Anda di halaman 1dari 13

anisa assulthoniya

Polisemi, Ambiguitas dan Redundansi

Juli 08, 2017

Hakikat Polisemi, Ambiguitas dan Redundansi

Kata bahasa dalam bahasa Indonesia memiliki lebih dari satu makna atau pengertian, sehingga
seringkali membingungkan. Sifat atau ciri dari bahasa itu sendiri antara lain, bahasa itu adalah sebuah
sistem, bahasa itu berwujud lambang, bahasa itu berupa bunyi, bahasa itu bersifat arbitrer, bahasa itu
bermakna, bahasa itu bersifat konvensional, bahasa itu bersifat unik, bahasa itu bersifat universal,
bahasa itu bersifat produktif, bahasa itu bervariasi, bahasa itu bersifat dinamis, bahasa itu berfungsi
sebagai alat interaksi sosial, dan bahasa itu merupakan identitas penuturnya. Sebagai alat komunikasi
verbal, bahasa merupakan suatu sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer. Maksudnya, tidak ada
hubungan wajib antara lambang sebagai hal yang menandai yang berwujud kata atau leksem dengan
benda atau konsep yang ditandai, yaitu referen dari kata atau leksem tersebut.

Menurut Hockett, seorang tokoh strukturalis, bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari kebiasaan-
kebiasaan. Sistem bahasa ini terdiri dari lima subsistem, yaitu subsistem gramatika, subsistem fonologi,
subsistem morfofonemik, subsistem semantik, dan subsistem fonetik. Kedudukan kelima subsistem itu
tidak sama derajatnya. Subsistem gramatika, fonologi, dan morfofonemik bersifat sentral. Sedangkan
subsistem semantik dan fonetik bersifat periferal. Subsistem semantik bersifat periferal karena, makna
yang menjadi objek semantik sangat tidak jelas, tidak dapat diamati secara empiris, sebagaimana
subsistem gramatika (morfologi dan sintaksis).

Namun, sejak tahun enam puluhan studi mengenai makna ini menjadi kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan dari studi linguistik lainnya. Itu dikarenakan orang mulai menyadari bahwa kegiatan
berbahasa sesungguhnya adalah kegiatan mengekspresikan lambang-lambang bahasa tersebut untuk
menyampaikan makna-makna yang ada pada lambang tersebut, kepada lawan bicaranya (dalam
komunikasi tulis). Jadi, pengetahuan akan adanya hubungan antara lambang atau satuan bahasa, dengan
maknanya sangat diperlukan dalam berkomunikasi dengan bahasa itu. Kata semantik dalam bahasa
Indonesia, berasal dari bahasa Yunani, yaitu sema (kata benda), yang berarti “tanda” atau “lambang”.
Kata kerjanya adalah semaino yang berarti “menandai” atau “melambangkan”.
Tanda atau lambang menurut Ferdinand de Saussure, terdiri dari komponen yang mengartikan, yang
berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa dan komponen yang diartikan atau makna dari komponen yang
pertama itu. Kedua komponen ini adalah merupakan tanda atau lambang, sedangkan yang ditandai atau
dlambanginya adalah sesuatu yang berada di luar bahasa yang lazim disebut referen atau hal yang
ditunjuk. Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik
yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena
itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga
tataran analisis bahasa, fonologi, gramatika, dan semantik.

Dalam analisis semantik harus juga disadari, karena bahasa itu bersifat unik, dan mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya, maka analisis suatu bahasa hanya berlaku
untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan menganalisis bahasa lain. Dalam setiap bahasa, termasuk
bahasa Indonesia, seringkali kita temui adanya hubungan kemaknaan atau relasi semantik antara sebuah
kata atau satuan bahasa lainnya dengan kata atau satuan bahasa lainnya lagi. Satuan bahasa disini dapat
berupa kata, frase, maupun kalimat. Hubungan atau relasi kemaknaan ini mungkin menyangkut hal,
kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas) dan kelebihan makna (redudansi).

Dalam berbahasa indonesia atau dalam menulis sebuah karya sastra seperti novel, cerpen, puisi dan
karangan lainnya secara tidak sadar kita akan menemukan kalimat polisemi, ambiguitas dan redundansi.
Kalimat-kalimat ini sering muncul dalam suatu karangan meski terkadang kita tak menyadari. Tak sedikit
orang yang bahkan tak perduli akan kalimat-kalimat ini. Terkadang mereka hanya membaca tanpa
mengetahui makna dari kalimat tersebut.

