Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

ILMU LUGHAH
Tentang
Semantik

Disusun Oleh :

Editya Rahma (2114020133)

Fatih Asadullah (2114020125)

Zata Alya Mu’aadzah (2114020134)

Dosen Pembimbing :

Dr. Abdul Halim Hanafi, M. Ag

PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB (D)


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
IMAM BONJOL PADANG
1444 H / 2022
A. PENDAHULUAN

Semantik Merupakan cabang linguistik yang fokus kajiannya tentang makna.


Linguistik merupakan ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Bahasa
merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan informasi dalam komunikasi baik
secara lisan maupun tulisan. Pada umumnya bahasa yang digunakan dalam suasana
formal akan berbeda jika dibandingkan dengan suasana tidak formal dan bahasa tertulis
sering berbeda pula dengan bahasa lisan. Namun, baik bahasa formal maupun tidak
formal atau bahasa lisan maupun tertulis terdapat satu komponen yang sangat penting di
dalamnya. Komponen penting ini disebut “makna”. Dalam tataran ilmu linguistik, makna
diberi istilah semantik. Di dalam bahasa Arab istilah semantik lebih dikenal dengan Ilm
al-dalalah. Permasalah makna adalah sesuatu yang kompleks, sehingga dikenal adanya
beberapa istilah fenomena bahasa yang berkaitan dengan permasalahan makna bahasa,
seperti sinonim, antonim, homonimi dan lain lain. Makna bahasa tidak hanya dapat
diketahui melalui apa yang terdapat di dalam sebuah kata ataupun kalimat, lebih jauh dari
itu makna bahasa juga dapat dipahami dan dikaji melalui cabang cabang ilmu lainnya,
oleh karena itu ilm ad-dalalah (semantik) tidak bisa dipisahkan dengan cabang ilmu
lainnya, karena dengan cabang cabang ilmu tersebut kita bisa mengerti makna apa yang
terkandung di dalam kata tersebut.

Didalam makalah ini, kami akan memaparkan dan menjelaskan tentang semantik.
Ada beberapa permasalahan yang akan kita kaji bersama yaitu: Bagaimana pengertian
semantik? Apa saja jenis makna? Apa itu relasi makna? Bagimana analisis makna?
Bagaimana semantik dalam bahasa arab?. Dari pernyataan sederhana ini maka timbullah
sebuah permasalahan bagaimana semantik itu. Metode pembahasan yang kami jalankan
adalah diskusi dan tugas.

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian llmu Semantik (ilm ad-dalalah)

Secara etimologi Istilah semantik dikenal dalam bahasa Arab dengan (ilm ad-
dalalah) dan ilmu tentang makna. Abdul Chaer menyatakan bahwa kata semantik
berasal dari bahasa Yunani mengandung makna to signify atau memaknai. Haidar juga
mengatakan bahwa semantik berasal dari bahasa Yunani yang berarti teori tentang arti.
Para tokoh linguistik berpandangan bahwa kata semantik berasal dari bahasa Yunani
yaitu “semeon”, sema merupakan bentuk nomina yang berarti “tanda”, sementara kata
kerjanya adalah “samaino” yang berarti “menandai”. Istilah semantik pun bermacam
macam, antara lain signifik, semisiologi, semiologi, semiotik, sememmik, dan semik.
Semantik dipahami sebagai sebuah cabang ilmu bahasa yang mengkaji tentang makna.
Hal ini senada dengan ungkapan Moeliono yang mengatakan kajian yang
memfokuskan tentang makna.

Pengertian tentang semantik di kalangan linguis secara umum, dan ‘ilm al-
dalalah di kalangan pakar bahasa Arab secara khusus tampaknya tidak ada perbedaan.
Al –Dayah mendefinisikan sebagai cabang ilmu yang mengkaji tentang makna, baik
berupa kosakata maupun dalam bentuk kalimat.

