Anda di halaman 1dari 6

1.

Pengertian Semantik

Semantik adalah ilmu yang mempelajari makna (Verhaar, 2010 dalam Dhanawaty dkk, 2017,
hlm. 87). Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yakni “semantikos” yang artinya memberikan
tanda, penting. Dengan kata lain, secara etimologi, semantik adalah pembelajaran tentang
makna tanda. Istilah “Semantik” pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama
Michel Breal pada tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang
digunakan dalam bidang linguistik sebagai ilmu mempelajari tentang tanda-tanda linguistik
dengan hal-hal yang ditandainya.

Dapat disimpulkan bahwa arti semantik adalah cabang linguistik yang mempelajari arti/makna
yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Namun, dalam konteks
linguistik, tanda atau lambang yang dimaksud menyangkut kode atau bahasa, spesifiknya: kata
atau satuan gramatika yang lebih kecil lainnya yang memiliki makna.Sehingga, dapat dikatakan
pula bahwa apa itu semantik adalah ilmu yang mempelajari lambang atau tanda seperti kata
yang menyatakan makna serta hubungan dan pengaruhnya terhadap penutur atau
penggunanya (manusia).

2.Semantik menurut para ahli

Berikut beberapa pengeertian semantik menurut ahli.

1) Semantik adalah ilmu tentang makna (Lyons, 1968).

2) Semantik adalah studi tentang makna (Aminudin, 2003)

3) Semantik memiliki dua komponen, yaitu komponen yang mengartikan, yang berwujud
bentuk dan bunyi bahasa dan komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang
pertama itu .

4) Semantik adalah ilmu tentang makna atau tentang arti, semantik merupakan salah satu dari
3 (tiga) tataran analisis bahasa (fonologi, gramatikal dan semantik) (Chaer, 2002).

5) Semantik adalah subdisiplin linguistik yang membicarakan makna (Pateda, 2010).


6) Semantik menelaah teori makna atau teori arti, yakni cabang linguistik yang

menyelidiki makna atau arti (Verhaar, 1981).

7) Semantik menelaah hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan


wadah penerapan tanda-tanda tersebut (Morrist, 1938).

Berdasarkan teori-teori tersebut, semua ahli memiliki persamaan konsep tentang semantik.

Bahwa semantik adalah ilmu tentang makna bahasa.

3.Hakikat Makna

Makna kata merupakan bidang kajian utama yang dibahas dalam ilmu semantik, sehingga
memahaminya adalah hal yang krusial. Hornby (dalam Pateda, 1989, hlm. 45) mengatakan
bahwa makna adalah apa yang kita artikan atau apa yang kita maksud.

Sementara itu, Aminuddin (1988, hlm. 53) berpendapat bahwa makna ialah hubungan antara
bahasa dengan dunia luar yang telah disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga
dapat saling dimengerti. Kemudian, Fatimah (1993, hlm. 5) mengemukakan bahwa makna
adalah pertautan yang ada di antara unsur-unsur bahasa itu sendiri (terutama kata-kata).

Dari beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa makna meliputi beberapa unsur pokok
seperti:

1.makna adalah hasil hubungan antara bahasa dengan dunia luar.

2.penentuan hubungan terjadi karena kesepakatan para pemakai.

3.perwujudan makna itu dapat digunakan untuk menyampaikan informasi sehingga dapat
saling dimengerti.

4.Jenis Jenis Semantik


Menurut Chaer (2015, hlm. 6-11) terdapat empat jenis semantik yang dibedakan berdasarkan
tataran atau bagian dari bahasa yang menjadi objek penelitiannya, empat jenis semantik
tersebut adalah sebagai berikut.

1.Semantik Leksikal : yang merupakan jenis semantik yang objek penelitiannya adalah leksikon
dari suatu bahasa (misalnya bahasa Indonesia).

2.Semantik Gramatikal : yang merupakan jenis semantik yang objek penelitiannya adalah
makna-makna gramatikal dari tataran morfologi.

3.Semantik Sintaksikal : yang merupakan jenis semantik yang sasaran penyelidikannya


bertumpu pada hal-hal yang berkaitan dengan sintaksis.

4.Semantik Maksud : yang merupakan jenis semantik yang berkenaan dengan pemakaian
bentuk-bentuk gaya bahasa, seperti metafora, ironi, litotes, dsb.

5.Jenis Makna

Bahasa yang digunakan dalam berbagai kegiatan masyarakat akan selalu menimbulkan makna
atau pandangan yang berbeda-beda. Hal tersebut terjadi karena terdapat jenis makna yang
berbeda. Chaer (2013, hlm. 61) menyatakan bahwa jenis makna meliputi: makna leksikal,
gramatikal, konstektual, referensial dan non referensial, denotatif, konotatif, konseptual,
asosiatif, kata, istilah, idiom, serta makna peribahasa.

a. Makna Leksikal : Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski
tanpa konteks apapun (Dhanawaty dkk, 2017, hlm. 89). Misalnya, leksem kuda memiliki makna
leksikal “sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai”. Kuda dimaknai sebagai binatang
kuda, bukan seperti “Kuda Besi” yang sebetulnya merujuk pada kereta api. Intinya, makna
leksikal adalah makna yang sebenarnya, sesuai hasil observasi indra, atau makna apa adanya.
Terkadang, mudahnya makna leksikal juga disebut sebagai makna yang ada dalam kamus.

b.Makna Gramatikal : Makna gramatikal adalah makna yang terbentuk ketika suatu proses
gramatikal telah mengolah kata yang memiliki makna. Misalnya, proses afiksasi yang
memberikan imbuhan terhadap suatu kata. “Kuda” ketika diberikan imbuhan “ber-“ akan
memiliki makna yang berbeda, yakni: mengendarai kuda.

c. Makna Kontekstual : Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada
di dalam satu konteks (Dhanawaty dkk, 2017, hlm. 90). Dalam konteks yang berbeda, suatu kata
dapat memiliki makna yang berbeda pula. Berikut adah contoh-contoh nya :

• Rambut di kepala kakek belum ada yang putih

• Nomor teleponnya ada pada kepala surat dinas itu.

