Anda di halaman 1dari 9

strategi meningkatkan kemampuan berbicara siswa SD

2.1 Pengertian Berbicara

Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa dan juga merupakan sasaran
pembelajaran berbahasa Indonesia. Keterampilan berbicara dapat meningkat jika ditunjang oleh
keterampilan berbahasa yang lain, seperti menyimak, membaca, dan menulis. Keterampilan
berbicara ini sangat penting posisinya dalam kegiatan belajar-mengajar.

Pentingnya keterampilan berbicara bukan saja bagi guru, tetapi juga bagi siswa sebagai subjek dan
objek didik. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dituntut terampil berbicara. Hal ini sejalan
dengan pernyataan yang dilontarkan oleh Suyoto (2003:32) bahwa seseorang yang terampil
berbicara cenderung berani tampil di masyarakat. Dia juga cenderung memiliki keberanian untuk
tampil menjadi pemimpin pada kelompoknya.

Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk


mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan (Tarigan, 1993 :
15).

Pendapat yang sama disampaikan oleh Tarigan, dkk (1997 : 13). Mereka berpendapat bahwa
berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan kepada orang lain.

Berbicara merupakan suatu keterampilan, dan keterampilan tidak akan berkembang kalau tidak
dilatih secara terus menerus. Oleh karena itu, kepandaian berbicara tidak akan dikuasai dengan baik
tanpa dilatih. Apabila selalu dilatih, keterampilan berbicara tentu akan semakin baik. Sebaliknya,
kalau malu, ragu, atau takut salah dalam berlatih berbicara, niscaya kepandaian atau keterampilan
berbicara itu semakin jauh dari penguasaan. Keterampilan berbicara lebih mudah dikembangkan
apabila murid-murid memperoleh kesempatan untuk mengkomunikasikan sesuatu secara alami
kepada orang lain, dalam kesempatan-kesempatan yang bersifat informal. Selama kegiatan belajar
disekolah, guru menciptakan berbagai lapangan pengalaman yang memungkinkan murid-murid
mengembangkan kemampuan berbicara.

2.2 Strategi Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, strategi bermakna rencana yang cermat mengenai kegiatan
untuk mencapai sasaran khusus. Strategi kompetensi disebut juga dengan strategi komunikasi atau
communication strategies (Thornburry, 2006: 29). Ada beberapa hal yang yang harus diperhatikan
dalam strategi komunikasi yakni:

Menggunakan kata-kata yang banyak/tidak langsung (tidak to the point)

Mengubah kata-kata baru agar lebih dikenal (penyerapan kata asing), contoh: mesjid

Menggunakan kata-kata yang umum atau sudah dikenal.

Menggunakan ekspresi atau alih kode, contoh:menggunakan bahasa yang sopan pada orang yang
lebih tua.
Menggunakan gerak tubuh atau mimik untuk meyakinkan maksud yang kita inginkan.

Strategi berbicara menurut Modul untuk Profesional Persiapan Pengajaran Asisten dalam Bahasa
Asing (Grace Stovall Burkart, ed 1998 ; Pusat Linguistik Terapan,) adalah sebagai berikut.

1. Menggunakan minimal tanggapan

Bahasa peserta didik yang kurang percaya diri dalam kemampuan mereka untuk berpartisipasi
dengan sukses dalam interaksi lisan sering mendengarkan dalam keheningan sementara yang lain
yang bicara. Salah satu cara untuk mendorong peserta didik tersebut untuk mulai berpartisipasi
adalah untuk membantu mereka membangun suatu persediaan tanggapan minimal yang mereka
dapat digunakan dalam berbagai jenis pertukaran..tanggapan tersebut dapat sangat berguna untuk
pemula.

Tanggapan minimal dapat diprediksi bahwa peserta percakapan digunakan untuk menunjukkan
pemahaman, perjanjian, keraguan, dan tanggapan lain untuk apa yang dikatakan pembicara lain..
Memiliki stok tanggapan tersebut memungkinkan pelajar untuk fokus pada apa peserta lain katakan,
tanpa harus secara simultan rencana tanggapan.

