Anda di halaman 1dari 12

SEMANTIK

A. Pendahuluan
Dalam pembelajaran bahasa sudah bukan hal yang asing apabila kita
mendengar kata semantik. Semantik merupakan istilah yang digunakan untuk
bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan
hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, semantik dapat diartikan sebagai ilmu
tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa;
fonologi, gramatika, dan semantik.
Sejalan dengan berkembangnya zaman, perkembangan bahasa pun juga
ikut berkembang dan mengalami pergeseran-pergeseran makna. Pergeseran makna
bahasa memang tidak dapat dihindari, namun bukan dipandang sebagai suatu
pelanggaran melainkan dapat dijadikan sebagai objek penelitian dalam bentuk
analisis.
Atas dasar banyaknya pergeseran atau perubahan makna dalam pemakaian
bahasa, tidak mengherankan dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia
muncul berbagai kata yang memiliki banyak makna baru. Meski demikian makna
yang melekat terlebih dahulu tidak serta merta hilang begitu saja. Perubahan
makna suatu kata yang terjadi, terkadang hampir tidak disadari oleh pengguna
bahasa itu sendiri. Untuk itu perlu bagi kita mengetahui dan memahami ilmu
kebahasaan secara utuh.

B. Pengertian Semantik
Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: Semantics) berasal bahasa
Yunani sema artinya ‘tanda’ atau lambang kata kerjanya adalah semaino yang
berarti menandai atau melambangkan. Yang dimaksud dengan tanda atau
lambang sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik seperti yang
dikemukakan oleh Ferdinan de Seassure (1966) yaitu yang terdiri dari komponen
yang menggantikan yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan komponen
yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu.
Kata semantik disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang
linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal
yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu
tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa;
fonologi, gramatika, dan semantik. Selain dari istilah semantik adapula yang
digunakan istilah lain seperti semiotika, semiologi, semasiologi, semememik, dan

1
semik untuk merujuk pada bidang studi yang mempelajari makna atau arti dari
suatu arti atau lambang.
Namun, istilah semantik lebih umum digunakan dalam studi linguistik
karena istilah-istilah yang lainnya itu mempunyai cakupan objek yang lebih luas;
yakni mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya. Termasuk tanda-
tanda-tanda lalulintas, kode morse, tanda-tanda dalam ilmu matematika.

C. Jenis-Jenis Makna
Jenis makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut
pandang. Berdasarkan jenis semantiknya dapat dibedakan antara makna leksikal
dan makna gramatikal. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata dapat
dibedakan adanya makna referensial dan nonreferensial. Berdasarkan ada
tidaknya nilai rasa pada sebuah kata dapat dibedakan adanya makna konotatif
dan denotatif. Berdasarkan ketepatan maknanya dapat dibedakan adanya makna
istilah atau makna umum dan makna khusus.
Selain pembagian berdasarkan kriteria dan sudut pandang tersebut, masih terdapat
kriteria dan sudut pandang lain yang menjelaskan tentang pembagian makna.
1. Makna Referensial
Makna referensial adalah makna yang berhubungan langsung dengan
kenyataan atau memiliki referen (acuan), makna referensial dapat disebut juga
makna kognitif, karena memiliki acuan. Dalam makna ini memiliki hubungan
dengan konsep mengenai sesuatu yang telah disepakati bersama (oleh
masyarakat bahasa), Seperti meja dan kursi adalah yang bermakna referensial
karena keduanya mempunyai referen, yaitu sejenis perabot rumah tangga yang
disebut ”meja” dan ”kursi”.
2. Makna Nonreferensial
Makna nonreferensial adalah sebuah kata yang tidak mempunyai referen
(acuan). Seperti kata preposisi dan konjungsi, juga kata tugas lainnya. Dalam
hal ini kata preposisi dan konjungsi serta kata tugas lainnya hanya memiliki
fungsi atau tugas tapi tidak memiliki makna.
Berkenaan dengan bahasan ini ada sejumlah kata yang disebut kata-kata
deiktis, yaitu kata yang acuannya tidak menetap pada satu maujud, melainkan
dapat berpindah dari maujud yang satu kepada maujud yang lain. Yang
termasuk kata-kata deiktis yaitu: dia, saya, kamu, di sini, di sana, di situ,
sekarang, besok, nanti, ini, itu. Contoh lain referen kata di sini dalam ketiga
kalimat berikut.
(a) Tadi dia duduk di sini

2
(b) ”Hujan terjadi hampir setiap hari di sini”, kata walikota Bogor.
(c) Di sini, di Indonesia, hal seperti itu sering terjadi.

