Anda di halaman 1dari 11

NAMA : HILDA MEYLANI

NIM : 1191020033
JURUSAN : STUDI AGAMA-AGAMA
SEMESTER : 7A
MATKUL : TEKNIK PENULISAN SKRIPSI

NILAI-NILAI SPIRITUALITAS DALAM TRADISI SENI TARAWANGSA


Studi Kasus Penghayat Kepercayaan Budhidaya Cibedug
Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat

A. Latar Belakang Penelitian


Indonesia terdiri akan berbagai ragam budaya, adat istiadat, serta
keberagamannya yang menghiasi sebuah persaudaraan serta persatuan. Budaya
dapat menjadi salah satu ciri khas dari suatu daerah, dan dengan budaya itulah
setiap daerah dapat dengan mudah dikenal. Di provinsi Jawa Barat sendiri,
terdapat kebudayaan besar yakni kebudayaan Sunda. Suku Sunda adalah salah
satu suku yang tersebar di Jawa Barat, dan budaya mereka telah menjadi "ciri
khas" Jawa Barat, kepahlawanan simbol pisau dapur mereka. Suku Sunda juga
merupakan suku yang kaya akan kesenian daerah, sekaligus memiliki rasa
misteri dan kearifan lokal yang sangat kuat, yang menjadikan suku Sunda
sebagai suku yang dihormati di Jawa Barat.1Hasan Mu’arif Ambary
mendefinisikan, bahwa Tradisi adalah unsur budaya perilaku manusia dalam
rentang waktu tertentu. Tradisi adalah hasil dari “kecenderungan” yang muncul di
tengah-tengah masyarakat dan akhirnya menyebar ke kebiasaan, budaya atau
kebiasaan tetangga, lingkungan, dan lain-lain, dan kemudian menjadi model
kehidupan.2 Di Jawa Barat, salah satu budaya Sunda yang masih dipraktikkan oleh
masyarakat Indonesia adalah kesenian Tarawangsa yang terletak di Desa Cibedug.
Kesenian Tarawangsa merupakan kesenian tradisional Jawa Barat yang
masih terjaga kelestariannya. Tarawangsa berasal dari Rancakalong, Kabupaten
Sumedang. Kesenian ini bermula dari model kehidupan bertani masyarakat, dan
memperingati Dewi Sri sebagai ritual keagamaan untuk mengungkapkan rasa
1
Ilham Ahmad Firdaus, “Nilai Spiritual Dalam Musik Tarawangsa,” (Studi Kasus Pada Seni
Tarawangsa Dalam Upacara Ngalaksa Di Rancakalong Sumedang) 2507, no. 1 (2020): 1–9.
2
SyaikhMahmud Syaltut, “Fatwa–Fatwa Penting Syaikh Shaltut,” (Dalam Hal Aqidah Perkara
Ghaib Dan Bid’ah), n.d., hlm,121.

1
terima kasih kepada Sang Pencipta atas panen yang melimpah.Tarawangsa
merupakan bagian penting dari ritual kehidupan masyarakat.3 Tradisi seni
tarawangsa yang berada di Kampung Cibedug ini sebagai sarana budaya dalam
memeriahkan perayaan satu sura yang diadakan satu tahun sekali setiap tanggal
satu sura. Yang menarik dari kegiatan ini adalah masyarakat menari dengan
santai diiringi alunan musik tarawangsa, seolah menikmati nafas kehidupan di
setiap tarikan napas, di setiap ritme. Dengan selembar kain menjadi media
khusus bagi para penari untuk mengiringi irama musik.
Nilai spiritual yang terkandung dalam Seni Tarawangsa bukan hanya dari
sejarahnya akan tetapi dari musik dan seni cara melantunkanya dengan demikian
nada nada yang terlantun dalam tarawangsa ini ialah nada yang melahirkan
spiritual yang dapat membuat orang hanyut dalam kenikmatan sehingga
melahirkan rasa syukur. Pada suatu nilai spiritual musik dalam tarawangsa ini
menyimpan substansi syukur dan berserah diri atas kebesaran sang Maha kuasa,
rasa syukur tersebut ditungkan dalam sebuah upacara yang disebut ngawalan dan
rasa berserah diri dituangkan dalam bentuk tarian serta diiringi musik yg
melegenda sampai sekarang. Musik yang ada pada seni tarawangsa inilah yang
dapat melahirkan rasa berserah diri yang tinggi yang diekspresikan dalam bentuk
tarian. Kondisi ini terjadi karena rasa berserah diri tinggi yang dituangkan dalam
bentuk tarian dengan mengikuti syahdunya aluanan musik yang khas yang
ditunjukan oleh Tarawangsa dalam memancing para penari untuk bergerak.
Perasaan spiritual ini menjadi energi tinggi yang membuat para pendengarnya
untuk menari serta kawih musik yang mengalun tenang yang dapat mendukung
rasa penuh penghayatan sehingga terciptanya ruang spiritual.4
Sebagian dari masyarakat Cibedug masih menganut aliran kepercayaan
yaitu aliran kepercayaan budhidaya atau biasa disebut penghayat kepercayaan
budhidaya. Salah satu perayaan dalam masyarakat penghayat budhidaya di
Cibedug ialah perayaan satu sura, satu soro adalah hari pertama dalam
penanggalan jawa pada bulan suro atau sura. Dalam penanggalan Jawa, dihitung
3
Sari Mulyati and Lili Suparli, “Praktik Ritual Tari Tarawangsa Pada Sajian Bentuk Garap
‘Pohaci’ (TembangTubuhPadi),” no. 212 (2021): 90–103.
4
Hajrat Inayat Khan., “The Mysticism of Sound and Music.,” Yogyakarta: Pustaka Sufi. hlm 14.

