Anda di halaman 1dari 13

A.

Pertian Keterampilan Berbicara

Pembelajaran Bahasa Indonesia selalu dikaitkan dengan aspek keterampilan


berbahasa, diantaranya menyimak, membaca menilis dan berbicara. Salah satu
keterampilan yang menempati kedudukan paling tinggi adalah keterampilan
berbicara. Hal ini dikarenakan kemampian berbicara merupakan ciri dari
kemampuan komunikatif siswa. Dengan demikian, kemampuan berbicara tidak
hanya berperan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia saja tetapi juga dalam
mata pelajaran lain.

Berbicara dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mengucapkan bunyi-


bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan dan
menyampaikan pikiran, gagasan, serta perasaan. Berbicara pada dasarnya
merupakan kemampuan seseorang untuk memproduksi ide, gagasan ataupun
pikirannya kepada orang lain melalui media bahasa lisan. Ide yang dimaksud
adalah buah pikiran yang dihasilkan pembicara berdasarkan berbagai sumber
yang telah ia ketahui ide bisa berasal dari pengamatan, pengalaman, dan
imajinasi. Hal tersebut sejalan dengan pengertian berbicara menurut Abidin, Y
(2015) dimana berbicara adalah kemampuan seseorang untuk mengeluarkan
ide, gagasan ataupun pikirannya kepada orang lain melalui media bahasa lisan.
Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa berbicara diartikan
sebagai suatu alat untuk mengkombinasikan gagasan-gagasan yang disusun
serta mengembangkan gagasan tersebut sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan
sang pendengar atau penyimak. Adapun sumber dari pembicaraan pada
dasarnya adalah fenomena hidup dan kehidupan manusia. Dengan demikian
segala sesuatu yang terjadi di alam dunia ini merupakan sumber ide bagi
seorang pembicara.

B. Tujuan Berbicara
Setiap kegiatan berbicara yang dilakukan manusia selalu mempunyai
maksud dan tujuan. Menurut Tarigan (1986, hlm.15) tujuan utama berbicara
adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara
efektif, maka sebaiknya sang pembicara memahami makna segala sesuatu
yang ingin dikombinasikan, dia harus mampu mengevaluasi efek
komunikasi terhadap pendengarnya, dan dia harus mengetahui prinsip-
prinsip yang mendasari segala sesuatu situasi pembicaraan, baik secara umum
maupun perorangan. Adapun tujuan berbicara menurut Yunus Abidin (2012
hlm. 129) dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Informatif
Tujuan informatif merupakan tujuan berbicara yang dipilih pembicara
ketika ia bermaksud menyampaikan gagasan untuk membangun
pengetahuan bukan hanya pendengar. Tujuan ini selanjutnya akan lebih
sempurna jika balik atas bersifat informatif melainkan komunikatif yakni
terjadinya timbal gagasan yang disampaikan pembicara dengan respons
yang dihasilkan pendengar. Tujuan berbicara jenis ini merupakan tujuan
yang paling dominan dilakukan dalam kehidupan sehari-hari seperti
menerangkan sesuatu menjelaskan proses, konsep, dan data,
mendeskripsikan benda, dan berbagai kegiatan informasional lainnya.
2. Rekreatif
Tujuan rekreatif merupakan tujuan berbicara untuk memberikan kesan
menyenangkan bagi diri pembicara dan pendengar. Jenis tujuan ini adalah
untuk menghibur pendengar sehingga pendengar menjadi merasa terhibur
oleh adanya pembicara. Pembicaraan semacam ini biasanya berbentuk
lawakan, candaan.
3. Persuasif
Tujuan persuasif merupakan tujuan pembicaraan yang menekankan daya
bujuk sebagai kekuatannya. Hal ini berarti tujuan pembicaraan menekankan
pada usaha memengaruhi orang lain untuk bertindak sesuai dengan apa
yang diharapkan pembicara melalui penggunaan bahasa yang halus dan
penuh daya pikat. Tujuan berbicara jenis ini banyak digunakan oleh
seseorang dalam kegiatan kampanye, propaganda, penjualan, dan lain-lain.
4. Argumentatif
Tujuan argumentatif merupakan tujuan berbicara untuk meyakinkan
pendengar atas gagasan yang disampaikan oleh pembicara. Ciri khas tujuan
ini adalah penggunaan alasan-alasan rasional di dalam bahan pembicaraan
yang digunakan pembicara. Berbicara jenis ini banyak digunakan dalam
kegiatan diskusi ilmiah, keilmuan, dan debat politik

