Anda di halaman 1dari 20

PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA ANAK USIA 0 s.

d 3 TAHUN
DALAM BAHASA SEHARI-HARI (TINJAUAN PSIKOLINGUISTIK)

Abstrak
Penelitian ini membahas tentang pemerolehan bahasa pertama anak usia 0 s.d
3 tahun dalam bahasa sehari-hari. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan tentang tahap-tahap perkembangan bahasa anak dan
mendeskripsikan proses pemerolehan bahasa dalam aspek fonologi, morfologi,
sintaksis dan diksi. Subjek penelitian ini adalah anak-anak yang berusia 0 sampai 3
tahun yang berada dalam lingkugan peneliti. Jenis penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif, karena penelitian ini berisi gambaran mengenai tahap pemerolehan bahasa
anak. penelitian ini juga memaparkan proses pemerolehan bahasa anak. Metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode simak dan
metode cakap. Metode pertama yang digunakan oleh peneliti adalah metode simak.
Adapun teknik yang digunakan dalam rangka melaksanakan metode simak itu adalah
teknik catat dan teknik rekam. Peneliti menemukan bentuk proses pemerolehan
bahasa diantaranya adalah pertama pada usia 0-1 tahun pemerolehan fonologi anak
berfokus pada bunyi. Pemerolehan morfologi, munculnya bentuk morfem bebas.
Pemerolehan sintaksis, anak mampu mengucapkan kata yang membentuk ujaran satu
kata. Pemerolehan diksi pada usia 0-1 tahun belum tampak. Kedua pada usia 1-2
tahun pemerolehan fonologi, anak mampu mengeluarkan beragam bentuk bunyi
terutama bunyi vokal dan konsonan. Pemerolehan morfologi, anak lebih banyak
menggunakan morfem bebas dalam berkomunikasi. Pemerolehan sintaksis, anak
mampu menggunakan dua kata, dan bentuk-bentuk kalimat mengandung unsur
verba, nomina, dan adjektiva sudah mulai tampak. Pemerolehan diksi anak lebih
banyak mengamati mitra tutur berbicara untuk memperbanyak kosakata yang ia
miliki. Ketiga pada usia 2-3 tahun pemerolehan fonologi anak sudah sempurna dalam
bunyi vokal dan diikuti bunyi konsonan. Pemerolehan morfologi bentuk morfem dan
kosakata sudah mencapai beberapa ratus kata. pemerolehan sintaksis anak sudah
mampu menggunakan kalimat rangkaian kata dan kalimat konstruksi yang kompleks.
Pemerolehan diksi anak mampu menggunakan pilihan kata dalam berkomunikasi.
Kata Kunci: Pemerolehan, Bahasa, Anak, Psikolinguistik

Pendahuluan
Komunikasi antara satu orang dengan yang lain itu sangat penting. Hal yang
paling penting dalam berkomunikasi yaitu menggunakan bahasa. Maksud dan tujuan
berbahasa adalah menyampaikan informasi seluas-luasnya dengan jelas sebagai
kebutuhan seseorang dengan yang lainnya. Setiap orang dibekali untuk berbahasa
ketika masih dalam kandungan. Secara tidak langsung ketika dalam kandungan
seseorang tersebut mendapatkan informasi yang dirangsang oleh ibunya. Orang
dewasa selalu terpesona pada perkembangan bahasa yang terjadi pada anak-anak.
Meskipun lahir tanpa bahasa, pada saat mereka berusia 3 atau 4 tahun, anak-anak
secara khusus telah memperoleh beribu-ribu kosakata, sistem fonologi dan gramatika
yang kompleks, dan aturan kompleks yang sama untuk bagaimana cara
menggunakan bahasa mereka dengan sewajarnya dalam banyak latar sosial. Bahasa
merupakan alat perantara dalam proses interaksi manusia dengan manusia lain.
Meskipun bahasa tidak pernah lepas dari manusia, namun belum ada angka pasti
berapa jumlah bahasa di dunia.1
Bahasa berhubungan dengan kebudayaan manusia, dimana kebudayaan
manusia muncul setelah bahasa lahir dan ada pula yang berpendapat bahwa bahasa
merupakan pusat dari sebuah kebudayaan. Bahasa dipandang sebagai produk sosial
atau produk budaya, bahkan merupakan bagian tak terpisahkan dari kebudayaan.
Sebagai produk sosial atau budaya, bahasa adalah wadah aspirasi sosial, perilaku
masyarakat, dan wadah penyingkapan budaya termasuk teknologi yang diciptakan
oleh masyarakat pemakai bahasa itu2. Bahasa dan kebudayaan selalu terealisasi
secara bersamaan, maksudnya ketika belajar bahasa asing maka terlebih dahulu
mengenal kebudayaannya sehingga terjadi timbal-balik di dalamnya. Apabila tidak
ada jalinan antara belajar bahasa dan kebudayaan mengakibatkan proses belajar
bahasa atau kebudayaan tidak maksimal.
Psikolinguistik termasuk salah satu cabang linguistik yang kerap
perkembangannya pesat karena membuka diri dalam temuan disiplin ilmu lain
sebagai alat bantu untuk menginterpretasikan masalah pemerolehan bahasa (language
acguisition) serta komprehensi dan produksi bahasa (speech comprehension and
production). Psikolinguistik merupakan salah satu cabang linguistik yang kompleks.
Ahli psikolinguistik dituntut untuk dapat melakukan analisis pada semua tataran
linguistik (fonologi-morfologi-sintaksis-wacanasemantik- pragmatik) dengan baik
karena psikolinguistik berusaha memahami bagaimana bahasa berbahasa di otak
manusia. Selain itu, psikolinguistik juga mempertanyakan kembali apakah terdapat

