Anda di halaman 1dari 24

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat waktu. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita, yakni Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan
syafa'atnya di akhirat nanti.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Bapak Drs. Akhmad Qomarudin selaku Guru Mata Pelajaran Seni Budaya SMA
Negeri 2 Kota Mojokerto atas kesempatan, bimbingan, dan dukungan yang telah
diberikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih belum
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran ditujukan
untuk perbaikan agar menjadikan makalah ini menjadi lebih sempurna. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya di masa
yang akan datang.

Mojokerto, 05 Februari 2024

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................ ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah...................................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah............................................................................................ 2
1.4 Tujuan Penyusunan....................................................................................... 3
1.5 Manfaat Penyusunan..................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... 4
2.1 Sejarah Tari Gandrung.................................................................................. 4
2.2 Makna yang Terdapat Pada Tari Gandrung.................................................. 6
2.3 Pandangan Mengenai Tari Gandrung dari Berbagai Aspek.......................... 17
2.4 Upaya Pelestarian Tari Gandrung................................................................. 20
BAB III PENUTUP............................................................................................ 21
3.1 Kesimpulan................................................................................................... 21
3.2 Saran.............................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebudayaan tercipta apabila terdapat beberapa unsur pembentuknya
yakni manusia dalam kelompok dan lingkungannya. Diberbagai belahan
dunia kita dapat menemukan sebuah kebudayaan, tidak terkecuali Indonesia.
Indonesia merupakan negeri yang kaya akan sebuah keberagaman. Negeri ini
memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah, serta ratusan lebih
kebudayaan. Tidak mengherankan jika Indonesia terkenal diseluruh belahan
dunia karena keunikan yang dimiliki oleh tiap-tiap daerahnya. Salah satu
kebudayaan Indonesia yang mendunia ialah Tari Gandrung.
Tari Gandrung salah satu kebudayaan Indonesia yang telah ditetapkan
oleh UNESCO (United Nations of Educational, Scientific, and Cultural
Organization) menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) pada tahun
2013. Tarian ini berasal dari daerah Banyuwangi, Jawa Timur, yang
memegang peranan penting dalam pelestarian dan pengembangan budaya
Jawa. Tari Gandrung, sebagai manifestasi seni pertunjukan tradisional,
menjadi cermin dari kehidupan dan filosofi masyarakat Jawa.
Tarian ini tidak hanya memikat dengan keindahan geraknya, tetapi
juga memiliki lapisan makna simbolis yang menggambarkan keseimbangan
antara spiritualitas, kehidupan sehari-hari, dan nilai-nilai luhur masyarakat
Jawa. Namun, dalam era globalisasi ini, tantangan terhadap pelestarian
budaya semakin nyata. Oleh karena itu, eksplorasi makna pada Tari
Gandrung juga menjadi relevan dalam menghadapi dinamika sosial dan
perubahan zaman.
Pemahaman mendalam terhadap makna tarian ini memberikan
pandangan yang lebih komprehensif terhadap cara masyarakat Jawa
mempertahankan identitas, melestarikan, dan menghidupkan kembali nilai-
nilai budaya yang mungkin terabaikan atau terpinggirkan.
Dengan memahami makna yang terdapat pada Tari Gandrung dalam
konteks budaya Jawa, diharapkan kita dapat lebih menghargai dan

1
mendukung upaya pelestarian warisan budaya ini. Eksplorasi ini menjadi
jendela untuk memahami esensi kehidupan masyarakat Jawa dan bagaimana
seni pertunjukan tradisional menjadi wadah utama dalam mengabadikan nilai-
nilai yang bersifat universal namun tetap mengakar dalam kekayaan budaya
Jawa.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat di Identifikasi
beberapa masalah :
1. Ingin menelusuri lebih dalam apakah gesture (bahasa tubuh) yang
terdapat pada Tari Gandrung sudah sesuai dengan sejarah di
Banyuwangi.
2. Ingin menelusuri lebih dalam apakah terdapat nilai dan simbol pada Tari
Gandrung.
3. Ingin menelusuri lebih dalam apakah makna yang terdapat pada Tari
Gandrung dalam budaya Jawa.
4. Mencari lebih dalam pandangan mengenai Tari Gandrung dari berbagai
aspek.
5. Ingin menelusuri bagaimana upaya melestarikan Tari Gandrung.