2
berdasarkan gabungan penanggalan bulan (Islam), matahari (masehi) dan Hindu.
Dalam perayaan satu suro inilah seni tarawangsa di tampilkan sebagai pengisi
acara untuk memeriahkan perayaan satu sura juga untuk mengalirkan energi
negatif dalam diri.
Dalam penelitian ini mungkin ada beberapa tulisan yang menyerupai, karena
pembahasan mengenai seni tarawangsa sudah banyak dikaji. Namun pada
penelitian yang sudah ada, studi kasus penelitian seni tarawangsa selalu pada
masyarakat daerah Rancakalong, pada upacara adat ngalaksa. Sedangkan peneliti
belum menemukan studi kasus pada masyarakat Penghayat Kepercayaan
Budhidaya dalam peringatan satu suro. Kemudian penulis merujuk kepada salah
satu penelitian yang berkaitan dengan judul peneliti, untuk memberikan gambaran
keaslian tulisan ini, di antaranya: Pertama, pada artikel yang berjudul Musik
Tradisi “Tarawangsa” dalam Upacara Ritual Penghormatan Pada Dewi Sri Di
Desa Rancakalong, Sumedang, yang ditulis oleh Cucup Cahripin. Penelitian ini
pada masyarakat Rancakalong untuk menghormati Dewi Sri (Dewi Padi), dalam
upacara yang dihelat setelah musim panen tiba. Kedua, pada skripsi dengan judul
Nilai Spiritual Dalam Musik Tarawangsa (Studi Kasus pada Seni Tarawangsa
dalam Upacara Ngalaksa di Rancakalong Sumedang), yang ditulis oleh Ilham
Ahmad Firdaus UIN Sunan Gunung Djati Bandung, tahun 2020. Penelitian ini
juga fokus pada masyarakat Rancakalong, Sumedang pada upacara adat ngalaksa.
Hal yang membuat peneliti tertarik dengan penelitian ini, adalah pada
pelantuan musik tarawangsa. Orang-orang menari dengan relaks dibawah
kesadaran manusia pada umumnya. Apakah perasaan spiritual ini menjadi energi
tinggi yang membuat para pendengarnya untuk menari dibawah alam sadar,
sehingga penulis tertarik untuk menjadikan Seni Tarawangsa sebagai topik
bahasan yang akan dikembangkan menjadi sebuah penelitian skripsi dengan judul
Nilai-Nilai Spiritualitas Dalam Tradisi Seni Tarawangsa, dengan Studi Kasus
Penghayat Kepercayaan Budhidaya Cibedug Kecamatan Lembang Kabupaten
Bandung Barat.