1
Chaer, Abdul. Linguistik Umum. (Jakarta: Rineka Cipta. 2003) Hlm. 33
2
Sumarsono, Paina Pratama. Sosiolinguistik. (Yogyakarta: Sabda. 2002) Hlm. 20
bukti biologis bahwa bahasa bersifat anugerah kodrati (innate properties)
sebagaimana dicetuskan oleh Chomsky. Kajian psikoliguistik akan memberi kajian
yang bermanfaat untuk perencanaan bahasa jika penelitian tentang pemerolehan
bahasa pertama (child language acquisition) ditingkatkan.
Menurut Pateda (1990: 42) terdapat beberapa teori yang digunakan untuk
meneliti perkembangan bahasa pada anak yaitu menurut Nababan (1988), Clara dan
W. Stern (1961), Aitchison (1976) dan menurut Lenne Berg (1975). Perkembangan
bahasa anak menurut Nababan terdiri dari empat tahap. Tahap I Pengocehan (6
bulan), tahap II Satu Kata, Satu Frase (1 tahun), tahan III Dua kata, Satu Frasa (2
tahun), tahap IV Menyerupai Telegram.
Perkembangan bahasa anak menurut Aitchison (dalam Harras dan Andika,
2009: 50-56) terdiri dari sepuluh tahap. Umur 0,3 (mulai dapat meraban), umur 0,9
(mulai terdengar pola intonasinya), umur 1,0 (dapat membuat kalimat satu kata),
umur 1,3 (haus akan kata-kata), umur 1,8 (menguasai kalimat dua kata), umur 2,0
(dapat membuat kalimat empat kata, dapat membuat kalimat negatif, menguasai
infleksi, pelafalan vokal telah sempurna), umur 3,6 (pelafalan konsonan mulai
sempurna), umur 4,0 (penguasaan kalimat secara tepat, tetapi masih terbatas), umur
5,0 (konstruksi morfologis telah sempurna), umur 10,0 (matang berbicara).
Pemerolehan bahasa oleh anak-anak dapat diketahui dengan mengadakan
penelitian mengenai bahasa anak itu sendiri. Penelitian ini penting karena bahasa
anak memang manarik untuk diteliti. Selain itu, hasil penelitiannya pun dapat
membantu mencari solusi pada aneka ragam masalah serta dari hasil penelitian itu
pula jelaslah bahwa fenomena pemerolehan bahasa relevan bagi perkembangan teori
linguistik
Pertumbuhan dan perkembangan berbeda pada setiap anak, tergantung
banyak hal, mulai dari masa anak dalam kandungan sampai dengan masa kelahiran
hingga masa pertumbuhan dan perkembangan setelah lahir. Faktor gen apakah pria
dan wanitanya merupakan orang-orang yang sehat, tidak membawa sifat keturunan
yang kurang, sehat, pada saat proses pembuahan dalam keadaan sehat pula.
Perawatan dan pemeliharaan selama masa kehamilan tetap terjaga, sehingga janin
dalam rahim tidak mengalami gangguan hingga proses persalinannya apakah normal
atau tidak. Selanjutnya adalah bagaimana proses perawatan dan pemeliharaan anak
oleh orangtuanya dalam masa tumbuh kembang.
Masa bayi atau balita (di bawah lima tahun) adalah masa yang paling
signifikan dalam kehidupan manusia. Seorang bayi dari hari ke hari akan mengalami
perkembangan bahasa dan kemampuan bicara, namun tentunya tiap anak tidak sama
persis pencapaiannya, ada yang cepat berbicara ada pula yang membutuhkan waktu
agak lama. Untuk membantu perkembangannya, ibu dapat membantu memberikan
stimulasi yang disesuaikan dengan keunikan masing-masing anak. Sejalan dengan
perkembangan kemampuan serta kematangan jasmani terutama yang bertalian
dengan proses bicara, komunikasi tersebut makin meningkat dan meluas. Penelitian
ini bermaksud mengakaji pemerolehan bahasa pertama pada anak usia 0 s.d 3 tahun
dalam bahasa seharihari ditinjau dari segi kajian psikolinguistik.
Berdasarkan latar belakang di atas, yang menjadi masalah di dalam penelitian
ini adalah Bagaimanakah tahap pemerolehan bahasa anak usia 0-3 tahun? Atas dasar
rumusan masalah utama, maka disusun dalam rumusan masalah sebagai berikut 1.
Bagaimanakah tahap pemerolehan bahasa anak usia 0-1 tahun pada aspek fonologi,
morfologi, sintaksis, dan diksi? 2. Bagaimanakah tahap pemerolehan bahasa anak
usia 1-2 tahun pada aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi? 3. Bagaimanakah
tahap pemerolehan bahasa anak usia 2-3 tahun pada aspek fonologi, morfologi,
sintaksis, dan diksi?.
Tujuan dari penelitian ini adalah 1. Mendeskripsikan tahap pemerolehan
bahasa pada anak usia 0-3 Tahun dalam bahasa sehari-hari. 2. Mendeskripsikan
pemerolehan bahasa pada anak usia 0-1 Tahun Pada tataran fonologi, morfologi,
sintaksis, dan diksi dalam bahasa seharihari. 3. Mendeskripsikan pemerolehan bahasa
pada anak usia 1-2 Tahun Pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi
dalam bahasa seharihari. 4. Mendeskripsikan pemerolehan bahasa pada anak usia 2-3
Tahun Pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi dalam bahasa seharihari.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil dan manfaat bagi berbagai
pihak, dapat digunakan oleh para penutur dalam lingkup keluarga untuk
mempertimbangkan pemerolehan bahasa anak pada usia dini agar mengetahui
batasan- batasan pemerolehan bahasa pada anak dalam praktik berkomunikasi, serta
dapat memperkuat pendidikan karakter dalam lingkup keluarga yang merupakan
salah satu faktor penting yang berpengaruh bagi pembentukan karakter bangsa pada
anak usia dini.