C. Orientasi Pembelajaran Berbicara


Pembelajaran berbicara dilaksanakan untuk mencapai berbagai tujuan.
Secara esensial minimalnya ada empat tujuan penting pembelajaran
berbicara sekolah Keempat tujuan tersebut adalah
1. Membentuk kepekaan siswa terhadap sumber ide
Tujuan ini mengharuskan pembelajaran berbicara bukan sekadar
diorientasikan pada kemampuan praktis siswa berbicara melainkan agar
siswa mampu memaknai berbagai fenomena yang ada sebagai sumber
menghasilkan gagasan. Sejalan dengan tujuan ini, pembelajaran
berbicara harus mengoptimalkan peran guru dalam membiasakan diri
para siswanya untuk bersentuhan dengan berbagai hal yang ada di
lingkungan siswa dan selanjutnya merangsang mereka untuk
menjadikannya sebagai bahan gagasan yang harus drampaikan secara
lisan nantinya.
2. Membangun kemampuan siswa menghasilkan ide
Tujuan ini berorientasi agar siswa mengolah berbagai ide-ide dasar
dengan melibatkan seluruh kemampuan kognisi dan imajinasinya.
Berdasarkan tujuan ini siswa harus dibiasakan menghasilkan bahan
pembicaraan secara kreatif untuk berbagai tujuan dan kondisi. Bahan
pembicaraan yang dihasilkan siswa merupakan bahan yang paling
otentik sehingga siswa akan lebih mampu berbicara ketimbang dengan
menggunakan bahan berbicara yang disediakan dalam buku teks. Lebih
lanjut kemampuan mengolah bahan secara mandiri akan menjadikan
siswa terbiasa berpikir yang nantinya para siswa tidak saja terampil
berbicara tetapi juga terampil mengkreasi ide. Sejalan dengan tujuan ini
tugas guru adalah membimbing siswa agar terampil mengolah ide.
Dalam kondisi ini sentuhan guru dapat berupa pemberian strategi
menyusun bahan pembicaraan melalui pemanfaatan berbagai teknik
pengembangan bahan pembicaraan.
3. Melatih berbicara untuk berbagai tujuan.
Pembelajaran harus diarahkan agar siswa mengoptimalkan potensi
yang dimilikinya menjadi sebuah kekuatan dalam berbicara. Proses
latihan sendiri hendaknya dilakukan secara terprogram,
berkesinambungan, dan tepat sasaran. Lebih lanjut, proses latihan tidak
sekadar pada kemampuan siswa berbicara lancar tetapi harus pula
ditekankan pada usaha mengembangkan performa komunikatif yang
akan menjadi ciri khas para siswa ketika berbicara secara otentik.
Dengan demikian, guru seyogianya membekali para siswa dengar
teknik berbicara yang baik, strategi menguasai pendengar, dan strategi
tindak lanju pascabicara.
4. Membina kreativitas berbicara siswa.
Kreatif berbicara tidak hanya ditafsirkan sebagai kemampuan siswa
menyampaikan pembicaraan berdasarkan berbagai tujuan dan kondisi
namun lebih jauh mampu menghasilkan pola berbicara yang unik,
segar, otentik, dan bermanfaat. Untuk mencapai tujuan ini, guru harus
mampu melibatkan siswa dalam berbagai forum pembicaraan, baik
dalam kelas, di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah.

D. Prinsip Pembelajaran Berbicara


Menurut Brown (dalam Yunus Abidin, 2001, hlm.135) mengemukakan
beberapa prinsip berbicara sebagai berikut:
1. Gunakan teknik pembelajaran yang menaungi seluruh kebutuhan siswa,
baik pada pembelajaran berbicara yang memfokuskan diri pada
keakurasian bahasa maupun pembelajaran menyimak berbasis
penyampaian pesan secara interaktif, bermakna, dan penuh pemahaman.
2. Kembangkan motivasi intrinsik pada diri siswa selama pembelajaran
berbicara.
3. Kembangkan penggunaan bahasa otentik dalam konteks yang bermakna
bagi siswa sebagai bahan ajar berbicara.
4. Berilah koreksi dan umpan balik atas kinerja berbicara siswa secara
teratur dan berkesinambungan selama pembelajaran berbicara.
5. Manfaatkan hubungan alamiah antara kemampuan kemampuan
menyimak sebagai sarana pembelajaran berbicara terintegrasi
6. Berilah setiap siswa peluang untuk berinisiasi dalam kegiatan
komunikasi lisan.
7. Gunakanlah berbagai strategi pengembangan berbicara yang dapat
merangsang kemampuan siswa berkembang.