B. Rumusan Masalah

3
Fokus utama dalam penelitian ini ialah melakukan penelusuran atau field
research (penelitian lapangan) tentang Nilai-Nilai Spiritualitas Dalam Tradisi
Seni Tarawangsa. Penetapan judul ini karena beberapa alasan. Pertama, peneliti
pertama kali datang ke Cibedug saat melakukan Kuliah Kerja Nyata, disitulah
masyarakat penghayat kepercayaan budhidaya memperkenalkan Seni Tarawangsa
dalam perayaan Satu Sura, dan disitulah peneliti tertarik untuk membahas nilai
spiritualitas yang ada dalam kesenian tarawangsa. Selain itu, Berdasarkan uraian
latar belakang di atas, agar pembahasan lebih mendalam dan terarah, maka penulis
mencantumkan masalah dalam pertanyaan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana itu Seni Tarawangsa?
2. Bagimana nilai-nilai spiritualitas yang terkandung dalam Tradisi Seni
Tarawangsa di Cibedug?
3. Bagaimana persepsi masyarakat Cibedug terhadap Seni Tarawangsa dalam
memeriahkan Upacara Satu Sura?

C. Tujuan Penelitian
Sebagai rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk dapat mengetahui apa itu seni Tarawangsa.
2. Untuk dapat mengetahui nilai-nilai spiritual yang terkandung dalam seni
tradisi Tarawangsa di Cibedug.
3. Untuk mengetahui bagaimana persepsi masyarakat Cibedug terhadap Seni
Tarawangsa dalam memeriahkan Upacara Satu Sura.

D. Manfaat Penelitian
Dengan melihat nilai-nilai spiritual dalam kesenian Tarawangsa, maka
pentingnya menjaga dan melestarikan budaya tradisional dapat disadarkan
kembali. Hasil penelitian ini memberikan pandangan baru bagi seluruh
masyarakat, karena kesenian Tarawangsa sendiri bukan sekedar warisan budaya
bangsa biasa, tetapi juga mengandung makna yang kaya. Juga diadakannya
Penelitian ini bertujuan untuk dapat menambah wawasan ilmu dan mengetahui

4
lebih jauh tentang pemaparan Nilai-Nilai Spiritual dalam Seni Tradisi
Tarawangsa.

E. Kerangka Berpikir
Setiap budaya mengandung pesan yang ditransmisikan, termasuk pesan
spiritual yang sakral. Dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari sejarah. Salah
satunya dalam semua kegiatan spiritual di Desa Cibedug, Limbang. Kegiatan yang
mengandung pesan-pesan spiritual termasuk dalam bagian upacaranya yang
disebut ritual Satu Suro, dan dilakukan setiap tahun pada setiap tanggal satu suro
dalam penanggalan jawa. Pada bagian perayaan upacara, terdapat kesenian
tradisional yang tidak kalah pentingnya dan memiliki nilai sejarah yang tinggi saat
merayakan sebuah suro, yaitu kesenian tarawangsa.
Musik yang ada pada seni tarawangsa dapat melahirkan rasa berserah diri
yang tinggi yang diekspresikan dalam bentuk tarian. Kondisi ini terjadi karena
rasa berserah diri tinggi yang dituangkan dalam bentuk tarian dengan mengikuti
syahdunya aluanan musik yang khas yang ditunjukan oleh Tarawangsa dalam
memancing para penari untuk bergerak. Perasaan spiritual ini menjadi energi
tinggi yang membuat para pendengarnya untuk menari serta kawih musik yang
mengalun tenang yang dapat mendukung rasa penuh penghayatan sehingga
terciptanya ruang spiritual. Dalam situasi seperti itu, musik dapat mengarahkan
orang ke nada lembut dan tenang yang misterius dan berayun. 5 Hal ini secara
tidak langsung menegaskan bahwa, dari beberapa segi, musik Tarawangsa
agaknya terkait dengan keberadaan nilai-nilai spiritual masyarakat umum
sebagai pendengarnya, bahkan membangkitkan ekspresi spiritual dalam bentuk
tarian mistis. Dalam bukunya The Six Ways of Religion, Dale Cannon
memaparkan enam cara beragama yang dapat ditemukan di hampir semua agama
di dunia, termasuk Islam.6 Keenam cara beragama tersebut adalah sebagai berikut:
a. Pertama, cara ritus suci (The Way of Sacred Rite)

5
Ela Yulaeliah, “Musik Pengiring Dalam Upacara Ngalaksa Masyaraka Rancakalong Sumedang,”
Dalam Jurnal Resital 9 (1), n.d.
6
Dale Cannon and Sahiron Djam’annuri, “Enam Cara Beragama,” (Jakarta: Direktorat Perguruan
Tinggi Agama Islam, 2002), n.d., 17.

