Anda di halaman 1dari 21

SINTAKSIS

MAKALAH
(Disusun Untuk Memenuhi Nilai Mata Kuliah Linguistik Umum)

DOSEN PENGAMPU: DR. MASRIN

Disusun oleh:

KELOMPOK 7

EL HIKMAH 20187179049

NUR RAHMAWATI 20187179050

SITI JUBAEDAH 20187179012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS PASCASARJANA

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

JAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Swt atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sintaksis” ini
dengan baik. Terima kasih kepada Bapak Dr. Masrin selaku dosen pengampu mata kuliah
Linguitsik Umum yang telah memberikan tugas ini.

Makalah ini berisi tentang penjabaran mengenai sintaksis, baik pengertian, struktur,
jenis, frasa, dan klausa. Pembelajaran mengenai sintaksis penting dipahami oleh para
pembelajar dan pengajar bahasa, supaya dapat memberikan ilmu dan menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari.

Sekiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun dan para pembaca. Penyusun
harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam hal ini
dapat menambah wawasan kita mengenai hakikat bahasa.

Akhirnya penyusun menyadari bahwa makalah ini memang masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulisan dengan senang hati menerima kritik dan saran yang membangun untuk
penyempurnaan makalah ini.

Jakarta, Mei 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………..………………………………… 1

KATA PENGANTAR ………………………………..…………………………………. 2

DAFTAR ISI …………………………………………...…...…………………………… 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG …………..……………………………...…...……………… 4


1.2. RUMUSAN MASALAH ………..……………………………...…...……………… 5
1.3. TUJUAN PENULISAN………..….…………………………...……...…………….. 5
1.4. MANFAAT PENULISAN …………..………………………..............……………... 5

BAB II PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN SINTAKSIS ………...……………………………....……….…...… 6


2.2. STRUKTUR SINTAKSIS …………………………………………………………... 7
2.3. KATA SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS ………………………………………….. 11
2.4. FRASA
2.4.1. PENGERTIAN FRASA ……………………...……………………………… 11
2.4.2. JENIS FRASA ………………………………..…………………………….... 12
2.4.3. PERLUASAN FRASA …………………………………………………...….. 15
2.5. KLAUSA
2.5.1. PENGERTIAN KLAUSA …………………………………………..……..…. 16
2.5.2. JENIS KLAUSA ……………………………………………………....……. .. 17

BAB III PENUTUP

3.1. SIMPULAN …………….……………………………………………………...……... 20

3.2. SARAN ……………………………………………………………..…………..….…. 20

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………….. 21

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Linguistik merupakan ilmu yang membahas bahasa sebagai objek kajiannya. Di dalam
proses berkomunikasi sehari-hari dengan orang lain, tentu perlu menggunakan kalimat
dengan makna yang tepat. Di samping itu perlu memperhatikan pilihan kata atau diksi yang
tepat agar gagasan atau ide yang disampaikan kepada orang lain dapat terpahami secara
efektif.
Di dalam kehidupan manusia membutuhkan komunikasi, dan bahasa dibutuhkan
manusia untuk melakukan proses komunikasi tersebut. Komunikasi dapat berlangsung
secara lisan maupun tulisan. Kedua bentuk komunikasi ini tentunya membutuhkan
keterampilan berbahasa yang memadai untuk menghasilkan sebuah komunikasi yang
efektif dan efisien. Efektifitas dan efisiensi dalam berbahasa akan sangat dipengaruhi oleh
keterampilan berbahasa khususnya dalam penyusunan kalimat yang akan digunakan dalam
berkomunikasi.
Penyusunan kalimat akan berawal dari pemahaman mengenai makna kata sebagai
penyusun kalimat tersebut, yang selanjutnya akan membentuk sebuah frasa, klausa, dan
pada akhirnya terbentuklah sebuah kalimat untuk berkomunikasi. Sehingga, penting sekali
seseorang memahami mengenai sintaksis sebagai sebuah cabang ilmu linguistik atau ilmu
bahasa agar dapat berkomunikasi efektif dan efisien.
Masih banyaknya orang yang belum mengetahui dan paham mengenai makna dan
hakikat sintaksis. Padahal, penggunaannya begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari. Hal
tersebut berkisar pada kalimat bahasa Indonesia yang digunakan sebagai alat komunikasi
sehari-hari. Perlu pendalaman dan praktik agar dapat memahami sintaksis lebih jauh.
Bagi guru sekolah, memiliki keterampilan berbahasa merupakan suatu modal untuk
mengembangkan kompetensi para siswa dalam berkomunikasi dan pemahaman mengenai
tata kalimat dalam bahasa Indonesia. Melatih siswa untuk berkomunikasi efektif dan dapat
membuat karya tulis yang baik.
Bagaimana supaya proses proses komunikasi berjalan efektif, antara lain perlu
memiliki pemahaman yang berkaitan dengan sintaksis bahasa Indonesia seperti jenis frasa,
klausa, kalimat, diksi, wacana, dan lain sebagainya.