• Sebagai kepala sekolah seharusnya ia menegur guru itu.

Ketiga contoh tersebut memunculkan makna yang berbeda berkenaan sesuai dengan
penepatan dan berbagai situasinya (konteks).

d. Makna Referensial dan Nonreferensial : Sebuah kata atau leksem disebut bermakna
referensial jika ada referen atau acuannya. Kata-kata seperti kuda, merah, dan mobil adalah
kata-kata yang bermakna refensial karena ada acuannya. Maksudnya, kuda dapat berdiri sendiri
dan memiliki makna, sementara kata seperti dan, atau, karena tidak dapat berdiri sendiri
karena membutuhkan kata referensial seperti kuda agar memiliki makna. Sebaliknya, kata-kata
seperti dan, atau, karena termasuk kata-kata yang bermakna nonreferensial karena kata-kata
itu tidak memiliki referen atau acuan. Kata nonreferensial tidak dapat berdiri sendiri untuk
memiliki makna.

e. Makna Denotatif dan Konotatif : Makna denotatif adalah makna asli, makna asal, atau makna
sebenarnya yang dimiliki sebuah leksem. Contohnya, “Kurus” berarti “keadaan tubuh seseorang
yang lebih kecil dari ukuran normal”. Jadi, makna denotatif ini sebenarnya sama saja dengan
makna leksikal yang telah dijelaskan di atas.

Sementara itu, makna konotatif adalah makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif
yang berhubungan dengan nilai rasa dari orang yang menggunakan kata tersebut. Misalnya kata
“kurus” pada contoh di atas dapat diganti dengan diksi “ramping” yang terdengar lebih positif
atau mengenakan bagi yang mendengarnya.
Kedua kata itu bersinonim, tetapi memiliki makna positif atau negative. Sinonim lain dari kata
kurus dan ramping adalah krempeng. Jika krempeng adalah kata yang dipilih, maka kata itu
lebih berkonotasi negatif atau bernilai rasa yang tidak mengenakan.

f. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif : Leech (1976 dalam Dhanawaty dkk, 2017, hlm. 91)
membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Berikut adalah penjelasannya.

Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem (kata) terlepas dari konteks
atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat
yang biasa dikendarai”. Jadi, makna konseptual sebenarnya sama saja dengan makna leksikal,
makna denotatif, dan makna referensial.

Sementara itu, makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan
dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya kata
melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci, kata merah berasosiasi dengan berani.

Makna Kata dan Makna Istilah

Setiap leksem atau kata memiliki makna dan makna yang dimiliki sebuah kata adalah makna
leksikal, makna denotatif, atau makna konseptual. Namun, dalam penggunaannya, makna kata
itu baru menjadi jelas jika kata itu sudah berada dalam konteks.

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa makna kata masih bersifat umum, kasar, dan tidak
jelas. Misalnya, kata tangan dan lengan sebagai kata, maknanya lazim dianggap sama. Hal itulah
yang disebut dengan makna kata. Padahal, secara istilah dalam ilmu kedokteran, kedua kata itu
berbeda maknanya.

Dalam makna istilah, tangan bermakna “bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan”,
sedangkan lengan adalah “bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu”. Dengan begitu,
dapat dikatakan pula bahwa makna istilah bebas konteks, sedangkan makna kata tidak bebas
konteks.

5. Perubahan Makna
Terdapat beberapa jenis perubahan makna, meliputi:

•Perubahan Meluas,Misalnya kata baju yang mulanya bermakna pakaian sebelah atas saja,
tetapi kini yang dimaksud bukan hanya baju, termasuk celana, sepatu, dasi, bahkan topi. Seperti
dalam kalimat “murid-murid sekolah kini kembali mengenakan baju seragamnya”.

•Perubahan Menyempit,Artinya dahulu sebuah kata memiliki makna yang sangat umum, tetapi
kini maknanya menjadi sangat khusus. Misalnya kata sarjana, dulu bermakna “orang cerdik”,
namun kini hanya bermakna “lulusan perguruan tinggi” saja.

•Perubahan Total,Berarti makna yang dimiliki sekarang sudah berbeda jauh dengan makna
aslinya. Contohnya adalah kata ceramah yang dulu bermakna “cerewet”, sekarang bermakna
“untaian mengenai suatu hal di muka orang banyak”.

Referensi

Aminudin. (2000). Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Chaer, Abdul. (2015). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. (2013). Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Dhanawaty, N.M., Satyawati, M.S., Widarsini, N.P.N. (2017). Pengantar linguistik umum.
Denpasar: Pustaka Larasan.

Tarigan, Henry Guntur. (1985). Pengajaran Semantik. Penerbit : Angkasa Bandung.

Anda mungkin juga menyukai