Kajian Pustaka
Teori Perkembangan Bahasa Anak
Penelitian yang digunakan untuk meneliti perkembangan bahasa anak
tentunya tidak terlepas dari pandangan, hipotesis, atau teori psikologi yang dianut.
Dalam hal ini sejarah telah mencatat adanya tiga pandangan atau teori dalam
perkembangan bahasa anak. Dua pandangan yang kontroversial itu dikemukakan
oleh pakar dari Amerika, yaitu pandangan nativisme yang berpendapat bahwa
perkembangan bahasa anak bersifat alamiah (nature), dan pandangan behaviorisme
yang berpendapat bahwa penguasaan bahasa pada anakanak bersifat suapan
(nurture). Pandangan ketiga muncul di Eropa dan Jean Piaget yang berpendapat
bahwa penguasaan bahasa adalah kemampuan yang berasal dari pematangan
kognitif, sehingga pandangannya pun disebut sebagai kognitivisme.3
Perkembangan Akuisisi Bahasa
Perkembangan akuisisi bahasa berhubungan dengan kematangan
neoromuskularnya yang kemudian dipengaruhi oleh stimulus yang diperolehnya
setiap hari. Pada tahap awal tidak ada kontrol terhadap pola tingkah lakunya
termasuk tingkah lau berbahasa. Vokal anak dan otot-otot bicaranya bergerak refleks.
Pada bulan-bulan pertama otaknya berkembang dan mengatur mekanisme syaraf
sehingga dengan demikian gerakan refleks tadi sudah dapat dikontrol. Refleks itu
berhubungan dengan gerakan lidah, atau mulut. Misalnya anak akan mengedipkan
mata kalau cahaya berubah-ubah atau bibirnya akan bergerak-gerak apabila sesuatu
yang disentuhkan pada bibirnya4.
Proses Akuisisi Bahasa
Telah ada keyakinan diantara sesama ahli psikolinguistik bahwa akuisisi
bahasa bersifat dinamis. Artinya bahwa akuisisi bahasa berlangsung dari tahap ke

3
Abdul Chaer. Psikolinguistik Kajian Teoritik. (Jakarta: Rineka Cipta. 2009) Hlm. 221
4
Mansoer Pateda. Aspek-aspek Psikolinguistik. (Flores-NTT: Nusa Indah. 1990) Hlm. 53
tahap yang lain. Di dalam tahap perkembangan akuisisi ini terjadi, Pertama,
perubahan-perubahan, teuratama yang berhubungan dengan struktur bahasa. Kedua,
perkembangan ini ditentukan oleh interaksi personal, berfungsinya saraf secara baik,
dan proses kognitif. Ketiga, bahwa dalam akuisisi terjadi poroses pemilihan kata-kata
dan stuktur yang tidak dianalisis oleh anak. Keempat bahwa teori yang digunakan
bersifat umum. Lain dari kata itu telah disepakati pula bahwa akuisisi bahasa
dipengaruhi oleh penggunaan bahasa sekitar. Dengan kata lain akuisisi bahasa
bergantung pada lingkungan bahasa anak5.
Tahap-tahap Perkembangan Bahasa
Menurut Aitchison (dalam Harras dan Andika, 2009: 50-56), tahap
kemampuan bahasa anak sebagai berikut.
Tahap Perkembangan Bahasa Usia
Menangis Lahir
Mendekur 6 minggu
Meraban 6 bulan
Pola intonasi 8 bulan
Tuturan Satu Kata 1 tahun
Tuturan dua kata 18 bulan
Infleksi kata 2 tahun
Kalimat Tanya dan Ingkar 2,5 tahun
Konstruksi yang jarang dan kompleks 5 tahun
Tuturan yang matang 10 tahun