Pengertian Polisemi

Kata Polisemi adalah suatu kata yang memiliki banyak makna. Polisemi adalah kata atau frasa yang
memiliki makna atau arti yang lebih dari satu. Dan makna dari polisemi bisa dilihat dari kalimat
keseluruhannya.Contoh:Kesuksesan adalah buah dari kesabaran dan kerja keras.Kata buah yang
dimaksud ialah hasil. Sedangkan, buah mangga adalah salah satu buah terbaik sehingga banyak
peminatnya. Kata buah yang dimaksud ialah buah-buahan. Contoh yang lain, Orang itu adalah salah satu
tangan kanan Pak Narji. Tangan kanan yang dimaksud berarti orang kepercayaan. Sedangkan, Budi
dihukum karena ia telah panjang tangan. Panjang tangan yang dimaksud berarti mencuri.

Menurut Sumarsono (2007:41) menyatakan jika polisemi adalah sebuah bentuk kebahasaan yang
memiliki berbagai macam makna. Perbedaan makna satu dengan yang lain dapat ditelusuri atau diruntut
sehingga sampai pada suatu kesimpulan bahwa makna-makna itu berasal dari sumber yang sama. Sama
dengan pendapat sebelumnya Allan dalam Sumarsono (2007:41) menyatakan “polysemy is the property
od an emic expression with more that one meaning.” Yang artinya polisemi sebagai unsure emik yang
memiliki dua makna atau lebih. Ullman menyatakan dalam buku Sumarsono (2007:41) bahwa polisemi
merupakan elemen bahasa yang penting. Adanya polisemi membuat kosakata dalam suatu bahasa
menjadi terbatas karena sejumlah konsep tidak harus diungkapkan dengan butir-butir leksikal yang
berbeda, tetapi dengan butir leksikal yang sama atas dasar berbagai persamaan.

Faktor-Faktor Munculnya Polisemi

1. Pergeseran Pemakaian

Polisemi sebagai ciri fundamental bahasa manusia muncul karena berbagai faktor. Faktor yang pertama
yaitu pergesaran pemakaian. Luasnya pemakaian bahasa menyebabkan yang digunakan oleh manusia
menyebabkan pergesaran makna. Pergesaran itu jika belum begitu jauh kemungkinan untuk diruntut
makna primer dengan makna yang baru. Namun jika sebaliknya jarak pergeseran yang jauh akan
menyulitkan penyebab pergeserannya. Menurut Ullman dalam Sumarsono (2007:45) kemungkinan itu
terjadi – pergeseran yang sulit diruntut penyebabp ergeserannya–akan menjadi pasangan yang
berhomonim.

Pergeseran penggunaan (aplikasi) terutama tampak mencolok dalam penggunaan adjektiva karena
adjektiva ini cenderung berubah maknanya sesuai dengan nomina yang diterangkan. Dalam bahasa
Indonesia dapat ditemukan polisemi pada semua jenis kata. Contohnya yang diambildari KBBI:

Lanjut (adjektiva):

· Panjang (tentangcerita, percakapan);

· Lama, tinggi (tentangumur);

· Terus, tidakberhenti, masihbersambung;


· Telahjauhdaripermulaan;

Barang (nomina):

· Benda umum (segalasesuatu yang berwujud);

· Segalaalatperkakasrumah, perhiasan, dsb;

· Bagasi, muatan;

· Sesuatu, segalasesuatu;

· Sesuatu yang biasasaja;

Membawa (verba):

· Memegang (mengandung, mengangkat, dsb) sambilberjalan;

· Mengangkat, memuat, memindahkan, mengirimkan;

· Mengajakpergi, memimpin;

· Mendatangkan, mengakibatkan;

Kata padat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki makna sangat penuh hingga tidak berongga:
padu: mampat: pejal. Namun Karena pergeseran pemakaian memungkinkan terjadinya makna yang
berbeda-beda, yakni:

· Sudah tetap hatinya seperti dalam sudah padat hatinya.

· Telah mendapat kata sepakat seperti dalam rundingan telah padat.

· Tidak ada waktu luang; berhimpitan sehingga tidak ada waktu sela seperti dalam acaranya padat
sekali seminggu ini.