1.3 Batasan Masalah


Dalam hal ini penulis membatasi permasalahan karna banyaknya
kajian yang dapat dilakukan sehubungan dengan Tari Gandrung dari
Banyuwangi. Oleh karena itu yang menjadi batasan masalah pada penelitian
ini adalah, pertama Apakah gesture (bahasa tubuh) yang terdapat pada Tari
Gandrung sudah sesuai dengan sejarah di Banyuwangi, kedua Apa saja
makna yang terdapat pada Tari Gandrung, ketiga Bagaimana pandangan
mengenai Tari Gandrung dari berbagai aspek, keempat Bagaimana upaya
melestarikan Tari Gandrung.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut.
1. Bagaimana sejarah Tari Gandrung Banyuwangi Jawa Timur?

2
2. Apa saja makna yang terdapat pada Tari Gandrung Banyuwangi Jawa
Timur?
3. Bagaimana pandangan mengenai Tari Gandrung dari berbagai aspek?
4. Bagaimana upaya melestarikan Tari Gandrung?

1.4 Tujuan Penyusunan


Dari permasalahan yang dirumuskan di atas, maka tujuan dari
penyusunan makalah ini sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan sejarah Tari Gandrung Banyuwangi Jawa Timur.
2. Mendeskripsikan makna yang terdapat pada Tari Gandrung Banyuwangi
Jawa Timur.
3. Mendeskripsikan pandangan mengenai Tari Gandrung dari berbagai
aspek.
4. Mendeskripsikan upaya pelestarian Tari Gandrung.

1.5 Manfaat Penyusunan


1. Bagi Penyusun
Dengan adanya penyusunan makalah ini diharapkan mampu menambah
wawasan tentang Tari Gandrung Banyuwangi Jawa Timur.
2. Bagi Masyarakat
Sebagai bahan informasi untuk mengenal lebih dalam Tari Gandrung
Banyuwangi Jawa Timur.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Tari Gandrung


Pada suatu penyelenggaraan upacara di istana Majapahit, sering
dipentaskan suatu bentuk tarian istana yang dikenal dengan istilah “juru I
angin”, yaitu seorang wanita yang menari sambil menyanyi dengan sangat
menarik. Penari tersebut diikuti oleh seorang “buyut”, yaitu seorang pria tua
yang berfungsi sebagai panakawan penari juru I angin tersebut.
Bentuk tarian inilah yang mungkin sebagai asal dari perkembangan
kesenian gandrung. Hal ini dapat dibuktikan bahwa penari Gandrung selalu
diikuti oleh seorang pemain kluncing yang selalu melawak dengan bentuk-
bentuk lawakan yang berhubungan dengan tarian Gandrung yang sedang
dimainkan.
Dalam suatu masa perkembangan kesenian Gandrung di daerah
Blambangan berkembang suatu bentuk kesenian Gandrung yang penarinya
terdiri dari anak laki-laki yang berumur antara 7 sampai 16 tahun.
Menurut catatan sejarah, gandrung pertama kalinya ditarikan oleh para
lelaki yang didandani seperti perempuan. Pementasan kesenian Gandrung
laki-laki pada masa itu dilakukan dengan jalan keliling desa-desa, kemudian
penari tersebut mendapatkan imbalan inatura berupa beras dan sebagainya.
Sedangkan gamelan pengiringnya terutama menggunakan kendang dan
terbang. Hal itu mirip dengan yang terdapat di Aceh, Jawa Tengah, Madura
dan bali dengan nama yang berbeda-beda untuk menyebutkan suatu jenis
peralatan musik yang sama.
Namun demikian, gandrung laki-laki ini lambat laun lenyap dari
Banyuwangi sekitar tahun 1890an, yang diduga karena ajaran Islam melarang
segala bentuk transvestisme atau berdandan seperti perempuan.

