Hyang Bojog, Sang
Hyang Boengboeng, Sang Hyang Deling, Sang Hyang Dedari, Sang Hyang Jaran,
Sang Hyang Jaran Gading, Sang Hyang Jaran Putih, Sang Hyang Dongkang, Sang
Hyang Kerekek, Sang Hyang Koeloek, Sang Hyang Lelipi, Sang Hyang Lesung,
Sang Hyang Lilit Linting, Sang Hyang Penyu, Sang Hyang Pawayangan, Sang
Hyang Sampat, Sang Hyang Teer, Sang Hyang Tjapah, Sang Hyang Tjeleng,
sawah dan lingkungan sekitar. Sang Hyang di Talepud sebagai simbol perayaan
suka cita atas keberhasilannya panen padi didalam masyarakat, sehingga dalam
unsur perayaan tersebut ada suatu kegembiraan yang dituangkan dalam bentuk
seni tari, seni tabuh, dan seni musik yang dilakukan terus-menerus sampai saat ini
mempercayai Sang Hyang sebagai dewa kesenian yang kaitannya dengan taksu
menarik dan unik untuk dilihat dalam kehidupan, karena dalam prosesi
seorang penari yang memang dipilih oleh beliau melalui prosesi Ngukup. Dalam
pelaksanaan dari tradisi Sang Hyang Dedari di Talepud, kesenian menjadi satu
kesatuan yang tidak bisa terlepas didalamnya, mulai dari seseorang yang menari
sebagai wujud dari seni tari, adanya gambelan pengiring sebagai wujud seni
tabuh, dan sebuah kidung yang dilantumkan untuk mengiringi sebagai wujud dari
seni musik.
Kidung sebagai genre sastra adalah salah satu satra puisi kuno yang kini
berkembang di Bali, dan diusung oleh masyarakat Bali sebagai salah satu
mempunyai dua pengertian, yaitu (1) kidung berati nyanyian dan (2) kidung berati
Kamus Jawa Kuno menyatakan bahwa kidung adalah nyanyian atau puisi.
Kidung merupakan suatu bentuk puisi lama, terutama yang berkembang sejak era
nyanyian-nyanyian suci yang digunakan dalam pengiring dari tradisi Sang Hyang
Dedari. Dalam pementasan tradisi Sang Hyang, kidung sebagai sarana untuk
menurukan Sang Hyang dan sebagai sarana pengiring dalam pementasan tradisi
Sang Hyang. Kidung Sang Hyang selalu dilantunkan oleh masyarakat secara
mengandung nilai-nilai dan makna yang bisa dijadikan pedoman dalam suatu
kehidupan masyarakat. Kidung Sang Hyang Dedari di Desa Adat Talepud, jika
nilai, tanda-tanda suatu bahasa yang memiliki makn juga terdapat didalamnya
yang sangat perlu gali dan dianalisis sehingga diketahui oleh masyarakat.
sangat cepat. Begitu pula keberadaan masyarakat generasi milenial yang memiliki
keluar daerah sering dijadikan salah satu sumber yang dapat mengancam tidak
stabilnya budaya lokal yang ada di masyarakat. Seperti halnya keberadaan Kidung
Sang Hyang Dedari yang ada di Desa Adat Talepud sangat sedikit masyarakat
dengan tradisi Sang Hyang, setiap Dedari yang turun menari memiliki kidung
yang berbeda dengan yang lainnya. Misalnya Dedari Putih menggunakan Kidung
Dedari Putih, Dedari Tunjung Biru menggunakan Kidung Dedari Tunjung Biru,
dan masih banyak kidung-kidung yang lain disebut dengan Kidung Sang Hyang
pementasan Sang Hyang Dedari dari awal hingga akhir, tetapi masyarakat tidak
mengetahui bagai mana makna yang terkandung didalam Kidung Sang Hyang
tersebut.