4
Sintaksis merupakan cabang ilmu lingusitik tentang susunan kalimat dan bagiannya
atau bisa disebut sebagai ilmu tata kalimat. Mempelajari sintaksis ini penting untuk
memperlancar komunikasi dan memebrikan pengetahuan bagi para pembelajar bahasa.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis makalah ini membahas mengenai
sintaksis beserta struktur internalnya. Namun, pembahasan hanya sampai pada jenis klausa.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan penulis di atas, rumusan masalahnya
sebagai berikut:
1.2.1. Apa pengertian, struktur, dan kata sebagai satuan sintaksis?
1.2.2. Apa pengertian, jenis, dan perluasan frasa?
1.2.3. Apa pengertian dan jenis klausa?
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan penulis, maka tujuan dari
penulisan makalah ini ialah:
1.3.1. Untuk mengetahui pengertian, struktur, dan kata sebagai satuan sintaksis.
1.3.2. Untuk mengetahui pengertian, jenis, dan perluasan frasa.
1.3.3. Untuk mengetahui pengertian dan jenis klausa.
1.4. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan ilmu
pengetahuan mengenai sintaksis, frasa, dan klausa. Menjadikan makalah ini sebagai bahan
bacaan dan referensi bagi pembelajar bahasa lainnya yang ingin mengetahui tentang
sintaksis.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Sintaksis

Sintaksis secara etiomologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun artinya dengan dan
tattein artinya menempatkan. Jadi, secara etimologis sintaksis berarti menempatkan bersama-
sama kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Sintaksis yang berasal dari bahasa Belanda
yaitu syntaxsis. Sedangkan dalam bahasa Inggris adalah syntax. (Chaer, 2012:206)

Berikut ini merupakan beberapa pendapat para ahli bahasa mengenai sintaksis:

 Ramlan (1981:1), Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang
membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frasa. Ringkasnya sintaksis
adalah studi penghimpunan dan tautan timbal balik antara kata-kata, frasa-frasa, klausa-
klausa dalam kalimat.

 Kridalaksana (1982:154), Sintaksis adalah: (1) pengaturan dan hubungan antara kata
dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan
yang lebih besar itu dalam bahasa, (2) subsistem bahasa yang mencangkup hal tersebut
(sering dianggap bagian dari gramatika; bagian lain adalah morfologi), dan (3) cabang
linguistik yang mempelajari hal tersebut.

 Verhaar, Sintaksis merupakan menyelidiki semua hubungan antar kelompok kata atau
antar frasa dalam suatu sintaksis itu. Sintaksis itu mempelajari hubungan gramatika di
luar batas kata, tetapi di dalam satuan yang disebut kalimat.

 Menurut KBBI edisi ke-V tahun 2016 luring, sintaksis ialah: 1) Pengaturan dan
hubungan kata dengan kata atau dengan satuan lain yang lebih besar; 2) Cabang
linguistik tentang susunan kalimat dan bagiannya; ilmu tata kalimat; ilmu nahu; 3)
Subsistem ilmu bahasa yang mencakup hal tersebut.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Sintaksis merupakan


subsistem tata bahasa atau gramatika. Sintaksis menelaah tentang struktur satuan bahasa yang
lebih besar dari kata, mulai dari frasa hingga kalimat. Sintaksis adalah studi gramatikal struktur
antar kata (urutan kata). Makna pada suatu frasa atau kalimat ditentukan oleh urutan kata yang

6
dipakai dalam pembentukannya. Beberapa kalimat akan berubah maknanya jika struktur urutan
kata di dalamnya berubah.

2.2. Struktur Sintaksis

Dalam pembicaran struktur sintaksis pertama-tama harus dibicarakan masalah fungsi


sintaksis, kategori sintaksis, dan peran sintaksis. Ketiganya tidak dapat dipisahkan. Jadi, akan
dibicarakan secara bersamaan. Kelompok peristilahan yang berkenaan dengan struktur
sintaksis:

1. Fungsi sintaksis : subjek, predikat, objek, dan keterangan


2. Kategori sintaksis : nomina, verba, ajektiva, dan numeralia
3. Peran sintaksis : pelaku, penderita, dan penerima

Secara umum struktur sintaksis itu sendiri dari susunan subjek (S), Predikat (P), Objek
(O), dan keterangan (K). Masalah kita sekarang apakah fungsi-fungsi sintaksis itu, dan apakah
isi serta perannya di dalam linguistik ? Menurut Verhaar (1978) fungsi-fungsi sintaksis itu yang
terdiri dari unsur-unsur S,P,O, dan K itu merupakan “kotak-kotak kosong” atau “tempat-tempat
kosong” yang tidak mempunyai arti apa-apa karena kekosongannya. Tempat-tempat kosong
itu akan diisi oleh sesuatu yang berupa kategori dan memiliki peranan tertentu.