E. Jenis-Jenis Berbicara
Menurut Puji Santosa (2008, hlm. 36) jenis-jenis berbicara dapat
dilakukan berdasarkan tujuannya, situasinya, cara penyampiannya, dan
jumlah pendengarnya. Perinciannya adalah sebagai berikut:
1. Berbicara berdasarkan tujuannya
a. Berbicara untuk memberitahukan, melaporkan dan
menginformasikan. Berbicara untuk tujuan memberitahukan,
melaporkan atau menginformasikan dilakukan jika seseorang ingin
menjelaskan suatu proses, menguraikan, menafsirkan seseuatu,
menyebarkan atau menanamkan pengetahuan dan menjelaskan
kaitan.
b. Bicara untuk menghibur. Bicara untuk menghibur memerlukan
kemampuan menarik perhatian pendengar. Suasana pembicaraannya
bersifat santai dan penuh canda.
c. Berbicara untuk membujuk, mengajak, menyakinkan atau
menggerakkan. Dalam kegiatan berbicara ini, pembicara harus
pandai merayu, mempengaruhi atau menyakinkan pendengarnya.
2. Berbicara berdasarkan situasinya
a. Berbicara formal. Dalam situasi formal, pembicara dituntut untuk
berbicara secara formal. Misalnya, ceramah dan wawancara.
b. Berbicara non formal. Dalam situasi informal, pembicara harus
berbicara secara tidak formal, misalnya bertelepon.
3. Berbicara berdasarkan penyampainnya
a. Berbicara mendadak. Berbicara mendadak terjadi jika seseorang
tanpa direncanakan sebelumnya harus berbicara di muka umum.
b. Berbicara berdasarkan catatan. Dalam berbicara seperti ini,
pembicara mengguanakan catatan kecil pada kartu-kartu yang telah
disiapkan sebelumya dan telah menguasai materi pembicaraannya
sebelum tampil di muka umum.
c. Berbicara berdasarkan hafalan. Dalam berbicara hafalan, pembicara
menyiapkan dengan cermat dan menulis dengan lengkap bahan
pembicaraanya. Kemudian, dihafalkannya kata demi kata, kalimat
demi kalimat sebelum melakukan pembicaraannya.
d. Berbicara berdasarkan naskah. Dalam berbicara seperti ini,
pembicara telah menyusun naskah pembicaraanya secara tertulis dan
dibacakannya pada saat berbicara.
4. Berbicara berdasarkan jumlah pendengarnya
a. Berbicara antarpribadi. Berbicara antarpribadi terjadi jika dua orang
membicarakan sesuatu. Suasana pembicaraanya dapat bersifat serius
atau santai bergantung pada masalah yang dibincangkan.
b. Berbicara dalam kelompok kecil. Pembicaraan seperti ini terjadi
antara pembicara dengan sekelompok kecil pendengar ( 3-5 orang ).
Dalam kegiatan pembelajaran, jenis berbicara seperti ini, sering
dilakukan. Kelompok kecil merupakan sarana yang dapat untuk
melatih siswa mengungkapkan pendapatnya secar lisan, terutama
melatih siswa yang jarang berbicara.
c. Berbicara dalam kelompok besar. Jenis berbicara seperti ini terjadi
apabaila pembicara menghadapi pendengar yang berjumlah besar.