Pada kalimat (a) kata di sini menunjukan tempat tertentu yang sempit sekali.
Mungkin bisa dimaksudkan sebuah bangku, atau hanya pada sepotong tempat
dari sebuah bangku. Pada kalimat (b) di sini menunjuk pada sebuah tempat
yang lebih luas yaitu kota Bogor. Sedangkan pada kalimat (c) di sini merujuk
pada daerah yang meliputi seluruh wilayah Indonesia. Jadi dari ketiga macam
contoh diatas referennya tidak sama oleh karena itu disebut makna
nonreferensial.
3. Makna Konstruksi
Kontruksi berarti susunan dan hubungan kata dalam kalimat atau kelompok
kata. Makna suatu kata ditentukan oleh kostruksi dalam kalimat atau
kelompok kata (Alwi Hasan, 2007:590). Makna konstruksi itu terdapat di
dalam konstruksinya, misalnya, makna milik yang diungkapkan dengan urutan
kata di dalam bahasa Indonesia. Di samping itu, makna milik dapat
diungkapkan melalui enklitik sebagai akhiran yang menunjukan kepunyaan
seperti pada contoh berikut.
(a) Itu istri saya
(b) Wanita itu istri saya
Dengan demikian makna konstruksi akan timbul bila telah tersusun dengan
kata atau morfem lain.
4. Makna Leksikal
Makna leksikal (leksical meaning, sematic meaning, external meaning) adalah
makna kata yang berdiri sendiri baik dalam bentuk dasar maupun dalambentuk
kompleks (turunan) dan makna yang ada tetap seperti apa yang dapat kita
lihat dalam kamus. Makna leksikal dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu
makna konseptual yang meliputi makna konotatif, makna afektif, makna
stilistik, makna kolokatif dan makna idiomatik.
5. Makna Gramatikal
Makna grmatikal adalah makna yang muncul sebagai akibat digabungkannya
sebuah kata dalam suatu kalimat. Makna gramatikal dapat pula timbul sebagai
akibat dari proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi dan komposisi.
6. Makna Konseptual
Makna konseptual yaitu makna yang sesuai dengan konsepnya makna yang
sesuai dengan referennya, dan makna yang bebas asosiasi atau hubungan apa
pun. Makna konseptual disebut juga makna denotatif, makna referensial,

