Anda di halaman 1dari 42

Kelompok 8

1.Muhammad Eggy
2.Nofrianti arsela
3.vini arty
4.winda sunjapa
BAHASA INDONESIA DAN
PEMAKAIANNYA
 Dalam undang – undang Dasar 1945 Bab XV , Pasal
dan penjelasannya, dinyatakan bahwa bahasa
indonesia adalah bahasa negara, dan bahasa daerah
yang dipakai sebagai alat penghubung dan dipelihara
oleh masyarakat pemakainya, dipelihara juga pleh
negara sebagai bagian kebudayaan nasional yang
hidup. Ketetapan majelis kemusyawaratan Rakyat No.
4/MPR/1978menggariskan bahwa pembinaan bahasa
daerah dilakukan dalam rangka pengembangan
bahasa indonesia dan untuk memperkaya
bendaharaan bahsa indonesia sebagai salah satu
sarana identitas nasional.
 Jika kita teliti maka akan tampak bahwa bahsa
indonesia itu multifungsi yaitu menjadi bahsa negara
dan bahasa resmi, tetapi juga menjadi bahsa
pengantar di sekolah – sekolah dari taman kanak-
kanak sampai perguruan tinggi, menjadi bahsa
pergaulan, bahasa penghubung , dan bahasa
persatuan. Bahasa indonesia telah mempermudah
kita memperkembang kebudayaan kita, mempercepat
majunya proses pendidikan, dan yang terpenting ialah
mempermudah kita bersatu sebagai bangsa indonesia.
Dengan bahasa indonesia, kita merasa sebagai satu
bangsa, dan karena itu kita merasa senasib karena
terikat didalam satu ikatan bangsa.
 Kita tidak mengingkari kenyataan bahwa kita terdiri atas
beratus – ratus suku bangsa yang masing-masing memiliki
bahasa daerahnya sendiri-sendiri,tetapi kenyataan itu
tidaklah mengurangi penghargaan kita terhadap bahasa
indonesia. Kita mengeakui bahwa bahasa daerah bagi
sebagian besar kita adalah bahasa yang pertama kali kita
kenal dala hidup kita. Bahasa daerah itu kita gunakan
dilingkungan keluarga, bahkan dilingkungan terdekat kita
yaitu desa atau dikampung , kemudian setelah masuk
sekolah, kita berkenal dengan bahasa indonesia. Bahasa
indonesia itu adalah bahasa kedua bagi kita. Satu hal yang
sangat menarik perhatian kita ialah bahwa walaupun
bahasa itu bahasa asing, kita merasa memiliki dua bahasa
sekaligus tanpa meletakkan yang satu diatas atau labh dari
yang lain. Kita adalah dwibasawan yang menguasai dua
bahasa.
 Dan terkadang disamping itu selain bahasa daerah
kita dan bahasa indonesia, kita juga menguasai satu
dua bahasa daerah yang lain dan bahasa asing. Karena
itu, kita bukan hanya dwibasawan, melainkan juga
multibasawan yaitu orang yang menguasai banyak
bahasa sekaligus .
 Penggunaan kita terhadap bahasa indonesia, bahasa
nasional kita, seakan-akan terganggu oleh bahasa daerah.
Saya katakan “seakan-akan terganggu”; mengapa?
Pertumbuhan bahsa indonesia itu banyak dipengaruhi oleh
bahasa daerah, sering sekali kita sadari, kita berbahasa
indonesia dengan struktur bahasa daerah. Artinya kata-
kata yang kita gunakan dalam bertutur ialah bahasa
indonesia, tetapi struktur kata atau kalimat yang kita
gunakan adalah struktur bahasa daerah. Struktur bahasa
daerah itu tekah mendarah daging dalam tubuh kita
sehingga sering secara tidak kita sadari muncul dalam
percakapan kita ketika kita menggunakan bahasa
indonesia. Bahasa yang kita gunakan menjadi terjemahan
secara harfiah bahasa daerah.
 Perhatikan contoh-contoh berikut.
 Apa kamu sudah makan ?
 Opo kuwe wis mangan? (jawa)
 Kalimat dengan struktur seperti diatas apa kamu