F. Faktor-faktor Penunjang Kegiatan Berbicara


Menurut Yunus Abidin (2012, hlm. 127) ada beberapa faktor yang
memengaruhi berbicara seseorang yaitu :
1. Kepekaan terhadap Fenomena
Faktor ini berhubungan dengan kemampuan pembicara untuk
menjadikan sebuah fenomena sebagai sebuah sumber ide. Seorang
pembicara yang baik akan mampu menjadikan segala sesuatu yang ada
di sekitarnya walaupun sekecil apa pun sebagai sumber ide.
Sebaliknya, seorang yang tidak tanggap terhadap fenomena tidak akan
mampu menghasilkan gagasan walau sebuah peristiwa besar terjadi
pada dirinya.
2. Kemampuan kognisi dan atau lmajinasi
Kemampuan ini berhubungan dengan daya dukung kognisi dan
imajinasa pembicara. Pembicara yang baik akan mampu menentukan
kapan ia menggunakan kemapuan kongnisinya untuk menghasilkan
pembicaraan dan kapan ia harus menggunakan imajinasinya.
Kemampuan penggunaan kognisi dan atau imajinasi ini akan sangat
berhubungan dengan tujuan pembicaraan yang akan ia lakukan.
3. Kemampuan Berbahasa
Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan pembicara
mengemas ide dengan faktor bahasa yang baik dan benar. Dalam
kaitannya dengan faktor bahasa, pembicara yang baik hendaknya
menguasai benar seluruh tataran linguistik dari fonem hingga semantik-
pragmatik sehingga ia akan mengemas ide tersebut secara tepat makna
dan tepat kondisi. Selain itu, kemampuan ini juga berhubungan dengan
organ berbicara seseorang. Seorang pembicara yang mengalami
kelainan dalam organ penghasil bunyinya akan mengalami hambatan
ketika berbicara. Misalnya seorang yang cadel akan kesulitan
melafalkan huruf r, sehingga tuturan yang dihasilkannya menjadi
kurang sempurna.
4. Kemampuan Psikologis
Kemampuan psikologis berhubungan dengan kejiwaan pembicara
misalnya keberanian, ketenangan, dan daya adaptasi psikologis ketika
berbicara. Seseorang yang mampu mengemas ide dengan baik bisa saja
kurang mampu menyampaikan ide tersebut secara lisan karena
terganggu oleh ketenangan ketika berbicara atau bahkan ia tidak
menyampaikan idenya karena tidak memiliki keberanian, gugup, dan
mendapatkan tekanan ketika berbicara.
5. Kemampuan Performa
Kemampuan performa lebih berhubungan dengan praktik berbicara.
Seorang pembicara yang baik akan menggunakan berbagai gaya yang
sesuai dengan situasi, kondisi dan tujuan pembicaraannya. Gaya juga
berhubungan dengan perilaku ketika seseorang melakukan pembicaraan
seperti ekspresi, membangun komunikasi interaktif, dan bahkan
berhubungan penampilan berpakaian pembicara.