Pemerolehan Dalam Bidang Fonologi


Pada sekitar 6 bulan, anak mulai mencampurkan konsonan dengan vokal
sehingga membentuk apa yang dalam bahasa inggris disebut babbling, yang telah
diterjemahkan menjadi celotehan (Dardjowidjojo, 2000: 63). Celotehan dimulai
dengan konsonan dan diikuti oleh sebuah vokal. Konsonan yang keluar pertama
adalah konsonan bilabial hambat dan bilabial nasal. Vokalnya adalah /a/. Dengan
demikian, strukturnya adalah CV. Ciri lain dari celotehan adalah bahwa CV ini
kemudian diulang sehingga muncul struktur seperti berikut.
C1 V1 C1 V1 C1 V1 .......... → papapa mamama bababa

5
Lowenthal, F et al Ed. Language & Language Acquisition. (New York: Plenum Press. 1982) Hlm. 303
Teori Struktural dikemukakan dan dikembangkan oleh Jakobson (dalam
Chaer, 2009: 185-189), pada intinya teori ini mencoba menjelaskan pemerolehan
fonologi berdasarkan struktur-struktur universal linguistik, yakni hukum-hukum
struktural yang mengatur setiap perubahan bunyi. Jakobson menyimpulkan adanya
dua tahap pemerolehan fonologi, yaitu (1) tahap membabel prabahasa dan (2) tahap
pemerolehan bahasa murni.
Jakobson (dalam Chaer, 2009: 185-189), menyatakan bahwa pemerolehan
bunyi konsonan dimulai dari bunyi bibir (bilabial), sedangkan pemerolehan bunyi
vokal dimulai dengan satu vokal lebar, biasanya bunyi [a]. Jadi, pada waktu yang
akan sama konsonan bilabial, biasanya [p], dan vokal lebar, biasanya [a] membentuk
satu model silabel yang universal yaitu KV (Konsonan + Vokal) yang
memcerminkan apa yang disebut “konsonan optimal +vokal optimal”. Berdasarkan
pola inilah nanti akan muncul satuan-satuan bermakna dalam ucapan anak-anak yang
biasanya terjadi dalam bentuk reduplikasi , misalnya (pa + pa).
Pemerolehan Dalam Bidang Morfologi
Pemerolehan morfologi pada anak adalah pemerolehan bentuk morfem pada
anak, baik morfem bebas dalam bentuk kata, maupun dalam bentuk morfem terkait.
Namun pemerolehan tersebut sering berupa morfem bebas berupa bentuk dasar.
Pemerolehan dalam bidang morfologi berupa Morfem, Alomorf, dan Kata Dasar,
Afiks atau imbuhan, Prefiks atau awalan, Infiks atau sisipan, Sufiks atau Akhiran,
Konfiks atau imbuhan terbelah, Simulfiks atau imbuhan gabung.
Pemerolehan Dalam Bidang Sintaksis
Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu
kata. Kata ini, bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum
dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh
kalimat itu. Yang menjadi pertanyaannya adalah kata yang mana dia pilih?
Seandainya anak tersebut bernama Dodi, dan pesan yang disampaikannya adalah
Dodi mau bubuk, dia akan memilih di (untuk dodi), mau (untuk mau), buk (untuk
bubuk)? Kita pasti akan menerka bahwa dia akan memilih buk. Mengapa? Dalam
pola pikir yang masih sederhana pun tampaknya anak sudah mempunyai
pengetahuan tetntang informasi lama dengan informasi baru kepada pendengarnya.
Kalimat yang diucapkan untuk memberikan informasi baru kepada pendengarnya.
Pada tiga kata pada kalimat Dodi mau bubuk, yang baru adalah kata bubuk. Karena
itulah anak memilih kata buk, dan bukan di, atau mau. Dengan singkat dapat
dikatakan bahwa dalam ujaran yang dinamakan Ujaran Satu Kata (USK), anak tidak
sembarangan memilih kata yang dia akan katakan sebagai informasi baru.
Sekitar umur 2;0 anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata (UDK). Anak
mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga seolah-olah dua kata itu terpisah.
Untuk mengatakan lampu menyala, anak bukan mengatakan /lampunala/ “Lampu
nyala” tetapi /lampu// nala/ “Lampu nyala” dengan jeda di antara lampu dan nyala.
Jeda ini makin lama makin pendek sehingga menjadi ujaran yang normal. Dengan
adanya dua kata dalam UDK maka orang dewasa dapat lebih bisa menerka apa yang
dimaksud oleh anak karena cakupan makna lebih terbatas. Kalau kita mendengar
anak mengatakan /lampunala/ seperti contoh diatas, kita akan mendengar /lampu/
atau /nala/ saja. Jadi, berbeda dengan USK, UDK sintaksisnya lebih kompleks
(karena adanya dua kata) tetapi semantiknya makin lebih jelas.ciri lain UDK adalah
bahwa kedua kata ini adalah kata-kata dari kategori utama: nomina, verba, adjektiva,
atau bahkan adverbia. Belum ada kata fungsi seperti di, yang, dan, dsb. Karena
wujud ujaran yang seperti bahasa tilgram ini maka UDK sering juga disebut ujaran
telegrafik.