sudah makan, bukan kalimat indonesia menurut
struktur asli. Kalimat tanya seperti itu dalam bahasa
indonesia tidak didahului oleh kata tanya apa. Dalam
bahasa indonesia umum nya digunakan bila yang
ditanyakan itu ialah benda.
 Contohnya :
 “apa yang dimakan anak itu?” jawabnya, “kue.”
 “apa yang tersimpan dilemari itu?” jawabnya,
“buku.”
 Dalam bahasa jawa, umumnya kalimat tanya dmulai
dengan kata tanya apa (=opo). Kalimat tanya diatas
jika disusun sesuai dengan struktur asli, bentuknya
seperti berikut.
 Kamu nsudah makan? (dibentuk denan
lagu tanya)
 Sudahkah kamu makan? →
 Sudah makankah kamu? → dibentuk dengan
lagu tanya dan akhiran tanya -kah
 Kamu sudah makankah? →
 Namun, dalam kenyataanberbahasa dewasa ini, kita
lihat bahwa struktur kalimat-tanya bahasa jawaitu
mendesak kedalam bahasa indonesia sehingga besar
kemungkinan kalimat tanya seperti itu kelak akan
dianggap sebagai bentuk kalimat tanya baku bahasa
indonesia. Biasanya kata tanya apa diberi akhiran –kah
menjadi apakah sehingga tidak terasa lagi sifat “jawa”
–nya.
 Apakah dia sakit ?
 Apakah paman akan datang hari ini ?
 Dalam anak-kalimat kalimat berita, apakah dipakai
sebagai berikut.
 Saya tak tahu apakah dia akan datang hari ini
atau tidak.
 Apakah dia akan datang hari ini atau tidak, saya
tidak tahu.
 Dalam struktur asli bahasa indonesia :
 Saya tak tahu datangkah dia hari ini atau tidak.
 Akan datangkah dia hari ini atau tidak, tak tahu
saya.
 Ada ahli bahasa yang menganggap bahwa kalimat
tanya dengan menggunakan kata apa seperti contoh
diatas justru menghaluskan bahasa. Bagaimanapun,
kalimat tanya seperti itu sampai sekarang masih
dianggap kalimat tidak baku (=nonbaku).
 Kita lihat kalimat lain yang dipengaruhi oleh struktur
bahasa sunda.
 Surat itu ditulis oleh saya.
 Serat eta diserat ku abdi (sunda)
 Perhatikan struktur kalimat bahasa indonesia yang
dipegaruhi oleh struktur oleh bahasa sunda diatas.
Kalimat bahasa indonesia itu betul-betul merupakan
terjemahan kata demi kata dari bahasa sunda. Dalam
bahsa indonesia, kata pasif dengan pelaku orang
pertama kata kerjanya tidak diberi awalan di- seperti
itu. Awalan di- hanya digunakan bila pelaku pekerjaan
itu orang ketiga : diambilnya, dibuatnya, diselesaikan
oleh Amin, dibeli oleh ibu, dsb. Bila pelaku pekerjaan
orang pertama, maka kata ganti orang (=pelaku)
diletakan didepan kata kerja. Kalimat di atas menjadi
surat itu saya tulis. Dalam bentuk enklitis, surat itu
kutulis.
 Demikian juga bila pelaku pekerjaan orang kedua;
susunannya sama dengan bila pelaku pekerjaan orang
pertama. Surat itu engkau tulis, atau surat itu kautulis.
Dalam bahasa sunda, struktur kalimat bentuk pasif
sama, baik pelaku pekerjaan orng pertama, orang
kedua, maupun orang ketiga. Perhatikan contoh
dibawah ini .
 ... dibantun ku abdi. ‘saya ambil”
 ... dicandak ku anjeun. ‘Anda ambil’
 ... dicandak ku anjeunna. ‘diambilnya’
 Banyak kita jumpai pengaruh bahasa daerah seperti :
dipajukan, dipundurkan, ditaikan, ditikahkan, dikebapakan,
dikesayakan, di kita, di kami, banyak kita dengar digunakan
orang alih-alih memakai bentuk aslinya dimatukan,
dimundurkan (diundurkan), dinaikan, dinikahkan,
diserahkan kepada bapak, diberikan kepada saya, pada kita,
pada kami. Bahasa seperti itu biasa kita sebut bahasa
indonesia dialek sunda.