5
b. Kedua, cara perbuatan benar (The Way of Right Action)
c. Ketiga, cara ketaatan (The Way of Devotion)
d. Keempat, cara mediasi samanik (The Way of Shamanic Meditation)
e. Kelima, cara pencarian mistik (The Way of Mystical Quest)
f. Keenam, cara penelitian akal (The Way of Reasoned Inquiry)
Membuat penelitian ini mengacu pada teori enam cara beragama Dale
Cannon yang kelima yaitu The Way of Mystical Quest, yaitu jalan mistik orang
yang menghayati spiritualitas nya dengan cara meditatif, kontemplatif, hening
dengan rangka menyatukan diri dengan Tuhan. Seperti pada tarian sufi, tarian ini
merupakan bentuk ekspresi cinta, kasih sayang dan kelembutan dari hamba Allah
SWT dan Nabi Muhammad SAW. Sama hal nya pada seni tarawangsa untuk
mengungkap rasa syukur dan berserah diri dengan tarian serta lantunan musik
yang membuat penari bergerak sendirinya.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan antropologi untuk
memahami makna, nilai dan dasar dari aktivitas tersebut. sejarah, dan sistem
kepercayaan yang melandasi pola kehidupan manusia. Dengan menggunakan
pendekatan antropologi dan teori jalan mistik yang dikembangkan oleh Dale
Cannon, peneliti berusaha menganalisis data terkait nilai spiritualitas dalam seni
tarawangsa yang dilakukan oleh penghayat kepercayaan budhidaya di desa
Cibedug dalam perayaan satu suro.

F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
antropologi terhadap kajian agama, yang memperlakukan agama sebagai
fenomena budaya dengan berbagai ekspresinya, terutama yang berkaitan dengan
adat istiadat, ibadah dan kepercayaan dalam hubungan sosial. Ada juga acuan
pendekatan antropologi dalam studi agama pada umumnya, dan studi agama
sebagai ekspresi kebutuhan makhluk budaya, dan ada banyak hal yang terlibat..7
Pendekatan antropologi membuat fokus penelitian mengarah pada tradisi dan
7
Feryani Umi Rosidah, “Pendekatan Antropologi Dalam Studi_Agama,” Religio: Jurnal Studi
Agama-Agama 1, no. 1 (2011): 23–32.

6
budaya sehingga hasil penelitian sangat bergantung pada kebudayaan objek yang
diteliti. Analisis data yang dipakai merujuk pada model analisis Spradley dengan
analisis data kualitatif secara interaktif yang kemudian dilakukan penarikan
kesimpulan.8
Kemudian penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yang secara
umum dicirikan dengan tahapan penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa pernyataan tertulis dan lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat
diamati.9 Moleong secara kualitatif menggambarkan 11 karakteristik umum
penelitian, antara lain: pemanfaatan lingkungan alam, menjadikan manusia
sebagai alat utama, pemanfaatan metode kualitatif untuk mengumpulkan dan
menganalisis data, mengembangkan teori dari dasar (grounded theory),
menganalisis data secara deskriptif, lebih fokus pada proses daripada hasil,
membatasi pertanyaan penelitian berdasarkan fokus, menggunakan kriteria
terpisah untuk validasi data, menggunakan desain tentatif, dan bersama-sama
mendiskusikan dan menyepakati hasil penelitian sebagai sumber data dalam upaya
validasi.10 Dalam penelitian ini, peneliti membuat gambaran yang kompleks,
mengkaji kata-kata, melaporkan secara detail dari sudut pandang responden, dan
melakukan studi dalam latar yang alami.11 Peneliti juga berusaha menggambarkan
suatu gejala, peristiwa, atau kejadian yang sedang terjadi pada saat itu.12
2. Jenis Penelitian dan Sumber Data
Lexy J. Moleong mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian
yang bertujuan untuk memahami fenomena yang dialami orang. Topik penelitian
seperti: perilaku, kognisi, motivasi, tindakan, dll. Penelitian kualitatif menurut
Masykuri Bahri dicirikan oleh sifatnya yang terbuka, tidak sistematis dan
fleksibel. Keterbukaan berarti bahwa bidang yang diobservasi bebas memilih

8
Koes Winarno, “Memahami Etnografi Ala Spradley,” Smart 1, no. 2 (2015): 257–65.
9
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya. Mosal, 2013).
10
Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, h.32.
11
Laode Monto Bauto, “Perspektif Agama Dan Kebudayaan Dalam Kehidupan Masyarakat
Indonesia,” Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial 23, no. 2 (2014): 11–25.
12
Tjutju Soendari, “Metode Penelitian Pendidikan Deskriptif,” Metode Penelitian Deskriptif,
2012, hal 1-26.