3
makna kognitif, atau makna deskriptif. Makna konseptual dianggap sebagai
faktor utama dalam setiap komunikasi.
7. Makna Generik
Makna generik adalah makna konseptual yang luas, umum, yang mencakup
beberapa makna konseptual yang khusus atau sempit. Misalnya, sekolah
dalam kalimat “Sekolah kami menang.” Bukan saja mencakup gedungnya,
melainkan guru-guru, siswa-siswa dan pegawai tata usaha sekolah
bersangkutan.
8. Makna Spesifik
Makna spesifik adalah makna konseptual, khas, dan sempit. Misalnya jika
berkata “ahli bahasa”, maka yang dimaksud bukan semua ahli, melainkan
seseorang yang mengahlikan dirinya dalam bidang bahasa.
9. Makna Asosiatif
Makna asosiatif disebut juga makna kiasan atau pemakaian kata yang tidak
sebenarnya. Makna asosiatif adalah makna yang dimilki sebuah kata berkenaan
dengan adanya hubungan kata dengan keadaan di luar bahasa. Misalnya kata
bunglon berasosiasi dengan makna orang yang tidak berpendirian tetap.
10. Makna Konotatif
Makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan kita terhadap kata
yang diucapkan atau didengar. Makna konotatif adalah makna yang
digunakan untuk mengacu bentuk atau makna lain yang terdapat di luar
makna leksikalnya.
11. Makna Afektif
Makna afektif merupakan makna yang muncul akibat reaksi pendengar atau
pembaca terhadap penggunaan bahasa. Oleh karena itu, makna afektif
berhubungan dengan gaya bahasa.
12. Makna Stilistik
Makna stilistik berhubungan dengan pemakaian bahasa yang menimbulkan
efek terutama kepada pembaca. Makna stilistik lebih dirasakan di dalam
sebuah karya sastra. Sebuah karya sastra akan mendapat tempat tersendiri bagi
kita karena kata yang digunakan mengandung makna stalistika. Makna
stalistika lebih banyak ditampilkan melalui gaya bahasa.
13. Makna Kolokatif
Makna kolokatif adalah makna yang berhubungan dengan penggunaa
beberapa kata di dalam lingkungan yang sama. Misalnya kata ikan, gurami,
sayur, tomat tentunya kata-kata tersebut akan muncul di lingkungan dapur.
Ada tiga keterbatasan kata jika dihubungkan dengan makna kolokatif, yaitu
(a) makna dibatasi oleh unsur yang membentuk kata atau hubungan kata,
4
(b) makna dibatasi oleh tingkat kecocokan kata,
(c) makna dibatasi oleh kecepatan.
14. Makna Idiomatik
Makna idiomatik adalah makna yang ada dalam idiom, makna yang
menyimpang dari makna konseptual dan gramatikal unsur pembentuknya.
Dalam bahasa Indonesia ada dua macam bentuk idiom yaitu:
(a) idiom penuh.
(b) idiom sebagian.
Idiom penuh adalah idiom yang unsur-unsurnya secara keseluruhan sudah
merupakan satu kesatuan dengan satu makna. Idiom sebagian adalah idiom
yang di dalamnya masih terdapat unsur yang masih memiliki makna leksikal.
15. Makna Kontekstual
Makna kontekstual muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dengan
situasi. Makna kontekstual disebut juga makna struktural karena proses dan
satuan gramatikal itu selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan.
16. Makna Tematikal
Makna tematikal adalah makna yang diungkapkan oleh pembicara atau
penulis, baik melalui urutan kata-kata, fokus pembicaraan, maupun penekanan
pembicaraan.

D. Relasi Makna dan Perubahan Makna


Relasi makna atau hubungan makna adalah hubungan kemaknaan antara
sebuah kata atau satuan bahasa (frase, klausa, kalimat) dengan kata atau satuan
bahasa lainnya. Hubungan ini dapat berupa kesamaan makna (sinonimi),
kebalikan makna (antonimi), kegandaan makna (polisemi), kelainan makna
(homonimi), ketercakupan makna (hiponimi), dan ambiguitas.
Secara harafiah, kata sinonimi berarti nama lain untuk benda atau hal yang
sama. Sedangkan Verharr secara semantik mendefinisikan sinonimi sebagai
ungkapan (dapat berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanya kurang lebih
sama dengan makna ungkapan lain (Verhaar, 1981). Sinonimi dapat dibedakan
atas beberapa jenis, tergantung dari sudut pandang yang digunakan. Yang harus
diingat dalam sinonim adalah dua buah satuan bahasa (kata, frase atau kalimat)
sebenarnya tidak memiliki makna yang persis sama. Menurut Verhaar yang sama
adalah informasinya. Hal ini sesuai dengan prinsip semantik yang mengatakan
bahwa apabila bentuk berbeda maka makna pun akan berbeda, walaupun
perbedaannya hanya sedikit. Selain itu, dalam bahasa Indonesia, kata-kata yang
bersinonim belum tentu dapat dipertukarkan begitu saja