 Di daerah gorontalo sering kita dengar kalimat seperti


berikut.
Marah ke sana si yunus itu !
Larang kemari mereka !
Tutup ke sana pintu itu !
 Dalam bahasa indonesia dengan struktur baku,
kalimat itu harus disusun sebagai berikut.
 Marahi si yunus itu !
Atau : cobalah marahi si yunus itu.
 Larang dia !
Atau : cobalah larang dia !
 Tutupkan pintu itu !
Atau : tolonglah tutup pintu itu.
 Dari contoh-contoh diatas kata-kata kemari dan
kesana tidak dibutuhkan dalam kalimat bahasa
indonesia. Jika dibutuhkan benar karena kita ingin
menyatakan arah secara jelas barulah kita gunakan
kata itu.
 Kalimat seperti saya punya rumah besar, atau saya
punya bapak sakit, sering kita dengar diucapkan oleh
orang-orang yang berasal dari indonesia bagian timur
sebagai pengaruh dialek melayu manado atau melayu
ambon. Orang manado berkada : kita pe ruma besar
dan kita pe papa saki. Kata orang ambon, beta pung
ruma besar dan beta pung papi saki.
 Dalam bahasa indonesia, hubungan kepunyaan
(posesif) tidak dinyatakan oleh kata tertentu,
melainkan dinyatakan oleh hubungan dua patah kata
yang diurutkan : misalnya< kaki meja, atap rumah,
paman saya,rumah kami. Bukan meja punya kaki,
rumah punya atap; bukan juga dengan berakhiran -
nya dibelakang kata pertama : kakinya meja,
pamannya saya, rumahnya kami. Struktur seperti itu
juga dapat kita jumpai pada bahasa-bahasa daerah
indonesia.
 Misalnya, rumah ayah dikatakan sebagai berikut :
Banua i papa (bahasa poso),
Bele Ii paapa (bahasa gorontalo),
Balla na ua (bahasa makasar),
Omah e bapak (bahasa jawa).
 I, li, na, e sama dengan nya dalam bahasa indonesia.
Diterjemahkan secara harfiah, fase itu menjadi rumahnya
ayah.
 Bahasa jawa, sunda, bali, mengenal bahasa yang halus dan
bahasa yang kasar. Bahasa halus dipakai oleh orang yang
tinggi tingkat sosialnya, pengaruh kebiasaan ini terbawa
kedalam penggunaan bahasa indonesia.
 Contohnya, sering seorang suku sunda takut
menggunakan kata anak karena dianggapnya kurang
halus. Kata itu diganti dengan sebutan putra. Misalnya,
seorang yang menegur orang yang lain dan kebetulan
ketika itu membawak anak, kata yang diucapkan nya : ini
putra bapak? Atau ia bertanya kepada orang itu, berapa
orang putra bapak? Kalimat yang seharusnya diucapkan
orang itu ialah ini anak bapak atau berapa orang anak
bapak? Dalam bahasa indonesia, kalimat-kalimat itu tidak
dianggap kasar
 Sering kita lihat orang mengakhiri suratnya dengan
kalimat atas perhatian bapak kami hanturkan banyak
terima kasih. Yang menulisurat in menggunakan kata
kami hanturkan yang berasal dari sunda karena takut
menggunakan kata kami ucapkan atau kami
sampaikan, yang mungkin dianggapnya kuranga
halus.
 Demikianlah kita lihat besarnya pengaruh bahasa
daerah atau dialek setempat terhadap bahasa
indonesia ragam resmi. Pengaruh itu dapat kita
hindari dengan kita menguasai benar struktur bahasa
masing – masing dan tahu benar makna setiap kata
dalam setiap bahasa.
 Jangan menganggap bahasa indonesia mudah. Yang
mudah ialah bahasa ragam santai, bahasa tutur yang
kita gunakan sehari-hari, karena bahasa itu tidak
terikat kepada kaidah-kaidah bahasa yang berlaku.
Bahasa indonesia ragam resmi tidak mudah itu
sebabnya bila kita diletakan pada suatu situasi resmi
dimana kita harus menggunakan bahasa indonesia
ragam resmi yang terjaga, kita akan merasa bahwa
pekerjaan itu tidaklah mudah. Misalnya, kita tiba-tiba
harus mengucapkan pidato didepan khalayak ramai,
atau harus membuat kertas kerja, skripsi, atau bentuk
tulisan lainnya. Barulah akan terasa menggunakan
bahasa indonesia yang baik dan teratur dengan
penggunaan kata-kata yang tepat maknanya, tidaklah
semudah yang disangkakan orang.
 Supaya kita dapat berbahasa indonesia dengan baik
dan benar, kita harus memperdalam pengetahuaan
kita tentang bahasa itu. Kita harus banyak membaca
buku-buku yang baik isi dan bahasanya, dan harus
pula banyak mendengar tuturan orang yang bahasanya
teratur. Tanpa usaha dengan sengaja ke arah itu,
penguasaan bahasa indonesia kita tetap tidak akan
baik.