Secara terminologi, ‘ilm al-dalalah merupakan sebagai salah satu cabang


linguistik (‘ilm-al-lughoh) yang berdiri sendiri yaitu ilmu yang mempelajari tentang
makna suatu bahasa, baik pada tataran mufrodat (kosa-kata) maupun pada tataran
tarakib (struktur). Sebagai istilah teknis, ilmu al-dalalah mengandung pengertian study
tentang makna. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini
menduduki tingkatan tertentu. Apabila komponen bunyi umumnya menduduki
tingkatan pertama, dan tata bahasa pada tingkatan kedua, maka komponen makna
menduduki tingkatan paling akhir.

2. Jenis-Jenis Makna
Para linguis telah mengemukakan berbagai jenis makna dalam buku linguistik atau
semantik. Berikut jenis-jenis makna yang akan mewakili seluruh jenis-jenis makna
yang telah dikemukakan para linguis.
a. Makna Leksikal, Gramatikal, dan Kontekstual
Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem mesti tanpa
konteks apapun. Bidang yang meneliti semantik leksikal menurut asas-asasnya
dengan leksikologi. Misalnya, leksem kuda memiliki makna leksikal 'sejenis
binatang berkaki empat yang biasa dikendarai'; pinsil berarti leksikal 'sejenis alat
tuis yang terbuat dari kayu dan arang'. Dengan contoh itu dapat juga dikatakan
bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan
hasil observasi indra kita, atau makna apa adanya.
Berbeda dengan makna leksikal, makna gramatikal baru ada jika terjadi proses
gramatikal, seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi. Contohnya,
dalam proses afiksasi prefiks ber- dengan kata dasar baju melahirkan makna
gramatikal 'mengenakan atau memakai baju'; dengan kata dasar kuda melahirkan
makna gramatikal 'mengendarai kuda'. Contoh lain, proses komposisi dengan kata
dasar sate dengan kata dasar ayam melahirkan makna gramatikal 'bahan'; dengan
kata dasar Madura melahirkan makna gramatikal 'asal'; dengan kata dasar lontong
melahirkan makna gramatikal 'bercampur'; dan dengan kata dasar pak
Kumis(nama pedagang sate yang terkenal di Jakarta) melahirkan makna
gramatikal 'buatan'. Selanjutnya, sintaksisasi kata-kata adik, menendang, dan bola
menjadi adik kandung menendang bola makna gramatikal; adik berarti 'pelaku',
menendang berarti 'aktif', dan bola berarti 'sasaran'. Sintaksisasi kata-kata adik ,
menulis, dan surat melahirkan makna gramatikal: adik bermakna 'pelaku', menulis
bermakna 'aktif' dan surat bermakna 'hasil'.
Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada dalam
satu konteks. Baik konteks verbal maupun konteks situasi, konteks situasi yang
diperkenalkan ke dalam linguistik oleh seorang antropolog Bronislaw Malinowski
berdasarkan lapangannya tentang bahasa dan budaya penduduk Trobriand Island
Selatan di Pasifik. Misalnya, makna kata jatuh yang diberada dalam kalimatkut:
Adik jatuh dari sepeda, Dia jatuh dalam ujian yang lalu, Dia jatuh cinta pada
adikku, kalau harganya jatuh lagik kita akan. Makna konteks dapat juga berkenaan
dengan situasinya, yakni tempat, waktu, dan lingkungan penggunaan bahasa itu.
b. Makna Referensial dan Non-referensial
Sebuah kata atau leksem disebut bermakna referensial jika ada referensnya,
atau referensinya. Seperti-Kata Kata Kuda , Merah, Dan Gambar Adalah
Termasuk-Kata Kata yang Bermakna Referensial Karena Ada Acuannya Dunia
Dalam Nyata. Sebaliknya kata-kata seperti dan, atau, dank arena adalah termasuk
kata-kata yang tidak bermakna referensial, karena kata-kata itu tidak memiliki
referensi.

