Anda di halaman 1dari 14

Dosen : Eva Kadang, S.S., M.Pd.

Makul : Pendidikan Bahasa Indonesia 1

MAKALAH BAHASA INDONESIA


KENDALA DALAM PEMEROLEHAN
BAHASA ANAK

Disusun Oleh:

Nama : Sri Nur Astika Kaharuddin


NIM : 1747440002
Kelas : BC 6.1

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR ICP BILINGUAL


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

i
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah m,emberikan rahmat,hidayah,dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang Kendala
Pemerolehan Bahasa Anak ini dengan baik. Meskipun ini jauh dari sempurna tapi
kami akan berusaha untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami juga memohon untuk para pembaca ikut berpartisipasi sekedar membaca
makalah ini untuk menambah wawasan dan pengeetahuan.Semoga makalah ini
bermanfaat.

Makassar, 28 Maret 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
Sampul…………………………………………………………………………..i
Kata Pengantar………………………………………………………………….ii
Daftar isi……………………………………………………………………..…iii
Bab I Pendahuluan
A. Latar belakang..........................................................................................1
B. Rumusan masalah……………….......……………………………..……2
C. Tujuan…………………………………………………………………...2

Bab II Pembahasan

A. Pengertian pemerolehan Bahasa………………………………………...3


B. Factor-faktor yang mempengaruhi pemerolehan Bahasa…………….....4
C. Kendal-kendala dalam pemerolehan Bahasa……………………………5

Bab III Penutup


A. Kesimpulan…………………………………………………………………10
B. Saran…………………………………………………………………….….10
Daftar Pustaka…………………………………………………………………11

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Bahasa
merupakan wujud dari kehidupan manusia tersebut. Bahasa diperoleh seorang
manusia mulai sejak lahir, ketika dia pertama kali menangis. Pada saat
manusia berumur 3 hingga 4 bulan, ia mulai memproduksi bunyi-bunyi. Mulai
mengoceh saat umur 5 dan 6 bulan, kemudian ocehan ini pun lama-kelamaan
semakin bertambah sampai sang anak mampu memproduksi perkataan yang
pertama.
Bahasa telah menjadi sarana paling efektif yang dimiliki manusia.
Pantaslah dijadikan alat komunikasi untuk menyampaikan maksud pada orang
lain. Menyangkut pikiran, perasaan, gagasan, dan sebagainya dalam berbagai
interaksi antarsesama manusia. Dengan demikian, harus diakui bahwa bahasa
telah memainkan peran penting dalam kehidupan manusia.
Pada perkembangannya, sudut pandang terhadap dinamika bahasa
manusia telah menjadi perhatian bagi para pakar serta peneliti. Termasuk yang
paling disoroti menyangkut awal mula pemerolehannya. Disebabkan tahapan
tersebut memiliki keunikan sebelum mencapai bahasa yang sempurna. Hal
tersebut dapat diperhatikan dari wujud artikulasi dalam proses awal
pemerolehan bahasa seorang anak. Begitu tampak berbeda dengan bahasa
yang digunakan oleh orang dewasa.
Pemerolehan bahasa atau akuisisi adalah proses yang berlangsung di
dalam otak seorang kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya
atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari
pembelajaran bahasa (language learning). Pembelajaran bahasa biasanya
berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seseorang kanak-
kanak mempelajari bahasa kedua setelah ia mempelajari bahasa pertamanya.
pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan
pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.
Adapun hal paling nyata terkait pemerolehan bahasa seorang anak
sangat bergantung pada berbagai sumber serta cara mendapatkannya. Seperti
dinyatakan Tarigan (2011:5) bahwa pemerolehan bahasa banyak ditentukan
oleh interaksi rumit aspek kematangan biologis, kognitif, dan sosial. Perihal
tersebut terkait pernyataan Slobin (dalam Tarigan, 2011:5), pemerolehan
bahasa akan menghadapi kenyataan bahwa bahasa dibangun sejak semula oleh

1
setiap anak dan memanfaatkan aneka kapasitas bawaan sejak lahir yang
beragam dalam interaksinya dengan pengalaman-pengalaman dunia fisik dan
sosial.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang di maksud dengan pemerolehan Bahasa ?
2. Factor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemerolehan Bahasa anak?
3. Kendala – kendala dalam pemerolehan Bahasa anak ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan pemerolehan Bahasa.
2. Untuk mengetahui factor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemerolehan
Bahasa anak.
3. Untuk mengetahui Kendala – kendala dalam pemerolehan Bahasa anak.