Era globalisasi sebagai zaman kemajuan dunia, tentunya ada pengaruh yang
tergerusnya suatu nilai kebudayaan lokal dan bisa mempertahankan nilai-nilai dan
menganalisis lebih dalam tentang keberadaan Kidung Sang Hyang Dedari di Desa
Adat Talepud dilihat dari bentuk, nilai, dan makna yang terkandung dalam
Diharapkan dengan adanya penelitian ini, Kidung Sang hyang Dedari di Desa
Adat Talepud selalu eksis dan diketahui terkait bentuk, nilai, dan makna yang
merumuskan dalam sebuah tesis yang berjudul Analisis Wacana Kidung Sang
Dari latar belakang yang ada, peneliti ini akan diarahkan pada tiga masalah
1.2.1 Bagaimana bentuk Kidung Sang Hyang Dedari di Desa Adat Talepud?
1.2.2 Apa nilai yang terkandung dalam Kidung Sang Hyang Dedari di Desa
Adat Talepud?
1.2.3 Bagaimana makna dalam Kidung Sang Hyang Dedari di Desa Adat
Talepud?
1.3 Tujuan
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh peneliti tentunya memiliki suatu tujuan,
sehingga peneliti memiliki target-target yang ingin dicapai dalam penelitian ini.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dapat dijabarkan menjadi dua,
yakni tujuan umum dan tujuan khusus. Pembagian tujuan menjadi dua kelompok
Adapun tujuan umum dan tujuan khusus penelitian ini diuraikan dibawah ini.
yang jelas mengenai karya sastra berupa Kidung Sang Hyang Dedari di Desa Adat
Talepud dengan menganalisis bentuk, nilai, dan makna baik bagi peneliti sendiri
nilai dan makna yang perlu dianalisis untuk diketahui oleh masyarakat. Sehingga,
orang yang melantumkan kidung memahami isi kidung secara utuh melalui
Setiap kegiatan penelitian, selain memiliki tujuan, penelitian ini juga memiliki
manfaat. Manfaat penelitian ini berorentasi pada dua hal, yaitu manfaat teoretis
dan manfaat praktis. Hal tersebut beranjak dari harapan akan penggunaan karya
ilmiah ini nantinya dapat dijadikan sebagai landasan teoretis maupun landasan
praktis bagi penelitian selanjutnya maupun pembaca. Berikut kedua jenis manfaat
Manfaat penelitian ini secara teoretis juga memberikan informasi secara jelas
terkait dengan nilai dan makna yang terkandung dalam Kidung Sang Hyang
Dedari di Desa Adat Talepud. Dengan adanya penjelasan mengenai bentuk, nilai
dan makna setiap pembaca, masyarakat secara umum menyadari bahwa dalam
sebuah karya sastra bali berupa kidung banyak mengandung nilai dan makna.
pengetahuan terkait bentuk, nilai, dan makna dalam Kidung Sang Hyang
Dedari di Desa Adat Talepud, jika dilihat dari sisi lain penelitian ini
2. Bagi para peneliti, penelitian ini bisa digunakan sebagai acuan, bahan
pengenalan sastra kidung di Bali, yang memiliki nilai dan makna demikian
mendalam.
Kajian pustaka merupakan usaha atau cara dalam penulisan karya ilmiah
dengan permasalahan yang diteliti. Kajian pustaka pada hahikatnya meliputi dua
hal, yaitu deskripsi teoretis dan pembahasan penelitian terdahulu yang relevan.
Adapun tujuan dari kajian pustaka yakni mengidentifikasi temuan hasil penelitian
terdahulu yang bertentangan dengan pebelitian yang akan dilakukan (Usman dan
antara penelitian yang peneliti kerjakan dengan penelitian yang sudah ada yang
dari penelitian yang sudah ada dengan penelitian yang sedang dikerjakan peneliti,
penelitian yang sudah ada menjadi sumber acuan dalam penelitian ini.
