Anda di halaman 1dari 7

Strategi berbicara menurut Modul untuk Profesional Persiapan Pengajaran Asisten

dalam Bahasa Asing (Grace Stovall Burkart, ed 1998 ; Pusat Linguistik Terapan,) adalah
sebagai berikut.
1. Menggunakan minimal tanggapan
Bahasa peserta didik yang kurang percaya diri dalam kemampuan mereka untuk
berpartisipasi dengan sukses dalam interaksi lisan sering mendengarkan dalam keheningan
sementara yang lain yang bicara. Salah satu cara untuk mendorong peserta didik tersebut
untuk mulai berpartisipasi adalah untuk membantu mereka membangun suatu persediaan
tanggapan minimal yang mereka dapat digunakan dalam berbagai jenis pertukaran..tanggapan
tersebut dapat sangat berguna untuk pemula.
Tanggapan minimal dapat diprediksi bahwa peserta percakapan digunakan untuk
menunjukkan pemahaman, perjanjian, keraguan, dan tanggapan lain untuk apa yang
dikatakan pembicara lain.. Memiliki stok tanggapan tersebut memungkinkan pelajar untuk
fokus pada apa peserta lain katakan, tanpa harus secara simultan rencana tanggapan.

2. Menggunakan bahasa untuk berbicara tentang bahasa


Bahasa peserta didik sering terlalu malu atau malu untuk mengatakan sesuatu ketika
mereka tidak mengerti pembicara lain atau ketika mereka menyadari bahwa mitra percakapan
tidak mengerti mereka. Guru dapat membantu siswa mengatasi keengganan ini dengan
meyakinkan mereka bahwa kesalahpahaman dan kebutuhan untuk klarifikasi dapat terjadi
pada berbagai tipe interaksi, apapun bahasa peserta tingkat keterampilan. Guru juga dapat
memberikan strategi siswa dan frase yang digunakan untuk klarifikasi dan cek pemahaman.
Dengan mendorong siswa untuk menggunakan frase klarifikasi di kelas saat terjadi
kesalahpahaman, dan dengan menanggapi positif ketika mereka melakukannya, guru dapat
menciptakan lingkungan praktek otentik di dalam kelas itu sendiri. Ketika mereka
mengembangkan kontrol dari strategi berbagai klarifikasi, siswa akan mendapatkan
kepercayaan diri dalam kemampuan mereka untuk mengelola berbagai situasi komunikasi
yang mungkin mereka hadapi di luar kelas.
Setelah mengetahui langkah-langkah atau strategi dalam meningkatkan kemampuan
berbicara, maka kemampuan berbicara diharapkan dapat meningkat.
Kemampuan berbicra sangat penting dalam kehidupan manusia pada umumnya.
Kemampuan berbicara yang baik dapat menunjang segala aktifitas yang ada, contohnya:
1. Sebagai calon guru tentunya harus memiliki kemampuan berbicara yang baik agar
dalam menyampaikan materi kepada siswa akan berjalan dengan baik.
2. Ketika dihadapkan pada suatu forum, seminar dan diskusi dipastikan sang partisipan
harus memiliki kemampuan berbicara yang sangat baik. Karena di dalam forum tersebut
tentunya sang partisipan diajak unuk berargumen yang didukung dengan kemampuan
berbicara yang baik.
3. Pada situasi wawancara, kemampuan berbicara yang baik tentu diperlukan untuk
menunjang kemampuan menjawab pertanyaan dalam wawancara.
Dari ketiga contoh di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kemampuan berbicara
yang baik sangat penting dalam setiap situasi tertentu. Strategi yang bisa dilakukan seorang
guru untuk mengembangkan keterampilan berbicara siswa adalah sebagai berikut:
1. Permainan Simulasi
Simulasi berasal dari kata simulate yang artinya pura-pura atau berbuat seolah-olah.
Kata simulation artinya tiruan atau perbuatan yang pura-pura. Dengan demikian, simulasi
dalam metode mengajar dimaksudkan sebagai cara untuk menjelaskan sesuatu (bahan
pelajaran) melalui perbuatan yang bersifat pura-pura atau melalui proses tingkah laku imitasi,
atau bermain peranan mengenai suatu tingkah laku yang dilakukan seolah-olah dalam
keadaan yang sebenarnya. Permainan simulasi adalah model yang mengilustrasikan atau
menggambarkan baik sistem sosial maupun sistem fisik yang diabstraksi dari realitas dan
disederhanakan.
Berdasarkan peristiwa yang sebenarnya, dilakukan abstraksi (pemindahan) terhadap
kondisi-kondisi yang mendukung terjadinya peristiwa tersebut, ditambah dengan
penyederhanaan-penyederhanaan, kemudian menyusun ulang peristiwa tersebut sesuai
dengan kondisi-kondisi yang telah disederhanakan. Di samping itu, metode permainan
simulasi cocok diterapkan pada semua tingkatan siswa, dari siswa taman kanak-kanak,
sampai siswa pada tingkatan yang lebih tinggi. Sebagai contoh dari permainan simulasi yaitu
saat siswa bermain peran dan berusaha menghayati perannya. Disinilah akan adanya suatu