2. Menggunakan bahasa untuk berbicara tentang bahasa

Bahasa peserta didik sering terlalu malu atau malu untuk mengatakan sesuatu ketika mereka tidak
mengerti pembicara lain atau ketika mereka menyadari bahwa mitra percakapan tidak mengerti
mereka. Guru dapat membantu siswa mengatasi keengganan ini dengan meyakinkan mereka bahwa
kesalahpahaman dan kebutuhan untuk klarifikasi dapat terjadi pada berbagai tipe interaksi, apapun
bahasa peserta tingkat keterampilan. Guru juga dapat memberikan strategi siswa dan frase yang
digunakan untuk klarifikasi dan cek pemahaman.

Dengan mendorong siswa untuk menggunakan frase klarifikasi di kelas saat terjadi
kesalahpahaman, dan dengan menanggapi positif ketika mereka melakukannya, guru dapat
menciptakan lingkungan praktek otentik di dalam kelas itu sendiri. Ketika mereka mengembangkan
kontrol dari strategi berbagai klarifikasi, siswa akan mendapatkan kepercayaan diri dalam
kemampuan mereka untuk mengelola berbagai situasi komunikasi yang mungkin mereka hadapi di
luar kelas.

Setelah mengetahui langkah-langkah atau strategi dalam meningkatkan kemampuan


berbicara, maka kemampuan berbicara diharapkan dapat meningkat.

Kemampuan berbicra sangat penting dalam kehidupan manusia pada umumnya. Kemampuan
berbicara yang baik dapat menunjang segala aktifitas yang ada, contohnya:

Sebagai calon guru tentunya harus memiliki kemampuan berbicara yang baik agar dalam
menyampaikan materi kepada siswa akan berjalan dengan baik.

Ketika dihadapkan pada suatu forum, seminar dan diskusi dipastikan sang partisipan harus memiliki
kemampuan berbicara yang sangat baik. Karena di dalam forum tersebut tentunya sang partisipan
diajak unuk berargumen yang didukung dengan kemampuan berbicara yang baik.
Pada situasi wawancara, kemampuan berbicara yang baik tentu diperlukan untuk menunjang
kemampuan menjawab pertanyaan dalam wawancara.

Dari ketiga contoh di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kemampuan berbicara yang baik
sangat penting dalam setiap situasi tertentu. Strategi yang bisa dilakukan seorang guru untuk
mengembangkan keterampilan berbicara siswa adalah sebagai berikut:

Permainan Simulasi

Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya pura-pura atau berbuat seolah-olah. Kata simulation
artinya tiruan atau perbuatan yang pura-pura. Dengan demikian, simulasi dalam metode mengajar
dimaksudkan sebagai cara untuk menjelaskan sesuatu (bahan pelajaran) melalui perbuatan yang
bersifat pura-pura atau melalui proses tingkah laku imitasi, atau bermain peranan mengenai suatu
tingkah laku yang dilakukan seolah-olah dalam keadaan yang sebenarnya. Permainan simulasi adalah
model yang mengilustrasikan atau menggambarkan baik sistem sosial maupun sistem fisik yang
diabstraksi dari realitas dan disederhanakan.

Berdasarkan peristiwa yang sebenarnya, dilakukan abstraksi (pemindahan) terhadap kondisi-kondisi


yang mendukung terjadinya peristiwa tersebut, ditambah dengan penyederhanaan-
penyederhanaan, kemudian menyusun ulang peristiwa tersebut sesuai dengan kondisi-kondisi yang
telah disederhanakan. Di samping itu, metode permainan simulasi cocok diterapkan pada semua
tingkatan siswa, dari siswa taman kanak-kanak, sampai siswa pada tingkatan yang lebih tinggi.
Sebagai contoh dari permainan simulasi yaitu saat siswa bermain peran dan berusaha menghayati
perannya. Disinilah akan adanya suatu keberanian untuk mengekpresikan dirinya dengan belajar
untuk berbicara dan memerankan orang lain.

Dongeng

Peristiwa atau cerita yang terjadi dalam lingkungan masyarakat maupun dari buku-buku dongeng
yang tersedia di perpustakaan belum dimanfaatkan dengan maksimal sebagai sumber belajar yang
dapat menunjang proses pembelajaran khususnya dalam pembelajaran berbicara.