2
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan Bahasa anak melibatkan dua keterampilan yaitu
keterampilan untuk menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan
memahami tuturan orang lain. Jika dikaitkan dengan hal tersebut maka yang
dimaksud denagn pemerolehan Bahasa adalah proses pemilikan kemampuan
berbahasa berupa pemahaman ataupun pengungkapan secara alami, tanpa
melalui kegiatan pembelajaran formal Tarigan dalam Faisal (2009:23).
Pengertian yang satu mengatakan bahwa pemerolehan bahasa
mempunyai suatu permulaan yang tiba-tiba, mendadak. Kemerdekaan
bahasa mulai sekitar usia satu tahun di saat anak-anak mulai
menggunakan kata-kata lepas ataukata-kata terpisah dari sandi
linguistik untuk mencapai tujuan sosial mereka. P e n g e r t i a n l a i n
mengatakan bahwa pemerolehan bahasa memiliki
s u a t u  permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi kognitif
pra-linguistik (McGraw, 1987 ; 570).
Pemerolehan bahasa (language acquisition) atau akuisisi bahasa
menurut Maksan (1993:20) adalah suatu proses penguasaan bahasa yang
dilakukan oleh seseorang secara tidak sadar, implisit, dan informal. Lyons
(1981:252) menyatakan suatu bahasa yang digunakan tanpa kualifikasi untuk
proses yang menghasilkan pengetahuan bahasa pada penutur bahasa disebut
pemerolehan bahasa. Artinya, seorang penutur bahasa yang dipakainya tanpa
terlebih dahulu mempelajari bahasa tersebut.
Stork dan Widdowson (1974:134) mengungkapkan bahwa pemerolehan
bahasa dan akuisisi bahasa adalah suatu proses anak-anak mencapai kelancaran
dalam bahasa ibunya. Kelancaran bahasa anak dapat diketahui dari
perkembangan apa? Huda (1987:1) menyatakan bahwa pemerolehan bahasa
adalah proses alami di dalam diri seseorang menguasai bahasa. Pemerolehan
bahasa biasanya didapatkan hasil kontak verbal dengan penutur asli lingkungan
bahasa itu. Dengan demikian, istilah pemerolehan bahasa mengacu ada
penguasaan bahasa secara tidak disadari dan tidak terpegaruh oleh pengajaran
bahasa tentang sistem kaidah dalam bahasa yang dipelajari.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam
pemerolehan Bahasa :

3
1. Berlangsung dalam situasi informal, anak-anak belajar tanpa beban
dan berlangsung diluar sekolah
2. Pemilikan Bahasa tidak melalui pembelajaran formaldilembaga-
lembaga pendidikan seperti sekolah atau kursus
3. Dilakukan tanpa sadar atau secara spontan
4. Dialami langsung oleh anak dan terjadi dalam konteks berbahasa
yang bermakna bagi anak.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemerolehan Bahasa anak