Contoh kalimat: “Nenek melirik kakek tadi pagi”

- Tempat kosong yang bernama Subjek diisi oleh kata nenek yang berkategori nomina
- Tempat kosong yang bernama Predikat diisi oleh kata melirik yang berkategori Verba
- Tempat kosong yang bernama Objek diisi oleh kata kakek yang berkategori nomina
- Tempat kosong yang bernama Keterangan diisi oleh frasa (gabungan kata) tadi pagi yang
berkategori nomina

Pengisi fungsi-fungsi itu yang berupa kategori sintaksis mempunyai peran-peran sintaksis.

- Kata nenek memiliki peran ‘pelaku’ atau agentif


- Kata melirik memiliki peran ‘aktif’
- Kata kakek memiliki peran ‘sasaran’
- Kata tadi pagi memiliki peran ‘waktu’

Masalah kita sekarang sehubungan dengan fungsi, kategori, dan peran sintaksis adalah

7
1. Apakah fungsi sintaksis selalu berurutan S,P,O, dan K ?
2. Apakah setiap fungsi harus selalu diisi oleh kategori tertentu ?
3. Peran-peran apa sajakah yang ada dalam setiap struktur sintaksis ?

Terhadap pertanyaan pertama dapat dijawab bahwa susunan fungsi sintaksis tidak harus selalu
berurutan S,P,O dan K.

Keluarlah nenek dari kamarnya

Mempunyai susunan fungsi P,S, dan K . demikian juga fungsi K dalam kalimat-kalimat berikut
mempunyai posisi yang tidak sama

a. Tadi pagi nenek melirik kakek


b. Nenek tadi pagi melirik kakek
c. Nenek melirik kakek tadi pagi
d. Nenek melirik tadi pagi kakek

Yang tampak urutannya harus selalu tetap adalah fungsi P dan O, sebab kalimat (d)
berikut tidak berterima.

Mengenai pertanyaan apakah keempat fungsi itu harus selalu muncul dalam setiap
struktur, tampaknya dari contoh kalimat di atas “keluarlah nenek dari kamarnya” sudah
terjawab. Dari contoh tersebut sudah terlihat bahwa kalimat tersebut tidak memiliki fungsi
objek. Jadi, memang keempat fungsi tidak selalu ada dalam setiap struktur sintaksis. Hanya
masalahnya, fungsi-fungsi mana yang biasa tidak muncul dan fungsi-fungsi mana pula yang
harus selalu muncul sehingga kontruksi tersebut dapat disebut sebagai struktur sintaksis.
Jawabannya agak sukar dan bisa bermacam-macam. Banyak pakar yang mengatakan bahwa
suatu struktur sintaksis minimal harus memiliki fungsi subjek dan fungsing predikat. Tanpa
subjek dan predikat kontruksi itu belum dapat di sebut sebagai sebuah struktur sintaksis.
Sedangkan subjek dan keterangan boleh tidak muncul, apa lagi mengingat kemunculan objek
di tentukan oleh transitif atau tidaknya verba yang mengisi fungsi predikat, dan fungsi
keterangan hanya muncul bila diperlukan. Namun, Verhaar (1978) mencatat dalam kalimat:

Dia tinggal di Jakarta

8
Frasa “di Jakarta” yang menduduki fungsi keterangan tidak dapat dihilangkan sebab kontruksi
‘dia tinggal’ tidak berterima.

Ada pakar lain, yaitu chafe predikat harus selalu berupa verba,atau kategori lain yang
di verbakan. Munculnya fungsi-fungsi lain sangat tergantung pada tipe atau jenis verba itu.
Verba yang transitif tentu akan muncul fungsi objek dan verba yang menyatakan lokasi,
serperti kata ’tinggal’ pada kalimat “dia tinggal di Jakarta” tentu akan memunculkan fungsi
keterangan yang berperan lokatif.

Berikut ini contoh struktur yang tidak memunculkan objek, yang harus ada objeknya, dan yang
harus ada keterangan. Perhatikan!

- Rambut nenek belum memutih


- Nenek membersihkan kamarnya
- Matahari terbit dari sebelah timur

Verba ‘memutih’ pada kalimat “rambut nenek belum memutih” adalah verba intransitif.
Maka, tidak perlu munculnya sebuah objek. Verba ‘membersihkan’ pada kalimat “nenek
membersihkan kamarnya” adalah verba transitif.maka, dibelakang verba itu harus ada sebuah
objek. Verba ‘terbit’ adalah verba intransif yang menyatakan lokasi, maka perlu adanya fungsi
keterangan yang berperan lokatif itu, kalimat tersebut merupakan kalimat yang tidak berterima.

