Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PEMBUKAAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa termasuk komponen penting dalam kehidupan setiap individu. Mempelajari
bahasa yang akan digunakan dalam kehidupan sehari-hari merupakan kebutuhan setiap
individu karena dengan bahasa kita akan bisa berpikir lebih baik. Bahasa dapat
menghubungkan makna atau ide yang diajukan, bahasa dapat diwujudkan dalam bentuk
lisan atau tulisan. Bahasa adalah alat komunikasi untuk mengirimkan informasi, siswa
belajar untuk berkomunikasi dengan yang lain melalui berbagai cara, salah satunya adalah
berbicara. Bahasa Indonesia merupakan pelajaran yang wajib dimulai dari pendidikan dasar
hingga perguruan tinggi dengan tujuan agar siswa memiliki keterampilan berbahasa,
mengembangkan kepribadiannya, serta menerapkan bahasa Indonesia dalam komunikasi
mrnjadi lebih baik.
Di dalam pembelajaran Bahasa Indonesia terdapat empat keterampilan berbahasa
yang menjadi sasaran pokok, yaitu menyimak, berbicara, menulis, dan membaca.
Keterampilan menyimak dan berbicara dikategorikan dalam keterampilan berbahasa lisan,
sedangkan keterampilan menulis dan membaca dikategorikan dalam keterampilan berbahasa
tulisan. Menyimak dan berbicara merupakan kegiatan berbahasa lisan yang biasa kita
lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan tersebut masih perlu untuk terus
dikembangkan di kelas-kelas tinggi. Peningkatan kemampuan berbahasa lisan dimaksudkan
agar anak-anak sekolah dasar mampu memahami pembicaraan orang lain baik langsung
maupun lewat media, misalnya radio, televisi, dan pita rekaman. Tujuan yang lain adalah
agar anak-anak mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka secara lisan. Dalam
makalah ini kita akan membahas mengenai keterampilan berbahasa lisan, yaitu bagaimana
meningkatkan keterampilan menyimak dan berbicara. Pengetahuan dan keterampilan dalam
penggunaan strategi pembelajaran berbahasa lisan merupakan prasyarat bagi mahasiswa
calon guru agar mampu melaksanakan pengajaran bahasa di kelas sehingga pada akhirnya
keterampilan berbahasa lisan siswa meningkat dengan baik.
Sebagai seorang guru kita memerlukan media bahasa dalam upaya membelajarkan
para siswa, dalam menjalani profesi dan kehidupan sehari-hari. Dalam berkomunikasi kita

1
menggunakan keterampilan berbahasa yang telah kita miliki,seberapapun tingkat atau
kualitas keterampilan itu. Ada orang yang memiliki keterampilan berbahasa secara optimal
sehingga setiap tujuan komunikasinya mudah tercapai. Namun,ada pula orang yang sangat
lemah tingkat keterampilannya sehingga bukan tujuan komunikasinya tercapai, tetapi malah
terjadi salah pengertian yang berakibat suasana komuunikasi menjadi buruk. Oleh karena
itu, kami mencoba menyusun kajian tentang cara meningkatkan keterampilan berbahasa
lisan.

1.2 Tujuan
Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan yang
memadai tentang bagaimana meningkatkan keterampilan berbahasa lisan. Tujuan dan
sasaran mempelajari bab ini adalah agar mahasiswa mampu:
1. Untuk mengetahui pengertian menyimak dan berbicara
2. Untuk mengetahui hubungan menyimak dan berbicara
3. Untuk mengetahui peran guru dalam meningkatkan keterampilan berbahasa lisan
4. Untuk mengetahui bahan pembelajaran menyimak dan berbicara di SD

2
BAB II
RUMUSAN MASALAH

2.1 RUMUSAN MASALAH


1. Apakah pengertian menyimak dan berbicara?
2. Apakah hubungan menyimak dan berbicara?
3. Bagaimana peran guru dalam meningkatkan keterampilan berbahasa lisan?
4. Bagaimana bahan pembelajaran menyimak dan berbicara di SD?

3
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Menyimak dan Berbicara


A. Hakikat Menyimak
Hakikat menyimak berhubungan dengan mendengar dan mendengarkan.
Mendengar adalah peristiwa tertangkapnya rangsangan bunyi oleh pancaindra
pendengaran yang terjadi pada waktu manusia dalam keadaan sadar akan adanya
rangsangan tersebut. Mendengarkan adalah kegiatan mendengar yang dilakukan dengan
sengaja serta penuh perhatian terhadap apa yang didengar. Sementara itu, menyimak
pengertiannya sama dengan mendengarkan tetapi dalam menyimak intensitas perhatian
terhadap apa yang dissimak.
Hakikat menyimak dapat dilihat dari berbagai segi. Menyimak dapat dipandang
sebagai suatu sarana, sebagai suatu keterampilan, sebagai seni, sebagai suatu proses,
sebagai suatu respon, atau sebagai suatu pengalaman kreatif. Menyimak dikatakan
sebagai suatu sarana sebab adanya kegiatan yang dilakukan seseorang pada waktu
menyimak yang harus melalui tahap mendengar bunyi-bunyi yang telah dikenalnya.
Secara bersamaan ia memaknai bunyi-bunyi tersebut. Dengan cara seperti ini ia mampu
menginterpretasikan dan memahami makna rentetan bunyi-bunyi tersebut.
Menurut beberapa para pakar pengertian menyimak sebagai berikut :
Tarigan Djago (1991 : 4) menyimak adalah suatu proses yang mencakup kegiatan
mendengarkan bunyi bahasa, mengidentifikasi, menginterpretasi, menilai, dan mereaksi
atas makna yang terkandung di dalamnya. Sedangkan menurut (Hariyadi 1996 : 19)
“Menyimak adalah mendengarkan, memperhatikan, mengikuti, menurut, mengindahkan,
dan memperdulikan.”
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, kita dapat menyusun batasan yang lebih
lengkap yaitu: Menyimak merupakan suatu proses kegiatan mendengarkan bunyi-bunyi
bahasa dan non-bahasa dengan penuh perhatian, pemahaman, apresiasi, dan interpretasi
untuk memperoleh informasi, sekaligus menangkap isi atau pesan, serta mampu
memahami makna komunikasi yang telah disampaikan oleh manusia dan atau sumber
lainnya.