4
Gambar 2.1 Tari Gandrung Laki-Laki
Sumber : www.dictio.id

Namun, Tari gandrung laki-laki baru benar-benar lenyap pada tahun


1914, setelah kematian penari terakhirnya, yakni Marson.
Gandrung wanita pertama yang dikenal dalam sejarah adalah gandrung Semi,
seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh tahun pada tahun
1895. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi menderita penyakit
yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan hingga ke dukun, namun
Semi tak juga kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi (Mak Midhah) bernazar
seperti "Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang, kadhung sing yo sing"
(Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang, kalau tidak ya tidak jadi).
Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan seblang (penari) sekaligus
memulai babak baru dengan ditarikannya gandrung oleh wanita.
Tradisi gandrung yang dilakukan Semi ini kemudian diikuti oleh adik-
adik perempuannya dengan menggunakan nama depan Gandrung sebagai
nama panggungnya. Kesenian ini kemudian terus berkembang di seantero
Banyuwangi dan menjadi ikon khas setempat. Pada mulanya gandrung hanya
boleh ditarikan oleh para keturunan penari gandrung sebelumnya, namun
sejak tahun 1970-an mulai banyak gadis-gadis muda yang bukan keturunan
gandrung yang mempelajari tarian ini dan menjadikannya sebagai sumber

5
mata pencaharian di samping mempertahankan eksistensinya yang makin
terdesak sejak akhir abad ke-20.

Gambar 2.2 Tari Gandrung Perempuan


Sumber : Wikipedia

2.2 Makna yang Terdapat Pada Tari Gandrung


Makna yang Terdapat Pada Tari Gandrung terbagi dalam beberapa
hal, yakni sebagai berikut.
1. Makna Gerakan Pada Tari Gandrung
Mulai tahun 2003 tari gandrung ditetapkan sebagai tari selamat
datang di Banyuwangi. Sedangkan kedudukan penari gandrung berfungsi
sebagai media bagi tuan rumah untuk menjamu tamunya. Secara umum
tari gandrung terbagi dalam empat gerakan, yaitu jejer, ngrepen atau
repenan, maju, dan seblang subuh.
a. Jejer Gandrung
Jejer gandrung merupakan tari pembuka yang menandakan bahwa
pertunjukan tari gandrung akan segera dimulai.

b. Ngrepen atau Repenan


Setelah selesai membawakan tari jejer gandrung, penari gandrung
akan diantar oleh seorang "pramugari" atau "gedhog". Selanjutnya,
penari gandrung turun dari pentas dan mendatangi tamu dengan
gerakan yang menggoda, dan menjadi esensi tarian ini yaitu
menggambarkan hawa nafsu yang ditujukkan oleh gedhog. Hal ini

6
untuk ngrepen atau repenan yang merupakan salah satu sesi dimana
penari gandrung akan duduk bersama tamu untuk membawakan
gendhing atas permintaannya, sebelum tamu tersebut ikut menari
diatas pentas. Biasanya setelah berakhirnya gendhing yang dibawakan
tamu meletakkan sejumlah uang diatas talam sebagai penghargaan
atau imbalan atas permintaan gendhing tadi.

c. Maju Gandrung
Dalam hal ini, penari tari gandrung akan diatur oleh "pramugari" atau
"gedhog" yang akan membagi giliran tamu menari bersama penari
gandrung. Biasanya didasarkan atas kedudukan individu tamu tersebut
didalam masyarakat. Sebagai contoh bagi individu yang mempunyai
kedudukan sebagai pejabat atau penguasa tertinggi dilingkunganya
mendapat giliran yang pertama, diantara tamu yang lain. Dan
selanjutnya menurut urutan yang lebih rendah. Kalau sudah tidak ada
lagi urutan menurut kedudukan itu maka sebagai bahan pertimbangan
dipergunakanlah urutan kedatangan tamu tersebut dalam pesta itu.
Bagi yang lebih dahulu memasuki tempat peralatan itu. Dialah yang
berhak menerima giliran lebih dahulu pula.

d. Seblang Subuh
Saat menjelang subuh, pagelaran akan di tutup dengan ditampilkan
bentuk tarian seblang-seblangan. Secara garis besar gerak yang
dipertontonkan mirip gerak seorang wanita dari lingkungan
masyarakat petani. Sebagian dari ragam geraknya bertemakan
pemujaan terhadap Dewi Sri yaitu Dewi kemakmuran bagi masyarakat
agraris yang kedudukanya sama dengan Dewi Ceres bagi masyarakat
Yunani. Tari seblang tersebut diselenggarakan pada waktu menjelang
pagi, sebab pada waktu itu biasanya para wanita termasuk gadis-gadis
petani dilingkungan orang yang punya hajad sudah bangun, sehingga
mereka dapat menyaksikan tari seblang-seblangan tersebut.