Berkenaan dengan acaun ini ada nomor kata, yang disebut dengan kata-kata
deiktik, yang acuannya tidak menetap pada satu maujud, melainkan dapat
berpindah dari maujud yang satu kepada maujud yang. Yang termasuk kata-kata
deiktik adalah kata-kata yang termasuk pronominal seperti dia, saya, dan kamu;
kata-kata yang menyatakan ruang, seperti di sini, di sana, dan di situ ; kata-kata
Yang menyatakan Waktu, seperti Sekarang, Besok, Dan Nanti ; dan kata-kata
yang disebut kata petunjuk, seperti ini dan itu . Contohnya, kata saya pada
kalimat-kalimat berikut:

Ani : “Tadi pagi saya bertemu dengan Pak Ahmad”,

Ali : “ Saya juga bertemu beliau tadi pagi”,

Amin : “ Saya sudah lama tidak berjuma dengan beliau.”

kata saya pada kalimat yang pertama mengacu pada Ani, pada kalimat yang kedua
mengacu pada Ali, dan pada kalimat yang ketiga mengacu pada Amin.

c. Makna Denotatif dan Makna Konotatif

Hubungan antara Makna denotasi dan konotasi terletak pada notasi dan
rujukannya. Dua-duanya memiliki notasi yang sama atau mirip, tetapi yang satu
dengan de- dan yang lain dengan ko-. Imbuhan de- berarti tetap dan wajar
sebagaimana mestinya imbuhan ko- yang berarti bersama yang lain atau ada
tambahan yang lain terhadap notasi yang bersangkutan. Jadi, makna denotatif
adalah makna asli, makna asal, atau makna sebenarnya yang dimiliki oleh sebuah
leksem.

Jadi, makna denotatif ini sebenarnya sama dengan makna leksikal. Contohnya
kata babi bermakna denotatif 'sejenis binatang yang biasa diternakkan untuk
dimanfaatkan dagingnya'. Kata kurus bermakna denotatif 'keadaan tubuh
seseorang yang lebih kecil dari ukuran normal'.

Makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif
tadi yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang atau kelompok orang yang
menggunakan kata tersebut. Contohnya, kata babi bermakna konotatif 'pada orang
yang beragama Islam atau di dalam masyarakat Islam memiliki konotasi yang
negatif'. Kata kurus berarti konotatif netral artinya tidak memuntai makna yang
tidak mengenakkan. Tetapi kata ramping , Yang sebenarnya bersinonim dengan
kata kurus ITU memiliki konotasi positif, sebaliknya kata krempeng Yang
sebenarnya memiliki also bersinonim dengan kata kurus Dan ramping ITU,
mempunyai konotasi konotasi. Contoh lain, denotasi kata penjara adalah
kemampuan kata tersebut untuk bereferensi pada sebuah penjara, sedangkan
konotasi kata tersebut adalah negatif untuk hampir semua penuturan, karena
alasan yang jelas adalahkebegh penn ki Konotasi dan denotasi dapat menjadi
sama, misalnya dalam kutipan yang dipakai orang untuk mengelu-elukan orang,
atau untuk mencaci maki.

d. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif


Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas
dari konteks atau asosiasi apapun. Contohnya, kata kuda memiliki makna
konseptual 'jenis bintang berkaki empat yang biasa dikendarai'; dan kata rumah
memiliki makna konseptual 'bangunan tempat tinggal manusia'. Jadi, makna
konseptual sebenarnya sama dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna
referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata yang
berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar
bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang 'suci atau
kesucian'; Kata Merah Berasosiasi Dengan 'Berani'; dan kata buaya berasosiasi
dengan 'jahat atau kejahatan'. Makna sebenarnya sama dengan lambang atau
perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk menyatakan
konsep lain, yang memiliki sifat, keadaan, atau padle assiri.
Menurut Leech makna asosiasi ini sama dengan makna konotatif, makna
stilistika, makna afektif, dan makna kolokatif. Makna stilistika berkenaan dengan
pembedaan penggunaan kata sehupungan dengan perbedaan sosial atau bidang
kegiatan. Contohnya, kita membedakan penggunaan kata rumah , pondok,
kediaman, kondomium, istana, vila, dan wisma,yang semuanya anggota asosiasi
yang berbeda terhadap penghuninya. Makna afektif dengan perasaan berbicara
terhadap lawan bicara atau terhadap objek yang dibicarakan. Makna afektif lebih
nyata terasa dalam bahasa lisan. Perhatikan kedua kalimat berikut ini “tutup mulut
kalian!”, bentaknya kepada kami; “coba, mohon diam sebentar!”, katanya kepada
kami. Makna kolokatif berkenaan dengan cirri-ciri tertentu yang dimiliki sebuah
kata sejumlah kata yang bersinonim, kata tersebut hanya cocok untuk digunakan
berpasangan dengan kata tertentu. Misalnya, kata tampan yang sesungguhnya
bersinonim dengan kata kata cantik dan indah , hanya cocok atau berkolokasi
dengan kata yang memiliki ciri pria.
e. Makna Kata dan Makna Istilah
Setiap kata atau leksem memiliki makna. Pada awalnya, makna yang dimiliki
sebuah kata adalah makna leksikal, makna denotatif, atau makma konseptual.
Namun, dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas jika kata itu
sudah berada dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Kita belum tahu
makna kata jatuh sebelum kata itu berada di dalam konteksnya. Oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa makna kata masih bersifat umum, kasar, dan tidak jelas.
Kata tangan dan lengan sebagai kata, maknany lazim dianggap sama. Jadi kata
tangan dan lengan bersinonim atau bermakna sama.
Berbeda dengan kata, maka yang disebut istilah memiliki makna yang pasti,
yang jelas, yang tidak meragukan, meskipun tanpa konteks kalimat. Contohnya,
kata tangan dan lengan dalam bidang kedokteran memiliki makna yang berbeda.
Tangan berarti bagian dari sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian
dari sampai ke pangkal bahu.
f. Makna Idiom dan Peribahasa
Idiom adalah satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna
unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun gramatikal. Contohnya, secara
gramatikal bentuk menjual rumah berarti 'yang menjual menerima uang dan yang
membeli menerima rumahnya'; tetapi, dalam bahasa Indonesia bentuk menjual
gigi memiliki' makna seperti itu melainkan berarti tertawa keras-keras'. Jadi,
makna seperti yang dimiliki bentuk menjual gigi itulah yang disebut makna
idiomatika.
Peribahasa memiliki makna yang masih dapat dicari atau dilacak dari makna
unsur-unsurnya karena adanya asosiasi antara makna asli dengan maknanya
sebagai peribahasa. Contohnya peribahasa anjing dengan kucing yang berarti
'dikatakan ikhwal dua orang yang tidak pernah akur'. Makna ini memiliki asosiasi,
bahwa binatang yang namanya anjing dan kucing jika bersua selalu berkelahi,
tidak pernah damai. Contoh lain, peribahasa tong kosong nyaring bunyinya yang