keberanian untuk mengekpresikan dirinya dengan belajar untuk berbicara dan memerankan
orang lain.
2. Dongeng
Peristiwa atau cerita yang terjadi dalam lingkungan masyarakat maupun dari buku-
buku dongeng yang tersedia di perpustakaan belum dimanfaatkan dengan maksimal sebagai
sumber belajar yang dapat menunjang proses pembelajaran khususnya dalam pembelajaran
berbicara.
Dongeng adalah cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang
empunya cerita dan dongeng tidak terikat oleh waktu maupun tempat. James Danandjaja
(1986: 86) berpendapat bahwa kata dongeng menurut pengertian yang sempit adalah cerita
pendek kolektif kesusastraan lisan, sedangkan pengertian dongeng dalam arti luas adalah
cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi.
Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan walaupun banyak juga melukiskan
kebenaran, berisikan pelajaran (moral) bahkan sindiran. Jadi, dongeng adalah cerita prosa
rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan tidak terikat oleh waktu maupun tempat, yang
mempunyai keguanaan sebagai alat hiburan atau pelipur lara dan sebagai alat pendidik
(pelajaran moral).
Cara meningkatkan kemampuan berbicara siswa dengan dongeng dapat didahului
dengan dipraktekkan terlebih dahulu oleh guru. Unsur keterampilan berbahasa yang terdapat
didalamnya adalah menyimak dan berbicara. Menyimak dengan siswa mendengarkan cerita
yang disampaikan dan menugaskan siswa untuk menceritakan kembali dongeng yang telah
didengarnya dengan bahasanya sendiri. Disini akan menggali keberanian siswa untuk tampil
ke depan dan mendongeng untuk temannya dengan cara dan gayanya sendiri. Jika seorang
siswa berani tampil dengan bagus, hal itu akan memotivasi siswa lain untuk mencoba
berbicara kedepan.
3. Bermain peran
Bermain peran merupakan salah satu bentuk aktivitas drama yang didalamnya
terdapat aktivitas berbicara. Aktivitas tersebut mencakup lafal, intonasi, jeda,
aksentuasi/tekanan yang jelas, kemudian penggunaan bahasa yang baik, serta
pengorganisasian ide yang terstruktur. Artinya ketika bermain peran aspek tersebut secara
otomatis akan dipergunakan. Bermain peran merupakan teknik yang banyak dipakai oleh
guru bahasa Indonesia di sekolah, untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berbicara
muridnya.
Selain menyenangkan juga menawarkan pelarian mental atau pengungkapan ekspresi
sebagai feedback dari keterampilan berbicara. Cara atau strategi yang bisa diterapkan
dengan bermain peran yaitu dengan mengajak siswa untuk memerankan tokoh dalam sebuah
cerita dengan karakter tertentu dan membimbing siswa untuk mendalami karakter yang
didapatkannya.
4. Menggunakan strategi Modelling The Way
Pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia pada keterampilan berbicara
bahasa Indonesia perlu menerapkan strategi Modeling The Way (membuat contoh
praktik). Strategi ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempraktikkan
keterampilan berbicara bahasa Indonesia melalui demonstrasi, dari hasil demonstrasi ini
kemudian diterapkan dalam keseharian di sekolah, yaitu siswa dibagi dalam beberapa
kelompok kecil, identifikasi beberapa situasi umum yang biasa siswa lakukan di ruang kelas
dan luar kelas dalam berbicara bahasaIndonesia yang baik dan benar, kemudian siswa
mendemonstrasikan satu persatu dalam berbicara bahasa Indonesia.
Modeling The Way memberi waktu siswa untuk menciptakan skenario sendiri dan
menentukan bagaimana mengilustrasikan keterampilan berbicara sesuai kelompoknya.
Kemudian siswa diberi kesempatan untuk memberikan feedback pada setiap demonstrasi
yang dilakukan.
5. Cerita berantai
Menurut Tarigan (1990), “Penerapan teknik cerita berantai ini dimaksudkan untuk
membangkitkan keberanian siswa dalam berbicara. Jika siswa telah menunjukkan keberanian,
diharapkan kemampuan berbicaranya menjadi meningkat.” Teknik cerita berantai bisa
dimulai dari seorang siswa yang menerima informasi dari guru, kemudian siswa tadi
membisikkan informasi itu kepada teman lain, dan teman yang telah menerima bisikan
meneruskannya kepada teman yang lain lagi. Begitulah seterusnya. Pada akhir kegiatan akan
dievaluasi, yaitu: siswa yang mana yang menerima informasi yang benar atau salah. Siswa
yang salah menerima informasi tentu akan salah pula menyampaikan informasi kepada orang