My name iDil Fatrha alias Bang codet


Apa lu liat-liat
KONTAMINASI
 Istilah kontaminasi diambil dari bahasa inggris
Contamination yang dapat diberi arti “pencemaran”.
Dalam bidang bahasa , gejala tersebut kita padankan
dengan kata kerancuan. Kata kerancuan yang
diturunkan dari bentuk dasar “rancu” yang beroleh
konfiks ke – an ; rancu bersinonim dengan kacau. Jadi
, kerancuan berarti “kekacauan”. Bentuk-bentuk yang
rancu atau kacau yang muncul dalam bahasa dapat
dianggap sebagai suatu jenis pencemaran di dalam
bahasa.
 Apa yang rancu atau yang dirancukan itu? Yang
dirancukan orang ialah susunan dua unsure bahasa ,
entah unsure itu imbuhan , kata , ataupun kalimat.
Oleh sebab itu , kontaminasi bahasa dapat kita beda-
bedakan atas :
 Kontaminasi bentuk kata
 Kontaminasi bentuk frase

 Kontaminasi bentuk kalimat


 Dalam kontaminasi , selalu terjadi paduan unsure
yang kacau , artinya kedua unsure itu tidak seharusnya
berpasangan. Dalam penggunaan bahasa dewasa ini ,
sangat sering kita jumpai kontaminasi dalam bentuk
kalimat. Kekerapan kontaminasi bentuk kalimat lebih
besar daripada kekerapan kontaminasi yang lain. Jika
dilihat sepintas lalu seolah-olah tidak ada yang salah.
namun , bila kita perhatikan benar-benar akan tampak
kepada kita gabungan unsure yang tak sesuai
pasangannya.
. Perhatikan contoh-contoh
berikut.
 Di seluruh jalan-jalan yang dipagari oleh gedung-
gedung bertingkat itu bermandikan cahaya lampu-
lampu neon.
 Yang seperti itu kita jumpai dalam kalimat jawab.
Subjek dan predikatnya tterdapat dalam kalimat
pertanyaannya tidak diulang menyebutnya karena
dianggap sebagai sudah diketahui.
Contohnya : “Bila engkau berangkat ke Jakarta?”
Jawabnya : “Besok”. Kata besok yang diucapkan sebagai
jawab pertanyaan itu hanya berupa keterangan. Subjek
dan predikatnya ialah saya dan berangkat. Kalimat
lengkapnya ialah , “Saya berangkat besok ke Jakarta”.
 Kalimat jawab “Besok” harus dianggap sebagai kalimat
sempurna karena dapat dipahami oleh orang yang
diajak bicara. Yang tidak sempurna hanyalah
bentuknya atau wujudnnya karena subjek dan
predikatnya tidak disebutkan lagi. Subjek dan
predikatnyaa itu tersembunyi di dalam kalimat.
 Sekarang mari kita kembali kepada kalimat contoh
tadi. Jika kita bertanya , “Apakah yang bermandikan
cahaya lampu-lampu neon?” Jawabnya tentu tidak
mungkin “diseluruh jalan-jalan yang dipagari oleh
gedung-gedung bertingkat itu” sebab bagian kalimat
yang dimulai dengan kata depan di menunjuk kepada
keterangan tempat.Pertanyaan untuk jawaban itu
haruslah dimana.