bermakna 'orang yang banyak cakapnya biasanya tidak berilmu'. Makna ini dapat
ditarik dari asosiasi: tong yang berisi bila dikeluarkan tidak dikeluarkan, tetapi
tong yang kosong akan mengeluarkan bunyi yang keras, yang nyaring.
3. Relasi makna
Relasi makna adalah salah satu topik yang dibahas dalam bidang semantik. Di sini,
hubungan kata, frasa, bahkan kalimat yang saling berhubungan dapat mencerminkan
perluasan, persamaan, pertentangan, dan ketercakupan makna. Dalam Pesona Bahasa:
Langkah Awal Memahami Linguistik (2005: 116), Darmojuwono membagi relasi
makna ke dalam lima jenis.
a. Homonimi
Terdapat tiga golongan homonimi, yakni homograf, homofon, serta gabungan
keduanya yang disebut homonim.
Homograf adalah dua kata dengan ejaan yang sama, tetapi memiliki perbedaan
pelafalan (bunyi) dan pemaknaan, misalnya apèl (upacara) dan apêl (buah).
Sementara itu, homofon adalah dua kata yang sama dalam pelafalan, tetapi berbeda
secara pengejaan dan pemaknaan, seperti sanksi dan sangsi. Ada pula gabungan
homofon dan homograf seperti tahu sebagai verba ‘mengerti sesudah melihat
(menyaksikan, mengalami, dan sebagainya)’ dan tahu sebagai nomina ‘makanan
dari kedelai putih yang digiling halus-halus, direbus, dan dicetak’. Dengan
demikian, definisi homonimi adalah relasi makna antarkata yang ditulis sama,
dilafalkan sama, atau ditulis dan dilafalkan sama, tetapi memiliki makna yang
berbeda.
b. Polisemi
Terkadang, suatu kata bisa memiliki lebih dari satu makna. Sebut saja kata
tangan yang bisa bermakna ‘anggota badan dari siku sampai ke ujung jari atau dari
pergelangan sampai ujung jari’ dan ‘kekuasaan; pengaruh; perintah’. Meskipun
kedua makna tersebut berbeda, arti yang pertama maupun kedua memiliki
hubungan yang disebut polisemi. Chaer (2007: 301) menambahkan bahwa biasanya
makna pertama yang tercantum di dalam kamus merupakan makna leksikal,
denotatif, atau konseptual. Sementara itu, makna yang kedua adalah hasil dari
pengembangan komponen makna.
c. Sinonimi dan Antonimi
Tentu kita sudah familier dengan sinonim. Sinonim atau sinonimi adalah relasi
makna dalam kata-kata yang memiliki kesamaan atau kemiripan arti. Perlu
diketahui, bahwa relasi sinonim bersifat dua arah. Apabila A bersinonim dengan B,
berarti B juga bersinonim dengan A. Contoh dua kata yang bersinonim adalah betul
dan benar, matahari dan surya, serta awan dan mega.
Kebalikan dari sinonim adalah antonim yang relasi maknanya saling
bertentangan. Contohnya adalah panas dan dingin, suami dan istri, serta tajam dan
tumpul.
d. Hiponimi
Hiponimi adalah relasi makna yang berkaitan dengan peliputan makna spesifik
dalam makna generik. Misalnya, anjing, burung, dan belalang yang berhiponim
dengan binatang serta mawar, melati, dan anggrek yang berhiponim dengan bunga.
Sebagai superordinat, bunga dan binatang disebut sebagai hiperonim. Sementara
itu, anjing, burung, belalang; dan mawar, melati, anggrek adalah kohiponim.
e. Meronimi
Relasi makna jenis ini mirip dengan hiponimi, yakni sama-sama memiliki
relasi makna yang bersifat hierarki. Namun, relasi makna dalam meronomi tidak
menyiratkan pelibatan searah. Relasi makna di sini dapat dianalogikan seperti “A
merupakan bagian dari B”. Contoh meronimi dapat kita temukan pada atap sebagai
bagian dari rumah, kantong sebagai bagian dari celana, dan roda sebagai bagian
dari mobil.
4. Analisis makna
Kajian dan analisis semantik dilakukan dengan melihat makna dari berbagai sisi. Hal
tersebut meliputi jenis, relasi, perubahan, medan, dan komponen makna yang
menyelubunginya yang akan dibahas lengkap di sini. Namun, sebelum menyentuh hal
tersebut, hakikat makna adalah hal pertama yang harus dipahami dalam mengarungi
ilmu ini.
a. Hakikat Makna
Makna kata merupakan bidang kajian utama yang dibahas dalam ilmu
semantik, sehingga memahaminya adalah hal yang krusial. Hornby (dalam Pateda,
1989, hlm. 45) mengatakan bahwa makna adalah apa yang kita artikan atau apa