Dari kajian pustaka yang telah dipelajari, peneliti dapat menemukan data-data
dilakukan. Dengan kata lain, kajian pustaka juga dapat disebut sebagai referensi
disertasi, tesis, maupun karya ilmiah lainnya. Dalam kajian pustaka menjelaskan
apa yang telah ditemukan oleh peneliti lain yang ada kaitannya dengan penelitian
hubungan atau keterkaitan dengan penelitian yang peneliti kerjakan, baik dalam
konteks objek penelitian dan kajian penelitian. Beberapa penelitian yang relevan
Ida Made Giur Dipta: Analisis Struktur, Stilistika, dan Makna” membahas
struktur, stilistika, dan makna Puisi Puyung karya Ida Made Giur Dipta dengan
menggunakan teori struktur, teori stilistika dan teori semiotika. Hasil penelitian
Sudarsana menyebutkan struktur fisik puisi Puyung yang diperoleh (1) tipografi
menggunakan Bahasa Bali lumbrah (biasa) yang dihiasi gaya Bahasa. (3) Imaji
yang didapatkan ialah citraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan gerak. (4)
Ritma puisi Puyung adalah tetap. (5) Rima (pola bunyi) yang terdapat dalam puisi
Puyung adalah rima sempurna, rima tak sempurna, rima mutlak, rima terbuka,
rima tertutup, rima aliterasi, rima asonasi, rima awal, rima tengah, rima akhir, dan
rima rangkai. Stilistik puisi Puyung karya Ida Made Giur Dipta meliputi majas
karya Ida Made Giur Dipta adalah makna belajar sepanjang ayat, yang
nya, sedangkan dalam penelitian ini terfokus pada struktur, nilai dan makna.
peneliti kerjakan saat ini, yakni terletak pada objek penelitian. Penelitian
kidung. Dari penelitian Sudarsana, peneliti dapat referensi yang sangat penting
mengenai penerapan teori struktur dan teori semiotika secara mendalam, sehingga
digunakan dalam penelitian ini adalah teori strukturalisme, teori nilai, dan teori
Hyang Jaran. Penelitian ini hanya menakankan pada fungsi dari gending tersebut
penelitan yang sedang peneliti kerjakan lebih menganalis tentang bentuk, nilai,
dan makna. Sedikit perbedaan dalam penelitian Mahadiputra dan penelitian ini
terletak pada objek yang diteliti. Penelitian Mahadiputra meneliti sebuah gending
Sang Hyang Jaran, sedangkan penelitian ini meneliti kidung Sang Hyang Dedari,
tetapi bisa dikatakan sama-sama sebuah musik pengiring dalam Sang Hyang.
mendalam terkait teori nilai yang akan digunakan untuk menganalisi nilai dalam
Analisis Semiotik” membahas struktur dan makna Kidung Tunjung Biru. Teori
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktur dan teori semiotika.
Metoda dan teknik yang digunakan dalam penelitian ini menjadi tiga tahapan,
yaitu (1) tahap pengumpulan data menggunakan membaca dibantu dengan teknik
penerjemahan, (2) tahap analisis data menggunakan metoda analisis deskritif, dan
(3) tahap penyajian data menggunakan metoda informal dan formal. Hasil yang
diperoleh dalam penelitian ini adalah struktur Kidung Tunjung Biru yang terdiri
Kidung Tunjung Biru, terdiri atas: bunga secara simbolis, ungkapan cinta, dan
Penelitian Sumardika terfokus pada Struktur dan makna yang sejalan yang
peneliti kerjakan saat ini, sedangkan dalam penelitian ini menggali tentang
struktur, makna, dan nilai yang terkandung dalam kidung. Dengan sama-sama
meneliti sebuah kidung, peneliti dapat referensi yang sangat penting mengenai
Simardika dalam penelitian ini adalah mengenai struktur dan makna sehingga
peneliti bisa menerapkan teori struktur yang terdapat dalam penelitian Sumardika.
Winangun (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Gending Pangiring
menjadi tiga bagian yang dilantumkan dalam tiga babak pementasan yaitu
sebagai pengiringnya. Fungsi gending pangiring tarian sang hyang Sampat yang
ditinjau dari perspektif budaya yang berkembang di Desa Adat Serangan. Nilai-
nilai yang terkandung dalam gending pengirig tari sang hyang Sampat adalah nilai
2.2 Konsep
berasasal dari karangka teori dan berkonsentrasi pada suatu bagian dari karangka
teori (Arifah, 2018: 66). Konsep merupakan berbagai objek bahasan yang diambil
dari variabel atau judul penelitian dan dijadikan satu kajian. Dalam penelitian ini,
konsep tersebut mengarahkan peneliti pada objek yang dikaji. Dengan demikian
objek tersebut diteliti hingga tuntas, sehingga objek penelitian ini dibahas untuk
dam mudah untuk dimengerti. Adapun konsep yang dibahas dalam penelitian ini
bahasa lisan maupun tulis yang melibatkan penyampaian pesan (penutur atau
struktur pesan dalam suatu komunikasi atau telaah mengenai aneka bentuk dan
menafsirkan suatu teks yakni memahami apa yang sebenarnya yang dimaksudkan
tersusun dan dipahami serta mitif dibalik teks. Melalui analisis wacana dapat
berkaitan dengan studi tentang hubungan antara bahasa dengan konteks dalam
jenis teks tertulis maupun data lisan. Istilah wacana lisan digunakan untuk studi
yang berupa Kidung Sang Hyang Dedari, untuk menganalisis apa yang
sebenarnya ingin disampaikan dalam Kidung Sang Hyang dedari melalui analisis
bentuk, nilai, dan makna yang ada di dalam Kidung Sang Hyang Dedari.