Mengenai pertanyaan kedua, apakah fungsi-fungsi itu harus diisi oleh kategori-kategori
tertentu, juga banyak jawaban yang berbeda. Para ahli tata bahasa tradisional berpendapat
bahwa

Fungsi subjek harus diisi oleh kategori nomina,

Fungsi predikat harus diisi oleh kategori verba,

Fungsi objek harus diisi oleh kategori nomina,

Fungsi keterangan harus selalu diisi oleh kategori adverbia.

Akibat dari pandangan ini, maka kalimat seperti “ dia guru” adalah salah. Sebab tidak ada
predikatnya. Yang benar atau yang seharusnya adalah kalimat “dia guru” harus diberi kata
“adalah” atau” menjadi” sehingga menjadi kalimat:

9
Dia adalah guru

Dia menjadi guru

Berbicara pada pertanyaan ketiga, peran-peran apakah yang ada dalam setiap struktur
sintaksis, disini sebenarnya berkaitan dengan masalah makna gramatikal yang dimiliki oleh
struktur sintaksis itu. Makna gramatikal unsur-unsur leksikal yang mengisi fungsi-fungsi
sintaksis sangat tergantung pada tipe atau jenis kategori kata yang mengisi fungsi sintaksis itu.
Kalau predikatnya diisi oleh verba transitif ‘makan’, misalnya, maka pengisi fungsi subjek
akan berperan ‘pelaku’ dan fungsi objek akan berperan ‘sasaran’, tetapi kalau pengisi fungsi
predikat berupa verba ‘kedinginan’, maka pengisi fungsi subjeknya akan memiliki peran ‘yang
mengalami’.

pengisi fungsi predikat itu sendiri dapat memberi peran ‘aktif’,

seperti dalam kalimat “nenek menghitamkan rambutnya”, peran’pasif’

seperti dalam kalimat “kulitnya mulai menghitam”, dan peran ‘keadaan’

Eksistensi struktur sintksis terkecil ditopang oleh, kita sebut saja urutan kata, bentuk
kata, dan intonasi. Dalam hal ini bisa juga ditambah dengan konektor yang biasanya berupa
konjungsi. Peranan ketiga alat sintaksis itu (urutan kata, bentuk kata, dan intonasi) tampaknya
tidak sama antara bahasa yang satu dengan bahasa yang lain. Ada bahasa yang lebih
mementingkan urutan, da yang lebih mementingkan bentuk kata, tetapi ada juga yang lebih
mementingkan intonasi.

Yang dimaksud dengan urutan kata ialah letak atau posisi kata yang satu dengan kata
yang lain dalam suatu konstruksi sintaksis. Dalam bahasa Indonesia urutan kata ini tampaknya
sangat penting. Perbedaan urutan kata dapat menimbulkan perbedaan makna. umpamanya:

Konstruksi ‘tiga jam’ memiliki makna yang tidak sama dengan kontruksi yang
mempunyai urutan ‘jam tiga’. Perbedaan ‘tiga jam’ menyatakan masa waktu yang lamanya
3x60 menit. Sedangkan ‘jam tiga’ menyatakan saat waktu. Begitu juga dengan urutan kontruksi
‘lagi makan’ dan ‘makan lagi’ yang bagi anda penutur bahasa tentu tau beda maknanya, ‘lagi
makan’ berarti perbuatan makan sedang berlangsung, sedangkan makan lagi berarti perbuatan
makan itu berulang kembali.

10
2.3. Kata Sebagai Satuan Sintaksis

Dalam tataran morfologi kata merupakan satuan terbesar (satuan terkecilnya morfem);
tetapi dalam tataran sintaksis kata merupakan satuan terkecil, yang secara hirarkial menjadi
komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar, yaitu frasa. Terdapat dua macam kata
berdasarkan satuan sintaksis:

1. Kata penuh (fullword)


Kata penuh adalah kata yang secara leksikal memiliki makna, mempunyai
kemungkinan untuk mengalami proses morfologi, merupakan kelas terbuka, dan dapat
berdiri sendiri sebagai sebuah satuan tuturan. (nomina, verba, ajektiva, adverbia dan
numeralia). Contoh: kucing, kerja, kecil, sepuluh.
2. Kata tugas (functionword)
Kata tugas adalah kata yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak
mengalami proses morfologi, merupakan kelas tertutup, dan dalam pertuturan dia tidak
dapat bersendiri. Kata-kata yang berkategori preposisi dan konjungsi.
contoh : dan, meskipun, dengan.
2.4. Frasa

2.4.1. Pengertian Frasa

Frasa lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata
yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah
satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer,2012:222). Berdasarkan definisi tersebut
dapat dikatakan bahwa yang namanya frasa itu pasti terdiri lebih dari sebuah kata.
Pembentuk frasa itu harus berupa morfem bebas, bukan berupa morfem terikat.
Misalnya, konstruksi sudah makan dan jalan lurus merupakan frasa; sedangkan
konstruksi tata boga dan interlokal bukan frasa , karena boga dan inter adalah morfem
terikat.