yang kita maksud.
Sementara itu, Aminuddin (1988, hlm. 53) berpendapat bahwa makna ialah
hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para
pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti. Kemudian, Fatimah (1993, hlm.
5) mengemukakan bahwa makna adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur
bahasa itu sendiri (terutama kata-kata).
Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa makna meliputi
beberapa unsur pokok seperti: makna adalah hasil hubungan antara bahasa dengan
dunia luar, penentuan hubungan terjadi karena kesepakatan para pemakai,
perwujudan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga
dapat saling dimengerti. Selain itu, Harimurti (2008:148) juga berpendapat bahwa
makna (meaning, linguistic meaning, sense) dapat merujuk pada beberapa maksud,
yakni: maksud pembicara, pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau
perilaku manusia atau kelompok manusia, hubungan, dalam arti kesepadanan atau
ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan
semua hal yang ditunjuknya, cara menggunakan lambanglambang bahasa.
Dapat disimpulkan bahwa makna merupakan arti dari suatu kata yang
dimaksud pembicara sehingga membuat kata tersebut memiliki arti spesifik atau
berbeda dengan kata-kata yang lain dan dapat dipahami sebagai suatu hal. Namun,
tidak selesai sampai di situ saja, makna juga ternyata memiliki banyak arti yang
berbeda karena terdapat beberapa jenis makna yang berbeda pula.
b. Perubahan Makna
Bahasa adalah suatu hal yang “hidup” dan akan terus mengalami perubahan.
Perubahan makna menjadi salah satu penyebabnya. Hal tersebut dapat terjadi
karena banyak faktor, di antaranya adalah faktor-faktor berikut ini.
Perkembangan dalam bidang ilmu dan teknologi. Misalnya kata sastra pada
mulanya bermakna “tulisan” lalu berubah menjadi “bacaan” kemudian berubah lagi
menjadi “buku yang baik isinya” kemudian berubah lagi menjadi “karya bahasa
yang bersifat imajinatif dan kreatif”. Perkembangan sosial budaya. Contohnya
adalah kata saudara pada mulanya berarti “terlahir dari ibu yang sama/seperut”
tetapi kini digunakan untuk menyebut orang lain sebagai sapaan. Perkembangan
pemakaian kata. Misalnya dalam bidang pertanian dapat ditemukan kosakata
menggarap. Tetapi, sekarang kata tersebut juga digunakan dalam bidang lain
dengan makna “membuat atau mengerjakan sesuatu”, misalnya menggarap skripsi.
Pertukaran tanggapan indra. Misalnya rasa pedas yang seharusnya dirasakan oleh
indra perasa (lidah) menjadi ditanggap oleh alat pendengar seperti “ujaran sangat
pedas”.
Adanya asosiasi. Maksudnya, ada hubungan antara ujaran yang satu dengan
yang lain sehingga bila disebut ujaran itu, maka yang dimaksud adalah sesuatu
yang lain berkenaan dengan ujaran tersebut. Misalnya kata amplop sebenarnya
bermakna “sampul surat”, tetapi amplop menjadi bermakna “uang sogok” dalam
kalimat “Beri saja amplop, agar urusannya cepat selesai”.
Terdapat beberapa jenis perubahan makna, meliputi: Perubah Meluas,
Misalnya kata baju yang mulanya bermakna pakaian sebelah atas saja, tetapi kini
yang dimaksud bukan hanya baju, termasuk celana, sepatu, dasi, bahkan topi.
Seperti dalam kalimat “murid-murid sekolah kini kembali mengenakan baju
seragamnya”. Perubahan Menyempit, Artinya dahulu sebuah kata memiliki makna
yang sangat umum, tetapi kini maknanya menjadi sangat khusus. Misalnya kata
sarjana, dulu bermakna “orang cerdik”, namun kini hanya bermakna “lulusan
perguruan tinggi” saja. Perubahan Total, Berarti makna yang dimiliki sekarang
sudah berbeda jauh dengan makna aslinya. Contohnya adalah kata ceramah yang
dulu bermakna “cerewet”, sekarang bermakna “untaian mengenai suatu hal di
muka orang banyak”.
c. Medan Makna
Medan makna atau medan leksikal (semantic domain) adalah seperangkat
unsur leksikal yang maknanya saling berhubungan karena menggambarkan satu
bagian dari kebudayaan atau realitas alam semesta yang sama. Contohnya adalah:,