Menurut Wikipedia Kidung merupakan suatu bentuk puisi lama, terutama yang
berkembang sejak era sastra jawa perioda tengahan, yaitu dari masa Majapahit
akhir. Sebagai puisi lama, bentuknya sangat terikat dengan metrum yang ketat,
dalam mengatur pola sajak (rima) dalam suatu bait, jumlah suku kata dalam baris,
dan jumlah baris dalam satu bait. Secara leksikal, kata kidung berasal dari Jawa
Pertengahan dan mempunyai padanan dengan tembang atau sekar, yang bermakna
nyanyian dalam bahasa jawa baru. Dalam tradisi Hindu, kidung digunakan untuk
Kidung sebagai genre sastra adalah salah satu sastra puisi kuno yang kini
berkembang di Bali, dan diusung oleh masyarakat Bali sebagai salah satu
kidung mempunyai dua pengertian, yaitu (1) kidung berati nyanyian dan (2)
kidung berati karya sastra yang menggunakan metrum berbeda dengan metrum
kekawin ataupun metrum macepat. Sastra kidung diartikan sebagai metrum puisi
Pertengahan. Kidung adalah karya sastra peniru bunyi atau laras, yakni nada ding
dung. Berawal dari nada ding dung itulah kemudian terbentuk kata kidung
(Suarka, 2007:128-129).
Sang Hyang Dedari adalah jenis tarian kerawuhan (trance dance) karena pada
waktu menari para Sang Hyang kemasukan Hyang (spire) yang menyebabkan
penari tidak sadar. Dibia (2000) menyatakan tari Sang Hyang adalah tarian
kerawuhan yang sudah tidak asing bagi masyarakat Bali. Tarian ini berfungsi
sebagai penolak wabah penyait. Dalam Sang Hyang Dedari di Desa Adat Talepud
Hyang.
Kidung Sang Hyang Dedari adalah sebuah nyanyian atau puisi yang
Kidung Sang Hyang Dedari menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan
dalam proses pementasan Sang Hyang. Kidung selalu dilantumkan mulai dari
2.3 Teori
Teori adalah seperangkat set konsep yang berhubungan satu dengan yang
lainnya atau suatu set dari proposisi yang mengandung suatu pandangan
sistematsis dari suatu gejala. Teori juga bisa didefinisikan sebagai sarana pokok
untuk menyatakan hubungan sistematis antara gejala sosial maupun gejala alam.
Teori merupakan rangkaian yang logis dari satu proposisi atau lebih. Teori juga
Hyang Dedari di Desa Adat Talepud yakni Teori Struktur, Teori Nilai, dan Teori
Semiotik.
mengembangkan gagasan bahwa sebuah teks sastra adalah sebuah struktur dengan
semua elemen atau unsurnya saling terkait dan saling mempengaruhi. Tidak ada
satupun karya sastra yang dapat ditelaah dan dipelajari secara terisolasi. Dengan
kata lain, para strukturalis memandang teks sastra sebagai satu struktur dan antar
unsurnya merupakan satu kesatuan utuh (terdiri atas unsur-unsur yang saling
terkait, yang membangun satu kesatuan yang lengkap dan bermakna). Setiap
perubahan yang terjadi pada sebuah unsur yang mengakibatkan hubungan antar
unsur berubah pula. Bagi para strukturalis, semua unsur tersebut memainkan
peran dalam menentukan mengenai teks sastra itu dan sesuatu yang dilakukan
dalam karya sastra sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena
unsur yang membangun sastra tersebut dalam membentuk suatu karya yang utuh.
