ILMU LUGHAH
Tentang
Semantik
Disusun Oleh :
Dosen Pembimbing :
Didalam makalah ini, kami akan memaparkan dan menjelaskan tentang semantik.
Ada beberapa permasalahan yang akan kita kaji bersama yaitu: Bagaimana pengertian
semantik? Apa saja jenis makna? Apa itu relasi makna? Bagimana analisis makna?
Bagaimana semantik dalam bahasa arab?. Dari pernyataan sederhana ini maka timbullah
sebuah permasalahan bagaimana semantik itu. Metode pembahasan yang kami jalankan
adalah diskusi dan tugas.
B. PEMBAHASAN
Secara etimologi Istilah semantik dikenal dalam bahasa Arab dengan (ilm ad-
dalalah) dan ilmu tentang makna. Abdul Chaer menyatakan bahwa kata semantik
berasal dari bahasa Yunani mengandung makna to signify atau memaknai. Haidar juga
mengatakan bahwa semantik berasal dari bahasa Yunani yang berarti teori tentang arti.
Para tokoh linguistik berpandangan bahwa kata semantik berasal dari bahasa Yunani
yaitu “semeon”, sema merupakan bentuk nomina yang berarti “tanda”, sementara kata
kerjanya adalah “samaino” yang berarti “menandai”. Istilah semantik pun bermacam
macam, antara lain signifik, semisiologi, semiologi, semiotik, sememmik, dan semik.
Semantik dipahami sebagai sebuah cabang ilmu bahasa yang mengkaji tentang makna.
Hal ini senada dengan ungkapan Moeliono yang mengatakan kajian yang
memfokuskan tentang makna.
Pengertian tentang semantik di kalangan linguis secara umum, dan ‘ilm al-
dalalah di kalangan pakar bahasa Arab secara khusus tampaknya tidak ada perbedaan.
Al –Dayah mendefinisikan sebagai cabang ilmu yang mengkaji tentang makna, baik
berupa kosakata maupun dalam bentuk kalimat.
2. Jenis-Jenis Makna
Para linguis telah mengemukakan berbagai jenis makna dalam buku linguistik atau
semantik. Berikut jenis-jenis makna yang akan mewakili seluruh jenis-jenis makna
yang telah dikemukakan para linguis.
a. Makna Leksikal, Gramatikal, dan Kontekstual
Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem mesti tanpa
konteks apapun. Bidang yang meneliti semantik leksikal menurut asas-asasnya
dengan leksikologi. Misalnya, leksem kuda memiliki makna leksikal 'sejenis
binatang berkaki empat yang biasa dikendarai'; pinsil berarti leksikal 'sejenis alat
tuis yang terbuat dari kayu dan arang'. Dengan contoh itu dapat juga dikatakan
bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan
hasil observasi indra kita, atau makna apa adanya.
Berbeda dengan makna leksikal, makna gramatikal baru ada jika terjadi proses
gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Contohnya,
dalam proses afiksasi prefiks ber- dengan kata dasar baju melahirkan makna
gramatikal 'mengenakan atau memakai baju'; dengan kata dasar kuda melahirkan
makna gramatikal 'mengendarai kuda'. Contoh lain, proses komposisi dengan kata
dasar sate dengan kata dasar ayam melahirkan makna gramatikal 'bahan'; dengan
kata dasar Madura melahirkan makna gramatikal 'asal'; dengan kata dasar lontong
melahirkan makna gramatikal 'bercampur'; dan dengan kata dasar pak
Kumis(nama pedagang sate yang terkenal di Jakarta) melahirkan makna
gramatikal 'buatan'. Selanjutnya, sintaksisasi kata-kata adik, menendang, dan bola
menjadi adik kandung menendang bola makna gramatikal; adik berarti 'pelaku',
menendang berarti 'aktif', dan bola berarti 'sasaran'. Sintaksisasi kata-kata adik ,
menulis, dan surat melahirkan makna gramatikal: adik bermakna 'pelaku', menulis
bermakna 'aktif' dan surat bermakna 'hasil'.
Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada dalam
satu konteks. Baik konteks verbal maupun konteks situasi, konteks situasi yang
diperkenalkan ke dalam linguistik oleh seorang antropolog Bronislaw Malinowski
berdasarkan lapangannya tentang bahasa dan budaya penduduk Trobriand Island
Selatan di Pasifik. Misalnya, makna kata jatuh yang diberada dalam kalimatkut:
Adik jatuh dari sepeda, Dia jatuh dalam ujian yang lalu, Dia jatuh cinta pada
adikku, kalau harganya jatuh lagik kita akan. Makna konteks dapat juga berkenaan
dengan situasinya, yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa itu.
b. Makna Referensial dan Non-referensial
Sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial jika ada referensnya,
atau referensinya. Seperti-Kata Kata Kuda , Merah, Dan Gambar Adalah
Termasuk-Kata Kata yang Bermakna Referensial Karena Ada Acuannya Dunia
Dalam Nyata. Sebaliknya kata-kata seperti dan, atau, dank arena adalah termasuk
kata-kata yang tidak bermakna referensial, karena kata-kata itu tidak memiliki
referensi.
