Anda di halaman 1dari 5

Ringkasan Jenis Makna

Makna Leksikal dan Makna Gramatikal

Leksikal adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nominal leksikon
(vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata). Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan
bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosa kata atau
perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian,
makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem atau
bersifat kata. Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna ang sesuai
dengan hasil observasi alat indra atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan
kita.

Contoh makna leksikal adalah kata tikus yang makna leksikalnya yaitu sebangsa
binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas
dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing atau dalam kalimat Panen kali ini gagal akibat
serangan hama tikus. Kata tikus pada dua kalimat tersebut jelas merujuk kepada binatang
tikus, bukan yang lain. Berdasarkan dari contoh tersebut dapat disimpulka bahwa makna
leksikal dari suatu kata adalah gambaran yang nyata tentang suatu konsep seperti yang
dilambangkan di kata itu.

Makna gramatikal sering disebut sebagai makna kontekstual dan makna situasional.
Selain itu bisa juga disebut sebagai makna struktural karena proses dan satuan-satuan
gramatikal itu selalu berkenaan dengan struktur ketatabahasaan. Setiap bahasa mempunyai
sarana atau alat gramatikal tertentu untuk menyatakan makna-makna, atau nuansa-nuansa
makna gramatikal itu. Untuk menyatakan makna ‘jamak’ bahasa Indonesia menggunakan
proses reduplikasi atau pengulangan. Sedangkan dalam bahasa Inggris untuk menyatakan
‘jamak’ menggunakan penambahan morfem {s} atau menggunakan bentuk khusus.

Proses komposisi banyak melahirkan makna gramatikal. Contohnya komposisi sate


ayam tidak sama dengan komposisi sate madura. Yang pertama menyatakan ‘asal bahan’ dan
yang kedua menyatakan ‘asal tempat’.

Makna Referensial dan Nonreferensial


Perbedaan makna referensial dan nonreferensial berdasarkan ada tidak adanya referen
dari kata-kata itu. Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu diluar bahasa yang
diacu oleh kata itu maka kata tersebut merupakan referensial. Kalau kata-kata itu tidak
mempunyai referen maka kata itu merupakan kata bermakna nonreferensial. Kata-kata yang
termasuk preposisi dan konjungsi serta kata tugas lainnya, tidak mempunyai referen maka
banyak orang menyatakan kata tersebut tidak memiliki makna melainkan memiliki fungsi dan
tugas.

Perhatikan refere kata di sini dalam ketiga kalimat berikut!

a) Tadi dia duduk di sini.


b) “Hujan terjadi hampir setiap hari di sini”, kata wali kota Bogor.
c) Di sini, di Indonesia, hal seperti itu sering terjadi.

Pada kalimat (a) kata di sini menunjukkan tempat tertentu yang sempit sekali. Pada
kalimat (b) di sini merujuk pada tempat yang lebih luas yaitu kota Bogor. Sedangkan
pada kalimat (c) di sini merujuk pada daerah yang meliputi seluruh wilayah Indonesia.

Makna Denotatif dan Konotatif

Pembedaan makna denotatif dan konotatif didasarkan ada atau tidak adanya “nilai
rasa” (istilah dari Slametmulyana,1964) pada sebuah kata. Setiap kata, terutama yang disebut
kata penuh, mempunyai makna denotatif, tetapi tidak setiap kata itu mempunyai makna
konotatif. Makna denotatif sering disebut makna denotasional, makna konseptual, atau makna
kognitif karna dilihat dari sudut yang lain sama dengan makna referensial sebab lazim diberi
penjelasan sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran,
perasaan atau pengalaman lainnya.

Contoh dari makna denotatif ialah kata perempuan dan wanita. Kedua kata memiliki
denotasi yang sama yaitu manusia dewasa bukan laki-laki. Walaupun memiliki denotasi yang
sama tetapi dewasa ini kedua kata itu mempunyai nilai rasa yang berbeda. Kata perempuan
memiliki rasa yang ‘rendah’ sedangkan kata wanita mempunyai nilai rasa yang ‘tinggi’.
Makna nya sebagai berikut:

Wanita Perempuan
(1) Berpendidikan lebih (1) Pendidikan Kurang
(2) Modern dalam segala hal (2) Tidak atau kurang modern
(3) Malas Ke dapur (3) Rajin ke dapur
Makna denotasi sering juga disebut sebagai makna dasar, makna asli, atau makna
pusat; dan makna tambahan. Contohnya kata kebijaksanaan yang makna denotasinya adalah
kelakuan arif dalam menghadapi masalah menjadi negatif konotasinya akibat kasus yang
terjadi dalam masyarakat. Seorang pengemudi kendaraan bermotor yang ditangkap karena
melanggar peraturan lalu lintas minta ‘kebijaksanaan’ kepada petugas agar tidak
diperkarakan.