Misalnya :
Di mana kau beli buku itu ? Jawabnya : di toko
Sinar.
Di mana kendaraan hilir mudik? Jawabnya : di
jalan-jalan di kota ini.
 Jawab yang tepat untuk pertanyaan “ Apakah yang
bermadikan cahaya lampu-lampu neon” ialah “dijalan-
jalan yang dipagari oleh gedung-gedung bertingkat itu”.
Jawaban ini merupakan subjek kalimat itu , dan
“bermandikan cahaya lampu-lampu neon” adalah
predikatnya.
 Tetapi sonya membantah bahwa bukan dia yang
menembak , melainkan dua orang laki-laki temannya.
 Di antara ketiga dialek itu memiliki perbedaan yang
besar .
Kalimat asal yang betul susunannya :
Ketiga dialek itu memiliki perbedaan yang besar.
Di antara ketiga dialek itu terdapat perbedaan
yang besar.
 Pada film ini menggambarkan ketika Basri melawan
I’ie
Kalimat asal yang betul susunannya :
Pada film ini tampak Basri melawan I’ie.
Film ini menggambarkan pertandingan ketika
Basri melawan I’ie.
 Di dekat kuburan Ancol ini pernah mengambil satu korban
penonton tewas.
Kalimat asal yang betul susunannya :
Kuburan Ancol ini pernah mengambil korban seprang penonton
tewas.
Di dekat kuburan Ancol ini pernah ada seorang penonton tewas
di tabrak motor.
 Dalam masyarakat Madura pun mengenal dua golongan ini.
Kalimat yang betul susunannya :
Dalam masyarakat Madura pun dikenal dua golongan ini.
Masyarakat Madura pun mengenal dua golongan ini.
 Kepada yang kehilangan vulpen harap mengambilnya dari kantor
tata usaha.
Kalimat yang betul susunannya :
Kepada yang kehilangan vulpen diberitahukan agar datang
mengambil vulpennya itu ke kantor tata usaha.
Yang kehilangan vulpen harap datang mengambil
vulpennya itu ke kantor tata usaha.
 Cobalah Anda perhatikan sekali lagi kalimat-kalimat
yang rancu di atas dengan seksama. Semua kata depan
yang terletak di depan kalimat yang rancu
mengganggu susunan kalimat itu. Bagian yang di beri
kata depan itu sebenarnya subjek kalimat sehingga
bila kata depan dihilangkan , kalimat iyu menjadi
betul susunannya. Atau bila kata depan itu digunakan
dalam kalimat itu ,maka predikatnya harus diubah
bentuknya. Kata memiliki pada kalimat 3) dig anti
dengan terdapat , kata menggambarkan pada kalimat
4) diganti dengan tampak , kata mengambil pada
kalimat 5) diganti dengan seorang penonton tewas ,
kata mengenal pada kalimat 6) diganti dengan dikenal
dan kata harap mengambilnya pada kalimat 7) diganti
dengan diberitahukan agar datang mengambil.
 Mungkin Anda bertanya ,”Mengapa timbul kalimat-kalimat
yang rancu seperti itu?” Jawabnya ialah sebagai berikut.