Pemerolehan Bidang Diksi


Diksi atau pilihan kata adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-
nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan
untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki
kelompok masyarakat pendengar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa diksi
merupakan pilihan kata yang digunakan oleh penulis, sebagai ungkapan akan daya
cipta atau penyampaian makna agar lebih mudah diterima pembaca. Jenis diksi
sangat beragam, tiap jenis diksi berperan untuk menyampaikan idea atau gagasan
seseorang. Pemilihan diksi yang tepat akan mempermudah penyampaian ide atau
gagasan itu sendiri.6

Metodologi Penelitian
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang mencoba untuk memberikan gambaran secara sistematis
tentang situasi, permasalahan, fenomena, layanan atau program, ataupun
menyediakan informasi tentang, misalnya kondisi kehidupan suatu masyarakat pada
suatu daerah, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi, sikap,
pandangan, proses yang sedang berlangsung, pengaruh dari suatu fenomena,
pengukuran cermat tentang fenomena dalam masyarakat (Widi, 2010: 47−48).
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara terperinci tentang fenomena
pemerolehan bahasa anak dalam kehidupan sehari-hari.
Pendekatan yang dilakukan peneliti adalah pendekatan cross sectional,
metode yang mengambil subjek dari berbagai tigkat umur dan karakteristik lain dari
waktu yang bersamaan untuk memperoleh data yang lengkap dan cepat sehingga
dapat menggambarkan perkembangan individu selama masa pertumbuhan (Wiranta,
2006: 132-149).
Data dan Sumber Data
Sumber data berasal dari aktivitas tuturan anak sehari-hari yang diambil dari
anak-anak yang ada di kalangan keluarga peneliti dan beberapa anak yang ada di
Panti Asuhan Sayap Ibu di daerah Pringwulung, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.
Keseluruhan data tersebut berasal dari cuplikan yang diambil secara natural dalam
percakapan antara orang tua dengan anak dan peneliti dengan anak. Data diperoleh
dari tuturan masing-masing anak yang dikelompokan usianya. Peneliti
mengelompokan data anak pada usia 0-1 tahun, 1 subjek; anak usia 1-2 tahun, 2
subjek; dan anak usia 2-3 tahun, 2 subjek.
Metode dan Teknik Pengumpulan Data

6
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. 1984). Hal. 22-23
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode simak dan metode cakap. Metode pertama yang digunakan oleh peneliti
adalah metode simak. Adapun teknik yang digunakan dalam rangka melaksanakan
metode simak itu adalah teknik catat dan teknik rekam. Dari catatan dan/atau
rekaman pertuturan itulah data diperoleh sebagai bahan jadi penelitian pemerolehan
bahasa pertama anak.
Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, instrumennya adalah peneliti yang berbekal teori
pemerolehan bahasa dibantu dengan metode simak dan cakap. Selanjutnya, ketika
penelitian semakin jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan menjadi penelitian
instrumen sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan
yang telah ditemukan melalui observasi (Sugiyono, 2012: 223- 224). Peneliti telah
melihat bagaimana perkembangan bahasa anak-anak di kehidupan sehari-harinya.
Hal tersebut bisa memudahkan peneliti dalam mengupayakan hasil penelitian secara
maksimal.
Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini mengacu pada
kajian analisis deskripstif. Analisis deskriptif yang dimaksud adalah analisis dengan
merinci dan menjelaskan secara panjang lebar keterkaitan data penelitian dalam
bentuk kalimat (Nurastuti, 2007: 203).