Ada dua persyaratan yang memungkinkan anak dapat memperoleh
kemampuan berbahasa yaitu potensi biologis yang dimiliki sang anak serta
dukungan sosail yang diperolehnya. Selain itu ada beberapa factor penunjang
yang merupakan penjabaran dari kedua hal tersebutyang dapat mempengaruhi
tingkat kemampuan Bahasa yang diperoleh anak. Factor-faktor yang dimaksud
adalah sebagai berikut :
1. Faktor Biologis
Perangkat biologis yang menentukan anak dapat memperoleh
kemampuan bahasanya ada tiga, yaitu otak (sistem syaraf pusat), alat
dengar, dan alat ucap. Dalam proses berbahasa, seseorang dikendalikan
oleh sistem syaraf pusat yang ada di otaknya. Pada belahan otak sebelah
kiri dikendalikan oleh sistem syaraf pusat untuk mengontrol produksi atau
bahasa, seperti berbicara dan menulis. Pada belahan otak sebelah kanan
terdapat wilayah wernicke yang memengaruhi dan bagian otak itu terdapat
wilayah motor suplementer. Berdasarkan tugas tenaga bagian otak itu, alur
penerimaan dan penghasilan bahasa dapat disederhanakan seperti berikut:
(1) Bahasa didengarkan dan dipahami melalui daerah Wernicke; (2)
Isyarat bahasa itu kemudian dialihkan ke daerah Broca untuk
mempersiapkan penghasilan balasan; dan (3) Selanjutnya isyarat
tanggapan bahasa itu dikirimkan ke daerah motor, seperti alat ucap, untuk
menghasilkan bahasa secara fisik.
2. Faktor Lingkungan Sosial.
Untuk memperoleh kemampuan berbahasa, seorang anak memerlukan
orang lain untuk berinteraksi dan berkomunikasi. Bahasa yang diperoleh
anak tidak diwariskan secara genetis atau keturunan, tetapi didapat dalam
lingkungan yang menggunakan bahasa.
3. Faktor Intelegensi.
Intelengesi adalah daya atau kemampuan anak dalam berpikir atau
bernalar atau  kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah.
Intelengesi ini bersifat abstrak dan tak dapat diamati secara langsung.
4. Faktor Motivasi.

4
Sumber motivasi pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu motivasi
dari dalam atau internal dan motivasi dari luar diri atau eksternal. Dia
belajar bahasa karena kebutuhan dasar yang bersifat, seperti lapar, haus,
serta perlu perhatian dan kasih sayang. Inilah yang disebut motivasi
intrinsik yang berasal dari dalam diri anak sendiri. Untuk itu mereka juga
memerlukan komunikasi dengan sekitarnya sebagai faktor eksternal.

C. Kendala-kendala dalam pemerolehan Bahasa anak


Kita tahu bahwa proses dimana bahasa anak akan meniru bahasa ibu
pada waktu pemerolehan bahasa pertama kali ibu mengucapkan. Terkadang
anak berbicara tidak sesuai dengan kata yang diucap, misalnya pada huruf
vokal ataupun pada huruf konsonan, anak mengucapkannya kurang jelas
sehingga akan menimbulkan ketidak jelasan makna dan akan menghambat
komunikasi menjadi kurang lancar.
Terkadang ibu lah yang menirukan bahasa anak yang kurang jelas
seperti maem menjadi mam, minum menjadi num, pedas menjadi huh hah,
panas menjadi nanas, dan sebagainya. Sehingga anak memahami bahasanya
dan akan menirukan bahasanya sesuai ucapan ibu tersebut. Kemudian
artikulasi pada anak kurang jelas, misalnya anak mempunyai masalah, belum
bisa berbicara yang sesuai dengan kata-kata bahasa biasanya. Adalagi yang
belum bisa mengucap huruf c,d,f,p,q,r,s,t,v,x,y,z (konsonan) kadang terbalik
atau sama sekali tidak bisa mengucap huruf-huruf tersebut.
Dan ada pula bahasa anak yang dapat mempengaruhi perilakunya.
Misalnya apabila sejak usia dini anak dididik menggunakan bahasa jawa
krama halus, maka sifat atau perilakunya ketika berkomunikasi akan menjadi
halus pula, begitu pula dengan sebaliknya. Dari tempat tinggal pun dapat
mempengaruhi bahasa anak, dari tinggi rendahnya suara anak.
Ada pula anak yang belum dapat mengerti makna dari ucapannya
ketika mendapatkan atau menerima kata-kata baru (bahasa baru). Terkadang
anak dengan bangganya mengucapkan kata-kata yang didapatkannya dan
berulang kali dia mengucapkannya. Padahal belum tentu makna kata-kata
yang didapatkannya baik untuk diucapkan.
Selain Kendala yang telah dipaparkan diatas terdapat pula beberapa
kendala-kendala lain seperti:
1. Kendala Pemerolehan Kosa Kata
Anak yang tidak sering mendengar percakapan orang lain dan
terlibat langsung dalam komunikasi, memasukan lebih sedikit kata dalam