lain. Sebaliknya, bisa saja terjadi informasi yang diterima oleh siswa itu benar tetapi mereka
keliru menyampaikannya kepada teman yang lain. Untuk itu, diperlukan pertimbangan yang
cukup bijak dari guru untuk menilai keberhasilan teknik cerita berantai ini. Tarigan (1990)
berpendapat bahwa teknik cerita berantai adalah salah satu teknik dalam pengajaran berbicara
yang menceritakan suatu cerita kepada siswa pertama, kemudian siswa pertama menceritakan
kepada siswa kedua, dan seterusnya kemudian cerita tersebut diceritakan kembali lagi kepada
siswa yang pertama. Menurut Tarigan (1990), cerita berantai dapat diterapkan dengan
langkah-langkah sebagai berikut.
a) Guru menyusun suatu cerita yang dituliskan dalam sehelai kertas.
b) Cerita itu kemudian dibaca dan dihapalkan oleh siswa.
c) Siswa pertama menceritakan cerita tersebut, tanpa melihat teks, kepada siswa kedua.
d) Siswa kedua menceritakan cerita itu kepada siswa ketiga.
e) Siswa ketiga menceritakan kembali cerita itu kepada siswa pertama.
f) Sewaktu siswa ketiga bercerita suaranya direkam.
g) Guru menuliskan isi rekaman siswa ketiga di papan tulis.
h) Hasil rekaman diperbandingkan dengan teks asli cerita.
Pembentukan kelompok dalam menerapkan teknik cerita berantai dapat
membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk berbicara dan sekaligus menyimak bahan
pembicaraan. Pada waktu siswa menyimak pesan, tampak siswa saling mengingatkan dengan
sesama anggota kelompok. Ini dilakukan agar siswa tidak keliru menyampaikan isi bahan
simakan. Fenomena ini membuat siswa harus dapat menyimak dengan teliti, sebab siswa
takut sekali akan membuat kesalahan dalam menyampaikan isi bahan simakan pada saat ia
disuruh untuk berbicara. Kegiatan yang dilakukan guru ini merupakan upaya guru untuk
menarik perhatian, minat, dan motivasi siswa sehingga pada akhirnya dapat menciptakan
keaktifan dan ketelitian siswa pada waktu akan menyampaikan isi bahan simakan di depan
kelas. Cara ini akan menunjukkan kemampuan berpikir, menyimak serta berbicara siswa.
6. Media gambar dalam bercerita
Guru mengembangkan media pembelajaran melalui penggunaan media gambar cerita
dengan maksud agar siswa dapat menginterpretasikan isi cerita sesuai dengan imajinasinya
yang akhirnya siswa dapat mengungkapkan kembali isi cerita, mengungkapkan hasil
pengamatan dengan bahasa yang runtut, sehingga bermakna. Penggunaan gambar cerita
merupakan alat bantu (media) agar pembelajaran tidak terkesan monoton dan terjadi bina
suasana kelas.
Dengan media ini diharapkan anak terangsang untuk menggunakan daya indera
pendengarannya secara maksimal untuk menyimak cerita guru. Setelah anak menyimak cerita
guru, daya imajinasi anak akan muncul selaras dengan alur dan tokoh cerita guru, dan
akhirnya anak diharap mempunyai kemampuan menceritakan kembali apa yang telah
diceritakan oleh gurunya dan juga dapat mengadopsi perilaku positif dari tokoh cerita.
Kemampuan anak untuk menceritakan kembali isi cerita merupakan modal dasar anak dalam
melatih aspek keterampilan berbicara. Siswa kurang berminat terhadap pembelajaran Bahasa
Indonesia, khususnya keterampilan berbicara, karena tidak dipergunakannya alat peraga atau
gambar yang membuat siswa tertarik untuk mempelajarinya. Siswa juga kurang menguasai
keterampilan berbicara dalarn Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
7. Menyajikan Informasi
Salah satu bentuk kegiatan penyajian informasi yang sesuai bagi anak-anak kelas 3-6
SD ialah menyampaikan laporan secara lisan. Untuk mengingatkan agar anak-anak
menggunakan cara-cara yang efektif dalam menyajikan laporan secara lisan, masalah mereka
menceritakan hal-hal yang mereka inginkan dan tidak mereka inginkan dari seorang
pembicara. Bentuk kegiatan lain yang untuk melatih penyajian informasi ialah dengan
berpidato. Tujuan kegiatan ini untuk menolong anak-anak mengembangkan rasa percaya diri
dalam berbicara dengan orang lain, belajar menyusun, dan menyajikan suatu pembicaraan,
dan mempelajari cara yang terbaik untuk berbicara di hadapan sejumlah pendengar. Empat
langkah dalam menyiapkan dan menyajikan pidato yang seharusnya dikerjakan oleh anak-
anak yang belajar berpidato adalah sebagai berikut (Ross and Roe, 1990: 135136).
 Merencanakan pidato
Tentukan tujuan berpidato, untuk menginformasikan, menghibur, atau mendorong suatu
tindakan. Pilihlah topik yang menarik, tidak terlalu sulit dan dapat diceritakan secara ringkas.