4
Perlu kita camkan benar bahwa menyimak adalah suatu penerimaan yang aktif
terhadap informasi lisan. Lebih dari sekedar penerimaan stimulus atau suatu tindakan
yang refleksif, menyimak juga merupakan suatu perilaku yang dapat dianalisis dan
dimodifikasi; merupakan sesuatu yang dapat kita pilih untuk dilaksanakan atau tidak
dilaksanakan sama sekali; kita dapat menentukan apakah perlu diberi wadah atau tidak;
kita dapat menentukan tingkat keefektifannya; dan kita dapat mengganti bahkan
meningkatkan atau mengembangkannya.
Kalau menyimak merupakan suatu tindakan elektif atau perbuatan fakultatif,
perhatian yang sangat perlu bagi penyimakan yang baik, merupakan suatu perilaku
selektif atau kelakuan terpilih.. Contohnya pada suatu ketika, kita memilih untuk
menyimak lagu-lagu ciptaan Rinto Harahap pada waktu senggang; kemudian dari sekian
banyak lagu ciptaannya, kita menyeleksi lagu pujaan kita lalu kita menyimaknya dengan
penuh perhatian. Demikianlah dapat kita simpulkan bahwa perhatian adalah suatu proses
penyelesaian dari berbagai ragam stimuli sebuah stimulus yang penting bagi seseorang
pada saat-saat tertentu. Dengan perkataan lain, dapat dikatakan
bahwa perhatian bersinonim dengan persepsi selektif (Webb, 1975: 130).
Ada orang yang akan berkata bahwa mungkin saja seseorang menaruh perhatian
pada sesuatu tanpa menyimaknya, atau ada orang yang beranggapan bahwa mungkin
saja seseorang memproses secara stimulasi awal atau perangsang lisan tanpa
menyimaknya secara aktual. Tetapi pada umumnya, tidak mungkin seseorang menyimak
sesuatu tanpa menaruh perhatian padanya. Pengertian perhatian itu sendiri tidak
sesederhana anggapan kebanyakan orang; justru sangat rumit dan kita belum mengetahui
banyak mengenai itu. Yang jelas kita ketahui ialah bahwa perhatian itu beroperasi pada
situasi, sikap dan rasa. Perhatian yang diberikan terhadap suatu percakapan pada suatu
pesta berbeda tipe dan intensitasnya dari perhatian yang kita berikan pada saat ujian
lisan. Perhatian yang kita berikan kepada tukang minyak berbeda dengan perhatian yang
kita berikan kepada tukang jamu. Perhatian yang diberikan oleh para siswa kepada mata
pelajaran sejarah berbeda dari perhatian yang mereka berikan pada mata pelajaran
agama.
Ada seorang pakar yang menyarankan bahwa konsep perhatian itu mencakup berbagai
faktor, antara lain:

5
1) Konsentrasi mental : mengonsentrasikan diri pada tugas mental dan mencakup
stimulus yang akan berbaur dengan performansi atau penampilan, seperti halnya
pada saat kita belajar di perpustakaan dan menghilangkan/ meniadakan bunyi-bunyi
yang tidak perlu.
2) Kewaspadaan : melihat jam atau waktu, walaupun sebenarnya tiada terjadi apa-apa;
sama halnya dengan polisi lalu lintas yang harus siap bertugas, walaupun di jalanan
tiada kendaraan atau orang berjalan; biar sepi polisi siap berdiri di persimpangan
jalan.
3) Selektivitas : mampu memilih; menerima beberapa pesan sekaligus, serentak; dan
menyeleksi satu saja untuk diterima dan diberi jawaban, seperti halnya pada sebuah
pesta, para pelayan menawarkan berbagai minuman dan atraksi kepada kita.
4) Mencari dan memeriksa : memburu suatu tanda tertentu di antara seperangkat tanda-
tanda, seperti halnya dalam mengidentifikasikan tema sepenggal musik atau pesan
dalam suatu ceramah atau khotbah.
5) Aktif dan giat : selalu siap sedia, terus siaga menjawab apa saja yang akan muncul,
memberi responsi terhadap segala ucapan, seperti pada saat seseorang berkata, “para
hadirin yang terhormat, kami meminta perhatian Anda bahwa Bapak Menteri yang
kita nanti-nantikan telah datang dan akan memberi ceramah sebentar lagi.”
6) Penataan diri : menata atau mempersiapkan diri baik-baik untuk memberikan reaksi
atau sambutan dengan cara tertentu baik secara mental maupun secara secara fisik,
seperti halnya dalam suatu perdebatan ataupun pada panggung pembuatan film.
(Horay, 1970 : 5-6).
Setelah mengetahui serta mendalami faktor-faktor yang tersirat dalam konsep
perhatian di atas, jelas bagi kita betapa rumitnya masalah itu, dan betapa besarnya upaya
yang harus dilakukan untuk menarik perhatian orang lain, khususnya dalam bidang
menyimak. Nah, kalau kita menerima daftar di atas sebagai suatu penjelasan mengenai
apa perhatian itu, toh kita masih juga menyampingkan masalah-masalah mengenai
bagaimana terjadinya perhatian itu. Dengan kata lain, kita telah membatasi konsepnya
dan kita telah pula menjelaskan cabang-cabangnya yang beraneka ragam, tetapi kita
belum mengetahui bagaimana cara kerjanya.