· Mempunyai isi dan bentuk yang tetap (tidak cair dan tidak berupa gas) seperti dalam batu, besi
dan sebagainya merupakan bendapadat. Perbedaan makna padat dalam contoh-contoh di atas masih
relative dekat dengan makna primernya, tetapi kata sunting makna primernya ialah menyiapkan naskah
siap cetak atau siap terbit dengan memperhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa
(menyangkut ejaan, diksi, dan struktur kalimat). Sedangkan makna sekundernya ialah ‘meminang untuk
tujuan memperistri’

2. Spesialisasi dalam Lingkungan Sosial


Wilayah kehidupan atau wilayah social seringkali memiliki kata-kata yang maknanya khas yang
berbeda dengan makna sebenarnya. Penggunaan kata bias berbeda jika kita berada pada suatu wilayah
atau lingkungan kita misalnya saja jika kita berada pada lingkungan polisi. Kata operasi bukanlah hal yang
berhubungan dengan rumah sakit, ruangan untuk mengobati luka yang sulit ditangani melainkan makna
kata operasi ini adalah pekerjaan yang berhubungan dengan polisi bisa saja melakukan razia, operasi
zebra, dan lain sebagainya tanpa ada penejlasan lebih lanjut.

Hal ini dikarenakan kebiasaan dan karena pengaruh lingkungan.Makna bias berubah maknanya
dari makna yang biasa digunakan sehari-hari menjadi makna yang berupa sandi-sandi yang hanya orang
di wilayah dan lingkungan tertentu yang akan paham tanpa penjelasan lebih lanjut dan rinci.

3. Bahasa Figuratif (kiasan)

Sejumlah kata tidak hanya memiliki makna literal, tetapi memungkinkan pula memiliki makna kias atau
figuratif yang pada akhirnya membentuk metafora-metafora. Metofa dan kias-kias lain sebagai factor
penting dalam motifasi dan dalam overtone emotif. Menurut Verhaar dalam Sumarsono (2007:48)
menyatakan bahwa metafora terbentuk karena adanya penyimpangan penerapan makna kepada sesuatu
referen yang lain. Penyimpangan makna ini tidak bersifat semena atau arbitrer ,tetapi berdasarkan atas
kesamaan tertentu. Seperti kesamaan sifat, bentuk, fungsi, tempat atau kombinasi diantaranya.

Sebuah kata dapat diberi dua atau lebih pengertian yang bersifat kias tanpa menghilangkan makna
orisinalnya. Makna yang baru dan lama akan berdampingan selama tidak ada kekacauan makna. Dalam
hal ini metafora-metafora ini memancar dari makna sentral kata itu.

4. Penafsiran Kembali Pasangan Berhomonim

Dalam pembicaraan tentang etimologi populer kita sudah menyinggung bahwa polisemi juga bisa
muncul melalui bentuk khusus etimologi populer itu. Jika terdapat dua kata yang memiliki bunyi yang
identik dan perbedaan maknanya tidak begitu besar, kita cenderung untuk memandangnya sebagai dua
kata dengan dua pengertian. Secara historis ini masalah homonimi menurut I Dewa Putu, dia
menyatakan hal itu karena dua kata itu berasal dari dua kata yang berbeda.
Jenis polisemi ini memang sangat jarang ada dan sebagian besar contoh yang ada agak meragukan.
Hanya dengan perhitungan statistik sajalah kita dapat menunjukkan apakah sebagian besar penutur
benar-benar merasakan semacam hubungan antara dua makna itu.

5. Pengaruh Bahasa Asing

Maksudnya konsep-konsep asing sering kali mengakibatkan perubahan makna kata-kata bahasa yang
dipengaruhinya. Kadang-kadang makna pungut atau makna pinjaman itu mendesak kata yang lama.
Tetapi dalam banyak hal makna lama tetap hidup berdampingan dengan makna baru dan muncul
polisemi.

Contohnya dalam bahasa Indonesia kata ranjau yang bermakna primer ‘sebilah bambu yang ditajamkan
untuk jebakan’ karena masuknya pengaruh asing yakni bom, konsep ini tidak ada dalam bahasa
Indonesia, kata ranjau memiliki makna baru.