Makna konotasi sebuah kata dapat berbeda dari satu kelompok masyarakat satu
dengan yang lain selain itu makna ini juga dapat berubah dari waktu ke waktu. Contohnya
kata babi yang didaerah mayoritas Islam memiliki konotasi negatif karena babi merupakan
binatang najis dan haram. Sebaliknya bagi masyarakat bali, babi merupakan binatang yang
memiliki konotasi yang tidak negatif.

Makna Kata dan Makna Istilah

Pembedaan adanya makna kata dan makna istilah berdasarkan ketepatan makna kata
itu dalam penggunaannya secara umum dan secara khusus. Dalam penggunaan bahasa secara
umum seringkali digunakan tidak cermat sehingga makna nya bersifat umum. Makna sebuah
kata, walaupun secara sinkronis tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dalam
kehidupan, dapat menjadi bersifat umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau sudah
dipergunakan dalam suatu kalimat. Jika lepas dari konteks kalimat, makna kata itu menjadi
umum dan kabur. Misalnya kata tahanan. Mungkin saja yang dimaksud ialah orang yang
ditahan atau bisa juga ‘hasil perbuatan menahan’.

Makna yang bersifat umum, maka istilahnya memiliki makna yang tetap dan pasti.
Ketetapan dan kepastian makna istilah itu karena istilah hanya digunakan dalam bidang
kegiatan atau keilmuan tertentu. Jadi tanpa konteks kalimatnya pun makna istilah itu sudah
pasti. Contohnya kata tahanan. Sebagai kata, makna kata tahanan masih bersifat umum ,
tetapi sebagai istilah misalnya dalam bidang hukum maka kata tahanan itu sudah pasti orang
yang dihukum akibat melakukan sebuah perkara.

Diluar bidang istilah sebenarnya dikenal juga adanya pembedaan kata dengan makna
umum dan kata dengan makna khusus yang lebih terbatas. Kata dengan makna umum
mempunyai pengertian dan pemakaian yang lebih luas, sedangkan kata dengan makna khusus
atau makna terbatas mempunyai pengertian dan pemakaian yang lebih terbatas.

Makna Konseptual dan Makna Asosiatif

Pembedaan makna konseptual dan makna asosiatif didasarkan pada ada atau tidaknya
hubungan (asosiasi, refleksi) makna sebuah kata dengan makna kata lain. Secara garis besar
Leech (1976) malah membedakan makna atas makna konseptual dan makna asosiatif. Makna
konseptual adalah makna yang sesuai dengan konsepnya, makna yang sesuai dengan
referennya, dan makna yang bebas dari asosiasi atau hubungan apapun. Sedangkan makna
asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah kata berkenaan dengan adanya hubungan kata
itu dengan keadaan di luar bahasa.

Contoh dari makna konseptual kata melati berasosiasi dengan makna ‘suci’ atau
‘kesucian’; kata merah berasosiasi dengan makna ‘berani’ atau juga ‘dengan golongan
komunis’; kata cendrawasih berasosiasi dengan makna ‘indah’. Makna asosiatif ini
sesungguhnya sama dengan perlambang yang digunakan oleh suatu masyarakat bahasa untuk
menyatakan suatu konsep lain. Maka dengan demikian, dapat dikatakan melati digunakan
sebagai perlambang ‘kesucian’; merah digunakan sebagai perlambang ‘keberanian’ (dan
dalam dunia politik digunakan sebagai lambang golongan komunis) dan srikandi digunakan
sebagai ‘kepahlawanan wanita’.