 Menyusun pidato
Membuat kerangka pidato, menentukan urutan untuk menyajikan hal-hal yang penting,
buatlah awal dan akhir pidato yang mengesankan, dan rencanakan penggunaan media visual
apabila meyakinkan.

 Mempraktikan
Praktikan berpidato di depan teman-teman sekelompok atau di depan kelas sebagai latihan.
Menyampaikan pidato di depan pendengar yang sebenarnya. Apabila tidak memungkinkan
penyampaian pidato dapat dalam bentuk simulasi dikelas. Anak-anak lain yang menjadi
pendengar diamati berperan sebagai pendengar yang sebenarnya, sesuai dengan tujuan pidato
tersebut.

8. Berpartisipasi Dalam Diskusi


Diskusi memberikan kesempatan kepada murid untuk berinteraksi dengan murid-
murid laindan guru, mengekspresikan pikiran secara lengkap, mengajukan berbagai pendapat,
dan mempertimbangkan perubahan pendapat apabila berhadapan dengan bukti-bukti yang
meyakinkan atau tangapan yang masuk akal yang dikemukakan oleh peserta diskusi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa diskusi merupakan strategi yang membuat murid-murid lebih
bergairah dalam proses pembelajaran (Alverman, dkk, lewar ross and Roe, 1990:
138). Diskusi kelompok, merupakan teknik yang paling sering digunakan sebagai teknik
pengembangan bahasa lisan yang menuntut kemampuan murid untuk membuat generalisasi
dan mengajukan pendapat-pendapat mengenai suatu topik atau permasalahan.
Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka, murid-murid mengungkapkan
gagasan dan berbagi informasi dengan mendeskripsikan keputusan, dan mengajukan
pemecahan masalah. Selama berpartisipasi dalam diskusi, murid-murid kurang bergantung
pada jawaban benar dari guru, tetapi mencermati gagasan mereka sendiri dan gagasan teman-
teman mereka. Diskusi untuk memecahkan masalah akan berhasil dengan baik apabila guru
dan murid-murid bersama-sama merumuskan masalah-masalah yang akan di
diskusikan. Guru dapat mengontrol pelaksanaan diskusi dengan memfokuskan perhatian
pada ketertarikan murid pada topic yang didiskusikan. Apabila pelaksanaan diskusi
menyimpang dari topic, guru dapat mengarahkan engan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang berkaitan dengan topic diskusi.
9. Menghibur (menyajikan pertanyaan)
Kadang-kadang murid-murid dapat menyajikan pertunjukan untuk teman atau teman
sekelas, teman-teman dari kelas lain, orang tua dan angota masyarakat di sekitar gedung
sekolah. Siswa dapat menyatakan keingintahuannya dengan bertanya. Tingkat atau ragam
pertanyaan yang sistematis siswa dapat menemukan apa yang diinginkannya.