Pengertian Ambiguitas

Kata Ambiguitas ialah suatu kata yang ditafsirkan memiliki makna ganda atau lebih dari satu.
Ambiguitas dibagi menjadi 3 yaitu,

a. Ambiguitas Fonetik

Adalah suatu keambiguan yang terjadi akibat dari kesamaan bunyi – bunyi yang diucapkan dan ini
biasanya banyak terjadi dalam dialog atau percakapan sehari – hari.Contoh: “Dia datang memberi tahu”
Kalimat ini menimbulkan keambiguan, sebab yang dimaksud dia datang memebri tahu yang terbuat dari
kedelai atau dia datang memberi informasi.

b. Ambiguitas Gramatikal

Ambiguitas gramatikal terjadi karena proses pembentukan suatu ketatabahasaan baik pembentukan
kata, prasa, maupun kalimat. Kata – kata atau frasa yang memiliki keambiguitasan jenis ini akan hilang
jika dimasukan ke dalam konteks kalimat. Contoh: “Orang tua” Kata tersebut memiliki dua makna yaitu
ibu dan bapak atau orang yang sudah tua. Oleh sebab itu untuk mengetahui makna yang sebenarnya
perlu disatukan ke dalam satu kalimat.

c. Ambiguitas Leksikal

Kata atau kalimat ambigu jenis ini biasanya terjadi karena kata atau kalimat itu sendiri. Contoh: “Lari”
yang berarti mengejar sesuatu atau menghindari sesuatu.

Faktor-faktor penyebab keambiguan

ü Morfologi

ü Sintaksis

ü Struktual

Pengertian Redundansi

Redundansi sering diartikan sebagai kata atau kalimat yang berlebih-lebihan pemakaiannya. Dalam
semantik redundansi sebetulnya tidak ada, sebab salah satu prinsip dasar semantik adalah bila
bentuknya berbeda maka maknanya juga berbeda. Contoh: Rina mengenakan baju biru sama dengan
gadis itu berbaju biru.

Istilah redundansi redundanci inggrisnya, sedangkan bahasa indonesianya redundan, sering dipakai
dalam linguistik modern untuk menyatakan bahwa salah satu konstituen dalam kalimat tidak perlu bila di
pandangdi pandang dari sudut semantik (verhaar,1984:138). Sebagai contoh kita dapat bertitik tolak dari
konsep perifrase. Misalnya, bila kalimat “Ah diundang Burhan“ , diperpanjang menjadi “Ah diundang oleh
Burhan”, maka yang terakhir adalah perifrase (sekaligus parafrase) dari kalimat pertama. Perbedaan
diantaranya hanya terletak pada penggunaan konstituen oleh. Banyak linguis mengatakan bahwa
konstituen oleh dalam kalimat kedua tadi adalah ‘redundan’, yaitu tidak diperlukan untuk mendapatkan
makna penuh, namun pendapat tersebut sekali lagi mengacaukan makna dan informasi-informasi. Kedua
kalimat tersebut memang sama, baik dengan konstituen oleh atau tidak, tetapi maknanya tidak sama.
Sulit memang menentukan perbedaan makna dari kedua kalimat tersebut. Misalnya, kita dapat
mengatakan bahwa penambahan konstituen oleh lebih menonjolkan sifat agentif dari sisa kalimat
sesudah diundang, tetapi yang terpenting disini ialah prinsip yang sudah dirumuskan, yaitu informasi
tidak boleh disamakan dengan makna. Kalimat yang pertama terdapat sebagai fenomena luar ujaran dan
kalimat yang kedua adalah sebagai fenomena dalam ujaran. Bila bentuk berbeda, maknanya harus
dianggap berbeda pula.
Redundansi dapat dibedakan juga sebagai kelebihan makna. Menurut Carrol (Lubis, 1933:150) dalam
bukunya yang berjudul The Study of leaguage mengungkapan redundansi dalam bahasa adalah “when
the average information carried by symbol units is less than the maxium posible under condition of
equiprobable and indepandent symbols” yang berarti bila bobot informasi yang dikandung sebuah
simbol yang kita ucapkan lebih sedikit atau kurang dari jumlah unsur yang mendukung simbol itu atau
dapat juga diartikan bila ada perbedaan antara kapasitas dari sebuah ucapan dengan informasi yang
didukungnya.