6
Memang ada berbagai teori mengenai perhatian. Berbagai teori telah dirumuskan,
telah diformulasikan untuk menjelaskan proses perhatian, apa yang terjadi dalam otak
dan pikiran kita pada saat kita sedang beraksi. Berikut ini teori-teori yang berkenaan
dengan perhatian itu: Teori Seleksi-Responsi, Teori Saringan, Teori Seleksi Masukan.
Sering kita beranggapan bahwa kegiatan menyimak tidak perlu dipelajari,
kegiatan itu akan muncul secara alamiah karena memang begitu banyak
mempergunakan waktu kita dalam “aneka situasi menyimak” dalam kehidupan sehari-
hari; misalnya: berbicara dengan teman-teman, mengikuti kuliah, mendengarkan
ceramah, menonton televisi, dan mendengarkan siaran radio. Ada lagi orang
beranggapan bahwa kalau struktur telinga seseorang normal dan kapasitas
pendengarannya baik, mau tidak mau orang itu secara otomatis dapat menyimak dengan
baik. Belum tentu! Walaupun telinga seseorang baik secara anatomis yang
memungkinkannya dapat menyimak, belum tentu secara otomatis pasti efisien.
Menyimak baik, seperti keterampilan lainnya perlu bagi komunikasi lisan yang efektif,
haruslah dikembangkan dan ditingkatkan. Pendeknya: menyimak efektif itu harus
dipelajari. Untuk melukiskan atau mengilustrasikan kurangnya keterampilan yang baik
dalam bidang menyimak dalam masyarakat modern, agaknya dapat kita pergunakan
konsep Abraham Kaplan mengenai duolog. Sebagai lawan dari dialog, duolog
merupakan suatu situasi kelompok dua orang atau kelompok kecil yang masing-masing
memperoleh giliran berbicara, tetapi tidak seorang pun menyimaknya. Kita dapat
menemui contoh-contoh duolog sekolah, gereja, masjid, dan pemerintahan. Walaupun
orang-orang dapat terlihat seolah-olah menyimak satu sama lain, tetapi dalam
kenyataannnya mereka hanya menunggu waktu sampai tiba giliran bicara. Sementara
satu orang berbicara, yang lainnya sibuk berpikir atau merenung, bukan mengenai
sesuatu yang akan menjadi response mereka nanti. Menurut pendapat Kaplan, suatu
duolog dapat dibandingkan secara baik dengan dua perangkat televisi yang dipasang
dalam saluran-saluran yang berbeda dan keduanya saling berhadapan.
Sebaliknya, dialog yang sejati melibatkan penyimakan kepada orang lain seperti halnya
pada diri sendiri. Dialog menuntut rancangan atau pendekatan terbuka, suatu kesudian
menaruh perhatian kepada orang lain dan memberi response secara sopan kepada
mereka tanpa latihan dan ulangan. Menyimak merupakan suatu sarana penting dan

7
berguna bagi hubungan-hubungan antarpribadi yang bermakna. Kegunaan dialog ini
sangat terasa dalam kehidupan modern, terlebih dalam bidang politik antarnegara
(adikuasa; seperti antara Amerika Serikat dan Soviet-Rusia). Dalam dialog ini
dibutuhkan benar-benar keterampilan berbicara dan keterampilan menyimak yang
bermutu tinggi. Salah simak dapat menggagalkan maksud dan tujuan kedua belah pihak.
Oleh karena itu, kedua belah pihak pun menyimak secara kritis dan cermat (Webb;
1975 : 126-8).
Kerap kali pula orang beranggapan bahwa dialog, pembicaralah yang memegang
peranan penting, paling bertanggung jawab bagi komunikasi lisan yang efektif. Mereka
lupa atau tidak memahami sama sekali bahwa komunikasi lisan merupakan kegiatan
atau transaksi dua arah antara pembicara dan penyimak; bukan merupakan serangan
lisan satu arah yang dilakukan pembicara kepada penyimak. Perlu diingat dan disadari
benar bahwa tanpa menyimak yang baik, dan penyimak yang baik, tidak akan ada
umpan balik; dan tanpa umpan balik, para pembicara akan dipaksa menyuarakan atau
mendengungkan pesan-pesan mereka tanpa tujuan dan tanpa maksud, sia-sia belaka.
Oleh karena itu, kalau kita berada pada pihak penyimak, jadikanlah diri kita
penyimak yang terpuji: tahu bagaimana cara menyimak dan tahu apa yang harus
disimak. Kalau berada pada pihak pembicara, kita harus tahu menarik minat dan
perhatian para penyimak. Ingat bahwa pembicara membutuhkan penyimak dan
penyimak membutuhkan pembicara. Pendek kata: menyimak adalah interaksi
pembicara dan pemirsa (Ehninger [et all], 2978: 21).
1. Proses Menyimak
Pemahaman menyimak menjadi lebih mudah apabila penyimak mengetahui
konteks wacana yang disimaknya. Hal tersebut memungkinkan peserta didik
menggunakan pengetahuan yang telah mereka miliki untuk menafsirkan dan
memahami materi yang mereka simak. Pengetahuan yang ada pada diri penyimak
sangat berperan dalam proses menyimak. Penyimak yang berhasil adalah mereka
yang memanfaatkan baik pengetahuan yang ditangkap dari wacana yang disimak
maupun pengetahuan yang telah mereka miliki, yang berhubungan dengan dengan
materi yang disimak (Numan, 1991: 18 dalam Rofi’uddin,1998: 5).