Dongeng adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya
cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. James Danandjaja (1986: 86)
berpendapat bahwa kata dongeng menurut pengertian yang sempit adalah cerita pendek kolektif
kesusastraan lisan, sedangkan pengertian dongeng dalam arti luas adalah cerita prosa rakyat yang
tidak dianggap benar-benar terjadi.

Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan walaupun banyak juga melukiskan kebenaran,
berisikan pelajaran (moral) bahkan sindiran. Jadi, dongeng adalah cerita prosa rakyat yang dianggap
benar-benar terjadi dan tidak terikat oleh waktu maupun tempat, yang mempunyai keguanaan
sebagai alat hiburan atau pelipur lara dan sebagai alat pendidik (pelajaran moral).

Cara meningkatkan kemampuan berbicara siswa dengan dongeng dapat didahului dengan
dipraktekkan terlebih dahulu oleh guru. Unsur keterampilan berbahasa yang terdapat didalamnya
adalah menyimak dan berbicara. Menyimak dengan siswa mendengarkan cerita yang disampaikan
dan menugaskan siswa untuk menceritakan kembali dongeng yang telah didengarnya dengan
bahasanya sendiri. Disini akan menggali keberanian siswa untuk tampil ke depan dan mendongeng
untuk temannya dengan cara dan gayanya sendiri. Jika seorang siswa berani tampil dengan bagus,
hal itu akan memotivasi siswa lain untuk mencoba berbicara kedepan.

Bermain peran

Bermain peran merupakan salah satu bentuk aktivitas drama yang didalamnya terdapat aktivitas
berbicara. Aktivitas tersebut mencakup lafal, intonasi, jeda, aksentuasi/tekanan yang jelas,
kemudian penggunaan bahasa yang baik, serta pengorganisasian ide yang terstruktur. Artinya ketika
bermain peran aspek tersebut secara otomatis akan dipergunakan. Bermain peran merupakan teknik
yang banyak dipakai oleh guru bahasa Indonesia di sekolah, untuk melatih dan meningkatkan
keterampilan berbicara muridnya.

Selain menyenangkan juga menawarkan pelarian mental atau pengungkapan ekspresi sebagai
feedback dari keterampilan berbicara. Cara atau strategi yang bisa diterapkan dengan bermain
peran yaitu dengan mengajak siswa untuk memerankan tokoh dalam sebuah cerita dengan karakter
tertentu dan membimbing siswa untuk mendalami karakter yang didapatkannya.

Menggunakan strategi Modelling The Way

Pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia pada keterampilan berbicara bahasa Indonesia perlu
menerapkan strategi Modeling The Way (membuat contoh praktik). Strategi ini memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mempraktikkan keterampilan berbicara bahasa Indonesia melalui
demonstrasi, dari hasil demonstrasi ini kemudian diterapkan dalam keseharian di sekolah, yaitu
siswa dibagi dalam beberapa kelompok kecil, identifikasi beberapa situasi umum yang biasa siswa
lakukan di ruang kelas dan luar kelas dalam berbicara bahasaIndonesia yang baik dan benar,
kemudian siswa mendemonstrasikan satu persatu dalam berbicara bahasa Indonesia.

Modeling The Way memberi waktu siswa untuk menciptakan skenario sendiri dan menentukan
bagaimana mengilustrasikan keterampilan berbicara sesuai kelompoknya. Kemudian siswa diberi
kesempatan untuk memberikan feedback pada setiap demonstrasi yang dilakukan.