5
bank kosa katanya. Pemerolehan kata-kata barunya hanya bersumber
pada gadget dan TV. Jika dilihat, kata-kata dalam games  didominasi
dengan bahasa Inggris. Maka otomatis, anak akan lebih terbiasa
mendengar bahasa asing tersebut. Tentu tidak akan menjadi masalah, jika
lingkungan sosialnya mendukung penggunaan bahasa asing itu. Namun,
anak akan mengalami masalah jika sebaliknya. Akan terjadi kebingungan
bagi anak dalam menggunakan kata-kata itu.
2. Kendala dalam pengucapan
Keterampilan menyimak, memiliki peranan yang sangat penting
untuk menunjang kemampuan seorang anak dalam berbicara. Kemampuan
anak dalam mengucapkan kata, terkait erat dengan keterampilannya dalam
menyimak.Semakin sering anak menyimak suara manusia dalam
berkomunikasi lisan, akan melatih anak untuk menirukan dan
mengucapkan kata-kata tersebut. Begitu pula sebaliknya. Anak-anak yang
tidak terlatih untuk menyimak, akan mengalami kesulitan dalam
mengucapkan kata.
Pengucapan bunyi non bahasa akan lebih mudah ditirukan anak
yang sering menggunakan gadget atau menonton TV, misalnya suara
tawa, suara tangis, teriakan, dll. Anak juga mungkin akan menirukan
perilaku tokoh games atau TV saat tertawa atau marah. Namun, untuk
bunyi bahasa, anak akan menirukan sekedarnya tanpa mengerti maknanya
dan belum tentu dapat diterapkan dalam kehidupannya.
Pada usia 3 tahun, seharusnya anak sudah dapat menggabungkan
dua kata, misalnya : “Mau bobo.” Atau “Papa datang.” Anak di usia ini
mampu normalnya sudah dapat mengucapkan 2/3 dari seluruh huruf
konsonan dengan benar. Ada beberapa huruf yang memang belum mampu
diucapkan, misalnya huruf r, s, dan z. Namun, anak yang jarang berbicara
dikawatirkan dapat mengalami masa cadel yang lebih panjang. Cadel yang
dimaksud di sini adalah cadel karena kebiasaan dan bukan karena adanya
kerusakan syaraf. Hal ini disebabkan karena alat artikulatornya tidak
terlatih untuk digunakan. Untuk anak-anan Indonesia, terutama untuk
pengucapan huruf r dan s. Untuk ‘r’ akan diucapkan dengan ‘l’, misalnya :
kata ‘rumah’ diucapkan dengan ‘lumah’, ‘es krim’ dikatakan ‘eskim’. Dan
kata ‘susu’ diucapkan dengan ‘cucu’.
Untuk memperbaiki pengucapan yang keliru, anak memerlukan
bantuan orang dewasa. Proses pembelajaran di masa ini berlangsung setiap
saat. Karena kebutuhan anak dalam berkomunikasi akan selalu
membutuhkan rangsangan dan revisi dalam pengucapannya. Pada
kenyataannya, banyak orang tua a yang tidak memahami pentingnya
mengajarkan anak untuk melafalkan kata dengan benar. Masih banyak