8
Dalam tahap mendengar, penyimak berusaha menangkap pesan pembicara
yang sudah diterjemahkan dalam bentuk bunyi bahasa. Untuk menangkap bunyi
bahasa itu diperlukan telinga yang peka dan perhatian terpusat. Bunyi yang sudah
ditangkap perlu diidentifikasi, dikenali dan dikelompokkan menjadi suku kata, kata,
kelompok kata, kalimat, paragraf, atau wacana. Pengidentifikasian bunyi bahasa
akan semakin sempurna apabila penyimak memiliki kemampuan linguistik.
Kemudian, bunyi bahasa itu perlu diinterprestasikan maknannya. Perlu diupayakan
agar interpretasi makna ini sesuai atau mendekati makna yang dimaksudkan oleh
pembicara. Setelah proses penginterpretasian makna selesai, maka penyimak dituntut
untuk memahami atau menghayati makna itu. Hal ini sangat perlu buat langkah
berikutnya, yakni penilaian. Makna pesan yang sudah dipahami kemudian ditelaah,
dikaji, dipertimbangkan, dikaitkan dengan pengalaman, dan pengetahuan penyimak.
Kualitas hasil penilaian sangat tergantung kepada kualitas pengetahuan dan
pengetahuan penyimak. Tahap akhir dari proses menyimak ialah menanggapi makna
pesan yang telah selesai dinilai. Tanggapan atau reaksi penyimak terhadap pesan
yang diterimanya dapat berwujud berbagai bentuk seperti mengangguk-angguk tanda
setuju, mencibir atau mengerjakan sesuatu. Faktor Penting dalam menyimak adalah
keterlibatan penyimak dalam berinteraksi dengan pembicara. Menurut Anderson dan
Lyneh (dalam Rofi’uddin 1998 : 6) kesulitan dalam menyimak dipengaruhi oleh
beberapa faktor berikut :
a) Susunan informasi (Teks yang berisi informasi yang disusun secara kronologi
lebih mudah dipahami daripada yang tidak berkronologi).
b) Latar belakang pengetahuan penyimak mengenai topic yang disimak.
c) Kelengkapan dan kejelasan (Disajikan eksplisit informasi yang disimak).
d) Pembicara tidak banyak menggunakan kata ganti dan menggunakan kata benda
secara lengkap maka teks itu lebih mudah dipahami.
e) Yang dideskripsikan dalam teks yang disimak mengandung hubungan strategis
atau hubungan dinamis (Yang menunjukan hubungan statis misalnya bentuk-
bentuk geometric lebih sulit dipahami, daripada yang mengandung hubungan
hubungan dinamis).

9
Kegiatan menyimak perlu disesuaikan dengan kemampuan anak. Bagi anak-
anak yang tergolong rendah kemampuannya dalam menyimak, setelah menyimak
teks yang sama dengan yang disimak oleh anak-anak yang lain, anak-anak tersebut
dapat diberi tugas membuat ringkasan informasi yang mereka simak. Anak-anak
yang kemampuan menyimaknya rendah diberi tugas menyebutkan jumlah
pembicaraan atau jumlah kata-kata kunci.
Alternatif yang lain, peserta didik diberikan kesempatan untuk menyimak
berulang-ulang wacana yang dijadikan materi pembelajaran menyimak. Mereka
diberi daftar kata-kata kunci dan diminta menyebutkan berapa kali mereka
mendengar kata-kata tersebut. Kemudian diberi tugas yang lebih sulit misalnya
diberi sejumlah frasa dan diminta yang terakhir, mereka dapat diminta untuk
menunjukkan jumlah yang mereka dengar.
2. Faktor Pemengaruh Perhatian MenyimaK
Kalau kita sepakat bahwa keterampilan menyimak yang baik sangat penting
bagi komunikasi lisan yang efektif, kita harus mulai sedini mungkin menentukan
cara-cara khusus untuk meningkatkan keterampilan ini. Akan tetapi, sebelum kita
melakukan hal ini, kita harus mencoba memahami faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi perhatian kita untuk menyimak. Kita harus memperhitungkan
pengalaman, pembawaan, sikap dan motivasi yang dapat menunjang penyimakan
yang baik sebelum kita menelaah aneka metode bagi peningkatan keterampilan ini.
Faktor pengalaman sangat menentukan besar atau tidaknya perhatian
seseorang untuk menyimak sesuatu. Pengalaman yang dimaksudkan dapat berasal
dari pembicara ataupun dari penyimak. Setiap orang tentu menaruh perhatian
terhadap pembicaraan yang disajikan oleh orang yang banyak pengalaman dan
banyak pengetahuan. Orang ingin mengetahui masalah baru apa yang akan
diceritakan oleh pembicara. Rasa ingin tahu merupakan akar dari perhatian yang
besar. Sekarang, pengalaman dari pihak penyimak. Pernah seseorang menyesal
karena tidak mau menyimak suatu informasi yang dikemukakan oleh seorang
pembicara, padahal informasi itu sangat penting baginya. Pengalaman masa lalu itu
mengajar dia untuk tidak dua kali kehilangan tongkat. Oleh sebab itu, kalau ada