Cerita berantai

Menurut Tarigan (1990), “Penerapan teknik cerita berantai ini dimaksudkan untuk membangkitkan
keberanian siswa dalam berbicara. Jika siswa telah menunjukkan keberanian, diharapkan
kemampuan berbicaranya menjadi meningkat.” Teknik cerita berantai bisa dimulai dari seorang
siswa yang menerima informasi dari guru, kemudian siswa tadi membisikkan informasi itu kepada
teman lain, dan teman yang telah menerima bisikan meneruskannya kepada teman yang lain lagi.
Begitulah seterusnya. Pada akhir kegiatan akan dievaluasi, yaitu: siswa yang mana yang menerima
informasi yang benar atau salah. Siswa yang salah menerima informasi tentu akan salah pula
menyampaikan informasi kepada orang lain. Sebaliknya, bisa saja terjadi informasi yang diterima
oleh siswa itu benar tetapi mereka keliru menyampaikannya kepada teman yang lain. Untuk itu,
diperlukan pertimbangan yang cukup bijak dari guru untuk menilai keberhasilan teknik cerita
berantai ini. Tarigan (1990) berpendapat bahwa teknik cerita berantai adalah salah satu teknik dalam
pengajaran berbicara yang menceritakan suatu cerita kepada siswa pertama, kemudian siswa
pertama menceritakan kepada siswa kedua, dan seterusnya kemudian cerita tersebut diceritakan
kembali lagi kepada siswa yang pertama. Menurut Tarigan (1990), cerita berantai dapat diterapkan
dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a) Guru menyusun suatu cerita yang dituliskan dalam sehelai kertas.

b) Cerita itu kemudian dibaca dan dihapalkan oleh siswa.

c) Siswa pertama menceritakan cerita tersebut, tanpa melihat teks, kepada siswa kedua.

d) Siswa kedua menceritakan cerita itu kepada siswa ketiga.

e) Siswa ketiga menceritakan kembali cerita itu kepada siswa pertama.

f) Sewaktu siswa ketiga bercerita suaranya direkam.

g) Guru menuliskan isi rekaman siswa ketiga di papan tulis.

h) Hasil rekaman diperbandingkan dengan teks asli cerita.

Pembentukan kelompok dalam menerapkan teknik cerita berantai dapat membangkitkan minat dan
motivasi siswa untuk berbicara dan sekaligus menyimak bahan pembicaraan. Pada waktu siswa
menyimak pesan, tampak siswa saling mengingatkan dengan sesama anggota kelompok. Ini
dilakukan agar siswa tidak keliru menyampaikan isi bahan simakan. Fenomena ini membuat siswa
harus dapat menyimak dengan teliti, sebab siswa takut sekali akan membuat kesalahan dalam
menyampaikan isi bahan simakan pada saat ia disuruh untuk berbicara. Kegiatan yang dilakukan
guru ini merupakan upaya guru untuk menarik perhatian, minat, dan motivasi siswa sehingga pada
akhirnya dapat menciptakan keaktifan dan ketelitian siswa pada waktu akan menyampaikan isi
bahan simakan di depan kelas. Cara ini akan menunjukkan kemampuan berpikir, menyimak serta
berbicara siswa.

Media gambar dalam bercerita

Guru mengembangkan media pembelajaran melalui penggunaan media gambar cerita dengan
maksud agar siswa dapat menginterpretasikan isi cerita sesuai dengan imajinasinya yang akhirnya
siswa dapat mengungkapkan kembali isi cerita, mengungkapkan hasil pengamatan dengan bahasa
yang runtut, sehingga bermakna. Penggunaan gambar cerita merupakan alat bantu (media) agar
pembelajaran tidak terkesan monoton dan terjadi bina suasana kelas.

Dengan media ini diharapkan anak terangsang untuk menggunakan daya indera pendengarannya
secara maksimal untuk menyimak cerita guru. Setelah anak menyimak cerita guru, daya imajinasi
anak akan muncul selaras dengan alur dan tokoh cerita guru, dan akhirnya anak diharap mempunyai
kemampuan menceritakan kembali apa yang telah diceritakan oleh gurunya dan juga dapat
mengadopsi perilaku positif dari tokoh cerita. Kemampuan anak untuk menceritakan kembali isi
cerita merupakan modal dasar anak dalam melatih aspek keterampilan berbicara. Siswa kurang
berminat terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya keterampilan berbicara, karena tidak
dipergunakannya alat peraga atau gambar yang membuat siswa tertarik untuk mempelajarinya.
Siswa juga kurang menguasai keterampilan berbicara dalarn Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Menyajikan Informasi