Frasa adalah konstruksi nonpredikatif. Ini berarti, hubungan antara kedua unsur yang
membentuk frasa itu tidak berstruktur subjek-predikat atau berstruktur predikat-objek.
Oleh karena itu, konstruksi seperti adik mandi dan menjual sepeda bukan frasa; tetapi
konstruksi kamar mandi dan bukan sepeda adala frasa. (Chaer, 2012: 223).

Satu hal yang perlu diingat, karena frasa itu mengisi salah satu fungsi sintaksis maka
salah satu unsur frasa itu tidak dapat dipindahkan “sendirian”. Jika ingi dipindahkan,

11
maka harus dipindahkan secara keseluruhan sebagai satu kesatuan. Jadi, kata tidur
dalam frasa kamar tidur pada kalimat (a) tidak dapat dipindahkan, misalnya menjadi
kalimat (b); yang mungki ialah kalau dipindahkan keseluruhannya, seperti pada kalimat
(c).

(a) Adik membaca buku di kamar tidur


(b) Tidur adik membaca buku di kamar
(c) Di kamar tidur adik membaca buku

Chaer (2012: 224) menjelaskan juga bahwa sama halnya dengan kata, sebagai
fungsi sintaksis frasa juga berpotensi untuk menjadi kalimat minor, misalnya sebagai
kalimat jawaban, contoh: Nenek saya (Sebagai jawaban dari pertanyaa: siapa
yang duduk di sana itu?)

Di dalam pendidikan formal sering timbul pertanyaan tentang apa perbedaannya


kata majemuk dengan frasa. Pertanyaan ini tidak mudah dijawab karena banyak sekali
konsep mengenai kata majemauk dalam bahasa Indonesia. Jika, kita ikuti konsep dari
para tata bahasawan tradisional mengenai kata majemuk sebagai komposisi yang
memiliki makna baru atau memiliki satu makna, maka bedanya dengan frasa adalah
bahwa frasa tidak memimiliki makna baru, melainkan kata sintaktik atau makna
gramatikal. Contoh: bentuk meja hijau yang berarti ‘pengadilan’ adalah kata majemuk,
sedangkan meja saya yang berarti ‘saya punya meja’ adalah sebuah frasa.

2.4.2. Jenis Frasa

1. Frasa Eksosentrik
Frasa Eksosentrik adalah frasa yang komponen–komponenya tidak mempunyai
perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Contoh: Frasa di pasar terdiri
dari komponen di dan pasar. Secara keseluruhan atau secara utuh frasa ini dapat
mengisi fungsi keterangan.
- Dia berdagang di pasar
Tetapi baik komponen di maupun komponen pasar tidak dapat menduduki fungsi
keterangan dalam kalimat. Masing-masing komponen tidak dapat berdiri sendiri.
- Dia berdagang di
- Dia berdagang pasar
Frasa ekosentris dibedakan atas:
a. Frasa ekosentris yang direktif (Preposisional)

12
Komponen pertamanya berupa preposisi (di, Ke, & dari) dan komponen
keduanya berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina.
Contoh Bahasa Indonesia Contoh dari Bahasa Inggris
Di pasar in the kitchen
dari kayu jati for ladies and gents
demi keamanan on the table
dengan gergaji besi From United Kingdom
oleh bahaya api By Mr. Rasjid Mulkan
b. Frasa ekosentris yang nondirektif
Frasa ekosentris yang nondirektif komponen pertamanya berupa artikulus, (si,
sang, yang, para, kaum), sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok
kata berkategori nomina, ajektifa atau verba. Misalnya
Si miskin
sang mertua
yang kepalanya botak
para remaja masjid
kaum cerdik pandai
2. Frasa Endosentrik (Frasa Subordinatif/Frasa Modifikatif)
Frasa endosentrik adalah frasa yang salah satu unsurnya atau komponennya
memiliki perilaku sintaksis yang sama dengan keseluruhannya. Artinya salah satu
komponennya itu dapat menggantikan kedudukan keseluruhannya.
Misalnya, sedang membacadalam kaliat (65), komponen keduanya yaitu membaca
dapat menggantikan kedudukan frasa tersebut, sehingga menjadi kalimat (66).
Perhatikan
(65) Nenek sedang membaca komik di kamar
(66) Nenek membaca komik di kamar
Frasa endosentrik ini lazim juga disebut frasa modifikatif karena komponen
keduanya, yaitu komponen yang bukan inti atau hulu (Inggris head) mengubah atau
membatasi makna komponen inti atau hulunya itu. Umpamanya kata membaca
yang belum diketahui kapan terjadinya, dalam frasa sedang membaca dibatasi
maknanya oleh kata sedang sehingga maknanya itu menjadi perbuatan membaca itu
tengah berlangsung.
Selain itu frasa endosentrik ini lazim juga disebut frasa subordinatif karena
salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frasa berlaku sebagai