10
pembicara yang akan menyampaikan suatu pesan, dia selalu memberi perhatian
besar.
Faktor pembawaan seseorang pun turut berperan, apakah perhatiannya
untuk menyimak sesuatu itu besar atau tidak. Ada orang yang berpembawaan baik
dan ada pula yang jelek. Orang yang berpembawaan baik dapat menyesuaikan diri
pada situasi dan kondisi, sedangkan orang yang berpembawaan jelek justru
sebaliknya. Baik pembawaan pembicara maupun pembicaraan penyimak turut
menentukan taraf perhatian seseorang untuk menyimak.
Faktor sikap tidak boleh kita abaikan terhadap perhatian menyimak. Sikap
terbuka memang sangat dibutuhkan dalam kegiatan menyimak. Sebaliknya, sikap
tertutup atau sikap curiga akan mengurangi minat atau perhatian seseorang untuk
menyimak pembicaraan seseorang.
Faktor motivasi, dorongan atau alasan sangat menentukan besar atau
tidaknya perhatian seseorang untuk menyimak ceramah, kuliah, khotbah, atau
pembicaraan yang dibawakan oleh seorang pembicara. Biarpun seandainya terdapat
banyak gangguan atau kendala fisik atau mental, tetapi kalau ada motivasi besar,
perhatian menyimak sesuatu tetap besar.
Faktor jenis kelamin dapat menentukan kadar perhatian untuk menyimak.
Minat dan perhatian pria dan wanita memperlihatkan perbedaan, walaupun tidak
dapat disangkal adanya persamaan. Ada hal-hal khusus yang menarik perhatian
wanita. Ada hal-hal khusus yang lebih menarik perhatian pria. Pembicara yang
berpengalaman tentu mempertimbangkan hal ini. Tema bahan pembicaraan dapat
berbeda kalau para penyimak terdiri dari kaum wanita saja, atau terdiri dari pria saja,
ataupun campuran. Memang harus diingat bahwa ada hal-hal yang tidak pantas
disimak oleh kaum pria dan ada pula hal yang tidak sesuai bagi kaum wanita. Jadi
dengan singkat dapat kita katakana bahwa  factor kelayakan ini tidak boleh
diabaikan.
3. Mengapa Kita Menyimak
Ada beberapa alasan mengapa kita menyimak, diantaranya adalah:
a) Menyimak demi kenikmatan;
b) Menyimak demi pemahaman;

11
c) Menyimak demi penilaian.
B. Hakikat Berbicara
Berbicara merupakan keterampilan yang dibutuhkan setiap individu karena
melalui berbicara setiap individu dapat mengomunikasikan apa yang dikehendaki.
Keterampilan berbicara merupakan satu dari empat kemampuan berbahasa yang perlu
ditanamkan agar kemampuan komunikasi siswa dapat dikembangkan secara maksimal.
Keterampilan berbicara dalam hal ini bukan sekadar keterampilan siswa menyampaikan
hal sederhana dalam percakapan biasa, tetapi juga keterampilan berbicara dalam situasi
yang bersifat formal. Keterampilan berbicara secara formal tidak dimiliki individu secara
instan. Keterampilan berbicara yang baik diperoleh melalui segala bentuk ujian dalam
bentuk latihan dan pengarahan atau bimbingan yang intensif (Goh & Burns, 2012).
Keterampilan berbicara yang perlu dikembangkan tidak sekadar berkaitan dengan
penampilan, tetapi jugu kreativitas siswa untuk mengembangkan ide saat praktik
berbicara
Berbicara merupakan kegiatan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan,
Tarigan dalam (Haryadi 1996 :54). Berbicara sering di anggap sebagai alat manusia yang
paling penting bagi kontrol sosial karena berbicara merupakan suatu bentuk perilaku
manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, dan linguistik
secara luas. Faktor-faktor tersebut merupakan indikator keberhasilan berbicara. Jadi
tingkat kemampuan berbicara seseorang tidak hanya ditentukan dengan mengukur
penguasaan faktor linguistik saja atau faktor psikologis saja, tetapi dengan mengukur
semua faktor tersebut secara menyeluruh.
Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata
untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.
Sebagai perluasan dari batasan ini dapat kita katakan bahwa berbicara merupakan suatu
sistem tanda-tanda yang dapat didengar dan yang kelihatan yang memanfaatkan sejumlah
otot dan jaringan otot tubuh manusia demi maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-
ide yang dikombinasikan.
1. Proses Berbicara

12
Kegiatan berbicara dilakukan untuk mengadakan hubungan sosial dan untuk
melaksanakan suatu layanan. Dalam proses belajar berbahasa di sekolah, anak-anak
mengembangkan kemampuan secara vertikal. Mereka sudah dapat mengungkapkan
pesan secara lengkap meskipun belum sempurna. Dengan kata lain, perkembangan
tersebut tidak secara horizontal mulai dari fonem, kata, frase, kalimat, dan wacana
seperti halnya jenis tataran linguistik. Ellis (dalam Roffi’uddin, 1998: 12)
mengemukakan adanya tiga cara untuk mengembangkan secara vertikal dalam
meningkatkan kemampuan berbicara :
a) Menirukan pembicaraan orang lain.
b) Mengembangkan bentuk-bentuk ujaran yang telah dikuasai.
c) Mendekatkan atau menyejajarkan dua bentuk ujaran, yaitu bentuk ujaran sendiri
yang belum benar dan ujaran orang dewasa yang sudah benar.