Salah satu bentuk kegiatan penyajian informasi yang sesuai bagi anak-anak kelas 3-6 SD ialah
menyampaikan laporan secara lisan. Untuk mengingatkan agar anak-anak menggunakan cara-cara
yang efektif dalam menyajikan laporan secara lisan, masalah mereka menceritakan hal-hal yang
mereka inginkan dan tidak mereka inginkan dari seorang pembicara. Bentuk kegiatan lain yang untuk
melatih penyajian informasi ialah dengan berpidato. Tujuan kegiatan ini untuk menolong anak-anak
mengembangkan rasa percaya diri dalam berbicara dengan orang lain, belajar menyusun, dan
menyajikan suatu pembicaraan, dan mempelajari cara yang terbaik untuk berbicara di hadapan
sejumlah pendengar. Empat langkah dalam menyiapkan dan menyajikan pidato yang seharusnya
dikerjakan oleh anak-anak yang belajar berpidato adalah sebagai berikut (Ross and Roe, 1990:
135136).

v Merencanakan pidato

Tentukan tujuan berpidato, untuk menginformasikan, menghibur, atau mendorong suatu tindakan.
Pilihlah topik yang menarik, tidak terlalu sulit dan dapat diceritakan secara ringkas.

v Menyusun pidato

Membuat kerangka pidato, menentukan urutan untuk menyajikan hal-hal yang penting, buatlah
awal dan akhir pidato yang mengesankan, dan rencanakan penggunaan media visual apabila
meyakinkan.

v Mempraktikan

Praktikan berpidato di depan teman-teman sekelompok atau di depan kelas sebagai latihan.

Menyampaikan pidato di depan pendengar yang sebenarnya. Apabila tidak memungkinkan


penyampaian pidato dapat dalam bentuk simulasi dikelas. Anak-anak lain yang menjadi pendengar
diamati berperan sebagai pendengar yang sebenarnya, sesuai dengan tujuan pidato tersebut.

8. Berpartisipasi Dalam Diskusi

Diskusi memberikan kesempatan kepada murid untuk berinteraksi dengan murid-murid laindan
guru, mengekspresikan pikiran secara lengkap, mengajukan berbagai pendapat, dan
mempertimbangkan perubahan pendapat apabila berhadapan dengan bukti-bukti yang meyakinkan
atau tangapan yang masuk akal yang dikemukakan oleh peserta diskusi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa diskusi merupakan strategi yang membuat murid-murid lebih bergairah dalam
proses pembelajaran (Alverman, dkk, lewar ross and Roe, 1990: 138). Diskusi kelompok, merupakan
teknik yang paling sering digunakan sebagai teknik pengembangan bahasa lisan yang menuntut
kemampuan murid untuk membuat generalisasi dan mengajukan pendapat-pendapat mengenai
suatu topik atau permasalahan.

Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka, murid-murid mengungkapkan gagasan dan


berbagi informasi dengan mendeskripsikan keputusan, dan mengajukan pemecahan masalah.
Selama berpartisipasi dalam diskusi, murid-murid kurang bergantung pada jawaban benar dari guru,
tetapi mencermati gagasan mereka sendiri dan gagasan teman-teman mereka. Diskusi untuk
memecahkan masalah akan berhasil dengan baik apabila guru dan murid-murid bersama-sama
merumuskan masalah-masalah yang akan di diskusikan. Guru dapat mengontrol pelaksanaan diskusi
dengan memfokuskan perhatian pada ketertarikan murid pada topic yang didiskusikan. Apabila
pelaksanaan diskusi menyimpang dari topic, guru dapat mengarahkan engan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan topic diskusi.

9. Menghibur (menyajikan pertanyaan)

Kadang-kadang murid-murid dapat menyajikan pertunjukan untuk teman atau teman sekelas,
teman-teman dari kelas lain, orang tua dan angota masyarakat di sekitar gedung sekolah. Siswa
dapat menyatakan keingintahuannya dengan bertanya. Tingkat atau ragam pertanyaan yang
sistematis siswa dapat menemukan apa yang diinginkannya.