nama-nama planet, nama-nama warna, nama-nama perabot rumah tangga. Masing-
masing contoh tersebut merupakan satu medan makna.
Kata atau leksem yang mengelompok dalam satu medan makna, berdasarkan
sifat hubungan semantis dapat dibedakan menjadi medan kolokasi dan medan set.
1) Medan Kolokasi
Kolokasi menunjuk pada hubungan sintagmatik unsur-unsur leksikal.
Perhatikan kalimat berikut. Tiang layar perahu nelayan itu patah dihantam
badai, lalu perahu itu digulung ombak dan tenggelam beserta segala isisnya.
Kita mendapatkan bahwa kata layar, perahu, nelayan, badai, ombak, dan
tenggelam merupakan kata-kata dalam satu kolokasi, satu tempat atau
lingkungan yang sama, yakni lingkungan kelautan.
2) Medan Set
Kelompok medan set menunjuk pada hubungan paradigmatik karena kata-
kata yang berada dalam satu kelompok set itu bisa saling digantikan.
Sekelompok kaya yang satu set biasanya memiliki kelas kata yang sama.
d. Hubungan semantik (ilm ad-dalalah) dengan ilmu ilmu lain
Berdasarkan pengembangan kajian ilmu linguistik saat ini, kajian linguistik dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
(1) Fonologi.
(2) Morfologi.
(3) Sintaksis.
(4) Semantik
(5) Pragmatik
Fonologi merupakan subsistem kajian di bidang bunyi bahasa. Fonologi
dikelompokkan menjadi dua, yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik adalah ilmu
bahasa yang mengkaji berbagai bunyi bahasa tanpa memperhatikan fungsinya
sebagai pembeda makna. Fonetik berurusan kepada cara bunyi bahasa yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia dan cara bunyi bahasa itu mengalir sebagai
gelombang bunyi sehingga dapat dipahami oleh manusia. Fonemik adalah cabang
ilmu bahasa yang mengkaji bunyi bahasa yang berperan sebagai pembeda makna.
Morfologi, sintaksis, dan wacana, dapat dikelompokkan sebagai subsistem
gramatika karena tiga subsistem itu sama-sama mengkaji struktur penataan suatu
bahasa.
Semantik mempunyai hubungan yang erat dengan lima subsistem kajian
bahasa yang lain, fonologi, morfologi, sintaksis, wacana, dan pragmatik. Hubungan
semantik dengan fonologi adalah subsistem kajian linguistik di bidang bunyi
bahasa. Fonologi dapat dirinci lagi menjadi fonetik dan fonomik. Fonemik
mempunyai hubungan yang lebih erat dengan semantik dari pada semantik dengan
fonemik. Fonemik mengkaji makna yang berperan sebagai pembeda makna
sedangkan fonetik mengkaji bunyi bahasa tanpa memperhatikan perannya sebagai
pembeda makna (Samsuri, 1994: 91—45).
Hubungan semantik dengan morfologi terlihat jelas dalam proses morfologis.
Proses morfologis itu mencakup transposisi, afiksasi, reduplikasi, dan komposis.
Dalam proses morfologi itu, terjadi perubahan makna satuan bahasa itu. Perubahan
makna satuan bahasa akibat prosess transposisi. Proses transposis dalah
pembentukan kata dengan tanpa mengubah sedikitpun bntuk dasar satuan bahasa
itu. Kridalaksana (1992: 12) mengistilahkan proses transposisi ini dengan derivasi
zero.
Hubungan semantik juga terdapat dalam proses reduplikasi. Proses reduplikasi
adalah proses pembentukan kaa dengan mengulang satu bentuk bahasa dalam
pengulangan bentuk bahasa, bentuk bahasa bisa langsung diulang atau diberi afiks
terlebih dahulu. Semantik juga berhubungan dengan sintaksis. Sintaksis adalah
subsistem linguistik yang mengkaji struktur intraklimat. Konteks kalimat
menentukan makna suatu leksem.
Semantik juga berhubungan dengan wacana. Wacana adalah kajian linguistik
yang membahas hubungan antar kalimat. Jalinan kalimat satu dengan yang lain
yang serasi akan membentuk makna.Semantik juga berhubungan dengan
pragmatik. Pragmatik mengkaji makna satuan bahasa dari tiga sisi, yaitu kalimat
yang diucapkan atau ditulis, acuan kalimat itu, dan konteks non linguistik. Agar
dapat memahami maka satuan bahasa secara pragmatik, satuan bahasa itu perlu
dipahami berdasarkan makna leksikal dan makna gramatikal.

