Anda di halaman 1dari 3

Nama : Mita Marisa Nirditaranti

NIM : 52306130014
Tugas : Meresume Linguistik Hakikat Makna

Hakikat Makna
Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure bahwa
makna adalah 'pengertian' atau 'konsep' yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-
linguistik. Masalah kita sekarang, di dalam praktek berbahasa tanda-linguistik itu berwujud
apa. Kalau tanda-linguistik itu disamakan identitasnya dengan kata atau leksem, maka berarti
makna adalah pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap kata atau leksem; kalau tanda
linguistik itu disamakan identitasnya dengan morfem, maka berarti makna itu adalah
pengertian atau konsep yang dimiliki oleh setiap morfem, baik yang disebut morfem dasar
maupun morfem afiks.
Memang ada juga teori yang menyatakan bahwa makna itu tidak lain daripada sesuatu
atau referen yang diacu oleh kata atau leksem itu. Hanya perlu dipahami bahwa tidak semua
kata atau leksem itu mempunyai acuan konkret di dunia nyata. Misalnya leksem seperti
agama, kebudayaan dan keadilan tidak dapat ditampilkan referennya secara konkret.
Di dalam penggunaannya dalam pertuturan yang nyata makna kata atau leksem itu
seringkali, dan mungkin juga biasanya, terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan
juga dari acuannya. Selanjutnya para pakar itu menyatakan pula bahwa makna kalimat baru
dapat ditentukan apabila kalimat itu berada di dalam konteks anda hanya atau konteks
situasinya

Jenis Makna
A. Makna Leksikal, Gramatikal, dan Konteksual.
Makna Leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa
konteks apa pun. Misalnya, leksem kuda memiliki makna leksikal 'sejenis binatang
berkaki empat yang biasa dikendarai'; pinsil bermakna leksikal 'sejenis alat tulis yang
terbuat dari kayu dan arang'; dan air bermakna leksikal 'sejenis barang cair yang biasa
digunakan untuk keperluan sehari-hari'. Dengan contoh itu dapat juga dikatakan bahwa
makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil
observasi indra kita, atau makna apa adanya.
Makna Gramatikal baru ada kalau terjadi proses gramatikal, seperti afiksasi,
reduplikasi, kompe kalau terjadi pasi. Umpamanya, da'am proses afiksasi prefiks ber
dengan dasar baju melahirkan makna gramatikal 'mengenakan ala memakai baju'; dengan
dasar kuda melahirkan makna gramatikal 'mengendarai kuda'; dengan dasar rekreasi
melahirkan makna grama tikal 'melakukan rekreasi.
Makna Kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam
satu konteks. Makna konteks juga dapat berkenaan dengan situasinya, yakni tempat,
waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa itu.

B. Makna Referensial dan Non-referensial


Sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial kalau ada referensnya, atau
acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan gambar adalah termasuk kata-kata yang
bermakna referensial karena ada acuannya dalam dunia nyata.
Berkenaan dengan acuan ini ada sejumlah kata, yang disebut kata-kata deiktik,
yang acuannya tidak menetap pada satu maujud, melainkan dapat berpindah dari maujud
yang satu kepada maujud yang lain.

C. Makna Denotatif dan Makna Konotatif


Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenamya yang
dimiliki oleh sebuah leksem. Jadi, makna denotatif ini sebenarnya sama dengan makna
leksikal.
Kalau makna denotatif mengacu pada makna asli atau makna sebenamya dari
sebuah kata atau leksem, maka makna konotatif adalah makna lain yang "ditambahkan"
pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok
orang yang menggunakan kata tersebut.

D. Makna Konseptual dsan Makna Asosiatif


Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari
konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual 'sejenis binatang
berkaki empat yang biasa dikendarai'; dan kata rumah memiliki makna konseptual
'bangunan tempat tinggal manusia. Jadi, makna konseptual sesungguhnya sama saja
dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan
dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya,
kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian; kata merah berasosiasi
dengan 'berani' atau juga 'paham komunis'; dan kata buaya berasosiasi dengan 'jahat' atau
juga 'kejahatan'. Makna asosiatif ini sebenarnya sama dengan lambang atau perlambang
yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan konsep lain, yang
mempunyai kemiripan dengan sifat, keadaan, atau ciri yang ada pada konsep asal kata
atau leksem tersebut.

E. Makna Kata dan Makna Istilah


Setiap kata atau leksem memiliki makna. Pada awalnya, makna yang dimiliki
sebuah kata adalah makna leksikal, makna denotatif, atau makna konsepyual. Namun,
penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam
konteks kalimatnya atau konteks situasinya.
Berbeda dengan kata, maka yang disebut istilah mempunyai makna yang pasti,
yang jelas, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Oleh karena itu,
sering dikatakan bahwa istilah itu bebas konteks, sedangkan kata tidak bebas konteks.
Hanya perlu diingat bahwa sebuah istilah hanya digunakan pada bidang keilmuan atau
kegiatan tertentu. Dalam perkembangan bahasa memang ada sejumlah istilah, yang
karena sering digunakan, lalu menjadi kosakata umum. Artinya, istilah itu tidak hanya
digunakan di dalam bidang keilmuannya, tetapi juga telah digunakan secara umum, di
luar bidangnya.

F. Makna Idiom dan Peribahasa


Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat "diramalkan" dari makna
unsur-unsumya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal. Biasanya dibedakan
orang adanya dua macam idiom, yaitu yang disebut idiom penuh dan idiom sebagian.
Yang dimaksud dengan idiom penuh adalah idiom yang semua unsur-unsunya sudah
melebur menjadi satu kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh
kesatuan itu. Sedangkan yang dimaksud dengan idiom sebagian adalah idiom yang salah
satu unsunya masih memiliki makna leksikalnya sendiri.
Berbeda dengan idiom yang maknanya tidak dapat "diramalkan" secara leksikal
maupun gramatikal, maka yang disebut peribahasa memiliki makna yang masih dapat
ditelusuri atau dilacak dari makna unsur-unsunya karena adanya "asosiasi' antara makna
asli dengan maknanya sebagai peribahasa.

Anda mungkin juga menyukai