7
2. Makna Tata Busana Pada Tari Gandrung
a. Pada Bagian Kepala

Gambar 2.3 Omprog


Sumber : www.dictio.id

Omprog yaitu hiasan kepala yang seperti mahkota dan terbuat


dari kulit lembu dengan berbagai ragam pahatan, serta diberi rumbai
pada bagian belakang sebelah bawah yang dihiasi dengan warna
kuning emas. Pada bagian atas dihiasi cundhuk mentul atau kembang
goyang yaitu bentuk untaian bunga yang terbuat dari kulit atau logam
dan dilekatkan dengan per besi dengan warna silver sehingga saat
gandrung menari dapat bergoyang. Kembang goyang berjumlah 3
yang menunjukkan hubungan tiga arah. Hubungan antara manusia
dengan tuhan, hubungan antara manusia dengan manusia dan
hubungan antara manusia dengan alam. Namun saat ini jumlah Keter
bisa lebih dari itu karena adanya variasi.
Pada bagian omprog terdapat juga ornamen tokoh antasena,
putra bima yang berkepala manusia raksasa namun berbadan ular yang
menutupi seluruh rambut penari gandrung. Bentuk wayangan dengan

8
pewarnaan merah tersebut melambangan ksatria pemberani,
sedangkan ular tersebut adalah Antaboga yang berarti keabadian dan
kesetiaan. Hal itu merupakan penggambaran dari warga Blambangan
yang senatiasa menjunjung tinggi nilai perjuangan yang ksatria nan
pemberani.
Selanjutnya pada mahkota terdapat juga ornamen berbentuk
oval berwarna perak yang mempunyai fungsi membuat wajah penari
gandrung seakan-akan bulat telur.
Dilanjutkan, bagian depan omprog terdapat Bathukan dan
Pilisan. Bagian depan omprog tersebut menggambarkan jika kita harus
mendahulukan pemikiran yang jernih. Sedang di bagian belakang
omprog punya pentuk Nanasan. Bentuk dari Nanasan sendiri
disimbolkan bentuk gunungan dalam wayang yang berati kehidupan.
Selain Nanasan, bagian belakang memiliki ombyog atau ronce yang
terbuat dari untaian manik-manik di bagian belakang bawah Omprog.
Apabila sedang menari ombyog nampak meliuk bak ombak laut,
seakan menyampaikan pesan bila hidup akan selalu berombak naik
turun dan tak akan pernah tenang.
Dilengkapi dengan berbagai warna seperti merah, putih, hitam, hijau
dan kuning emas, Omprog juga memancarkan konsep 'Sedulur Papat
Limo Pancer’ yang merupakan perwujudan dari perjalanan manusia di
dunia ini, mencakup baik dan buruknya.

b. Pada Bagian Tubuh

Gambar 2.4 Otok atau Kemben


Sumber : www.dictio.id

9
1) Otok atau kemben yang terbuat dari kain beludru warna hitam
yang biasanya dibagian belakang otok terdapat tulisan nama
penarinya yang bertujuan untuk lebih memudahkan kepemilikan
otok atau kemben, serta terdapat hiasan monte-monte kuning
emas. Otok atau kemben berfungsi untuk menutup bagian dada.

Gambar 2.5 Kelat Bahu


Sumber : www.dictio.id

2) Kelat bahu terbuat dari kulit lembu berpahatkan bentuk ragam


naga karangrang, dengan sunggingan dan warna dasar kuning
emas. Kelat bahu berbentuk kupu-kupu yang dipakai pada kedua
lengan melambangkan penari malam.

Gambar 2.6 Ilat-Ilat


Sumber : www.dictio.id

3) Ilat-ilat terbuat dari kain beludru warna hitam yang di hiasi


dengan halon warna kuning emas. Berfungsi sebagai hiasan di
bagian atas tubuh.

10
Gambar 2.7 Pending
Sumber : www.dictio.id

4) Pending, yaitu ikat pinggang dari logam selebar lebih kurang 4


cm biasanya berwarna hitam dan kuning emas.

Gambar 2.8 Sembong


Sumber : www.dictio.id

5) Sembong, yaitu hiasan yang terbuat dari kain beludru yang di


pergunakan sebagai hiasan penutup bagian depan pinggulnya dan
di hiasi dengan warna kuning emas.