G. Prosedur Pembelajaran Berbicara


Pembelajaran berbicara yang baik adalah pembelajaran berbicara yang
berdasar pada proses berbicara itu sendiri. Artinya, pembelajaran berbicara
harus dilakukan berdasarkan tahapan berbicara yang secara natural
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Proses yang dimaksud meliputi
tahapan penangkapan ide-ide, pengembangan ide, pengemasan ide, hingga
tahap akhir penyampaian ide. Sejalan dengan kondisi ini, pembelajaran
berbicara hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan kemasan
pembelajaran yang terstruktur dengan baik yang tercermin lewat prosedur
pembelajaran yang bertahap. Tahapan tersebut meliputi tahapan prabicara,
tahapan bicara, dan tahapan pascabicara.
1. Tahap Prabicara
Tahap prabicara merupakan tahapan awal pemebelajaran berbicara.
Tujuan utama tahapan ini adalah untuk menjembatani siswa menyusun
gagasan dapat disampaikannya. Sejalan dengan tujuan tersebut,
aktivitas yang dilakukan siswa dalam tahapan ini meliputi beberapa
aktivitas sebagai berikut
a. Menentukan tema. Pada tahapan ini siswa melakukan kegiatan
eksplorasi terhadap fenomena yang terjadi kemudian menangkap
sebuah fenomena untuk dijadikan sebuah sumber ide.
b. Menentukan maksud dan tujuan. Tahap ini siswa menentukan
maksud dan tujuan pembicaraan. Maksud dan tujuan pembicaraan
akan sangat berpengaruh terhadap jenis pembicaraan yang akan
dilakukan. Pada tahap ini peran kognisi dan imajinasi akan sangat
penting dalam membentuk jenis bahan pembicaraan yang dihasilkan.
c. Membuat kerangka isi bicara. Pada tahap ini siswa mulai
menjabarkan ide pokok ke dalam beberapa ide penjelas. Ide-ide
penjelas tersebut selanjutnya akan membentuk kerangka isi bicara
yang akan disampaikan siswa.
d. Menyusun teks. Pada tahap ini siswa mulai mengembangkan
kerangka yang dibuatnya ke dalam bentuk teks yang akan dijadikan
bahan pembicaraan. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui kegiatan
menulis. Dengan demikian pembeliliaran berbicara terpadu sifatnya
dengan pembelajaran menulis.
e. Berlatih berbicara. Pada tahap ini siswa mulai berlatih membaca
nyaring teks, menghafal teks, dan mulai menentukan gaya penyajian
yang akan ditampilkannya sesuai dengan isi teks tersebut. Kegiatan
latihan dapat dilakukan dengan melibatkan siswa lain untuk
memberikan komentar sehingga siswa yang sedang berlatih
mendapatkan masukan untuk perbaikan dan penyempurnaan
performa berbicaranya.
f. Praktik prabicara. Pada tahap ini siswa mulai menampilkan
kemampuannya berbicara walaupun baru tahap geladi resik. Dalam
proses pembelajaran tahapan ini bisa saja ditiadakan.
2. Tahap berbicara
Pada tahap ini siswa mengunjukkerjakan kemampuannya berbicara.
Bentuk aktivitas berbicara bisa sangat beragam bergantung pada tujuan
berbicara yang telah ditetapkan. Beberapa bentuk atau ragam aktivitas
berbicara tersebut antara lain berpidato, ceramah, bermain drama, baik
dialog maupun monolog, orasi ilmiah, bermain peran profesional, dan
lain-lain.
3. Pascabicara
a. Tanya jawab. Pada tahap ini siswa melakukan tanya jawab tentang isi
pembicaraan yang disampaikan pembicara. Tanya Jawab dilakukan
untuk menguji pemahaman pembicara sekaligus menambah
pengetahuan bagi pendengar yang ingin lebih jauh membahas ide
yang ditawarkan pembicara. Tanya jawab juga dapat dilakukan
antara siswa dengan guru
b. Diskusi performa. Aktivitas ini dilakukan untuk menilai apakah
sebuah performa yang ditampilkan sudah tepat atau belum. Setelah
mengetahui tepat atau tidak tepatnya performa yang disajikan
selanjutnya dirumuskan alasan ketepatan ataupun dirumuskan hal-hal
yang diperbaiki pada performa pembicara.
c. Koreksi Performa. Aktivitas ini bersifat menilai secara langsung
bagaimana pembicara melakukan aktivitas berbicaranya. Koreksi
performa bersifat umpan balik secara detail pada setiap aspek
performa pembicara sehingga koreksi performa sebenarnya sangat
penting bagi pengembangan kemajuan berbicara seseorang
d. Tindak lanjut atau pengembangan performa. Tahap ini dapat
dilakukan dengan menugaskan siswa untuk berlatih lagi kemampuan
berbicaranya atau menugaskan siswa melakukan aktivitas berbicara
yang berbeda dengan apa yang dilakukannya.
Dalam pelaksanaannya pembelajaran berbicara dapat digunakan
sebagai wahana bagi implementasi pendidikan karakter. Syarat utamanya
adalah bahwa pembelajaran berbicara harus dilakukan dalam gamitan
pembelajaran aktif dan kreatif. Melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukan,
siswa akan beroleh pengetahuan pengalaman, sekaligus pengembangan
karakter. Jika selama proses pembelajaran digunakan penilaian otentik,
pembudayaan karakter juga akan semakin kuat sehingga siswa benar-benar
mampu mencapai prestasi belajar yang baik sekaligus berkarakter. Inilah
sebenarnya implementasi pembelajaran bahasa Indonesia yang harmonis,
bermutu, dan bermartabat.