13
komponen atasan, sedangkan komponen lainnya, yaitu komponen yang membatasi,
berlaku sebagai komponen bawahan. Sejalan dengan komponen intinya, maka
komponen atasan itu bisa terletak disebelah depan, bisa juga disebelah belakang.
Perhatikan contoh berikut, serta arah panahnya! Halaman 227 ( mf bu saya blum
bisa dalam membuat denahnya)
Dilihat dari kategori intinya dapat dibedakan :
- Frasa nominal
Frasa nominal adalah frasa endosentrik yang intinya berupa nominal atau
pronomina. Umpamanya, bus sekolah, kecap manis, karya besar, dan guru
muda.
Pase nominal ini di dalam sintaksis dapat menggantikan kedudukan kata
nominal sebagai pengisis salah satu fungsi sintaksis.
- Frasa verbal
Frasa verbal adalah frasa endosentrik yang intinya berupa kata verba, maka
oleh karena itu, frasa ini dapat menggantikan kedudukan kata verbal di dalam
sintaksis. Contoh : sedang membaca, sudah mandi, makan lagi dan tidak akan
datang.
- Frasa ajektiva
Frasa ajektiva adalah frasa endosentrik yang intinya berupa kata ajektifa.
Contoh : sangat cantik, indah sekali, merah jambu, dan kurang baik.
- Frasa numeral
Frasa numeralia adalah frasa endosentrik yang intinya berupa kata numeral.
Misalnya : tiga belas, seratus dua puluh lima, satu setengah triliun.
3. Frasa Koordinatif
Frasa koordinatif adalah frasa yang komponen pembentuknya terdiri dari dua
komponen atau lebih yang sama atau sederajat, dan secara potensial dapat
dihubungkan oleh konjungsi koordinatif baik yang tunggal seperti dan, atau, tetapi,
maupun konjungsi terbagi seperti baik...baik...,makin...makin...,baik...maupun...
Frasa koordinatif ini mempunyai kategori sesuai dengan kategori komponen
pembentuknya. Contoh sehat dan kuat, buruh atau majikan, makin terang makin
baik, dan dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat.
Frasa koordinatif yang tidak menggunakan konjungsi secara eksplisit, biasanya
disebut frasa parataksis. Contoh hilir mudik, tua muda, pulang pergi, sawah ladang,
dan dua tiga hari.
14
4. Frasa Apositif
Frasa apositif adalah frasa koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk
sesamanya; dan oleh karena itu, urutan komponennya dapat dipertukarkan.
umpamanya, Frasa apositif pak Ahmad, guru saya dalam kalimat (71) dapat diubah
susunannya atau urutannya seperti pada kalimat (72)
(71) Pak Ahmad, guru saya, rajin sekali
(72) Guru saya, Pak Ahmad, rajin sekali
2.4.3. Perluasan Frasa

Salah satu ciri frasa adalah frasa itu dapat diperluas maksudnya frasa itu dapat
diberi komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan.
Umpamanya, frasa dikamar tidur dapat diperluas dengan diberi komponen baru,
misalnya, berupa kata saya, ayah atau belakang. Sehingga menjadi di kamar tidur saya,
di kamar tidur ayah, di kamar tidur belakang. Perluasan ini menurut keperluannya dapat
dilakukan di sebelah kanan, dapat juga disebelah kiri (bukan seorang mahasiswa), dapat
juga disebelah kiri dan kanan sekaligus (bukan seorang mahasiswa kedokteran).
Dalam Bahasa indonesia perluasan frasa ini sangat produktif karena:
1. Untuk menyatakan konsep–konsep khusus, atau sangat khusus, atau sangat khusus
sekali, biasanya diterangkan secara leksikal. Dan perluasannya itu bertahap. Contoh:
kereta
kereta api
kereta api ekspres
kereta api ekspres malam
kereta api ekspres malam luar biasa
Sebuah kereta api ekspres malam luar biasa
1. Pengungkapan konsep kala, modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar, dan pembatas
tidak dinyatakan dengan afiks seperti dalam bahasa – bahasa fleksi, melainkan
dinyatakan dengan unsur leksikal
2. Keperluan untuk memberi deskripsi secara terperinci terhadap suatu konsep,
terutama untuk konsep nomina. Perincian deskripsi ini biasanya digunakan
konjungsi yang sebagai penyambung keterangan–keterangan tambahan pada
deskripsi itu. Perhatikan contoh berikut!
(80) Kakak saya meninggal minggu lalu
(80a) Kakak saya yang bekerja di jakarta meninggal minggu lalu