Gambar 2.9 Oncer


Sumber : www.dictio.id

11
6) Oncer, yaitu potongan kain kecil-kecil pendek berwarna putih dan
merah yang di tempatkan di sekeliling pinggangnya sebagai
pengisi pada bagian- bagian pinggang yang tidak tertutup oleh
sembong dan biasa di sebut sembongan.

Gambar 2.10 Sampur


Sumber : www.dictio.id

7) Sampur, yaitu sehelai selendang merah yang ujungnya diberikan


rumbai- rumbai warna kuning emas dikalungkan di leher dan
berjuntai kebawah, yang berfungsi sebagai penghias gerak-gerak
tarinya. Sampur berfungsi sebagai alat untuk menarik dan
mengajak penonton atau tamu untuk menari.

c. Pada Bagian Bawah

Gambar 2.11 Sewek atau Sarung


Sumber : www.dictio.id

12
1) Sewek atau sarung, dengan pemakaian yang agak tinggi di atas
mata kaki dan di bawah lutut biasanya dipergunakan kain panjang
batik motif Gajah Oling dengan warna dasar yang biasanya
dipakai yakni putih, merah dan hijau. Motif itu memberi makna
untuk selalu bersyukur dalam menjalani kehidupan, dan secara
keseluruhan motif Gajah Oling juga bisa menggambarkan sebuah
harapan akan adanya kesuburan di lingkungan masyarakat
Banyuwangi, tidak mengalami kekurangan dalam mencari
makanan. Adapun corak batik yang lain dipakai penari gandrung
yaitu, corak paras gempal dan kangkung setingkes.

Gambar 2.12 Kipas


Sumber : www.dictio.id

2) Kipas merupakan properti yang digunakan pada busana penari


gandrung Banyuwangi, menurut catatan sejarah pada masa
lampau penari gandrung Banyuwangi biasanya membawa dua
buah kipas pada waktu pertunjukannya, akan tetapi kini penari
gandrung Banyuwangi hanya membawa satu buah kipas pada
waktu pertujukannya.

Gambar 2.13 Kaos Kaki Putih


Sumber : www.dictio.id
13
3) Kaos kaki warna putih merupakan salah satu properti pada busana
tari gandrung Banyuwangi, menurut catatan sejarah sebelum
tahun 1930-an, penari gandrung tidak memakai kaos kaki, akan
tetapi semenjak dekade tersebut penari gandrung Banyuwangi
selalu memakai kaos kaki putih pada waktu pertunjukannya.

4) Makna Tata Rias Pada Tari Gandrung


Tata rias pada Tari Gandrung memiliki makna melambangkan
wanita kuat dan tegas serta mampu menjaga diri. Fungsi tata rias
wajah Tari Gandrung sebagai penambah daya tarik penari pada
saat pementasan. Penataan rambut berfungsi agar rambut terlihat
rapi. Gelungan yang berfungsi sebagai mahkota penari. Gonjer
berfungsi sebagai penambah estetika dan pendukung gerakan tari.
Gelungan berfungsi sebagai penutup rambut penari.

d. Makna Iringan Musik Tari Gandrung

Gambar 2.14 Biola


Sumber : www.dictio.id

1) Biola sebanyak 2 buah, yaitu bentuk instrumen yang berfungsi


sebagai pembuat melodi gending yang dibawakannya.

14
Gambar 2.15 Kethuk
Sumber : www.dictio.id

2) Kethuk 1 ancak yang terdiri dari 2 buah pencon, berfungsi


sebagai pembuat irama dan memperta-jam rithme untuk
menambah manisnya irama gendhing- gendhing yang dibawakan.

Gambar 2.16 Kendang


Sumber : www.dictio.id

3) Kendang 1 buah tetapi biasanya juga ada yang 2 buah, merupakan


unsur pokok yang mampu menyatukan ritme serta tempo
permainannya agar lebih harmonis disamping itu juga berfungsi
sebagai pengatur irama dan penuntun atau pemantap unsur-unsur
berbagai tari yang dibawakan oleh penari Gandung.