Pemakai bahasa tidak menguasai benar struktur


bahasa Indonesia yang baku , yang baik dan benar.
Pemakai bahasa tidak memiliki cita rasa bahasa yang
baik sehingga tidak dapat merasakan kesalahan bahasa
yang dibuatnya.
Dapat juga kesalahan itu terjadi tidak sengaja karena
ketika ia akan menuturkan suatu kalimat yang hamper
sama struktur dan maknanya dengan kalimat yang akan
dituturkannya itu. Sebagai hasilnya , lahirlah
bentuk kalimat gabungan yang rancu itu. Saya katakanlah
demikian , karena kadang-kadang juga kita jumpai
kesalahan kalimat rancu itu dalam bahasa pengarang atau
penulis kenamaan.
 Sebagai latihan , cobalah Anda kembalikann kalimat-
kalimat yang rancu di bawah ini kepada dua bentuk
asalnya yang betul seperti cara membuatnya dalam contoh-
contoh diatas tadi.
Petang ini akan berhadapan kesebelasan Irian Jaya
mewalan kesebelasan Bali.
Dari angka-angka pengumpulan suara itu
menunjukkan suatu kesimpulan kasar bahwa di daerah
pinggiran kota PPP mengungguli Golkar.
Kepada juara pertama lomba layar itu mendapat
hadiah sebesar seratus ribu rupiah.
Ia diserahi tugas menyimpan keuangan.
Sebagai supporter Maluku melempari botol dan kursi
, lalu menyerbu ke daerah sekitar panggung tinju.

Mereka dilarang mengisap tidak boleh mengisap ganja


lagi.
 Kalimat diatas lucu karena kesalahannya. Mereka
dilarangtidak boleh mengisap ganja artinya mereka
dianjurkan agar mengisap ganja. Sudah jelas
kerancuan kalimat itu terjadi karena kata dilarang
yang hamper sama maknanya dengan tidak boleh
disatukan pemakaiannya, alih-alih memilih salah
satunya saja. Jadi kalimat itu seharusnya : Mereka
dilarang mengisap ganja , atau Mereka tidak bloeh
mengisap ganja lagi.
Kita perhatikan lagi kalimat berikut.
“Bantuan itu diharapkan bisa meringankan para
korban bencana alam.”
 Dalam kalimat diatas telah terjadi kerancuan
pengertian. Sepintas lalu terasa kalimat itu betul
susunannya. Namun kaluan diperhatikan secara teliti ,
akan kita ketahui bahwa bantuan itu akan
meringankan para korban bukanlah ungkapan yang
tepat. Kalau dikatakan para korban diringankan , maka
yang berat itu adalah paara korban. Padahal yang
dimaksud untuk diringankan ialah penderitaan para
korban. Penderitaan mereka berat karenaitu perlu
diringankan. Bukannya mereka sendiri yang berat.
Jadi , telah terjadi kerancuan antara :