5
Antonimi berasal dari bahasa Yunani Kuno yang terdiri dari kata onoma
yang berarti nama, dan anti yang berarti melawan. Arti harfiahnya adalah nama
lain untuk benda lain pula. Menurut Verhaar antonim ialah ungkapan (biasanya
kata, frase atau kalimat) yang dianggap bermakna kebalikan dari ungkapan lain.
Homonimi berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu onoma yang berarti
nama dan homos yang berarti sama. Jadi, secara harafiah homonimi dapat
diartikan sebagai ‘nama sama untuk benda lain’. Secara semantis, Verhaar
mendefinisikan homonimi sebagai ungkapan (kata, frase, atau kalimat) yang
bentuknya sama dengan ungkapan lain tetapi berbeda makna. Kata-kata yang
berhomonim dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu:
(a) homograf,
(b) homofon, dan
(c) homograf dan homofon.
Kata hiponimi berasal dari Yunani Kuno yang terdiri dari kata onoma
‘nama’ dan hypo’di bawah’. Secara harfiah hiponimi berarti ‘nama’ yang termasuk
di bawah nama lain (Verhaar, 1993). Secara semantis, hiponimi dapat didefinisikan
sebagai ungkapan (kata, frase, ata kalimat) yang maknanya dianggap merupakan
bagian dari makna ungkapan lain.
Istilah ambiguitas berasal dari bahasa Inggris (ambiguity) yang menurut
Kridalaksana berarti suatu konstruksi yang dapat ditafsirkan lebih dari satu arti
(Kridalaksana, 1982). Ambiguitas dapat terjadi pada komunikasi lisan maupun
tulisan. Namun, biasanya terjadi pada komunikasi tulisan. Dalam komunikasi lisan,
ambiguitas dapat dihindari dengan penggunaan intonasi yang tepat. Ambiguitas
pada komunikasi tulisan dapat dihindari dengan penggunaan tanda baca yang
tepat. Makna-makna dalam bahasa Indonesia dapat mengalami perubahan
makna, seperti perluasan makna, penyempitan makna, penghalusan makna, dan
pengasaran makna.

E. Kesalahan Berbahasa dalam Tataran Semantik


Kesalahan berbahasa dalam tataran semantik dapat berkaitan dengan
bahasa tulis maupun bahasa lisan. Kesalahan berbahasa ini dapat terjadi pada
tataran fonolgi, morfologi, dan sintaksis. Kesalahan berbahasa dalam tataran
semantik ini penekanannya pada penyimpangan makna, baik yang berkaitan
dengan fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Jadi, jika ada sebuah bunyi, bentuk
kata, ataupun kalimat yang maknanya menyimpang dari makna yang seharusnya,
maka tergolong ke dalam kesalahan berbahasa ini.