15
Gambar 2.17 Gong
Sumber : www.dictio.id
4) Gong 2 buah yang berfungsi sebagai pemanis suara indah pada
akhir komposisi nada.

e. Makna Gendhing yang Di Gunakan Pada Tari Gandrung


1) Podo Nonton
Gendhing Podo Nonton dimainkan ketika tahapan awal tari
Gandrung yakni Jejer Gandrung. Syair Podo Nonton mengandung
pesan-pesan perjuangan rakyat Blambangan. Abal (1990)
menerangkan bahwa dalam tampilan yang paling eksplisit lagu
tersebut adalah irama vokal untuk memberi penghormatan kepada
tamu, tetapi secara simbolis mengandung makna perjuangan.
Pesan perjuangan diungkap melalui kata-kata yang tidak
dimengerti maksud sebenarnya oleh penjajah dan hanya
dimengerti para pejuang Blambangan.
Dalam liriknya ada kata-kata yang menggambarkan perjuangan.
Seperti kata "kembang abang" dalam bait 7 dan "ring paseban"
dalam bait 8. Menurut budayawan Banyuwangi, Fatrah Abal,
kata-kata tersebut melukiskan peperangan yang banyak
menimbulkan korban, begitu pula "selebrang tiba ring kasur"
yang berarti korban terkapar di Bumi Blambangan.
2) Seblang Lukinto
Terdapat lima lagu wajib yang harus dinyanyikan dalam tahapan
Seblang-seblang atau Seblang Subuh yang merupakan bagian

16
akhir Tari Gandrung yakni, Seblang Lukinton, Sekar Jenang,
Kembang Pepe, Sondreng-sondreng, dan Kembang Prima.
a. Syair-syair dalam Seblang Lukinto merupakan deskripsi
waktu menjelang fajar yang disampaikan dengan
menggunakan tanda alam cahaya merah di timur dan suara
ayam berkokok.
b. Budayawan Banyuwangi Hasnan Singodiman dan Fatrah
Abal, menceritakan bahwa sebelum tahun 60-an, ketika
babak Seblang-seblang dipentaskan dan diiringi gendhing
Seblang Lukinto, Sekar Jenang, Kembang Pepe, dan
Sondreng-sondreng, banyak orang tua yang menyaksikan
tidak dapat menahan tangis karena lagu-lagu tersebut mampu
membangkitkan ingatan atau kenangan tentang masa lalu
suku Osing yang kelam ketika menghadapi Belanda.
3) Kembang Pepe
a. Kembang Pepe adalah gendhing yang memiliki tiga bait dan
setiap baitnya terdiri dari empat lirik. Sama seperti Seblang
Lukinto, Kembang Pepe dimainkan saat babak Seblang
Subuh atau Seblang-seblang.
b. Kembang Pepe menitikberatkan penggunaan Tari Gandrung
sebagai siasat untuk melawan penjajah. Tari Gandrung
dipentaskan bersama dengan pertunjukan Barong untuk
membuat tentara Belanda lengah. Mereka dibuat larut lewat
tarian dan suguhan minuman-minuman keras. Di saat itulah,
tentara-tentara Belanda diserang.

2.3 Pandangan Mengenai Tari Gandrung dari Berbagai Aspek


1. Aspek Perjuangan
Sebagai kesenian yang hidup dan berkembang dikalangan rakyat mulai
jaman kerajaan, masa penjajahan sampai dengan sekarang, maka tidak lah
sedikit peranan kesenian gandrung pada masa perjuangan. Pada setiap
penampilan kesenian gandrung pada masa perjuangan dijadikan sebagai

17
ajang berkumpulnya para pejuang dan melalui sarana tersebut pusat
informasi dan pembangkit semangat para pejuang yang disampaikan
melalui gending-gending yang dibawakannya dan dengan gending-
gendingnya pula berbagai informasi yang merupakan kata sandi
disampaikan kepada para pejuang, itulah andil dari kesenian gandrung
pada masa perjuangan.

2. Aspek Sosial Masyarakat


Setiap penampilan kesenian gandrung selalu dihadiri para penggemarnya
yang terdiri dari berbagai etnis dan agama, mereka bersama-sama
menikmati tarian dang gending-gending gandrung dalam satu arena secara
damai, hal ini secara tidak langsung merupakan wahana untuk saling
berinteraksi diantara satu etnis dengan etnis yang lain tanpa ada
pesinggungan tata nilai masing-masing etnis, oleh karenanya kesenian
gandrung juga bisa dijadikan sebagai salah satu alat pemersatu bangsa.