Hasil Penelitian dan Pembahasan


Hasil Penelitian
Dari hasil klasifikasi menunjukan ada beberapa tahapan pemerolehan bahasa
periode usia 0 s.d 3 tahun, diantaranya menangis, mendekur, meraban, pola intonasi,
tuturan satu kata, tuturan dua kata, infleksi kata, dan kalimat tanya ingkar. Dengan
adanya tingkatan pemerolehan bahasa itu, peneliti bisa mengetahui bahwa data-data
yang ada sudah sesuai dengan tahapan pemerolehan bahasa. Kemudian, setelah
mengetahui tahapan pemerolehan bahasa, peneliti ingin juga mengetahui
pemerolehan bahasa anak usia 0 s.d 3 Tahun pada aspek – aspek bahasa pada setiap
percakapannya atau bunyi yang dikeluarkan oleh anak pada saat percakapan terjadi.
Aspek- aspek bahasa itu dilihat dan dan di teliti pada tataran (1) fonologi, (2)
morfologi, (3) sintaksis, dan (4) diksi. Data yang dianalisis oleh peneliti adalah
pemerolehan bahasa pada anak usia 0 sampai 3 tahun. Data diambil dari pengamatan
peneliti tentang pemerolehan bahasa anak di Panti Asuhan dan kalangan keluarga
selama tiga bulan periode Januari – Mei 2015. Terdapat 5 subjek yang dianalisis
dalam penelitian ini oleh peneliti. Anak usia 0 – 1 tahun, 1 subjek; anak usia 1-2
tahun, 2 subjek; anak usia 2-3 tahun, 2 subjek. Ada sekitar 30 tuturan yang dianalisis
dalam penelitian ini.
Pembahasan
Pada penelitian ini terdapat banyak aspek-aspek yang mengulas tentang
pemerolehan bahasa anak, seperti aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi.
Adapun aspek utama dalam penelitian ini yaitu tahap-tahap perkembangan bahasa
pada anak menurut teori Aitchison dalam Harras dan Andika (2009: 50-56). Menurut
Aitchison, perkembangan bahasa dibagi kedalam beberapa kelompok yaitu usia 0,3
(mulai dapat meraban), usia 0,9 (mulai terdengar pola intonasinya), usia 1,0 (dapat
membuat kalimat satu kata), usia 1,3 (haus akan kata-kata), usia 1,8 (menguasai
kalimat dua kata), usia 2,0 (dapat membuat kalimat empat kata, dapat membuat
kalimat negatif, menguasai infleksi, pelafalan vokal telah sempurna), usia 3,6
(pelafalan konsonan mulai sempurna), usia 4,0 (penguasaan kalimat secara tepat,
tetapi masih terbatas), usia 5,0 (konstruksi morfologis telah sempurna), usia 10,0
(matang berbicara). Namun peneliti menggunakan teori tersebut dimulai dari
pemerolehan meraban hingga pelafalan konsonan mulai sempurna atau usia 0-3
tahun.
Penelitian yang digunakan untuk meneliti perkembangan bahasa anak
tentunya tidak terlepas dari pandangan, hipotesis, atau teori psikologi yang dianut.
Dalam hal ini sejarah telah mencatat adanya tiga pandangan atau teori dalam
perkembangan bahasa anak yaitu pandangan (1) pandangan nativisme (2) pandangan
behaviorisme, (3) pandangan kognitivisme. Dalam penelitian ini peneliti mengkaji
bahwa data yang dianalisis sesuai dengan hipotesis-hipotesis yang dikemukakan oleh
beberapa ahli. Seperti yang diungkapkan oleh Chomsky. Menurut Chomsky anak
dilahirkan dengan dibekali “alat pemerolehan bahasa” Language Acquistion Device
(LAD). Alat ini merupakan pemberian biologis yang sudah diprogramkan untuk
merinci butir-butir yang mungkin dari suatu bahasa. LAD dianggap sebagai bagian
fisiologis dari otak yang khusus untuk memproses bahasa, tidak punya kaitan dengan
kemampuan kognitif lainnya. Bukti yang mendukung dengan teori ini adalah anak
sering mengakatakan hal-hal garamatikal misalnya pada data (7) ketika anak
mengakatakan kata bobo.. bobo dan pada data (9) ketika anak mengatakan iniiii...
maaa.
Hipotesis mengenai LAD itu sebagai alat untuk memperoleh bahasa oleh
anak-anak semakin memperkuat fakta-fakta yang telah diamati oleh para ahli dalam
bidang pemerolehan bahasa yang mendukung hipotesis tersebut. Misalnya, satu fakta
yang jelas mendukung LAD ialah keadaan masukan, yaitu ucapanucapan yang
didengar oleh anak di lingkungannya. Ucapan-ucapan tersebut penuh dengan
pembukaan kata yang salah, kesalahan gramatikal, dan lain-lain. Namun, anak-anak
memperoleh juga bahasa pertamanya. Bahasa yang diperoleh anakanak dalam
keadaan yang beragam walau bagaimanapun bentuknya. Anak-anak tidak mungkin
mendapatkan aspek-aspek bahasa seperti fonologi, morfologi, sintaksis, dan diksi
jika tidak dianugerahkan dengan suatu mekanisme nurani yang khusus untuk
berbahasa.
Perkembangan ujaran yang penliti dapatkan dari hasil observasi anak usia 0-1
tahun adalah Banyak bunyi yang dikeluarkan oleh anak tetapi tidak semuanya
mempunyai wujud di dunia sekelilingnya. Mula-mula ujaran yang mucul yaitu bunyi
vokal. Anak sering mengelurakan bunyi vokal seperti a,i,u,e dan o. Ketika masuki
usia 1-2 tahun bunyi konsonan sudah mulai membetuk dalam ujran anak misalnya