10. Sandiwara boneka


Pertunjukan sandiwara boneka memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk
berbagai gagasan dan cerita lewat percakapan, disertai dengan gerakan boneka. Di dalam
kelas anak-anak dapat menggunakan boneka dengan dua cara. Mereka
menemukan (mencari) cerita yang sesuai dengan boneka-boneka yang sudah sesuai tersedia,
atau mereka dapat membuat beberapa boneka kemudian mengarang cerita yang sesuai. Cerita
yang baik untuk sandiwara boneka adalah yang dialognya terasa hidup dan sederhana, yang
alur ceritanya bergerak cepat (tidak berputar-putar). Agar dapat memainnkan sandiwara
boneka dengan baik, anak-anak perlu berlatih mengucapkan dialog atau monolog dan
menggerakkan tangan. Anak-anak harus berbicara seolah-olah menjadi pelaku yang
sebenarnya. Misalnya dalam cerita kancil dan gajah, kancil berbicara dengan suara tinggi dan
cepat, sedangkan gajah dengan suara rendah dan mantap. Ucapan anak-anak harus benar dan
jelas agar dapat ditangkap dengan baik oleh pendengar. Boneka dapat dibeli atau dibuat
sendiri oleh anak-anak. Tentu saja guru perlu memberikan bimbingan dan menyediakan
bahan yang diperlukan, atau meminta anak-anak memebawa sebagian bahan tersebut seperti
jarum, benang, kertas, pensil, lem, pita atau kain perca.
11. Bercerita atau membaca puisi secara Kor
Melalui kegiatan bercerita atau membaca puisi secara kor, anak-anak dapat
mengekspresikan karya sastra. Mereka dapat merasakan keindahan karya sastra lewat ritme,
rima, aliterasi, dan suasana batin yang diungkapkan. Beberapa cerita rakyat dapat digunakan
untuk kegiatan ini, tetapi yang paling mudah digunakan untuk kegiatan ini adalah
puisi. Cerita atau puisi yang digunakan harus menarik bagi anak-anak, yang mudah dipahami
secara lisan, dan yang mudah dihafalkan. Mereka perlu mendengarkan cerita atau puisi yang
akan dibaca secara kor itu berulang-ulang agar dapat menafsirkan isinya. Mereka harus dapat
menangkap perasaan batin yang terkandung didalam cerita atau puisi tersebut, mungkin
bersifat humor, menyedihkan, misterius dan mereka mengetahui perhentian serta mengetahui
kata-kata yang harus diberi tekanan. Tujuan utama bercerita dan membaca puisi secara kor
adalah untuk memperoleh kesenangan. Oleh karena itu guru hendaknya tidak mengharapkan
penampilan yang benar-benar bagus, tetapi ia harus menolong murid-murid belajar
menafsirkan karya satra secara lisan untuk memproleh kesenangan. Norton (lewat Ross dan
Roe, 1990: 143) menyajikan lima bentuk bercerita atu membaca puisi secara lisan seperti
tertera di bawah ini. Refren. Guru atau murid yang mampu melakukan dengan baik
menyajikan bagian utama ceritya atu puisi, kemudian anak-anak yang lain menirukan
bersama-sama. Contoh: Satu baris per anak atau satu baris perkelompok. Seorang anak atau
suatu kelompok mulai membacakan baris pertama, anak atau kelompok yang lain
membacakan baris berikutnya. Demikian seterusnya sampai cerita atau puisi terbaca
selurhnya.Contoh: Antifonal atau dialog. Setiap bagian dibaca oleh kelompok yang berbeda,
seperti anak-anak laki-laki dan perempuan, suara tinggi dan suara rendah, atau anak-anak
yang duduk di sebelah kanan dan yang duduk di sebelah kiri. Komulatif. Kelompok I
membacakan bagian awal cerita atau bait pertama puisi , kemudian kelompok II bergabung
pada bagian tengah cerita atau bait kedua puisi. Demikian seterusnya sampai semua
kelompok berpartisipasi. Contoh : serentak. Semua anak di kelas membacakan cerita atau
puisi bersama-sama.
12. Bermain Drama
Bentuk lain apresiasi sastra secara lisan ialah membacakan naskah drama atau
bermain drama. Diantara anak-anak yang berperan sebagai narrator, yakni yang membacakan
diskripsi cerita. Anak-anak yang lain memerankan semua pelaku cerita yang ditentukan.
Dalam memilih naskah drama yang memiliki perwatakan yang kuat dan menggunakan gaya
penyajian yang lembut. Anak-anak harus dapat memahami karakter pelaku yang akan
dierankannya sehingga dapat memerankannya dengan baik. Dalam membacakan atau
memerankan drama, setiap anak harus dapat membayakan latar dan tindakan pelaku dan
dapat menggunakan suara sesuai dengan pemahamannya terhadap perasaan dan pikiran
pelaku tersebut. Dengan kegiatan ini para murid dapat menunjukkan sebag dalam
menerjemahkan tulisan kedalam bahasa lisan yang ekspresif sebagai ungkapan perasaan dan
pikiran. Disamping yng telah diutarakan di atas, pengemb ngn kemampuan bhasa lisan juga
dapat berbentuk curah pendapat, dan percakapan. Curah pendapat digunakan untuk
merangsang kemampuan berfikir dan berekspresi secara lisan. Guru perlu menyampaikan
aturan-aturan sederhana dalam melakukan curah pendapat, sebagi berikut:
a) Berpikir untuk mengungkapkan gagasan sebanyak mungkin yang berhubungan dengan topic.
b) Dengarkan yang dikatakan teman-temanmu, kemudian kembangkan gagasan mereka.
c) Pikirkanlah gagasan-gagasan yang asli dan belum dikemukakan orang lain.
d) Kemudian satu gagasan setiap kali berbicara.
e) Jangan mengkritik gagasan seseorang.