7
fokus penelitian. Fleksibel, artinya selama proses penelitian, peneliti dapat
merevisi atau rancang formatnya, sesuai kebutuhan.
Sebuah tulisan yang baik dapat diperoleh dari data yang valid dan reliabel,
serta data yang relevan dengan keadaan. Untuk keperluan penelitian ini, data
diperoleh dari dua sumber, yaitu sumber primer dan sekunder. Adapun sumber
data utama, sumber data utama dalam penelitian ini diperoleh dari hasil
wawancara yang dilakukan kepada warga yang mengikuti langsung Tarawangsa
di Cibedug. Sedangkan dalam sumber data sekunder, Penelitian ini diperoleh
melalui informasi yang disajikan dalam jurnal, skripsi, artikel dan tulisan lain
yang mengandung informasi yang berkaitan dengan pokok bahasan penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data adalah sebagai berikut:
a) Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan informasi tentang objek atau
peristiwa yang terlihat atau dapat dideteksi dengan panca indera. Dalam beberapa
kasus, informasi yang diperoleh melalui observasi lebih akurat dan kredibel
daripada informasi yang diperoleh melalui wawancara.13 Di sini penulis langsung
mencari jawaban, pengertian, dan bukti yang meliputi (perilaku, peristiwa,
keadaan, dan simbol-simbol) untuk beberapa waktu.
b) Wawancara
Teknik wawancara adalah suatu cara yang sistematis untuk memperoleh
informasi tentang hal-hal atau kejadian-kejadian yang lampau, sekarang, dan yang
akan datang dalam bentuk presentasi lisan. Dalam penelitian ini wawancara
dilakukan secara terbuka yaitu langsung ke rumah informan yang memberikan
keterangan dan informasi terkait dengan pertanyaan yang akan diteliti.
Berkomunikasi dalam format tanya jawab.
c) Dokumentasi

13
Ida Bagus GDE Pujaastawa, “Teknik Wawancara Dan Observasi Untuk Pengumpulan Bahan
Informasi,” Universitas Udayana, 2016, 4.

8
Terakhir dengan dokumentasi, sebagai pelengkap dari observasi dan
wawancara. Dokumentasi yang dimaksud berupa gambar hasil dari penelitian
mengenai Tradisi Seni Tarawangsa di Cibedug.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model
analisis data Miles dan Huberman, bahwa kegiatan analisis data kualitatif bersifat
interaktif dan berlanjut hingga selesai, sehingga menjenuhkan data. Kegiatan
dalam analisis data adalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan
atau validasi (inferensi/validasi).14
a) Reduksi Data
Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang mengasah,
mengkategorikan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu, dan
mengorganisasikannya sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan akhir.15
Banyak sekali data yang didapat selama penelitian. Data tersebut kompleks dan
juga rumit, sehingga diperlukan reduksi data. Reduksi data berfungsi untuk
mengklasifikasikan, dan mengorganisasikan data yang diperoleh, Sehingga
mengarahkan fokus penelitian pada hal-hal yang penting. Langkah awal reduksi
data yang peneliti lakukan adalah dengan memperhatikan, mempertimbangkan,
kondisi dilapangan.
b) Pengujian Data
Setelah data direduksi, peneliti mencoba menemukan pola hubungan yang
memiliki makna dan memungkinkan untuk menarik kesimpulan penelitian. Selain
itu, penyajian data dalam penelitian ini juga bertujuan untuk mencari makna dari
data yang diperoleh untuk kemudian disusun secara sistematis. Dalam penelitian
ini disajikan penyajian data yang peneliti gunakan untuk menganalisis spiritualitas
yang terdapat dalam seni tradisi tarawangsa di Cibedug.
c) Penarik Kesimpulan atau Verifikasi
Langkah terakhir dalam analisis data menurut Miles dan Huberman adalah
menarik kesimpulan atau verifikasi. Kesimpulan ditarik dari analisis yang
14
Sugiyono, “In Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif,” Bandung: Alfabeta., no. 18 (2020).
15
Huberman and Miles, “Teknik Pengumpulan Dan Analisis Data Kualitatif,” Jurnal Studi
Komunikasi Dan Media 02, no. 1998 (1992).