10. Sandiwara boneka

Pertunjukan sandiwara boneka memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk berbagai gagasan
dan cerita lewat percakapan, disertai dengan gerakan boneka. Di dalam kelas anak-anak dapat
menggunakan boneka dengan dua cara. Mereka menemukan (mencari) cerita yang sesuai dengan
boneka-boneka yang sudah sesuai tersedia, atau mereka dapat membuat beberapa boneka
kemudian mengarang cerita yang sesuai. Cerita yang baik untuk sandiwara boneka adalah yang
dialognya terasa hidup dan sederhana, yang alur ceritanya bergerak cepat (tidak berputar-putar).
Agar dapat memainnkan sandiwara boneka dengan baik, anak-anak perlu berlatih mengucapkan
dialog atau monolog dan menggerakkan tangan. Anak-anak harus berbicara seolah-olah menjadi
pelaku yang sebenarnya. Misalnya dalam cerita kancil dan gajah, kancil berbicara dengan suara
tinggi dan cepat, sedangkan gajah dengan suara rendah dan mantap. Ucapan anak-anak harus benar
dan jelas agar dapat ditangkap dengan baik oleh pendengar. Boneka dapat dibeli atau dibuat sendiri
oleh anak-anak. Tentu saja guru perlu memberikan bimbingan dan menyediakan bahan yang
diperlukan, atau meminta anak-anak memebawa sebagian bahan tersebut seperti jarum, benang,
kertas, pensil, lem, pita atau kain perca.

Bercerita atau membaca puisi secara Kor

Melalui kegiatan bercerita atau membaca puisi secara kor, anak-anak dapat mengekspresikan karya
sastra. Mereka dapat merasakan keindahan karya sastra lewat ritme, rima, aliterasi, dan suasana
batin yang diungkapkan. Beberapa cerita rakyat dapat digunakan untuk kegiatan ini, tetapi yang
paling mudah digunakan untuk kegiatan ini adalah puisi. Cerita atau puisi yang digunakan harus
menarik bagi anak-anak, yang mudah dipahami secara lisan, dan yang mudah dihafalkan. Mereka
perlu mendengarkan cerita atau puisi yang akan dibaca secara kor itu berulang-ulang agar dapat
menafsirkan isinya. Mereka harus dapat menangkap perasaan batin yang terkandung didalam cerita
atau puisi tersebut, mungkin bersifat humor, menyedihkan, misterius dan mereka mengetahui
perhentian serta mengetahui kata-kata yang harus diberi tekanan. Tujuan utama bercerita dan
membaca puisi secara kor adalah untuk memperoleh kesenangan. Oleh karena itu guru hendaknya
tidak mengharapkan penampilan yang benar-benar bagus, tetapi ia harus menolong murid-murid
belajar menafsirkan karya satra secara lisan untuk memproleh kesenangan. Norton (lewat Ross dan
Roe, 1990: 143) menyajikan lima bentuk bercerita atu membaca puisi secara lisan seperti tertera di
bawah ini. Refren. Guru atau murid yang mampu melakukan dengan baik menyajikan bagian utama
ceritya atu puisi, kemudian anak-anak yang lain menirukan bersama-sama. Contoh: Satu baris per
anak atau satu baris perkelompok. Seorang anak atau suatu kelompok mulai membacakan baris
pertama, anak atau kelompok yang lain membacakan baris berikutnya. Demikian seterusnya sampai
cerita atau puisi terbaca selurhnya. Contoh: Antifonal atau dialog. Setiap bagian dibaca oleh
kelompok yang berbeda, seperti anak-anak laki-laki dan perempuan, suara tinggi dan suara rendah,
atau anak-anak yang duduk di sebelah kanan dan yang duduk di sebelah kiri. Komulatif. Kelompok I
membacakan bagian awal cerita atau bait pertama puisi , kemudian kelompok II bergabung pada
bagian tengah cerita atau bait kedua puisi. Demikian seterusnya sampai semua kelompok
berpartisipasi. Contoh : serentak. Semua anak di kelas membacakan cerita atau puisi bersama-sama.