13. Wawancara
Wawancara dapat digunakan oleh murid untuk memproleh informasi yang
berhubungan dengan suatu tugas tertentu. Melakukan wawancara membutuhkan keterampilan
berbicara dan menyimak. Hal ini dapat dilakukan dengan baik apabila murid-murid
mengikuti langkah-langkah sesui dengan rencana. Langkah pertama adalah tujuan
mewawancarai seseorang, seperti memperoleh informasi untuk majalah dinding,
mengumpulkan bahan mengenai cara hidup pada zaman dulu, atau untuk mempelajari
tanggung jawab dalam pekerjaan-pekerjaan yang berbedaagar dapat memilih pekerjaan.
Langkah berikutnya ialah menyusun daftar pertanyaan terbuka (yang tidak dapat dijawab
dengan ya atau tidak saja), kemudian membuat perjanjian dengan orang yang akan
diwawancarai mengenai waktu yang tepat untuk pelaksanaan wawancara. Sebelum
melakukan wawancara, anak-anak daptberlatih dengan mewawancarai temannya.
14. Bercakap-cakap
Bercakap-cakap adalah berbicara secara alami antara dua atau lebih pembicara.
Bercakap-cakap merupakan bentuk ekspresi lisan yang paling alami dan bersifat tidak resmi,
tetapi anak-anak kurang mendapat kesempatan untuk melakukan percakapan khususnya
percakapan dalam bahasa Indonesia bagi anak-anak yang berbahasa ibu bahasa daerah,
selama berada di sekolah. Oleh sebab itu, sebaiknya tersedia tempat bercakap-cakap dengan
tempat duduk yang nyaman (anak-anak duduk di karpet atau tikar). Anak-anak bercakap-
cakap dalam kelompok-kelompok kecil selama waktu tertentu. Untuk melatih siswa mau dan
mampu berbicara, guru bersama siswa dapat merencanakan materi percakapan. kegiatan ini
dapat dilakukan di luar waktu belajar.
15. Laporan Lisan
Siswa dilatih menyusun laporan sederhana yang menyangkut yang menyangkut topic
atau tema mata pelajaran. Laporan dapat beruberupa isi buku, hasil percobaan, hasil
pengamatan, ataupun isi cerita.

Anda mungkin juga menyukai