Karya sastra sebagai sebuah struktur adalah organisasi menyeluruh dari cipta
sastra itu yang bahu membahu membangun keseluruhan untuk membangun imaji
yang dapat menimbulkan kesan pada pembaca sastra. Pada dasarnya teori
Rusia, yakni konsep dominan, ciri yang menonjol dalam kasya sastra. menurut
pandangan dan pengalaman kaum Formalis dalam sebuah karya sastra seringkali
dalam aliran atau zaman tertentu aspek bahasa tertentu secara dominan
menentukan ciri khas hasil karya sastra itu, misalnya mantra atau aspek apapun
juga, sehingga dalam analisis dan interpretasi karya sastra aspek dominan itu
harus diletakan, sedangkan aspek-aspek lain sering kali menyangga yang dominan
pengkajian struktur kidung Sang Hyang Dedari, teori yang digunakan dalam
masalah yang pertama yaitu mengenai bentuk kidung Sang Hyang Dedari di Desa
Adat Talepud.
dapat berupa (1) nilai hedorik, yaitu nilai yang dapat memberikan kesenangan
secara langsung kepada kita, (2) nilai ertistik dan estetik yaitu bila suatu karya
melakukan suatu pekerjaan, (3) nilai etis, moral, religius yaitu bila dari suatu
karya terpancar ajaran-ajaran yang ada sangkut pautnya dengan etika, moral, dan
agama, (4) nilai sosial budaya yaitu bila suatu karya mengandung suatu hubungan
yang mendalam dengan suatu masyarakat suatu peradaban, kebudayaan, dan (5)
nilai praktis yaitu apabila karya itu mengandung hal-hal yang praktis dapat
Semiotika adalah ilmu tanda, yaitu metode analisis untuk mengkaji tanda.
Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya mencari jalan di dunia
dimana-mana, kata adalah tanda, demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas,
bendera dan sebagainya. Tanda dalam pengertian ini bukan hanya sekedar harfiah
melainkan lebih luas misalnya struktur karya sastra, struktur film, bangunan,
nyanyian burung, dan segala sesuatu dapat dianggap tanda dalam kehidupan
yang menghasilkan salah satu teori mengenai tanda yang paling komprehensif dan
(Sobur, 2006). Eco menganggap tugas ahli semiotika bagaikan menjelajahi hutan,
dan ingin memusatkan perhatian pada modifikasi sistem tanda. Eco kemudian
mengubah konsep tanda menjadi konsep fungsi tanda. Eco menyimbulkan bahwa
"satu tanda bukanlah entitas semiotik yang dapat ditawar, melainkan suatu tempat
pertemuan bagi unsur-unsur independen yang berasal dari dua sistem berbeda dari
dua tingkat yang berbeda yakni ungkapan dan isi, dan bertemu atas dasar
hubungan pengkodean".
struktur bahasa. Tanpa kode, tanda-tanda suara atau grafis tidak memiliki arti
apapun, dan dalam pengertian yang paling radikal tidak berfungsi secara
linguistik. Kode-s bisa bersifat "denotatif" (bila suatu pernyataan bisa dipahami
secara harfiah), atau "konotatif" (bila tampak kode lain dalam pernyataan yang
sama). Penggunaan istilah ini hampir serupa dengan karya Saussure, namun Eco
dinamis daripada yang ditemukan dalam teori Saussure, di samping itu sangat
memproduksi makna puisi, yaitu: (1) ketidak langsungan ekspresi, (2) pembacaan
heuristik, dan retroaktif atau hermeneutik, (3) matrix atau kata kunci (keyword),
Ketidaklangsungan ekspresi itu disebabkan oleh tiga hal: (1) penggantian arti
menjelaskan bahwa teori ini dibagi menjadi dua bagian (dikotomi) yaitu penanda
dapat dikenal melalui wujud karya arsitektur, sedang pertanda dilihat sebagai
makna yang terungkap melalui konsep, fungsi dan/atau nilai-nlai yang terkandung
Semiotika signifikasi adalah sistem tanda yang mempelajari relasi elemen tanda
sosial diperlukan untuk dapat memaknai tanda tersebut. Menurut Saussure, tanda
terdiri dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda, dan
Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara
makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja
menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Roland
dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya.
(makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari
diusung Saussure.
Teori semiotik yang dipilih dan dijadikan landasan dalam penelitian Kidung
Sang Hyang Dedari adalah teori semiotika dari Ferdinand De Saussure. Teori ini
biasa disebut dengan signifikasi. Dalam hal ini, Kidung Sang Hyang Dedari
disebut sebagai penanda (signifier) dan makna yang terkandung di dalam setiap
bait pada Kidung Sang Hyang Dedari tersebut disebut dengan pertanda
(signified).
BAB III
METODA PENELITIAN
Metode merupakan suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu
Untuk mencapai tujuan yang diharapkan dan ingin dicapai, seseorang peneliti
harus menggunakan metode dan juga teknik yang baik dan tepat untuk memahami
suatu objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Sehingga metode dan
disebut juga sebagai metode artistik, karena proses penelitian lebih bersifat seni,
dan disebut sebagai metode interpretive karena data hasil penelitiannya diperoleh
lama dan mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Metode ini disebut dengan
kualitatif, karena data yang akan diperoleh dari lapangan yang berupa Kidung
Sang Hyang Dedari akan ditelaah, dianalisis dengan interpretasi melalui berbagai
sumber pendukung dan hasilnya akan diurakan dalam bentuk kata-kata atau
nalai-nilai dan makna yang terkandung dalam Kidung Sang Hyang Dedari.
Desa Adat Talepud yang dipilih sebagai lokasi penelitian yang merupakan
transisi desa tua yang terletak di Kabupaten Gianyar banyak sekali memiliki
tradisi-tradisi kearifan lokal yang masih ada sampai saat ini. Desa Adat Talepud
Gianyar, Provinsi Bali. Desa Adat Talepud sebagai salah satu desa yang masih
melaksanakan tradisi Sang Hyang Dedari dalam setiap tahun, pementasan tradisi
Sang Hyang Dedari yang ada disana diiringi dengan nyanyian atau gending yang
menjawab soal-soal penelitian. Data merupakan suatu gambaran dari bahan kajian
yang bersifat sementara karena belum adanya pengolahan. Secara garis besar data
berbagai sumber data yang diperoleh, maka akan dilakukan analisis data. Dengan
adanya analisis data, memerlukan adanya pengelompokan data. Dengan data yang
sudah dikelompokan maka aka nada penentuan jenis data yang akan digunakan.
Dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah jenis data kualitatif, karena
data yang dianalisis merupakan berupa kata-kata dan kalimat yang dideskripsikan.
Sumber data terkait dengan dari siapa, apa, dan dari mana informasi
mengenai fokus penelitian diperoleh. Dengan kata lain, sumber data berkaitan
dengan lokasi dan satuan penelitian. Sumber merupakan asal-usul dari apa, siapa,
dan dari mana data diperoleh, dengan hal tersebut, data secara lokasional dapat
berasal dari konteks, dokumen, dan informan. Data dapat dihasilkan karena
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung di lapangan oleh
peneliti. Data primer didapat dari observasi maupun wawancara. Selain itu data
primer dapat diperoleh melalui analisis data yang berkaitan dengan penelitian
teks. Data primer dalam penelitian ini adalah data berupa Kidung Sang Hyang
Dedari di Desa Adat Talepud yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara
di lapangan.
sekunder ini sebagai data pendukung untuk data primer. Data yang diperoleh
Data sekunder diperoleh melalui kajian pustaka, baik dari buku-buku, majalah,
makalah, tesis, media cetak, media elektronik, foto dan lain sebagainya. Data
sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari kajian pustaka tesis yang
menggunakan objek kajian kidung atau karya sastra, penelitian ini juga
nilai, dan semiotika, serta buku-buku penunjang sebagai refernesi dalam meneliti
Kidung Sang Hyang Dedari di Desa Adat Talepud, seperti buku teori, buku
demikian harus ada alat ukur yang baik digunakan. Alat ukur dalam penelitian
alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.
Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian (Sugiyono, 2018:
148).
instrument atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri. Peneliti kualitatif
secara sengaja dan diyakini lebih mengetahui dan lebih berpengalaman tentang
masalah yang dikaji. Teknik snowball sampling akan bekerja pada saat informan
kunci tersebut mengintruksikan peneliti agar mencari data pembanding dari pihak
lain yang dianggap oleh informan kunci sama-sama mengetahui dan memiliki
kapasitas dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Hal tersebut
sesuai dengan prinsip snowball sampling, yaitu seperti bola salju yang terus
sesuai dengan petunjuk dari informan kunci (Sugiyono, 2005: 53-54). Proses
langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dalam
maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang
ditetapkan. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu: studi pustaka,
Pada umumnya, penelitian perpustakaan secara khusus meneliti tentang teks, baik
lama maupun modern. Metode perpustakaan dalam ilmu sastra disebabkan oleh
hakekat karya, di satu pihak sebagai dunia otonom, di pihak lain sebagai aktifitas
imajinasi (Ratna, 2007: 39). Teknik studi pustaka yakni menggunakan sumber-
sumber kepustakaan yang relevan dengan hal yang diteliti atau dikaji, seperti
jurnal, tesis, disertasi, buku, maupun karya lain yang mampu menunjang proses
penelitian yang sedang dilakukan. Dengan adanya pustaka yang mempuni, maka
penelitian akan jauh lebih ringan, karena peneliti memiliki bahan untuk bahan
penelitian berupa tesis, disertasi, buku, dan jurnal yang terkait dengan Kidung
3.6.2 Observasi
tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dalam observasi, ada dua
hal yang sangat penting, yaitu proses pengamatan dan ingatan. Observasi
memiliki ciri bisa mencakup pengamatan pada semua aspek kehidupan, baik itu
manusia, situasi lingkungan, binatang, dan objek alam yang lainnya (Sugiyono,
2010: 145). Observasi yang dilakukan untuk memperoleh data dalam penelitian
ini adalah dengan cara mencari dan mengkaji teks secara langsung untuk
melakukan pengamatan mengenai bentuk, nilai dan makna dalam Kidung Sang
3.6.3 Wawancara
(Puspa, 2011: 80). Wawancara bertujuan untuk mendapatkan data dari tangan
pertama (data primer), pelengkap teknik pengumpulan data, dan menguji hasil
suatu uraian dasar yang dilakukan merumuskan masalah hingga penelitian hasil
penelitian ini adalah metode Deskriptif Analisis. Peneliti menggunakan metode ini
dominan berbentuk kata-kata (Yusuf, 2014: 407). Miles dan Huberman (Dalam
Yusuf, 2014: 407) menyatakan bahwa analisis data kualitatif, dapat dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut: (1) Reduksi data (data reduction), (2) Data
dalam catatan tertulis lapangan atau written-up field notes. Tahapan reduksi data
dapat dibagi menjadi dua yakni (1) Identifikasi satuan, yaitu memilih,
Pengkodean, yakni memberikan kode pada setiap satuan agar tetap dapat
ditelusuri data atau satuannya berasal dari sumber mana (Yusuf, 2014: 408).
membuat satuan-satuan data yang lebih kecil sesuai dengan masalah yang dikaji.
Kegiatan selanjutnya setelah reduksi data adalah data display. Data display
berarti penyajian data dimana kumpulan informasi yang telah tersusun dan terpola
telah diperoleh ke dalam sejumlah kategori setiap data yang didapat. Penyajian ini
biasanya berbentuk teks naratif. Data display memiliki fungsi sebagai berikut: (1)
(3) Memudahkan mengetahui cakupan data yang telah terkumpul, sehingga data
yang masih dianggap kurang dapat segera dilengkapi dengan cara mengumpulkan
Hasil analisis data disajikan secara deskriptif analisis, yaitu data dan informasi
yang berhasil dikumpulkan melalui sebuah teks atau studi pustaka, wawancara,
sesuai dengan kaidah ilmiah untuk disajikan dalam bentuk tesis. Setelah data dan
yang semula masih kabur dan tentatif diawal, kemudian dipertajam lagi dengan
menjadi lebih kuat dan sahih. Keseluruhan proses tersebut bertujuan untuk
membantu peneliti agar memiliki keyakinan penuh bahwa temuan yang diperoleh
merupakan refleksi yang tepat dari data-data yang didapatkan selama penelitian.
Daftar Pustaka