15
(80b) Kaka saya yang bekerja di jakarta yang sudah menikah meninggal minggu lalu
(80c) Kakak saya yang bekerja di jakarta yang sudah menikah dan yang belum
mempunyai anak meninggal minggu lalu.
2.5. Klausa
Klausa merupakan tataran di dalam sintaksis yang berada di atas frasa dan di bawah
tataran kalimat. Dalam pelbagai karya linguistik mungkin ada perbedaan konsep karena
penggunaan teori analisis yang berbeda.

2.5.1. Pengertian Klausa

Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi


predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frasa yang
berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan. Selain fungsi predikat yang harus ada
dalam konstruksi klausa ini, fungsi subjek boleh dikatakan bersifat wajib, sedangkan yang
lainnya bersifat tidak wajib. (Chaer, 2012:231).

Klausa adalah satuan gramatikal yang memiliki tataran di atas frasa dan di
bawah kalimat, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnyaterdiri atas subjek dan
predikat, dan berpotensi untuk menjadi kalimat (Kridalaksana, 1993:110). Dikatakan
mempunyai potensi untuk menjadi kalimat karena meskipun bukan kalimat, dalam banyak
hal klausa tidak berbeda dengan kalimat, kecuali dalam hal belum adanya intonasi akhir
atau tanda baca yang menjadi ciri kalimat.

Jika kita bandingkan konstruksi kamar mandi dan nenek mandi, maka dapat
dikatakan konstruksi kamar mandi bukanlah sebuah klausa karena hubungan komponen
kamar dan mandi tidaklah bersifat predikatif. Sebaliknya konstruksi nenek mandi adalah
sebuah klausa karena hubungan komponen nenek dan mandi bersifat predikatif. Nenek
adalah pengisi fungsi subjek dan mandi pengisi fungsi predikat.

Perbedaan antara klausa dengan kalimat ialah terdapat intonasi final atau intonasi
kalimat. Misal diambil dari contoh di atas, konstruksi nenek mandi baru dapat disebut
kalimat kalau kepadanya diberi intonasi final, dapat berupa intonasi deklaratif, inetrogatif,
maupun interjektif. Kalau belum diberi intonasi, maka konstruksi tersebut masih berupa
klausa.

Di dalam klausa juga terdapat unsur yang wajib ada, yaitu subjek dan predikat. Subjek,
yakni sesuatu yang menjadi pokok, dasar, atau hal yang ingin dinyatakan oleh pembicara

16
atau penulis. Sedangkan predikat adalah pernyataan mengenai subjek itu, bisa berupa
tindakan, dan lain-lain. Ada pula unsur lain, yang boleh ada atau boleh tidak ada di dalam
sebuah klausa, yaitu objek pelengkap (komplemen), dan keterangan. Objek dibutuhkan
jika predikatnya berupa verba transitif. Pelengkap (komplemen) ialah bagian dari predikat
verbal (bukan verba transitif). Keterangan merupakan bagian dari klausa yang memberi
informasi tambahan, misal mengenai waktu, tempat, tujuan, dan lain-lain.

2.5.2. Jenis Klausa

Dilihat dari bentuknya atau unsur internal yang membentuknya, klausa dibagi
menjadi dua; 1) klausa lengkap dan, 2) klausa tidak lengkap.

1) Klausa Lengkap

Klausa lengkap adalah klausa yang dibentuk oleh satu subjek dan satu predikat,
baik beserta objek, pelengkap dan keterangan ataupun tidak.

Contoh:

- Kuring nempo manéḥna keur diuk dina korsi.

- Sabada lulus ujian,kuring rék piknik ka Bali.

Klausa lengkap juga dibedakan menjadi dua, yaitu: Klausa Lengkap umum dan
Klausa Lengkap Inversi.

a) Klausa lengkap umum (baku) adalah klausa yang urutan Subjeknya ada sebelum
predikat. Contohnya;

- Bapa téh keur ngala lauk di kulah.

S P O Ket.

b) Klausa Lengkap Inversi adalah klausa yang predikatnya mendahului subjek,


contohnya;

- Asa kasep pisan akang téh.

P S

2) Klausa Tidak Lengkap

17
Klausa tidak lengkap adalah klausa yang tidak mengandung subjek, biasanya
dibentuk oleh predikat baik dilengkapi objek, pelengkap, keterangan maupun tidak.
Klausa ini muncul dalam kalimat majemuk, kalimat jawaban dan kalimat perintah.