C. KESIMPULAN
Semantik Merupakan cabang linguistik yang fokus kajiannya tentang makna.
Linguistik merupakan ilmu yang menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya. Bahasa
merupakan alat yang digunakan untuk menyampaikan informasi dalam komunikasi baik
secara lisan maupun tulisan. Pada umumnya bahasa yang digunakan dalam suasana
formal akan berbeda jika dibandingkan dengan suasana tidak formal dan bahasa tertulis
sering berbeda pula dengan bahasa lisan. Namun, baik bahasa formal maupun tidak
formal atau bahasa lisan maupun tertulis terdapat satu komponen yang sangat penting di
dalamnya. Komponen penting ini disebut “makna”. Dalam tataran ilmu linguistik, makna
diberi istilah semantik. Di dalam bahasa Arab istilah semantik lebih dikenal dengan Ilm
al-dalalah.
Ruang lingkup pembahasan semantik (ilm ad-dalalah) Semantik Leksikal, Semantik
Gramatika, Semantik Kalimat Sejarah muncul dan berkembangnya semantik (ilm ad-
dalalah) Masa Modern, Masa Klasik
Hubungan semantik (ilm ad-dalalah) dengan ilmu ilmu lain Sudah dibahas
sebelumnya bahwa semantik merupakan salah satu cabang ilmu linguistik. Tentu antara
semantik dengan cabang ilmu linguistik lainnya memiliki hubungan yang bisa dikatakan
sangat dekat. Seseorang yang melakukan komunikasi dengan orang lainnya tentu
memiliki makna yang ingin disampaikan dalam struktur bahasa yang diutarakan. Jadi,
pemaknaan itu penting dalam berbahasa karena jika berbahasa tanpa makna sama saja
dengan berbicara tanpa arah dan tujuan yang jelas
D. DAFTAR PUSTAKA
Aminudin. (2000). Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Chaer, Abdul. (2013). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. (2015). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Dhanawaty, N.M., Satyawati, M.S., Widarsini, N.P.N. (2017). Pengantar linguistik
umum.
Denpasar: Pustaka Larasan.
Jami'ah al-Madinah al-'Alamiah, Ilm al-Lugoh al-'Amm, 2001, kitabul Maddah.
Keraf, Gorys . (1982). Tata Bahasa Indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah.
Kridalaksanan, Harimurti. (1993). Kamus Linguistik. Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Kushartanti, dkk. (ed). 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik.
Jakarta:
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.
Parera JD, Teori Semantik, 2004, Jakarta: Erlangga.
Petada, Mansoer, Semantik Leksikal, 2007, Nusa Indah.
Tarigan, Henry Guntur, Membaca sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, 2008,
Bandung:
Angkasa Bandung.
Tarigan, Henry Guntur. (1985). Pengajaran Semantik. Penerbit : Angkasa Bandung
Ullman, Stephen, Pengantar Semantik, 2007 , Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Verhaar, Asas-Asas Linguistik Umum, 2010, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Anda mungkin juga menyukai