3. Aspek Seni dan Budaya


Keberadaan kesenian gandrung memperkaya khasanah budaya tradisional
Banyuwangi. Penampilan nya yang sangat dinamis mempengaruhi bentuk-
bentuk penampilan pada jenis kesenian yang lain, hal ini dapat dilihat dari
berbagai kesenian khas Banyuwangi memiliki corak penampilan yang
hampir sama dina misnya. Tidak jarang pada pementasan kesenian lain
seperti Damarulan, Praburoro, Barong teater dan kesenian lain selalu diisi
dengan penampilan Jejer Gandrung yang merupakan salah satu
penampilan dari kesenian gandrung, hal ini menandakan bahwa kesenian
gandrung diterima oleh masyarakat dan mudah berinteraksi atau mudah
berakulturasi dengan kesenian yang lain.

4. Aspek Ekonomi
Setiap penampilan kesenian gandrung paling tidak akan melibatkan 6
pemain musik dan 1 orang sampai 5 orang penari gandrung, hal ini belum
termasuk petugas pengatur sound system, genjot dan lain-lain yang secara

18
tidak langsung merupakan lapangan pekerjaan yang melekat dan dapat
memberikan nafkah kepada mereka. Belum lagi efek ikutan yang terbawa
dengan adanya pementasan kesenian gandrung seperti ramainya para
pedagang makanan dan mainan yang ikut bergabung meramaikan setiap
pementasan, akan mempercepat perputaran roda ekonomi di kalangan
masyarakat luas.
Hal lain yang dapat membawa pengaruh terhadap berputarnya
perekonomian masyarakat adalah bahwa dengan hadirnya kesenian
gandrung ditengah-tengah masyarakat maka timbul kreasi-kreasi seni yang
bersumber dafri kesenian gandrung, sehingga disekolah sekolah, sanggar-
sanggar tari ikut membuka lapangan kerja melalui kebutuhan pelatih-
pelatih tari dan perajin-perajin pakaian gandrung yang sangat luas
cakupannya dan secara ekonomis membawa dampak yang sangat besar
terhadap meningkatnya perekonomian di kalang an masyarakat luas.

5. Aspek Etnis dan Religius


Gandrung adalah merupakan kesenian asli etnis Osing yang telah hidup
dan berkembang sejak zaman kerajaan, nilai tradisi ke-Osing-an yang
dibawakan dalam kesenian gandrung sangat kental sekali. Dari
kedinamisan musik yang dimainkan dan lagu yang dinyanyikan sulit untuk
ditiru oleh etnis lain. Syair-syairnya pun menggunakan bahasa Osing
dengan pengucapannya yang sangat khas, walaupun beberapa gending
etnis lain sering juga yang dibawakan dalam penampilan kesenian
gandrung namun logat yang dipakai tetap kelihatan sebagai etnis Osing.
Oleh karena itu kesenian Gandrung ini bisa dijadikan sebagai Maskot seni
tradisional etnis Osing.
Salah satu ciri khas kesenian gandrung sebagai seni tradisional yang
memiliki tanggung jawab secara moral dalam ikut menjaga keserasian
hubungan antara kegiatan seni dan kegiatan keagamaan, salah satunya
yaitu pementasan kesenian Gandrung selalu diawali sesudah pelaksanaan
sholat Isa’ dan selesai sebelum waktu subuh sehingga tidak mengganggu
pelaksanaan ibadah bagi umat islam.