Contohnya:

- Keur arulin di buruan. (Jawaban dari pertanyaan “Kamarana barudak, téh?”)

Dilihat dari tipenya atau fungsinya dalam kalimat, ada dua macam klausa; klausa bebas
dan klausa terikat.

a) Klausa Bebas, adalah klausa yang memiliki unsur-unsur yang lengkap dan bisa berdiri
sendiri jadi kalimat sempurna. Oleh sebab itu biasanya jadi inti dalam kalimat
majemuk.

- Kuring diuk dina korsi, manéhna nangtung deukeut jandela.

S P Ket

b) Klausa Terikat, adalah klausa yang lengkap ataupun yang tidak lengkap yang tidak bisa
berdiri sendiri jadi kalimat sempurna. Ciri-ciri klausa terikat adalah:

(1) Ada dalam kalimat majemuk.

(2) Selalu diawali dengan kata sambung tidak setata seperti; ketika, sebab, bahwa,
meskipun dll. Jika kata sambungnya dihapus maka berubahlah klausa terikat
tersebut menjadi klausa bebas. Contoh:

- Basa kuring keur ngalamun, manéhna datang.

- ----- kuring keur ngalamun, manéhna datang.

(1) Klausa terikat mendiami satu fungsi S, P,O, K, Pel. Dalam klausa intinya.

- Ti harita ogé kuring geus mikanyaho yén manéhna téh resepeun ka kuring.

Klausa dapat dibedakan berdasarkan kategori dan tipe kategori yang menjadi
predikatnya, yang kita sebut dengan:

a. Klausa Nominal, yakni klausa yang predikatnya berkategori nomina. Contoh:

1) Kakek orang Batak.

S P

18
2) Ibunya kepala SD di Bekasi.

S P Ket.

b. Klausa Verbal, yakni klausa yang predikatnya berkategori verba. Klausa verbal dikenal
juga dengan:

1). Klausa verbal transitif, yakni klausa yang predikatnya berupa verba transitif, contoh:

Kakek menulis surat

S P O

2). Klausa verbal intransitif, yakni klausa yang predikatnya berupa verba intransitif,
contoh:

Anak-anak berlari Kapal itu tenggelam

S P S P

c) Klausa ajektifal, yakni klausa yang predikatnya berkategori ajektifal, contoh:

Warnanya kuning kecoklat-coklatan

S P

d) Klausa prepoposional, yakni klausa yang predikatnya berkategori preposisi, contoh:

Nenek ke Medan Kakek dari pasar

S P S P

e) Klausa Numeral, yakni klausa yang predikatnya berkategori numeralia. Contoh:

Simpanannya lima ratus juta

S P

19
BAB III

PENUTUP

3.1. Simpulan
Sintaksis Sintaksis merupakan subsistem tata bahasa atau gramatika. Sintaksis
menelaah tentang struktur satuan bahasa yang lebih besar dari kata, mulai dari frasa
hingga kalimat. Sintaksis adalah studi gramatikal struktur antar kata (urutan kata).
Makna pada suatu frasa atau kalimat ditentukan oleh urutan kata yang dipakai dalam
pembentukannya. Beberapa kalimat akan berubah maknanya jika struktur urutan kata
di dalamnya berubah.
Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat
nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi
sintaksis di dalam kalimat. Jenis-jenis frasa antara lain: frasa eksosentrik, endosentrik,
koordinatif, nominal, apositif, nominal, verbal, adjektifal,
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi
predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa katau atau frasa
yang berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan. Selain fungsi predikat yang
harus ada dalam konstruksi klausa ini, fungsi subjek boleh dikatakan bersifat wajib,
sedangkan yang lainnya bersifat tidak wajib. Jenis-jenis klausa antara lain: klausa
lengkap dan tidak lengkap, klausa bebas dan terikat

3.2. Saran
Pembelajaran dan pemahaman yang mendalam mengenai ilmu sintaksis perlu
ditingkatkan dan diajarkan dari sekolah tingkat dasar. Setiap tingkatan bertambah lagi
tingkat pemahaman mengenai tata kalimat ini. Memperbanyak membaca dan praktik
tentu menjadi cara yang ampuh untuk menguasai sintaksis. Supaya tercapai
komunikasi yang efektif dan efisien. Serta, bertambah keterampilan berbahasa baik
lisan maupun tulisan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi kelima).

2016. Jakarta: Kemdikbud.

Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta

Kridalaksana, Harmiurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia

Ramlan, M. 1981. Ilmu Bahasa Indonesia: Sintakis. Yogyakarta: UP Karyono


Verhaar, J.W.M. 1978. Pengantar Linguistik I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
-------------------- 2006. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

21

Anda mungkin juga menyukai