Chaer (2009:105) menyebutkan redundansi adalah terlebih-lebih hanya penggunaan unsur sekmental
dalam satu bentuk ujaran. Ukuran untuk menyatakan suatu kata itu disebut redundan atau tidak adalah
berubahlah informasi yang terkandung dalam suatu ujaran apabila kata tersebut dibilangkan. Bila
informasi tersebut tidak berubah, maka kata tersebut adalah redundan. Sebagai contoh sebagai kalimat
“Pak Petrus mengenakan kemeja kemeja berwarna putih agar terlihat bersih.” Penggunaan kata
berwarna termasuk regundansi atau berlebih-lebihan karena tanpa penggunaan kata berwarna,
informasi yang disampaikan kalimat tersebut tetaplah sama.

Jika kita perhatikan orang-orang yang berbahasa, akan kelihatan bahwa redudansi terdapat dalam
segala bahasa dan bahkan hampir pada segala bidang baik dalam ejaan, morfologi maupun pada kalimat
yang kita dapatin terdapat bentuk redudansi tersebut. Redudansi juga dipermasalahkan dalam ragam
bahasa baku maupun ragam bahasa pers karena kedua raga bahasa tersebut menuntut adanya efisiensi
kalimat. Misalnya untuk memberikan suatu informasi cukup dengan 8 kata, tetapi kita ungkapkan dengan
lebih dari 8 kata inilah yang dimaksud dengan redudansi, begitu pula bila sebuah kalimat sudah cukup
untuk memberikan suatu informasi, tetapi kita ungkapkan dengan 2 kalimat atau lebih, jelas bahwa
ucapan kita termasuk redundansi atau berlebihan. Redundansi ini juga dapat kita temukan dalam
ragam bahasa sehari-hari. Misalnya, dalam kalimat “Suer, gue lihat sendiri, duit sih Amin beneran banyak
banget deh”. Penggunan salah satu dari kata-kata beneran dan kata banget termasuk redundansi
meskipun demikian. Hal tersebut tetep digunakan oleh subjek pembicara karena dia hendak
menekankan nuansa makna jumlah uang yang sangat banyak. Contoh lain adalah “Jagalah kebersihan
lingkungan, agar supaya kita terbebas dari berbagai macam penyakit”. Penggunan kata agar dan supaya
sangatlah tidak efektif. Oleh karena itu kata agar dan supaya dapat dikatakan sebagai redundansi.
Penggunaan kata agar dan supaya dapat dipilih salah satunya agar konstruksi kalimat tersebut menjadi
kalimat yang lebih efektif. Seperti “Jagalah kebersihan lingkungan agar kita terbebas dari berbagai
macam penyakit“ atau dalam konstruksi kalimat ”Jagalah kebersihan lingkungan supaya kita terbebas
dari berbagai macam penyakit”.

Pendapat lain di kemukakan oleh Parera (1993:74) yang mengistilahkan redundansi sebagai kelewahan,
yakni derajat kelebihan informasi yang dikandung oleh sebuah bahasa atau butir-butir bahasa yang
diperlukan informasi yang diperlukan. Jika seorang mengatakan “banyak buku-buku”. Bentuk ulang buku-
buku di anggap lewah karena kata banyak sudah mengandung makna prural.

Penggunaan unsur bahasa yang tidak perlu dalam suatu tuturan atau tulisan sebenarnya boleh
ditinggalkan atau tidak di gunakan sepanjang tidak mengganggu dan mengurangi makna atau informasi
yang ingin disampaikan. Berangkat dari penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa redundansi
adalah penggunaan kata-kata yang berlebihan dalam suatu tuturan atau tulisan untuk menyampaikan
suatu informasi.

Hakikat Novel

Pengertian Novel

Novel ialah suatu karangan prosa yang panjang dan mengandung rangkaian-rangkaian cerita dalam
kehidupan seseorang dan berhubungan dengan orang-orang di sekelilingnya. Karangan ini menonjolkan
watak dan sifat setiap pelaku yang ada dalam cerita tersebut. Seseorang yang menulis novel disebut
dengan novelis.

Ciri-Ciri Novel

a) Secara umum

ü Jumlah kata yang terdapat lebih dari 35.000 kata.

ü Terdiri dari sedikitnya 100 halaman.

ü Waktu untuk membaca novel setidaknya 2 jam atau 120 menit.

ü Cerita yang terdapat lebih dari satu impresi, efek dan emosi.

ü Alur ceritanya cukup kompleks.