Termasuk juga makna-makna lain seperti makna stilistika, makna afektif dan makna
kolokatif (Leech 1976). Makna stilistika berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan
denga adanya perbedaan sosial dan bidang kegiatan di dalam masyarakat. Lalu makna afektif
berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan dengan adanya perbedaan sosial dan
bidang kegiatan di dalam masyarakat. Sedangkan makna kolokatif berkenaan dengan makna
kata dalam kaitannya dengan makna kata lain yang mempunyai “tempat” yang sama dalam
sebuah frase.

Makna Idiomatikal dan Peribahasa

Idiom adalah satuan-satuan bahasa (bisa berupa kata , frase , maupun kalimat yang
maknanya tidak dapat “diramalkan” dari makna leksikal unsur-unsurnya maupun makna
gramatikal satuan-satuan tersebut .

Contoh : frase menjual sepeda bermakna si pembeli menerima sepeda si penjual menerima
uang ; frase menjual rumah bermakna si pembeli menerima rumah dari si penjual menerima
uang ; tetapi kontruksi menjual gigi bukan bermakna si pembeli menerima gigi dan si penjual
menerima uang ‘; melainkan bermakna ‘tertawa keras-keras’ . jadi dalam contoh frase
menjual gigi dalam bahasa indonesia ini tidak memiliki makna gramatikal , melainkan hanya
memiliki makna idiomatikal . begitu juga dengan dengan frase rumah batu , meja hijau dan
membanting tulang .

Perlu diketahui ada dua bentuk idiom dalam bahasa indonesia yaitu : idiom penuh dan idiom
sebagian . idiom penuh adalah idiom yang unsur-unsurnya secara keseluruhan sudah
merupakan satu kesatuan dengan satu makna , seperti yang sudah kita ketahui pada contoh
membanting tulang dan menjual gigi . sedangkan , idiom sebagian masih ada unsur yang
memiliki makna leksikalnya sendiri , misalnya daftar hitam yang berarti daftar yang berisi
nama-nama yang dicurigai / dianggap bersalah . dari uraian tersebut dapat disimpulkan
bahwa makna idiomatikal adalah makna sebuah satuan bahasa yang “menyimpang “ dari
makna leksikal atau makna gramatikal unsur pembentuknya .

Tautan antara makna leksikal dan gramatikal unsur-unsur pembentuk peribahasa itu dengan
makna lain yang menjadi tautanya . umpamanya hal dua orang yang selalu ‘ bertengkar ‘
dikatakan dalam bentuk peribahasa bagai anjing dengan kucing . (dua ekor binatang yang
tidak pernah akur ) karena peribahasa ini bersifat memperbandingkan atau mengupamakan
maka lazim juga disebut dengan nama perumpamaan.

Makna Kias

Dalam kehidupan sehari-hari dan juga dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
susunan W.J.S Poerwadarminta ada digunakan istilah arti kiasan. Penggunaan istilah arti
kiasan ini sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu semua bentuk bahasa (baik
kata, frase maupun kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti
konseptual atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi bentuk seperti putri
malam dalam arti ‘bulan’, raja siang dalam arti ‘matahari’, daki dunia dalam arti ‘harta,uang’
semuanya mempunyai arti kiasan.

Makna Lokusi, Ilokusi dan Perlokusi

Makna lokusi adalah makna seperti yang dinyatakan dalam ujaran, makna harfiah,
atau makna apa adanya. Sedangkan makna ilokusi adalah makna yang dipahami oleh
pendengar. Sebaliknya, yang di maksud dengan makna perlokusi adalah makna yang seperti
diinginkan oleh penutur. Contohnya : kalau seseorang kepada tukang afdruk foto dipinggir
jalan bertanya, “bang tiga kali empat, berapa?” makna secara lokusi kalimat tersebut adalah
keingintahuan dari penutur tentang berapa tiga kali empat. Namun, makna perlokusi, makna
yang diinginkan si penutur adalah bahwa si penutur ingin tahu berapa biaya mencetak ukuran
foto 3x4cm. Kalau si pendengar, yaitu tukang afdruk foto itu memiliki makna ilokusi yang
sama dengan makna perlokusi dari si penanya, tentu dia akan menjawab “dua ribu”. Tetapi
kalau makna ilokusinya sama dengan makna lokusi dari ujaran “tiga kali empat berapa”, dia
pasti akan menjawab “dua belas” bukan jawaban yang lain.

Anda mungkin juga menyukai