H. Model Time Token berbantukan media gambar berseri dalam


Meningkatkan Kemampuan Berbicara.
Terdapat beragam model kegiatan pembelajaran yang dapat digunakan
oleh guru guna meningkatkan kemampuan berbicara para siswa. Salah satu
model yang dapat digunakan adalah Model Time token. Model
pembelajaran Time Token merupakan model pembalajaran yang bertujuan agar
masing-masing anggota kelompok diskusi mendapatkan kesempatan untuk
memberikan konstribusi mereka dan mendengarkan pandangan serta pemikiran
anggota lain. Menurut Tim Widya Iswara Jateng (2004:10) model ini dapat
digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, menghindari siswa
mendominasi pembicaraan atau siswa yang diam sama sekali. Model
pembelajaran Time token adalah strategi pembelajaran yang digunakan untuk
menghindari sikap siswa yang mendominasi pembicaraan dan sikap diam sama
sekali. Jadi model pembelajaran Time token adalah model pembelajaran yang
lebih mengarah agar seluruh siswa dapat aktif dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran. Model ini memiliki struktur pengajaran yang cocok digunakan
untuk mengajarkan keterampilan sosial, serta untuk menghindari siswa
mendominasi pembicaraan atau siswa diam sama sekali. Jadi model
pembelajaran time token adalah model pembelajaran yang lebih mengarahkan
pada keaktifan siswa dengan adanya tanggung jawab pada kartu bicara time
token yang dipegang sehingga siswa dapat menyampaikan pendapat menurut
pemikiranya sendiri. Seperti model pembelajaran pada umumnya, model
pembelajaran Time Token juga memiliki langkah-langkah kegiatan
pembelaran dalam pengimplementasiannya. Langkah-Langkah
Pembelajaran Time Token tersebut adalah:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar
2. Guru mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi
3. Guru memberikan setiap kupon berbicara dengan waktu 30 detik, dan
setiap siswa diberi sejumlah nilai sesuai waktu keadaan
4. Bila selesai berbicara kupon (kartu bicara) yang dipegang siswa
diserahkan pada guru. Setiap berbicara kupon
5. Sehingga semua siswa memiliki hak bicara yang sama, dan sampai
semua siswa berbicara atau berpendapat
6. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama dari hasil diskusi
7. Guru menutup pelajaran.
Model Time Token berbantukan media gambar berseri menjadikan media
gambar sebagai perantara dalam kegiatan pembelajaran guna mencapai tujuan
pembelajaran. Media gambar berseri adalah sekumpulan gambar yang saling
berhubungan antara satu gambar dengan yang lainnya. Dalam model
pembelajaran Time Token ini media gambar berseri digunakan untuk memicu
keterampilan berbicara siswa unruk menyampaikan isi cerita yang terdapat
dalam gambar berseri.

Dalam pengimplementasiannya model time token ini memiliki kelebihan


dan kekurangan. Kelebihan model pembelajaran Time Token diantaranya:

1. Semua siswa aktif dalam mengeluarkan pendapatnya dan berpartisipasi


dalam diskusi
2. Dapat menumbuhkan dan melatih keberanian siswa dalam berpendapat
bagi siswa yang pemalu dan sukar berbicara
3. Semua siswa mendapat waktu bicara yang sama sehingga tidak akan
terjadi pendominasian pembicaraan dalam berlangsungnya diskusi.
4. Semua siswa mendapat kesempatan untuk menggali dan mengemukakan
ide-idenya sehingga pada kondisi seperti apapun siswa ikut terlibat
memahami materi pembelajaran.
Selain memiliki kelebihan, model pembelajaran Time Token juga memiliki
kelemahan diantaranya:
1. Siswa yang memiliki banyak pendapat akan sulit mengutarakan
pendapatnya karna waktu yang diberi terbatas
2. Adanya keharusan mengemukakan idenya penampilan idenya kurang
maksimal atau hanya mengemukakan pendapat kelompoknya sehingga
kurang menguasai materi.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Yunus. (2012). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter.


Bandung: Refika Aditama.

Hamalik, Oemar. (2004). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Melidapita, G. (2017). Makalah model pembelajaran time token. [Online].


Diakses dari
http://www.academia.edu/32921002/MAKALAH_MODEL_PEMBELAJA
RAN_TIME_TOKEN

Santosa, Puji, dkk. (2008). Materi dan Pembelajaran Bahasa Indonesia SD.
Jakarta: Universitas Terbuka.

Tarigan, H.G. (1986). Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa.


Bandung: Angkasa.

Tarigan, Djago. (1997). Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta:


Depdikbud.

Anda mungkin juga menyukai