anak mengakatan kata mama dan papa. Anak usia 1-2 tahun merupakan usia yang
paling menonjol dalam pemerolehan bahasanya. Usia 2-3 tahun merupakan masa
anak yang mampu mengujarkan apa yang dilihatnya atau diucapkannya. Pelafalan
konsonan dan vokal sudah sempurna, walaupun peneliti kerap kali menjumpai bahwa
anak masih belum sempurna dalam mengujrakan kata yang diucapkannya. Mislanya
saja kata kereta diucapakan keeta.
Perkembangan sosial dan komunikasi yang dipeoleh pada observasi adalah
usia 0-1 tahun komunikasi anak hanya sebatas memberikan senyuman dan tatapan
mata dari anak yang merupakan bentuk interaksinya kepada lingkungan disekitarnya.
Adapaun reaksi anak usia ini adalah menyerukan bunyi cooing dalam interaksinya.
Peneliti berasumsi bahwa anak memberikan respon kepada lingkungan yang
dilihatnya. Pada usia1-2 tahun perkembangan sosial dan komunikasinya mulai
beragam, peneliti melihat bahwa anak lebih tertatik dalam hal yang menjurus ke arah
permainan. Sesuai dengan kajian teori, dalam hal ini anak mulai masuk kedalam
tahap pola gilir interaksi sosial, artinya anak sudah mengerti kapan ia harus bereaksi
dalam berinteraksi. Misalnya saja dalam permainan “Ci Luk Ba”. Pada permainan ini
anak mengerti kapan harus memberi respon terhadap objek yang dilihatnya. Pada
usia 2-3 tahun interaksi sosial anak sudah masuk ke fase pertanyaan. Peneliti
meninjau anak yang usia 2-3 tahun lebih aktif dalam berkomunikasi dalam
lingkungannya. Anak akan bertanya apa yang dilihatnya, menyentuh apa yang
menurut mereka menarik.
Pada penelitian ini peneliti mengamati proses perkembangan akuisisi bahasa
pada anak. Pada tahap awal tidak ada kontrol terhadap pola tingkah lakunya
termasuk tingkah laku berbahasa. Vokal anak dan otot-otot bicaranya bergerak
refleks. Ketika usia anak menginjak 0-3 bulan otaknya berkembang dan mengatur
mekanisme syaraf sehingga dengan demikian gerakan refleks tadi sudah dapat
dikontrol. Refleks itu berhubungan dengan gerakan lidah, atau mulut. Misalnya anak
akan mengedipkan mata kalau cahaya berubah-ubah atau bibirnya akan bergerak-
gerak apabila sesuatu yang disentuhkan pada bibirnya. Hal tersebut awalnya bukan
untuk berkomunikasi, melainkan si anak sedang mengalami proses perkembangan
fisik yang akan menunjang perkembangan akuisisi bahasa di tahap selanjutnya.
Ketika peneliti melakukan observasi terhadap subjek penelitian hal pertama
yang dilakukan oleh peneliti adalah melakukan pengamatan, berinteraksi langsung
dengan subjek dan menjadi pihak ketiga subjek peneliti sedang berintekasi dengan
mitra tuturnya. Secara keseluruhan, penelitian ini merupakan bentuk proses tahap
pemerolehan bahasa anak terutama usia 0-3 tahun. Pada penelitian ini peneliti
mengelompokan hasil pengambilan ke dalam beberapa kategori yaitu (1) Usia 0-1
tahun, (2) Usia 1-2 tahun, dan (3) Usia 2-3 tahun. Peneliti menemukan beberapa
tahapan pemerolehan bahasa dalam kategori usia anak sesuai dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Aitchison. Tahapan tersebut terdiri dari 7 tahap perkembangan
bahasa anak.
Pada usia 0-1 tahun tahap kemampuan bahasa anak yang ditemukan oleh
peneliti yang sesuai dengan pendapat Aitchison adalah tahap meraban. Pada tahap
meraban tersebut yang sesuai dengan pendapat Aitchison adalah anak mulai
menangis, batuk, sendawa, tertawa, mengigau, dan mendengkur. Secara keseluruhan
meraban merupakan bunyi konsonan akan muncul pada waktu anak itu mendekur
dan ketika anak mendekati enam bulan, ia masuk pada tahap meraban. Secara
impresif anak menghasilkan vokal dan konsonan secara serentak.
Pada usia 1-2 tahun kemampuan bahasa anak yang berkembang adalah
terdengarnya pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, dan infleksi kata. Pola
intonasi merupakan tiruan suara anak yang diperoleh dari apa yang didengarnya.
Pada usia 1-2 tahun kemampuan bahasa anak yang berkembang adalah terdengarnya
pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua kata, dan infleksi kata. Pola intonasi
merupakan tiruan suara anak yang diperoleh dari apa yang didengarnya. Contohnya
adalah
(5) Anak : “babababa... papaaa”
Mitra Tutur : cilukba?
Anak : “ihhi eeuuhh maaaa”
Mitra Tutur : adek ini ngoceh apa?
Pada data (5) ini merupakan proses pola intonasi suara yang hampir mirip
dengan bunyi vokal /a/, /u/ dan sedikit terdengar kata konsonan /h/. Mitra tutur
memancing dengan suaranya. Hasilnya anak akan merespon suara tersebut dan
meniru apa yang dikatakan oleh mitra tuturnya. Selanjutnya adalah proses tahap
perkembangan bahasa tahap tuturan satu kata. Jumlah kata yang diperoleh bervariasi
tergantung masing-masing anak. Biasanya variasi berupa kata mama, papa, meong.