Berikut ini proses pembelajaran berbicara dengan berbagai jenis kegiatan, yaitu
percakapan berbicara estetik, berbicara untuk menyampaikan informasi atau untuk
mempengaruhi, dan kegiatan dramatik (Tompkinss dan Hoskisson dalam Rofi’uddin,
1998: 12).
a. Percakapan
Siswa mempelajari strategi dan keterampilan untuk melakukan sosialisasi
dan percakapan dengan teman-temannya sekelas ketika berpartisipasi dalam
kelompok kecil. Mereka belajar tentang peran pembicaraan dalam
mengembangkan pengetahuan. Berikut ini merupakan langkah-langkah dalam
melakukan percakapan.
Memulai percakapan. Untuk memulai percakapan, seorang siswa secara
sukarela untuk membuka pembicaraan. Guru menyampaikan pertanyaan untuk
didiskusikan, kemidian seorang murid mulai percakapan dengan mengulangi
pertanyaan tersebut, sedangkan anggota kelompok menanggapinya.
Menjaga berlangsungnya percakapan. Siswa secara bergiliran
menyampaikan komentar atau mengajukan pertanyaan. Lewat percakapan, siswa
menuju pada tercapainya suatu tujuan. Tujuan tersebut dapat berupa

13
penyelesaian suatu tugas, menginterpretasikan buku yang telah mereka baca, atau
menanggapi pertanyaan guru.
Mengakhiri percakapan. Pada akhir percakapan, siswa seharusnya sudah
dapat mencapai suatu persetujuan, sudah menjawab semua pertanyaan atau
melaksanakan tugas dengan baik. Murid menghasilkan sesuatu dari suatu
percakapan, misalnya berupa kumpulan catatan hasil percakapan.
b. Berbicara Estetik
Memilih cerita. Hal yang paling penting dalam memilih cerita adalah
memilih cerita yang menarik. Pertimbangan lainnya : (a) cerita tersebut
sederhana, dengan alur cerita yang jelas; (b) memiliki awal, pertengahan, dan
akhir yang jelas; (c) tema cerita jelas; (d) jumlah pelaku cerita tidak banyak; (e)
cerita mengandung dialog; (f) cerita menggunakan gaya bahasa perulangan; (g)
cerita menggunakan bahasa yang mengandung keindahan.
Menyiapkan diri untuk bercerita. Siswa hendaknya membaca kembali dua
atau tiga kali cerita yang akan diceritakan untuk memahami perwatakan pelaku-
pelakunya dan dapat menceritakan secara urut.
Menambahkan barang-barang yang diperlukan. Siswa dapat
menggunakan beberapa teknik untuk membuat ceritanya lebih hidup. Siswa
dapat menggunakan gambar-gambar yang ditempelkan di papan planel, boneka,
dan benda-benda yang menggambarkan pelaku binatang atau barang-barang
yang diceritakan agar cerita lebih menarik.
Bercerita atau mendongeng. Kegiatan mendongeng dapat dilakukan dalam
kelompok-kelompok kecil sehingga penggunaan waktunya dapat efisien.
c. Berbicara untuk Menyampaikan Informasi atau Mempengaruhi
Keempat macam bentuk kegiatan yang masuk jenis kegiatan ini ialah
melaporkan secara lisan, melakukan wawancara, dan berdebat. Pengumpulan
informasi dilakukan dengan membaca berbagai sumber, antara lain buku,
majalah, surat kabar, ensiklopedia, almanak, dan atlas. Dalam menyajikan
informasi, siswa sebaiknya tidak membawa catatan.
d. Kegiatan Dramatik

14
Bermain drama merupakan media bagi siswa untuk menggunakan bahasa
verbal dan nonverbal dalam konteks yang bermakna. Kegiatan drama memiliki
kekuatan sebagai suatu teknik pembelajaran bahasa karena melibatkan siswa
dalam kegiatan berpikir logis dan kreatif, memberikan pengalaman belajar secara
aktif, dan memadukan empat keterampilan berbahasa.
 
3.2 Hubungan Menyimak dengan Berbicara
Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan berbeda namun erat dan tidak
terpisahkan. Ibarat mata uang, satu sisi ditempati kegiatan berbicara dan satu sisi lainnya
ditempati kegiatan menyimak. Kegaiatan menyimak pasti dilakukan terlebih dahulu
daripada kegiatan berbicara. Kegiatan berbicara dan menyimak saling melengkapi dan
berpadu menjadi komunikasi lisan, seperti dalam bercakap-cakap, diskusi,  bertelepon ,
tanya-jawab dan interviuw.
Dalam komunikasi lisan, pembicara dan penyimak berpadu dalam suatu kegiatan
yang resiprokal berganti peran secara spontan, mudah, dan lancar dari pembicara menjadi
penyimak, dan dari penyimak menjadi pembicara. Pembicara cemas akan kepastian responsi
pendengar. Pembicara baru dapat memberikan responsi pendengar setelah dia mendapat
responsi dari penyimak. Pendengar baru dapat memberikan responsi yang tepat bila ia
memahami pesan yang disampaikan pembicara.
Kegiatan berbicara dan menyimak saling mengisi, saling melengkapi. Tidak ada
gunanya orang berbicara bila tidak ada orang yang menyimaknya. Tidak mungkin orang
menyimak bila tidak ada orang yang berbicara. Karena itulah maka dikatakan kegiatan
berbicara dan menyimak merupakan kegiatan yang resiprokal. Melalui kegiatan menyimak
siswa mengenal ucapan kata, struktur kata dan struktur kalimat. Pengenalan terhadap cara
mengucapkan kata, mengenal dan memahami struktur kalimat merupakan landasan yang
kuat bagi pengembangan keterampilan menyimak.
Hubungan antara menyimak dan berbicara :
1. Ujaran ( speech) biasanya dipelajari melalui menyimak dan meniru ( imitasi ) ; oleh
karena it, model atau contoh yang disimak serta direkam oleh sang anak sangat penting
dalam penguasaan serta kecakapan berbicara