ü Seleksi ceritanya luas.

ü Ceritanya panjang tapi banyak kalimat yang diulang-ulang.

ü Ditulis dnegan narasi kemudian didukung dengan deskripsi untuk menggambarkan yang ada di
dalamnya.

b) Novel Terjemahan

ü Menonjolkan watak dan perilaku tokoh berdasarkan latar belakang sosial budaya asing karya novel
tersebut diciptakan.
ü Nama-nama tokohnya tidak begitu familiar.

ü Latar tempatnya tidak berada di Indonesia

ü Bahasanya tidak mendayu-dayu.

c) Novel Angkatan 20 dan 30an

Bertema masalah adat dan kawin paksa.

ü Umumnya berisi kritikan terhadap adat lama.

ü Tokoh yang diceritakan dari muda hingga meninggal dunia.

ü Bahasanya kaku dan statis.

ü Bahasanya sangat snatun.

ü Konflik yang dialami para tokoh kebanyakan disebabkan peselisihan dalam memilih nilai kehidupan
(barat dan timur).

ü Menggunakan kata-kata yang berlebihan.

d) Novel Remaja

ü Kebanyakan bertema tentang pertemanan atau persahabatan dna percintaan.

ü Bahasa yang digunakan bahasa sehari-hari yang digunakan oleh remaja.

ü Jumlah katanya lebih dari 35.000 kata.

ü Terdiri dari setidaknya 100 halaman.

ü Waktu untuk membaca novel setidaknya 2 jam atau 120 menit.

ü Ceritanya lebih dari satu impresi, efek dan emosi.

ü Alur ceritanya cukup kompleks.

ü Seleksi ceritanya luas.

ü Ceritanya panjang tapi banyak kalimat yang diulang-ulang.

ü Ditulis dnegan narasi kemudian didukung dengan deskripsi untuk menggambarkan yang ada di
dalamnya.
Jenis-Jenis Novel

· Berdasarkan Nyata atau Tidaknya Kejadian

ü Novel Fiksi, ialah suatu karangan yang tidak nyata atau tidak pernah terjadi pada kehidupan nyata.

ü Novel Non-Fiksi, ialah suatu karangan yang yang pernah ada atau pernah terjadi dalam kehidupan
nyata.

· Berdasarkan Genre Ceritanya

ü Novel Romantis, ialah suatu karangan yang berisi tentang hal yang berhubungan dengan kasih
sayang dan cinta.

ü Novel Horor, ialah suatu karangan yang berisi tentang hal yang menyeramkan.

ü Novel Komedi, ialah suatu karangan yang berisi hal lucu.

ü Novel Inspiratif, ialah suatu karangan yang berisi mengenal hal inspiratif.

· Berdasarkan Isi dan Tokoh

ü Novel Teenlit, ialah suatu karangan yang berisi tentang remaja.

ü Novel Chicklit, ialah suatu karangan yang berisi tentang perempuan muda.

ü Novel Dewasa, ialah suatu karangan yang berisi tentang cerita orang dewasa.

Hakikat Berbahasa Indonesia

Pengertian Berbahasa Indonesia

Bahasa Indonesia ialah suatu bahasa yang berasal dari bahasa Melayu yang menjadi suatu bahasa
kesatuan dari negara Indonesia. Dan kita sebagai rakyat Indonesia seharusnya menjungjung tinggi
bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Berbahasa Indonesia dengan baik dan benar ialah dengan
menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai konteks (pembicaraan atau penulisan) atau dengan
menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan tata bahasa Indonesia.

Manfaat Berbahasa Indonesia

Kita dapat melestarikan bahasa indonesia dan meningkatkan rasa nasionalisme sebagai rakyat
indonesia. Selain itu, manfaat berbahasa indonesia ialah mempermudah hubungan berbahasa antar
suku, ras dan daerah. Secara tidak langsung berbahasa Indonesia dapat membuat pribadi kita menjadi
lebih santun.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

aktifitas belajar mengajar di SMP Al-Mukmin Bringkoneng

Juni 06, 2017

Gambar

BACA SELENGKAPNYA

Faisal Fahreza

Juli 09, 2017

BACA SELENGKAPNYA

Diberdayakan oleh Blogger

Gambar tema oleh Shana Novak

Arsip
Laporkan Penyalahgunaan

anisa assulthoniya

Anda mungkin juga menyukai