Berkenaan dengan acaun ini ada nomor kata, yang disebut dengan kata-kata
deiktik, yang acuannya tidak menetap pada satu maujud, melainkan dapat
berpindah dari maujud yang satu kepada maujud yang. Yang termasuk kata-kata
deiktik adalah kata-kata yang termasuk pronominal seperti dia, saya, dan kamu;
kata-kata yang menyatakan ruang, seperti di sini, di sana, dan di situ ; kata-kata
Yang menyatakan Waktu, seperti Sekarang, Besok, Dan Nanti ; dan kata-kata
yang disebut kata petunjuk, seperti ini dan itu . Contohnya, kata saya pada
kalimat-kalimat berikut:
kata saya pada kalimat yang pertama mengacu pada Ani, pada kalimat yang kedua
mengacu pada Ali, dan pada kalimat yang ketiga mengacu pada Amin.
Hubungan antara Makna denotasi dan konotasi terletak pada notasi dan
rujukannya. Dua-duanya memiliki notasi yang sama atau mirip, tetapi yang satu
dengan de- dan yang lain dengan ko-. Imbuhan de- berarti tetap dan wajar
sebagaimana mestinya imbuhan ko- yang berarti bersama yang lain atau ada
tambahan yang lain terhadap notasi yang bersangkutan. Jadi, makna denotatif
adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah
leksem.
Jadi, makna denotatif ini sebenarnya sama dengan makna leksikal. Contohnya
kata babi bermakna denotatif 'sejenis binatang yang biasa diternakkan untuk
dimanfaatkan dagingnya'. Kata kurus bermakna denotatif 'keadaan tubuh
seseorang yang lebih kecil dari ukuran normal'.
Makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif
tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang
menggunakan kata tersebut. Contohnya, kata babi bermakna konotatif 'pada orang
yang beragama Islam atau di dalam masyarakat Islam memiliki konotasi yang
negatif'. Kata kurus berarti konotatif netral artinya tidak memuntai makna yang
tidak mengenakkan. Tetapi kata ramping , Yang sebenarnya bersinonim dengan
kata kurus ITU memiliki konotasi positif, sebaliknya kata krempeng Yang
sebenarnya memiliki also bersinonim dengan kata kurus Dan ramping ITU,
mempunyai konotasi konotasi. Contoh lain, denotasi kata penjara adalah
kemampuan kata tersebut untuk bereferensi pada sebuah penjara, sedangkan
konotasi kata tersebut adalah negatif untuk hampir semua penuturan, karena
alasan yang jelas adalahkebegh penn ki Konotasi dan denotasi dapat menjadi
sama, misalnya dalam kutipan yang dipakai orang untuk mengelu-elukan orang,
atau untuk mencaci maki.
C. KESIMPULAN
Semantik Merupakan cabang linguistik yang fokus kajiannya tentang makna.
Linguistik merupakan ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Bahasa
merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan informasi dalam komunikasi baik
secara lisan maupun tulisan. Pada umumnya bahasa yang digunakan dalam suasana
formal akan berbeda jika dibandingkan dengan suasana tidak formal dan bahasa tertulis
sering berbeda pula dengan bahasa lisan. Namun, baik bahasa formal maupun tidak
formal atau bahasa lisan maupun tertulis terdapat satu komponen yang sangat penting di
dalamnya. Komponen penting ini disebut “makna”. Dalam tataran ilmu linguistik, makna
diberi istilah semantik. Di dalam bahasa Arab istilah semantik lebih dikenal dengan Ilm
al-dalalah.
Ruang lingkup pembahasan semantik (ilm ad-dalalah) Semantik Leksikal, Semantik
Gramatika, Semantik Kalimat Sejarah muncul dan berkembangnya semantik (ilm ad-
dalalah) Masa Modern, Masa Klasik
Hubungan semantik (ilm ad-dalalah) dengan ilmu ilmu lain Sudah dibahas
sebelumnya bahwa semantik merupakan salah satu cabang ilmu linguistik. Tentu antara
semantik dengan cabang ilmu linguistik lainnya memiliki hubungan yang bisa dikatakan
sangat dekat. Seseorang yang melakukan komunikasi dengan orang lainnya tentu
memiliki makna yang ingin disampaikan dalam struktur bahasa yang diutarakan. Jadi,
pemaknaan itu penting dalam berbahasa karena jika berbahasa tanpa makna sama saja
dengan berbicara tanpa arah dan tujuan yang jelas
D. DAFTAR PUSTAKA
Aminudin. (2000). Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Chaer, Abdul. (2013). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. (2015). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Dhanawaty, N.M., Satyawati, M.S., Widarsini, N.P.N. (2017). Pengantar linguistik
umum.
Denpasar: Pustaka Larasan.
Jami'ah al-Madinah al-'Alamiah, Ilm al-Lugoh al-'Amm, 2001, kitabul Maddah.
Keraf, Gorys . (1982). Tata Bahasa Indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah.
Kridalaksanan, Harimurti. (1993). Kamus Linguistik. Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Kushartanti, dkk. (ed). 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik.
Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Parera JD, Teori Semantik, 2004, Jakarta: Erlangga.
Petada, Mansoer, Semantik Leksikal, 2007, Nusa Indah.
Tarigan, Henry Guntur, Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, 2008,
Bandung:
Angkasa Bandung.
Tarigan, Henry Guntur. (1985). Pengajaran Semantik. Penerbit : Angkasa Bandung
Ullman, Stephen, Pengantar Semantik, 2007 , Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Verhaar, Asas-Asas Linguistik Umum, 2010, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.