Menolong para korban yang tertimpa bencana,


dengan meringankan beban penderitaan para
korban.
 Mari kita bicarakan sekarang kontaminasi bentuk
frase. Anda tentu sudah sabgat sering mendengar
ungkapan berulang kali, atau mungkin sering juga
menggunakannya. Dilihat dari segi penggabungan
kata, ungkapan itu memperlihatkan bentuk rancu.
Bentuk asalnya ialah berulang-ulang atau berkali-kali.
Kedua ungkapan itu dijadikan orang satu ungkapan
baru dengan mengambil berulang dari ungkapan
pertama dan kali dari ungkapan keduasehingga
lahirlah gabungan kontaminasi itu. Berulang-ulang
sama artinya dengan berkali-kali.
 Sebagai seoarang guru bahasa Indonesia, perhatian saya
segera terpaku pada kata-kata di atas kain rentang itu. Ini
pameran sebuah sekolah guru. Yang membuat tulisan di
atas kain rentang itu tentulah guru atau sekurang-
kurangnya murid sekolah guru di bawah pengawasan guru
pula. Bagaimana mungkin ada bentuk kata dipelajarkan?
 Dalam deretan bentuk dengan kata dasar ajar hanya
terdapat bentuk-bentuk :
Mengajar - Mengajarkan - Mengajari
Diajar - diajarkan - diajari
Belajar- mempelajari - dipelajari
Pelajar- pelajaran - terpelajar
Terajar- terajarkan - terajari
Ajaran - pengajaran
 Tidak terdapat bentuk dipelajarkan. Jika kita
perhatikan baik-baik , akan terungkapkan bahwa
bentuk dipelajarkan merupakan bentuk kontaminasi
dari dua bentuk asal : diajarkan dan dipelajari. Kalimat
yang rancu diatas kain rentang itu dapat kita
kembalikan kepada dua bentuk asalnya yang betul.
Di sekolah kami diajarkan berbagai
kepandaian wanita.
Di sekolah kami dapat dipelajari berbagai
kepandaian wanita.
 Suatu gejala kontaminasi pada kata bentukan yang sangat
sering kita dengar diucapkan orang atau dituliskan orang
dewasa ini kita temukan pada bentuk mengenyampingkan.
Mari kita tinjau bagaimana proses pembentukannya. Kalau
kita ambil imbuhan di-kan , maka bentuknya menjadi
disampingkan. Bila bentuk ini kita ubah menjadi bentuk
me- , maka hasilnya ialah menyampingkan. Kata dasar yang
dimulai dengan /s/ memunculkan bentuk meny-dan
fenom /s/ itu sendiri luluh dalam bunyi sengau /ny/ itu.
Bila bentuk dasar ke samping yang kita ambil lalu diberi
imbuhan di-kan , hasilnya menjadi dikesampingkan (ditulis
serangakai karena diapit oleh did an kan sekaligus). Bila
bentuk dikesampingkan kita ubah menjadi bentuk dengan
imbuhan me-kan , maka hasilnya ialah mengenyampingkan
karena bentuk dasarnya dimulai dengan /k/. Bila bentuk
dasar berfenom awal /k/ diberi imbuhan me-, maka
muncullah bentuk meng-, sedangkan /k/ luluh di dalam
bunyi sengau /ng/ itu. Fenom /s/ pada bentuk dasar ke
samping terletak di tengah kata, karena itu tidak
terpengaruh dengan pemberian awalan me-
 Bandingkan dengan contoh-contoh berikut.
Kotor - mengotorkan
Kapal - mengapalkan
Kesan - mengesankan

 Perhatikan bentuk-bentuk di atas. Yang mengalami


peluluhan hanyalah fenom awal bentuk dasar yaitu /k/.
fenom yang terletak di tengah kata /t,p,s/ tidak mengalami
peluluhan. Tetapi, bila fenom-fenom ini terletak didepan
bentuk dasar , pastilah fenom itu mengalami peluluhan.
Misalnya.

Tangkap - menangkap ( /t/ - /n/ )


Potong - memotong ( /p/ - /m/ )
Susul - menyusul ( /s/ - /ny/ )
 Bandingkan bentukan kata mengesampingkan dengan kata-kata
bentukan di bawah ini. Cara pembentukannya sejalan.

Tengah - ke tengah - mengetengahkan


Tepi - ke tepi - mengetepikan
Bumi - ke bumi - mengebumikan

 Imbuhan me-kan seperti pada kata-kata itu mengandung makna


‘membawa ke…’ ; misalnya, mengetengahkan artinya ‘membawa
ke tengah’ ; arti kiasannya ‘mengemukakan , mengutarakan ,
menyampaikan’ (pendapat,pikiran,saran,usul).
 Bentuk mengenyampingkan yang rancu dapat kita kembalikan
kepada dua bentuk asalnya yang betul yaitu menyampingkan dan
mengsampingkan.
 Menurut hemat saya, bentuk yang rancu dapat terjadi karena
orang sembrono menggunakan bahasa. Kalau kita berhati-hati
menggunakan bahasa , kita akan dapat menghindarkan diri dari
penggunaan bahasa yang rancu.
My name iDil Fatrha alias Bang codet
Apa lu liat-liat

Anda mungkin juga menyukai