15
2. Kata-kata yang dipakai serta dipelajari oleh sang anak biasannya ditentukan oleh sang
perangsang ( stimuli ) yang ditemuinya ( misalnya kehidupan desa, kota ) dan kata-kata
yang paling banyak memberi bantuan atau pelayanan dalam penyampaian gagasan-
gagasannya.
3. Ujaran sang anak memencerminkan pemakaian bahasa di rumah dan di masyarakat
tempatnya hidup. Hal ini biasanya terlihat jelas dalam ucapan, intonasi, kosa kata, dan
pola-pola kalimatnya.
4. Anak yang lebih kecil lebih dapat memahami kalimat-kalimat yang jauh lebih panjang
dan rumit tinimbang kalimat-kalimat yang dapat diucapkannya.
5. meningkatkan keterampilan menyimak berarti pula meningkatkan kualitas berbicara
seseorang.
6. Bunyi suara merupakan suatu faktor penting dalam peningkatan cara pemakaian kata-kata
sang anak., oleh karena itu maka sang anak akan tertolong kalau dia mendengar serta
menyimak ujaran-ujaran yang baik dan benar dari para guru, rekaman-rekaman yang
bermutu, cerita-cerita yang bernilai tinggi , dan lain-lain.
7. Berbicara dengan bantuan alat-alat peraga ( visual aids) akan menghasilkan penangkapan
informasi yang lebih baik dari pihak penyimak. Umumnya sang anak mempergunakan
bahasa yang di dengar serta disimaknya ( Dawson [ et el ], 1963 : 29 ; Tarigan, 1985 ;2 )

 
3.3 Peran Guru dalam Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Lisan
Dalam pembelajaran bahasa secara holistik,Setiap anak memperoleh kesempatan
untuk belajar dan mengajar (menjelaskan , mengemukakan pendapat , bertanya , menjawab
pertanyaan dan sebagainya ). Baik guru maupun murid bertanggung jawab untuk menyajikan
informasi . Setiap anak diberi dorongan untuk mengamukakan pandangan dan pendapatnya .
Dengan demikian setiap anak mengerti bahwa menyimak merupakan bagian yang penting
sekali untuk mengembangkan keterampilan berbahasa lisan ( yeager, 1991 : 95 ). Selanjutnya
akan terbentuk kebiasaan memperhatikan , memahami , dan menanggapi secara kritis
pembicaraan orang lain . Pemberian kesempatan kepada murid untuk saling menyampaikan
pendapatnya secara lisan dalam bentuk diskusi sangat besar artinya . Kesempatan ini juga
dapat merupakan latihan untuk murid mengemukakan kritik yang konstruktif . Kritik yang

16
konstruktif , yang mengandung suatu pemecahan masalah , harus disampaikan secara sopan .
Yang menerima kritik harus berikap terbuka agar dapat memanfaatkan kritik yang
konstruktif tersebut . Suasana demikian ini diharapkan dapat menimbulkan sikap tenggang
rasa dan saling menghormati .
Keberhasilan suatu pembelajaran menyimak bergantung pada adanya dua kondisi.
a) Pertama . guru harus memberikan teladan sebagai penyimak yang kritis dan pembicara
yang efektif , dan menggunakan strategi yang efektif pula ,
b) Kedua . setiap murid yang berpartisipasi dalam diskusi harus memiliki informasi tertentu
yang akan disampaikan kepada teman-temannya . Saling memberikan dan menerima
informasi , pendapat , atau gagasan merupakan faktor utama untuk mencapai
keberhasilan dalam diskusi . murid-murid juga perlu memberikan dan menerima saran
seharusnya tidak ada seorangpun yang dalam mengikuti suatu diskusi yang
menyampaikan kritik atau pujian.
Manfaat keterampilan bahasa lisan. Berbicara dan mendengarkan adalah dua jenis
keterampilan berbahasa lisan yang sangat erat kaitannya.Berbicara bersifat
produktif,sedangkan mendengarkan bersifat reseftif.Dalam pemerolehan atau belajar suatu
bahasa, keterampilan berbahasa jenis reseftif tampak banyak mendukung pemerolehan
bahasa jenis produktif.Dalam suatu peristiwa komunikaasi sering kali beberapa jenis
keterampilan berbahasa digunakan secara bersama-sama guna mencapai tujuan komunikasi.
Ketermapilan berbahasa bermanfaat dalam melakukan interaksi komunikasi dalam
masyarakat. Banyak profesi dalam kehidupan bermasyarakat yang keberhasilannya, antara
lain bergantung pada tingkat ketermapilan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang,misalnya
profesi sebagai manager, jaksa, pengacara, guru dan wartawan.