Bermain Drama

Bentuk lain apresiasi sastra secara lisan ialah membacakan naskah drama atau bermain drama.
Diantara anak-anak yang berperan sebagai narrator, yakni yang membacakan diskripsi cerita. Anak-
anak yang lain memerankan semua pelaku cerita yang ditentukan. Dalam memilih naskah drama
yang memiliki perwatakan yang kuat dan menggunakan gaya penyajian yang lembut. Anak-anak
harus dapat memahami karakter pelaku yang akan dierankannya sehingga dapat memerankannya
dengan baik. Dalam membacakan atau memerankan drama, setiap anak harus dapat membayakan
latar dan tindakan pelaku dan dapat menggunakan suara sesuai dengan pemahamannya terhadap
perasaan dan pikiran pelaku tersebut. Dengan kegiatan ini para murid dapat menunjukkan sebag
dalam menerjemahkan tulisan kedalam bahasa lisan yang ekspresif sebagai ungkapan perasaan dan
pikiran. Disamping yng telah diutarakan di atas, pengemb ngn kemampuan bhasa lisan juga dapat
berbentuk curah pendapat, dan percakapan. Curah pendapat digunakan untuk merangsang
kemampuan berfikir dan berekspresi secara lisan. Guru perlu menyampaikan aturan-aturan
sederhana dalam melakukan curah pendapat, sebagi berikut:

a) Berpikir untuk mengungkapkan gagasan sebanyak mungkin yang berhubungan dengan topic.

b) Dengarkan yang dikatakan teman-temanmu, kemudian kembangkan gagasan mereka.

c) Pikirkanlah gagasan-gagasan yang asli dan belum dikemukakan orang lain.

d) Kemudian satu gagasan setiap kali berbicara.

e) Jangan mengkritik gagasan seseorang.

13. Wawancara

Wawancara dapat digunakan oleh murid untuk memproleh informasi yang berhubungan dengan
suatu tugas tertentu. Melakukan wawancara membutuhkan keterampilan berbicara dan menyimak.
Hal ini dapat dilakukan dengan baik apabila murid-murid mengikuti langkah-langkah sesui dengan
rencana. Langkah pertama adalah tujuan mewawancarai seseorang, seperti memperoleh informasi
untuk majalah dinding, mengumpulkan bahan mengenai cara hidup pada zaman dulu, atau untuk
mempelajari tanggung jawab dalam pekerjaan-pekerjaan yang berbedaagar dapat memilih
pekerjaan. Langkah berikutnya ialah menyusun daftar pertanyaan terbuka (yang tidak dapat dijawab
dengan ya atau tidak saja), kemudian membuat perjanjian dengan orang yang akan diwawancarai
mengenai waktu yang tepat untuk pelaksanaan wawancara. Sebelum melakukan wawancara, anak-
anak daptberlatih dengan mewawancarai temannya.

Bercakap-cakap

Bercakap-cakap adalah berbicara secara alami antara dua atau lebih pembicara. Bercakap-cakap
merupakan bentuk ekspresi lisan yang paling alami dan bersifat tidak resmi, tetapi anak-anak kurang
mendapat kesempatan untuk melakukan percakapan khususnya percakapan dalam bahasa
Indonesia bagi anak-anak yang berbahasa ibu bahasa daerah, selama berada di sekolah. Oleh sebab
itu, sebaiknya tersedia tempat bercakap-cakap dengan tempat duduk yang nyaman (anak-anak
duduk di karpet atau tikar). Anak-anak bercakap-cakap dalam kelompok-kelompok kecil selama
waktu tertentu. Untuk melatih siswa mau dan mampu berbicara, guru bersama siswa dapat
merencanakan materi percakapan. kegiatan ini dapat dilakukan di luar waktu belajar.

15. Laporan Lisan

Siswa dilatih menyusun laporan sederhana yang menyangkut yang menyangkut topic atau tema
mata pelajaran. Laporan dapat beruberupa isi buku, hasil percobaan, hasil pengamatan, ataupun isi
cerita.

udha-ganyonk.blogspot.co.id/2012/04/strategi-meningkatkan-kemampuan.html

Anda mungkin juga menyukai