6
1. Kesalahan karena pasangan yang seasal
Pasangan yang seasal adalah pasangan kata yang memiliki bentuk asal yang
sama dan maknanya pun berdekatan (Alwi, 1991 : 21). Dalam hal ini kita tidak
menentukan bentuk mana yang benar, tetapi bentuk mana yang maknanya
tepat untuk menyatakan gagasan kita. Dengan kata lain, masing-masing adalah
bentuk yang benar. Kita dapat mengamati contoh-contoh pemakaian pasangan
yang seasal.
a) Penggunaan kata kurban dan korban
1) Daging korban itu akan dibagikan kepada yang berhak menerimanya
2) Jumlah kurban tanah longsor yang tewas sudah bisa dipastikan.
Pengertian pertama kata qurban adalah persembahan kepada Tuhan
(seperti kambing, sapi, dan unta yang disembelih pada hari Lebaran haji)
atau pemberian untuk menyatakan kesetiaan atau kebaktian, yang
kemudian dieja menjadi kurban. Makna korban adalah orang atau binatang
yang menderita atau mati akibat suatu kejadian, perbuatan jahat, dan
sebagainya; yang dieja menjadi korban. Berdasarkan perbedaan makna
kedua kata tersebut, maka kita dapat memperbaiki kalimat diatas seperti
berikut.
1) Daging kurban itu akan dibagikan kepada yang berhak menerimanya.
2) Jumlah korban tanah longsor yang tewas sudah bisa dipastikan.
b) Penggunaan kata lolos dan lulus
Kata lolos dan lulus merupakan dua kata yang hampir sama dalam segi
bentuk maupun makna. Dari segi bentuk kedua kata tersebut dibedakan
oleh vokal yang membentuknya, yaitu vokal /o/ pada [lolos] dan vokal /u/
pada [lulus]. Kekurang cermatan pemakaian bahasa mengakibatkan kata-
kata yang mirip tersebut tertukar dengan yang lain, sehingga menimbulkan
kesalahan. Pemakaian yang salah dapat diperhatikan pada contoh berikut
ini.
1) Narapidana itu lulus dari penjara tadi malam dengan merusak terali
jendela.
2) Benang sebesar itu tidak dapat lolos ke lubang jarum yang kecil itu.
Jika dicermati makna kedua kata di atas dapat dijelaska bahwa lolos berarti
keberhasilan melewati bahaya, rintangan, atau upaya penangkapan,
sedangkan lulus berarti keberhasilan melewati ujian atau memenuhi
persyaratan. Jadi pembetulan kedua kalimat di atas sebagai berikut.
1) Narapidana itu lolos dari penjara tadi malam denga merusak terali
jendela
2) Benang sebesar itu tidak dapat lulus ke lubang jarum yang kecil itu.
7
c) Penggunaan kata pengelepasan dan pelepasan
Kata penglepasan oleh pemakai bahasa sering pula digunakan di samping
kata pelepasan. Penggunaan kedua kata tersebut sering dipertukarkan,
perhatikan pemakaian berikut ini.
1) Acara pelepasan para wisudawan akan dimulai pukul 08.00.
2) Bayi yang baru saja dilahirkan itu mengalami cacat fisik, yaitu di bagian
penglepasannya.
Kedua kata tersebut yaitu penglepasan dan pelesapan sebenarnya dibentuk
dengan afiks dan kata yang sama, yaitu peng + lepas + an. Sejalan dengan
kaidah morfologis, afiks peng-jika dirangkaikan dengan bentuk dasar yang
berawal denga fonem /l/ akan menjadi pe-bukan menjadi peng oleh karena
itu, bentuk yang tepat adalah pelepasan bukan penglepasan. Akan tetapi
dalam pemakaiannya, kedua kata tersebut dipergunakan dengan makna
yang berbeda. Kata penglepasan umumnya diberi makana proses, tindakan,
atau hal melepaskan, sedangkan pada kalimat tersebut kata pelepasan
diberi makna anus. Maka perbaikan dari contoh diatas adalah sebagai
berikut.
1) Acara penglepasan para wisudawan akan dimulai pukul 08.00.
2) Bayi yang baru saja dilahirkan itu mengalami cacat fisik, yaitu di bagian
pelepasannya.
d) Penggunaan kata mengkaji dan mengaji
Kata mengkaji oleh pemakai bahasa juga sering digunakan di samping kata
mengaji. Penggunaan kedua kata tersebut sering salah. Cermatilah
pemakaian kata berikut ini.
1) Anak-anak muslim di kampung itu setiap hari pukul 16.00 mengkaji di
masjid Darussalam.
2) Para ilmuwan sedang mengaji hasil penelitian.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, perbaikan kalimat di atas sebagai
berikut.
1) Anak-anak muslim di kampung itu setiap hari pukul 16.00 mengaji di
masjid Darussalam.
2) Para ilmuwan sedang mengkaji hasil penelitian.