3.4 Bahan Pembelajaran Menyimak dan Berbicara


1. Bahan Pembelajaran Menyimak
Tujuan utama pembelajaran menyimak adalah melatih siswa memahami bahasa lisan.
Hal ini perlu disesuaikan dengan karakteristik peserta didik. Secara umum, bahan
pembelajaran menyimak dapat menggunakan bahan pembelajaran membaca, menulis,
kosakata, karya sastra, bahan yang pendidik susun sendiri atau di ambil dari media cetak.
Teknik penyajiannya dapat dibacakan langsung oleh pendidik atau melalui alat perekam

17
suara. Setelah menyampaikan bahan pembelajaran, pendidik secara langsung dapat
mengadakan tanya jawab tentang isi materi yang sudah disampaikannya atau menugasi
peserta didik untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sudah disiapkan lebih dulu.
Pertanyaan yang baik harus disusun secara sistematis.-Mengingat Fakta. Mengingat nama
orang, nama tempat, urutan kejadian dan hal-hal lain yang secara eksplisit disebutkan dalam
teks lisan;-Memahami Kosakata Baru. Memahami arti kata, ungkapan, dan sebagainya dalam
hubungan kalimat;-Menarik Kesimpulan. Mengidentifikasi isi persoalan, meramalkan
kejadian selanjutnya, membuat interpretasi efektif, dan sebagainya. Ya – tidak/alternatif = 1
2 3. Dengan kata tanya = 4 5 6.
Pada penjelasan di atas tampak ada dua jenis pertanyaan dan 3 jenis perilaku siswa
yang kita pancing. Secara keseluruhan, ada 6 pertanyaan, yaitu pertanyaan 1 – 3 merupakan
jenis pertanyaan ya – tidak/alternatif dan pertanyaan 4 – 6 jenis pertanyaan yang
menggunakan kata tanya, misalnya apa, mengapa, bagaimana, dan lain sebagainya.
Pertanyaan 1 – 3 termasuk pertanyaan yang relatif mudah (diberikan di kelas rendah),
sedangkan macam pertanyaan 4 – 6, termasuk golongan pertanyaan yang sukar (diberikan di
kelas tinggi). Gradasi kesukaran sudah diurutkan, makin besar nomor pertanyaan makin
sukar atau makin kecil nomor pertanyaan makin mudah. Dari pembicaraan di muka dapatlah
kita petik butir-butir pokok yang ada kaitannya dengan upaya untuk membuat bahan simakan
yang akan disajikan oleh seorang pembicara sehingga menarik perhatian para penyimak.
Butir pertama        :           Tema harus up-to-date
Butir kedua           :           Tema terarah dan sederhana
Butir ketiga           :           Tema dapat menambah pengalaman dan pemahaman
Butir keempat       :           Tema bersifat sugestif dan evaluative
Butir Kelima         :           Tema bersifat motivatif
Butir keenam         :           Pembicara harus dapat menghibur
Butir ketujuh         :           Bahasa sederhana mudah dimengerti
      Butir kedelapan     :           Komunikasi dua arah
2. Bahan Pembelajaran Berbicara
Tujuan utama pembelajaran berbicara di SD melatih siswa dapat berbicara dalam
bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Untuk mencapai tujuan tersebut, guru dapat
menggunakan bahan pembelajaran membaca atau menulis, kosakata, dan sastra sebagai

18
bahan pembelajaran berbicara. Misalnya menceritakan pengalaman yang mengesankan,
menceritakan kembali cerita yang pernah dibaca atau didengar, mengungkapkan
pengalaman pribadi, bertanya jawab berdasarkan bacaan, bermain peran, berpidato, dan
lain sebagainya. Untuk memantau kemajuan siswa dalam berbicara, guru dapat
melakukannya ketika siswa sedang melaksanakan kegiatan diskusi kelompok, tanya
jawab, dan sebagainya. Pengamatan guru terhadap aktivitas berbicara para siswanya
dapat direkam dengan menggunakan format yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Faktor-faktor yang diamati adalah lafal kata, intonasi kalimat, kosakata, tata bahasa,
kefasihan bicara, dan pemahaman.

19
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Strategi pembelajaran adalah cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi
pelajaran dalam lingkungan pengajaran tertentu, meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan
yang dapat memberi pengalaman belajar kepada siswa. Strategi pembelajaran terdiri dari
teknik (prosedur) dan metode yang akan membawa siswa pada pencapaian tujuan. Jadi,
strategi lebih luas daripada metode dan teknik.
Ada empat jenis strategi pembelajaran berbahasa lisan,yaitu:
1. Strategi deduktif, dimulai dari penampilan prinsip-prinsip yang diketahui ke prinsip-
prinsip yang belum diketahui.
2. Strategi induktif, pembelajaran dimulai dari prinsip-prinsip yang belum diketahui.
3. Strategi ekspositori langsung merupakan strategi yang berpusat pada guru. Guru
menyampaikan informasi terstruktur dan memonitor pemahaman belajar,serta
memberikanbalikan.
4. Strategi belajar tuntas merupakan suatu strategi yang memberi kesempatan belajar secara
individual sampai pebelajar menuntaskan pelajaran sesuai irama belajar masing-masing.
Untuk meningkatkan keterampilan berbicara, perlu adanya pembelajaran yang sesuai,
salah satunya adalah pembelajaran dramatisasi kreatif. Dengan pembelajaran dramatisasi
kreatif diharapkan hasil ketrampilan berbicara siswa menjadi meningkat dan lebih baik.
Ketermapilan berbahasa bermanfaat dalam melakukan interaksi komunikasi dalam
masyarakat. Banyak profesi dalam kehidupan bermasyarakat yang keberhasilannya, antara
lain bergantung pada tingkat ketermapilan berbahasa yang dimiliki oleh seseorang,misalnya
profesi sebagai manager, jaksa, pengacara, guru dan wartawan.

20
21

Anda mungkin juga menyukai