6
orang tua yang berkomunikasi dengan anaknya menggunakan bahasa
cadel, padahal dapat berbicara secara normal. Hal ini disebabkan
anggapan, bahwa perlu penyesuaian dalam berkomunikasi dengan anak
kecil agar anak dapat mudah memahami. Padahal dengan melakukan itu,
anak tidak akan menyadari kekeliruannya.
Penyebab cadel ada 2 macam, pertama kerusakan syaraf dan
kurangnya stimulant di masa kritis perkembangan bicara anak. Semakin
sedikitnya intensitas penggunaan alat-alat artikulator, seperti lidah dan
rongga mulut, maka otot-otot pada alat-alat tersebut tidak berkembang
secara maksimal.
Pengucapan yang salah atau cadel ini jika tidak dibenahi sejak
awal, akan berlanjut sampai anak besar. Akibatnya, jika bukan karena
kerusakan pada syaraf otaknya, anak yang sudah beranjak besar,
memerlukan terapi khusus, yaitu speech therapy. Terapi yang harus
dilakukan dengan para ahli ini, meliputi latihan pernafasan dan pelafalan
huruf tertentu, yang membutuhkan koordinasi lidah dan rongga mulut
lainnya.
3. Kendala dalam berinteraksi sosial
Interaksi sosial adalah wujud utama bahwa manusia merupakan
mahluk sosial. Kemampuan berinteraksi sosial atau sering dikatakan
dengan sosialisasi bukanlah hal yang semerta-merta dilakukan. Ini
membutuhkan proses yang ditanamkan dan dilatih sejak dini, yaitu sejak
masa emas pertumbuhan seseorang.
Bagi anak-anak yang tinggal di lingkungan perkampungan, di
mana jarak antar rumah tidak dibatasi pagar tinggi, anak-anak akan lebih
mudah berinteraksi. Berbeda halnya dengan anak-anak yang tinggal di
perumahan yang dikelilingi pagar. Saat orang tuanya bekerja, anak
ditemani oleh pengasuh yang belum tentu memiliki kemampuan dalam
mendidik anak. Alih-alih diajak bermain di luar bersama anak-anak
sebayanya, anak diberikan gadget atau tontonan untuk mengisi waktu.
Dengan bermain bersama, anak dituntut untuk berkomunikasi
secara verbal. Tentunya sesuai dengan kemampuannya. Dari proses itu,
kemampuannya dalam berbicara akan mengalami peningkatan. Anak yang
di masa emas pertumbuhannya terbiasa berinteraksi dengan orang lain,
terutama dengan melakukan komunikasi dua arah, akan memiliki
kepercayaan diri yang tinggi. Sebaliknya, anak yang tidak dibiasakan
untuk berinteraksi dengan orang lain, akan terbentuk menjadi pribadi yang
tertutup, bahkan dapat mengalami fobia sosial, minder dan takut jika
berada di tengah-tengah orang banyak. Lebih parah lagi, anak dapat
menjadi anti sosial.

7
4. Kendala dalam berekspresi
Anak yang terbiasa melakukan aktivitas secara soliter (sendirian)
tanpa interaksi dengan orang lain, tidak terlatih untuk berekspresi. Kalau
pun dia menyerap suara percakapan dari orang-orang di sekitarnya, namun
karena tidak mendapat penguatan makna apalagi menggunakannya, maka
anak tidak memiliki pemahaman akan isi percakapan itu. Berdasarkan
penelitian yang dipimpin oleh Prof.Linda Pagani dari University of
Montreal, ditemukan bahwa :
Bagi bayi berusia dua tahun, setiap satu jam kelebihan menonton
dari batas waktu dua jam menonton dapat mengakibatkan dampak negatif
pada kemampuan akademiknya serta dia lebih berisiko di-bully. Hal
tersebut disebabkan mereka tidak cukup mampu mengikuti proses
membesarkan diri karena masalah konsentrasi dan fisik yang tidak sehat
bugar. Penelitian ini merupakan studi pertama yang menemukan hubungan
antara terlalu banyak menonton televisi dan risiko bayi yang miskin
keterampilan motorik serta bermasalah dalam psikososial.
Dari hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa anak-anak yang
jarang berinteraksi dengan orang lain, tidak mengalami pertumbuhan fisik
yang baik. Pertumbuhan fisik ini juga terkait dengan pertumbuhan syaraf
dan motorik, termasuk otot-otot artikulator. Kurang maksimalnya
pertumbuhan fisik ini, memengaruhi kondisi psikologisnya. Perkembangan
emosinya tidak terasah. Emosi merupakan cikal bakal berekspresi. Dengan
adanya emosi, anak akan bersikap sesuai dengan emosinya. Untuk
mengungkapkannya, anak membutuhkan model dari apa yang dilihat atau
didengar.
5. Gangguan Bahasa faktor Biologis
Gangguan berbahasa yang disebabkan oleh faktor
biologis yang dialami oleh penyandag tuna rungu, tuna
netra dan penyandang gangguan mekanisme. Ketidak
sempurnaan organ menyebakan pendidikan tuna rungu
diprioritaskan pada pengajaran bahasa isyarat, sehingga
keterampilan komunikasi yang dicapai terbatas pada
komunikasi tatap muka atau face-to-face, dengan
demikian tanpa teknologi visual sulit dilakukan
percakapan telepon.
Ketidaksempurnaan organ wicara menghambat
kemampuan seseorang memproduksi ucapan
(perkataan) yang sejatinya terpadu dari pita sura, lidah,
otot-otot yang mementuk rongga ulut serta
kerongkongan, dan paru-paru. Gangguan mekanisme