2. Kesalahan karena pasangan yang terancukan
Jenis lain kesalahan karena kemiripan adalah pasangan yang terancukan.
Pasangan yang terancukan terjadi jika oran gyang tidak mengetahui secara
pasti bentuk kata yang benar lalau terkacaukan oleh bentuk yang dianggapnya
benar. Dalam hal ini kedua anggota pasangan itu memang bentuk yang benar,
tatapi harus diperhatikan perbedaan maknanya. Akibatnya, kadang-kadang
8
ditemukan penggunaan bentuk yang salah. Contoh- contoh kesalahan
pemakaian jenis ini.
a) Penggunaan kata sah dan syah
Kata sah dan syah merupakan dua kata yang berbeda dari segi makna.
Kemiripan bentuk dan lafal memang dimiliki kedua kata tersebut. Jadi tidak
mengherankan jika pemakaian bahasa yang tidak cermat, sering
mengacaukan pemakaiannya. Perhatikan pemakain berikut ini.
1) Sah Iran sudah pernah berkunjung ke indonesia.
2) Dia sekarang telah syah menjadi suami saya.
Kata sah dan syah merupakan contoh pasangan terancuka. Makna kedua
kata itu jelas berbeda. Sah berarti sudah sesuai dengan hukum, sedangkan
syah berarti raja. Kesalahan pada kedua kalimat di atas dapat diperbaiki
menjadi sebagai berikut.
1) Syah Iran sudah pernah berkunjung ke indonesia.
2) Dia sekarang telah sah menjadi suami saya.
b) Penggunakan kata kafan dan kapan
Perhatikan pemakaian pasangan kata yang terancukan berikut ini.
1) Mayat itu sudah dibungkus kain kapan.
2) Kafan kamu akan berangkat ke Bali?
Jika dilihat dari maknanya, kata kafan bermakna kain (putih) pembungkus
mayat, sedangkan kapan bermakna kata tanya untuk menyatakan waktu,
perbedaan makna kedua kata tersebut jelas terlihat. Dengan demikian
perbaikan kalimat diatas adalah:
1) Mayat itu sudah dibungkus kain kafan.
2) Kapan kamu akan berangkat ke Bali?
c) Penggunaan kata sair dan syair
Kemiripan bentuk juga dapat kita amati pada kata sair dan syair. Karena
ketidakcermatan pemakai bahasa, kesalahan pemakaian kedua kata yang
mirip itu pun terjadi. Contoh:
1) Sastrawan itu sedang asyik membaca sair.
2) Orang Islam yang beriman selalu berhati- hati dalam berbuat, dia selalau
ingat syair.
Kata sair bermakna api neraka, sedangkan kata syair berati bentuk puisi
lama. Kemiripan itu hanya sebatas bentuk, tetapi makna berbeda jelas.
Berdasarkan makna tersebut, kita dapat menyikapi bahwa pemakaian kata
yang mirip pada kedua kalimat di atas merupakan pemakaian yang salah.
Perbaikannya sebagai berikut.
1) Sastrawan itu sedang asyik membaca syair.
9
2) Orang Islam yang beriman selalu berhati- hati dalam berbuat, dia selalau
ingat sair.
d) Penggunaan kata yang berhomofon (bunyi yang sama) dan berhomograf
(bentuk yang sama).
Terdapat kata-kata dalam bahasa Indonesia yang memiliki kemiripan atau
kesamaan bentuk (termasuk di dalamnya homofon dan homograf), tetapi
maknanya berbeda. Perhatikan pamakaian berikut ini.
a. Bentuk Tidak Baku Penggunaan Kata Berhomofon
1) Aku sanksi dengan pernyataan yang baru saja kamu ucapkan, karena
berkali-kali kamu sudah membohogi aku.
2) Sangsi apa yang akan diberkan kepada warga yang melangar adat itu?
Pada kalimat diatas kasus homofon. Pelafalan kata sanksi dan sangsi
sama, akan tetpi ejaan dan arti dari kedua kata tersebut berbeda. Sanksi
berarti hukuman, sedangka sangsi berarti ragu-ragu. Jika kebua kata
tersebut dipertukarkan pemakaiannya akan terjadi kesalahan. Jadi,
bentuk baku yang benar adalah sebagai berikut.
1) Aku sangsi dengan pernyataan yang baru saja kamu ucapkan, karena
berkali- kali kamu sudah membohogi aku.
2) Sanksi apa yang akan diberkan kepada warga yang melangar adat itu?
b. Bentuk Tidak Baku Penggunaan Kata Berhomograf
1) Berapa kilo gram apel yang sudah kamu beli kemarin? (lafal e taling)
2) Anto Sabtu malam apel kerumah Santi. (lafal e pepet)
Kasus homograf terdapat pada kata apel yang dicetak miring pada kedua
contoh tersebut penulisannya sama. Sekalipun penulisannya sama,
namun pelafalannya tidak sama dan artinya juga tidak sama. Kata apel
dengan pelafalan e (taling) beratri kunjungan ke rumah kekasih dan apel
dengan pelafalan e (pepet) berarti nama buah-buahan. Jadi, bentuk baku
