Disusun Oleh:
210802500008
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan
rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Tari Kipas
Pakarena ini dengan baik.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………….ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………1
A. LATAR BELAKANG………………………………………………….1
B. RUMUSAN MASALAH……………………………………………….2
C. TUJUAN PENELITIAN……………………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………….3
A. KESIMPULAN…………………………………………………………7
B. SARAN DAN REKOMENDASI………………………………………...7
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………8
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seni tari merupakan budaya yang dapat di lestarikan, karena memiliki peran
penting bagi masyarakat. Indonesia salah satu bangsa yang memiliki
keanekaragaman budaya, yang membuat bangsa Indonesia semakin maju dan
berkembang dari segi kesenian dapat membuat bangsa Indonesia semakin di kenal
dengan beragam budayanya.
1
Seiring perkembangan pemikiran manusia dan kehidupan manusia serta
berubahnya selerah masyarakat dalam berkesenian, maka muncul jenis-jenis tari
yang tidak hanya untuk tujuan upacara keagamaan saja, tetapi muncul tari-tarian
yang berfungsi hiburan maupun ungkapan keindahan. Selain itu muncul juga
karya-karya tari kreasi yang semakin memperkaya bangsa Indonesia.
Tari kreasi adalah jenis tari koreografinya merupakan perkembangan dari tari
tradisional atau pegembangan dari pola-pola tari yang sudah ada. Salah satu
kebudayaan seni tari yang masih berkembang yaitu Tari Kipas Pakarena yang
berasal dari Kabupaten Gowa.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan bentuk penyajian tari
Kipas Pakarena yang berasal dari Kabupaten Gowa.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Nama pakarena berasal dari kata “karena” yang berarti bermain. Dahulu
tarian ini juga disebut sebagai tari Sere Jaga. Tari sere jaga merupakan sarana
ritual warga sebelum atau sesudah menanam padi. Ketika itu properti yang
digunakan adalah seikat padi sebagai perumpamaan dewi padi. Sere jaga
dipentaskan dalam berbagai upacara adat, seperti ammatamata jene, ammata-
mata benteng, dan lainnya. Kemudian seiring perkembangannya, terjadi
beberapa perubahan dalam penyajian dan atribut yang digunakan, misalnya
seikat padi diganti menjadi kipas.
Tari kipas pakarena juga berkaitan dengan watak wanita Makassar dengan
ciri utama kipas dan selendang, gerakan tangan lambat, langkah tenang dan
iringan musik yang khas. Tari ini menjadi dimensi ritual dan terus dilestarikan
oleh masyarakat Gowa dan sekitarnya. Bahkan tarian pakarena sempat
menjadi kesenian istana pada masa Sultan Hasanuddin menjadi Raja Gowa ke-
16 melalui sentuhan ibunya, Li’motakontu. Tarian ini melalui dimensi waktu
dan diwariskan secara turun temurun oleh anrongguru atau pemimpin kesenian
istana. Dalam pewarisannya terdapat apsang surut, terutama ketika ada
gerakan pemurnian Islam oleh Kahar Muzakkar. Pada saat itu, pakarena
3
dianggap sebagai kesenian yang bertentangan dengan ajaran Islam. Akan
tetapi peristiwa tersebut tidak menyurutkan minat masyarakat untuk terus
melestarikan tarian ini dan menjadikannya sebagai bagian dari hidup mereka.
Tari ini masih ada hingga sekarang tidak lepas dari perubahan fungsinya. Jika
awalnya tari kipas pakarena adalah tarian sakran, kini juga dihadirkan dengan
fungsi lebih profan, yakni sebagai hiburan. Polemik yang terjadi tersebut
menjadikan tari pakarena terbagi menjadi dua, yaitu seniman pro wisata dan
seniman tradisi yang kukuh menjaga tarian ini sebagai jenis tari sakral.
Sama seperti tarian daerah pada umumnya, Tari Kipas Pakarena juga
memiliki maksud tertentu. Pementasan tarian ini memiliki beberapa kegunaan
dan tujuan sebagai berikut:
Tari Ritual – Menurut sejarahnya, tarian ini berkaitan dengan cerita bumi
dan langit atau khayangan. Tari pakarena digelar sebagai tarian ritual
dengan tujuan mengucapkan terimakasih terhadap bumi dan langit.
Tari Pengiring Raja – Tarian ini juga menjadi tari pengiring Raja Gowa
hingga saat ini.
Sarana Dakwah – Melalui gerakan-gerakannya, tari ini mengajarkan
tentang kehidupan bahwa manusia harus sabar dan tidak mudah putus asa.
Wujud Syukur – Mulanya tarian ini diselenggarakan sebagai ungkapan
syukur karena pertanian berjalan dengan baik dan panen melimpah.
Sarana Hiburan – Tari kipas pakarena juga dipentaskan sebagai sarana
hiburan warga serta wisatawan yang datang ke Gowa.
4
B. RAGAM GERAK TARI KIPAS PAKARENA
5
depan pusar kaki kanan menutup kembali, gerakan ini diulangi 3x dengan
berputar sampai menghadap arah depan kembali.
7. So’naya (yang bermimpi) Kedua tangan diayunkan kedepan dengan
memegang kipas dan selendang sambil berjalan mundur dan berputar
sesuai dengan 4 arah mata angin.
8. Lambbasari (hati timur) Selendang diletakkan kembali dibahu, kipas
kembali digenggam ditangan kanan, tangan kiri menghampiri tangan
kanan, kemudian tangan kiri diayunkan kearab samping telinga kiri lalu di
ukel. Tangan kanan diletakkan di depan pusar, tangan kiri memegang rok
berjalan keluar dengan melangkah kaki kanan berbelok ke kanan,
melangkah kaki kiri berbelok ke arah kiri dan seterusnya.
Dalam menarikan tarian ini, para penari akan diiring dengan alunan musik
tradisional yang disebut grondong rinci. Grondong rinci terdiri dari
beberapa alat musik, seperti gandrang atau biasa disebut gendang dan puik-
puik atau biasa disebut seruling. Jumlah pemain musiknya sekitar 4 sampai 7
orang. Alat musik tersebut dimainkan secara harmonis sehingga menghasilkan
suara yang merdu. Meski tari kipas pakarena memiliki gerakan lembut, namun
musiknya bertempo cepat. Akan tetapi gerakan penari tetap teratur dan hal ini
menjadi keunikan dari tarian ini. Tari Kipas Pakarena menggunakan lagu khas
daerah Makassar yang berjudul Dongang – Dongang.
6
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tari kipas pakarena memiliki tujuan sebagai Tari ritual, Tari pengiring
raja, Sarana Dakwah, Wujud syukur, dan sebagai sarana Hiburan.
7
DAFTAR PUSTAKA
http://siat.ung.ac.id/files/wisuda/2016-1-2-88209-341412014-
bab1-28122016111609.pdf
https://rimbakita.com/tari-kipas-pakarena/
https://www.scribd.com/doc/260283245/RAGAM-TARI-
PAKARENA-docx