19
2.4 Upaya Pelestarian Tari Gandrung
Pelestarian Tari Gandrung dapat dilakukan dengan cara :
1. Melaksanakan pelatihan-pelatihan secara menyeluruh di sekolah-sekolah
dan sanggar-sanggar yang ada, bahkan mulai dari taman kanan-kanak,
SD sampai SMA.
2. Melaksanakan pementasan tari gandrung di pusat-pusat hiburan
masyarakat seperti balai pemuda, taman budaya, dan pada berbagai acara
formal ataupun informal sebagai bentuk apresiasi tari gandrung.
3. Pembentukan sanggar-sanggar seni baru untuk pelaksanaan pelatihan
agar bisa menambah daya minat untuk terus berlatih tarian ini hingga
membuat kesenian ini tidak hilang.
4. Memanfaatkan kesenian tradisional secara optimal dengan menghormati
hak-hak sosial dan budaya masyarakat yang berkepentingan. Salah satu
faktor rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan
atas kesenian tradisional adalah kurangnya minat terhadap kesenian itu
sendiri. Tidak jarang kesenian tradisional Indonesia lebih diapresiasi oleh
pihak asing dibandingkan oleh masyarakat Indonesia. Beberapa karya
adaptasi atas kesenian tradisional Indonesia justru dilakukan oleh
seniman asing dan ternyata mendapat sambutan yang positif.
5. Memberikan pemahaman dan sosialisasi kepada masyarakat dan para
seniman tradisional mengenai arti pentingnya Tari Gandrung, agar di
harapkan dari sosialisasi ini masyarakat dan para seniman dapat terus
meneruskan kesenian ini.

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tari Gandrung merupakan kesenian asli masyarakat Banyuwangi yang
ditilik dari sejarah perkembangannya penuh dengan berbagai tantangan dan
perjuangan. Semangat yang dikobarkan melalui gendhing-gendhing yang
dibawakannya mampu membalut dan menyembuhkan luka para pejuang
untuk mempertahankan tanah kelahirannya. Sebagai seni yang sudah
mendarah daging dalam masyarakatnya dan sangat mewarnai bagi kehidupan
seni budaya masyarakat Banyuwangi maka semoga upaya-upaya yang
dilakukan baik seniman, budayawan, masyarakat dan pemerintah untuk tetap
mempertahankan kesenian Gandrung sebagai kesenian rakyat yang digemari,
disukai dan ditumbuh kembangkan menjadi kenyataan.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa tiada yang sempurna di dunia ini kecuali
Tuhan Yang Maha Esa. Dalam pembuatan makalah ini tentunya kami masih
jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya agar
lebih baik lagi. Akhir penulisan makalah ini penulis ucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah ikut membantu dan berpartisipasi dalam
menyusun proposal ini.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ciputra, William. 2022. Tari Gandrung Asal Banyuwangi: Sejarah, Gerakan, dan
Ciri Khas. Tersedia pada https://surabaya.kompas.com/read/2022/02/26/1
23402078/tari-gandrung-asal-banyuwangi-sejarah-gerakan-dan-ciri-khas?
page=3. Diakses pada 10 Februari 2024.
Safitri, Wanda. 2020. Apa Busana yang diKenakan Dalam Tari Gandrung?.
Tersedia pada https://www.dictio.id/t/apa-busana-yang-dikenakan-dalam-
tari-gandrung/57022. Diakses pada 10 Februari 2024.
Safitri, Wanda. 2020. Pengiring dari Tari Gandrung. Tersedia pada
https://www.dictio.id/t/pengiring-dari-tari-gandrung/57019. Diakses pada
10 Februari 2024.
Arifianto, Hermawan. 2023. Mengungkap Rahasia dan Filosofi Mahkota Penari
Gandrung Banyuwangi. Tersedia pada https://www.liputan6.com/suraba
ya/read/5377652/mengungkap-rahasia-dan-filosofi-mahkota-penari-gandr
ung-banyuwangi. Diakses pada 10 Februari 2024.
Aprilia, Warsadhita. 2023. Tata Rias Tari Gandrung di Era Modern. Tersedia
pada https://garuda.kemdikbud.go.id/documents/detail/3728438. Diakses
pada 10 Februari 2024.
Pradipta, Joseph. 2017. Mengenal 3 Gending Klasik Pengiring Tari Gandrung.
Terdapat pada https://m.kumparan.com/kumparantravel/mengenal-3-
gending-klasik-pengiring-tari-gandrung. Diakses pada 10 Februari 2024.
Dariharto. 2009. Kesenian Gandrung Banyuwangi. Terdapat pada
https://dariharto.blogspot.com/2009/11/kesenian-gandrung-banyuwangi.ht
ml?m=1. Diakses pada 10 Februari 2024.
Isun, Gandrungono. 2017. Upaya Pelestarian Tari Gandrung. Terdapat pada
https://filosofigandrung.blogspot.com/2017/09/upaya-pelestarian-tari-gand
rung.html?m=1. Diakses pada 10 Februari 2024.

22

Anda mungkin juga menyukai