yang benar adalah sebagai berikut.
1) Berapa kilo gram apel yang sudah kamu beli kemarin? (lafal e pepet)
2) Anto Sabtu malam apel kerumah Santi. (lafal e taling)
3. Kesalahan pilihan kata atau diksi
Penggunaan kata-kata yang saling menggantikan yang dipaksakan akan
menimbulkan perubahan makna kalimat bahkan merusak sturktur kalimat, jika
tidak disesuaikan dengan makna atau maksud kalimat yang sebenarnya. Pilihan
kata yang tidak tepat sering penggunaannya divariasikan secara bebas,
sehingga menimbulkan kesalahan. Kalimat seperti tidak bermasalah, jika hanya
dicermati sekilas saja. Contoh : mantan dan bekas, busana dan baju, jam dan
pukul, dan lain-lain.
10
Ada dua istilah yang berkaitan dengan masalah subjudul ini, yaitu istilah
pemilihan kata dan pilihan kata. Pemilihan kata adalah proses atau tindakan
memilih kata yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat, sedangkan
pilihan kata adalah hasil proses atau tindakan tersebut. Berikut ini akan
dipaparkan beberapa contoh wujud kesalahan pilihan kata.
a) Penggunaan kata pukul dan jam
Sering kita temukan pemakaian kalimat- kalimat seperti contoh berikut.
1) Hari ini akan kita bicarakan masalah kata majemuk dalam bahasa
Indonesia hingga kira-kira jam 14.00.
2) Selama dua pukul aku menunggumu di sini, tetapi kamu tidak datang
juga.
Penggunaan kata pukul dan jam harus dilakukan dengan tepat. Kata pukul
menunjukkan waktu, sedangkan kata jam menunjukkan jangka waktu.
Kata jam pada kalimat diatas tidak tepat karena untuk menyatakan waktu
digunakan kata pukul. Ketidaktepatan penggunaan kata pukul karena untuk
menyatakan jangka waktu digunakan kata jam. Perbaikan kalimat tersebut
adalah:
1) Hari ini akan kita bicarakan masalah kaa majemuk dalam bahasa
Indonesia hingga kira-kira pukul 14.00 WIB.
2) Selama dua jam aku menunggumu di sini, tetapi kamu tidak datang
juga.
b) Penggunaan kata tidak dan bukan
Kata tidak dan bukan merupakan kata-kata yang digunakan untuk
mengingkari. Sekalipun kedua kata itu untuk mengingkari, namun keduanya
mempunyai fungsi yang berbeda. Sering pemkaian kedua kata tersebut
dipertukarkan, contoh:
1) Andika bukan mengerjakan pekerjaan rumah, sehingga dimarahi Pak
Rudi.
2) Tidak orang yang menabrak yang salah, melainkan orang yang
menyeberang tanpa perhitungan itu yang melanggar lalu lintas.
Kata tidak dipakai untuk mengingkari verba, adjektiva, dan adverbia,
sedangkan kata bukan untuk mengingkari nomina, pronomina, dan
numeralia. Maka perbaikan kalimat tersebut adalah:
1) Andika tidak mengerjakan pekerjaan rumah, sehingga dimarahi Pak Rudi.
2) Bukan orang yang menabrak yang salah, melainkan orang yang
menyeberang tanpa perhitungan itu yang melanggar lalu lintas.

11
F. Kesimpulan
Kata semantik dalam bahasa Indonesia (Inggris: Semantics) berasal bahasa
Yunani sema artinya ‘tanda’ atau lambang kata kerjanya adalah semaino yang
berarti menandai atau melambangkan. Yang dimaksud dengan tanda atau
lambang sebagai padanan kata sema itu adalah tanda linguistik seperti yang
dikemukakan oleh Ferdinan de Seassure (1966) yaitu yang terdiri dari komponen
yang menggantikan yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan komponen
yang diartikan atau makna dari komponen yang pertama itu.
Kata semantik disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang
linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal
yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu
tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa;
fonologi, gramatika, dan semantik. Kesalahan berbahasa dalam tataran semantik
terbagi menjadi beberapa bagian, seperti kesalahan karena pasangan yang seasal,
Kesalahan karena pasangan yang terancukan,dan kesalahan pilihan berbahasa atau
diksi.

Sumber Pustaka
Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Fatimah, Loly. 2014. Analisis Kesalahan Berbahasa Tataran Semantik. (Online)
http://lolyfatimah.blogspot.com/2014/11/analisis-kesalahan-berbahasa-
tataran_16.html

12

Anda mungkin juga menyukai