9
dilakukan dengan baik selama pengumpulan data maupun setelah pengumpulan
data. Dengan demikian, pola-pola yang ditemukan ditemukan dari data yang
diperoleh. Kesimpulan tersebut didasarkan pada hasil observasi yang kemudian
dihubungkan dengan persepsi sumber data primer dalam kaitannya dengan nilai-
nilai spiritualitas dalam tradisi seni tarawangsa di Cibedug.

G. Hasil Penelitian Terdahulu


Selain penelitian dengan terjun langsung ke lapangan, diperlukan adanya
penelitian untuk mendukung hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan
penelitian ini. Penelitian dengan tema Agama dan Kearifan Lokal telah dilakukan
oleh beberapa peneliti sebelumnya, maka itu peneliti mengkaji dengan merujuk
kepada karya ilmiah sebagai sumber yang relevan, seperti di bawah ini :
1) Skripsi dengan judul Nilai Spiritual Dalam Musiktarawangsa (Studi Kasus
pada Seni Tarawangsa dalam Upacara Ngalaksa di Rancakalong Sumedang),
yang ditulis oleh Ilham Ahmad Firdaus UIN Sunan Gunung Djati Bandung, tahun
2020. Berisi tentang Musik tarawangsa yang mempunyai nilai spiritual yakni rasa
bersyukur dan berserah diri, nilai tersebut lahir berdasarkan perspektif sejarah
yang menggambarkan perjuangan masyarakat untuk mendapatkan bibit padi, di di
masa kerajaan Mataram. Namun, tidak hanya berdasarkan sejarahnya, secara
analisa dalam disiplin ilmu musik, musik Tarawangsa memiliki tempo musik yang
lambat, harmonisasi sederhana, irama yang minimalis dan modusnya berlaraskan
pelog. Dengan begitu musik yang berkarakter seperti ini dapat menunjang
aktivitas spiritualitas pada setiap manusia. Nilai spiritual musik ini pun
mempunyai elemen yang magis yang menciptakan dan mendukung terbentuknya
ruang spiritual sebagai tempat bersemayamnya rasa bersyukur dan berserah diri.16
2) Artikel yang berjudul Musik Tradisi “Tarawangsa” dalam Upacara Ritual
Penghormatan Pada Dewi Sri Di Desa Rancakalong, Sumedang, yang ditulis oleh
Cucup Cahripin. Berisi tentang kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang
di masyarakat Desa Rancakalong. Upacara adat yang diselenggarakan untuk
menghormati Dewi Sri (Dewi Padi), upacara ini lazimnya dihelat setelah musim

16
Firdaus, “NILAI SPIRITUAL DALAM MUSIK TARAWANGSA.”

10
panen tiba. Dalam kegiatan inilah, biasanya dimeriahkan dengan bentuk kesenian
seperti Tarawangsa, Hal ini dilakukan sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Dewi Sri.17

H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan penulisan laporan penelitian, laporan penelitian ini
disusun secara sistematis dan terbagi dalam lima bab yang diuraikan sebagai
berikut:
1) Bab pertama, bab ini berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka kerja,
metode penelitian, penelitian terdahulu, dan metodologi penulisan. Topik
utama bab ini adalah gambaran umum dari penelitian yang akan dilakukan.
2) Bab kedua, bab ini akan memuat pembahasan akan difokuskan pada
landasan teori yang meliputi wacana teoritis yang menjadi dasar penelitian,
antara lain tentang apa itu tradisi seni tarawangsa, kemudian apa saja nilai-
nilai spiritualitas yang ada di dalamnya.
3) Bab ketiga, berisi tentang penyajian data mengenai nilai-nilai spiritualitas,
persepsi masyarakat terhadap seni tarawangsa.
4) Bab keempat, bab ini berisi tentang hasil analisis penelitian terhadap nilai-
nilai spiritualitas yang ada di dalam Seni Tarawangsa.
5) Bab kelima, bab ini berisi kesimpulan dari bab-bab sebelumnya yang
dirumuskan dan diuraikan oleh penulis, kemudian akan disajikan secara
singkat dan jelas.

17
Cucup Cahripin, “Musik Tradisi ‘TARAWANGSA,’” Dalam Upacara Ritual Penghormatan
Pada Dewi Sri DiDesa Rancakalong, Sumedang Vol 8 (2008).

11

Anda mungkin juga menyukai