8
berbicara dapat terjadi akibat kelainan pada paru-paru,
pita suara, lidah, serta rongga mulut dan kerongkongan.
6. Gangguan bahasa yang diperoleh
Gangguan berbahasa yang Pertama yaitu gangguan
berbahasa secara linguistik merupakan ketidakmampuan
dalam pemerolehan dan pemrosesan informasi linguisti.
Misalnya masalah kefasihan yang terjadi pada anak yang
gagap dan latah atau penderita gangguan fisiologis yang
menyangkut kesalahan informasi dan pengolahan organ
artikulasi (seperti mulut, lidah, langit-langit, pangkal
tenggorokan). Gangguan berbahasa yang diperoleh
yang kedua adalah anak berbicara tidak sesuai dengan
kata yang diucap, misalnya pada huru fvokal ataupun
pada huruf konsonan, anak mengucapkannya kurang
jelas sehingga akan menimbulkan ketidak jelasan makna
dan akan menghambat komunikasi menjadi lancar. Hal
ini disebabkan bahasa ibu yang kurang jelas ditirukan
oleh anak, misalkan panas menjadi nanas, sehingga
anak memahami bahasanya dan akan menirukan
bahsanya sesuai ucapan ibu tersebut. Baha anak juga
akan mempengaruhi perilaku anak kedepannya, jika
anak didik dengan bahasa yang keras maka anak akan
berinteraksi dengan bahasa yang keras pula, begitupun
sebaliknya. Jika anak di didik dalam lingkungan bahasa
yang lembut, sopan maka anak akan berinteraksi
dengan bahasa yang santun pula.
Gangguan berbahasa yang diperoleh ketiga adalah
tidak dapat mengucapkan fonem-fonem tertentu yang
disebabkan oleh bahasa pertama dari orang tua. Alasan
mengapa ada anak-anak yang masih tidak dapat
mengucapkan fonem-fonem tertentu disebabkan oleh
gangguan terhadap artikulasi atau fonologisnya,
gangguan artikulasi atau fonologisnya dibagi menjadi
dua gangguan, antara lain :
a. Gangguan seorang anak tidak bisa menyebutkan
bunyi-bunyi tertentu seperti bunyi/r/,/s/,/j/, dan /k/.
b. Gangguan seorang anak akan menggantikan fonem-
fonem tertentu dengan fonem-fonem lain, seperi
/makan/, menjadi /mammam/.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemerolehan Bahasa anak melibatkan dua keterampilan yaitu
keterampilan untuk menghasilkan tuturan secara spontan dan kemampuan
memahami tuturan orang lain. Dalam pemerolehan Bahasa terdapat factor
yang mempengaruhi seperti factor biologis,intelektual,social,dan motivasi.
Dalam pemerolehan Bahasa anak terdapat pula kendala-kendala yang
dapat mempengaruhi atau mengganggu dalam pemerolehan Bahasa.

B. Saran
Sebagai calon pendidik, mahasiswa diharapkan dapat
memahami kendala-kendala pada pemerolehan bahasa
anak, sehingga dapat mengatasi atau mengurangi kasus
keterlambatan pemerolehan bahasa anak khususnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

Faisal, Muh dan Eva Kadang. 2019. Pembelajaran Bahasa


Indonesia di Kelas Awall. Makassar :PGSD FIP UNM.

Faisal, Muh. 2009. Kajian Bahasa Indonesia SD 3SKS. Jakarta:


Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional

Tarigan, dkk. 1998. Pengajaran Pemerolehan Bahasa Anak.


Bandung Angkasa

11

Anda mungkin juga menyukai