Ketika berkomunikasi, anak hanya menggunakan tuturan satu kata dalam nejawab
pertanyaan dari mitra tuturnya. Ini sesuai dengan pendapat Aitchison, dalam
penelitian, peneliti berasumsi bahwa ketika anak berusia 1-2 tahun anak akan
menjawab pertanyaan dengan satu kata, dan menggunakan kata yang sama dalam
setiap jawabannya. Misalnya seperti data dibawah ini.
(7) Ibu : Ci Luk Baa
Anak : hahaaauuuu..eeehh..
Ibu : Dede jangan keluar!!
Anak : baba... baba
Ibu : sini dede bobo ya?
Anak : bobo...
Ibu : bobo ma mama ya?
Anak : gaa...
Ibu : kok engga de?
Anak : bobo... bobo..
Setelah anak melewati proses tuturan satu kata, satu bulan berikutnya anak
mulai memperoleh tuturan dua kata yang sesuai dengan pendapat Aitchison. tuturan
dua kata yang dimaksud adalah yaitu mengucapkan kata-kata yang mengandung arti
paling penting. Tuturan yang awalnya Ani susu berubah menjadi Ani mau minum
susu. Misalnya seperti data berikut.
(11) Ibu : bilang sama papa pinjam..
Anak : ijemmm... ijemmm
Ibu : icel mau minta?
Anak : itahhh.. itahhh
Ibu : icel udah makan?
Anak : utahh mam..
Data diatas merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Pada kedua data tersebut jelas bahwa data (11) pengucapan anak sudah
menggunakan dua kata ketika anak berusia 2 tahun. Dapat dilihat ketika anak
mengucapkan kata “ijemm.. ijemm..” dan “udah mam”.
Berikutnya adalah pemerolehan bahasa infleksi kata. Dalam bahasa
Indonesia, kata yang biasanya muncul ialah afiks, misalnya anak sebelumnya hanya
mengatakan Kakak mukul adik menjadi Kakak memukul adik atau Adik dipukul
kakak. Dalam tahap ini pun anak mulai memperoleh kata majemuk, seperti orang tua,
namun pemerolehan tersebut tidaklah signifikan karena kemampuan setiap anak
bervariasi. Menurut Aitchison dalam Harras dan Andika (2009: 50-56) secara
gradual, kata-kata yang dianggap remeh atau tidak penting mulai digunakan. Infleksi
kata juga mulai digunakan. Kata-kata yang dianggap remeh dan infleksi itu mulai
merayap diantara kata benda dan kata kerja yang digunakan oleh anak. Dalam
penelitian ini peneliti menemukan beberapa infleksi anak yaitu ketika anak
mengucapkan kata mulu. Kata mulu oleh anak diucapkan berulang-ulang disetipa
perkataan yang diucapkannya. Anak sudah terbiasa dalam menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan kepadanya dan menjawab dengan baik. Anak sudah
memahami makna kata yang didengar atau yang diucapkannya. Pengucapan kata
konsonan masih sulit, terutama pada huruf konsonan /r/ dalam kata marah dikatakan
menjadi malah.
Pada usia 2-3 tahun kemampuan berbahasa anak mulai meningkat. Dalam
tahap perkembangan bahasa pendapat Aitchison, usia 2-3 tahun merupakan tahap
kalimat tanya dan ingkar. Pada saat penelitian, peneliti menemukan beberapa data
mengenai kalimat tanya dan ingkar misalnya ketika anak berkomunikasi
menggunakan kalimat tanya seperti yang dijelaskan pada data (29) misalnya, anak
berkata “ni apa?”, “alon itu ya?”. Ucapan anak tersebut merupakan bentuk dari tahap
kalimat tanya dan ingkar.
Secara keseluruhan pada penelitian ini, proses pemerolehan bahasa anak
sangat sesuai dengan teori dari Aitchison. Proses perkembangan bahasa harus
dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini, peneliti menggunakan tahap perkembangan
bahasa dari mulai meraban hingga kalimat tanya ingkar yang dibatasi dengan subjek
penelitian usia 0-3 tahun.
Adapun aspek-aspek yang mendukung dan berkaitan dnegan pemerolehan
bahasa yakni aspek kebahasaan yang meliputi pemerolehan fonologi, morfologi,
sintaksis, dan juga diksi.
Hal terpenting ketika anak mulai berbahasa adalah ketika anak melewati
proses fonologi. Pada saat dilahirkan, anak hanya memiliki sekitar 20% dari otak
dewasanya. Pada umur 6 minggu, anak mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang mirip
dengan bunyi konsonan atau vokal. Bunyi –bunyi ini belum dapat dipastikan
bentuknya karena memang belum terdengar dengan jelas. Proses mengeluarkan
bunyi-bunyi seperti ini dinamakan cooing, yang telah diterjemahkan menjadi dekutan
(Dardjowidjojo 2000: 63). Anak mendekutkan bunyi-bunyi yang beragam dan belum
jelas identitasnya. Setelah melewati pemerolehan fonologi, anak mulai memasuki
pemerolehan lainnya, seperti pemerolehan morfologi. Dalam prosesnya, anak lebih
banyak memperoleh bentuk morfem, baik morfem bebas dalam bentuk kata, maupun
dalam bentuk morfem terkait. Namun pemerolehan tersebut sering berupa morfem
bebas berupa bentuk dasar. Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang mengandung
makna. Ketika melakukan penelitian, peneliti hanya menemukan sebagian kecil
ketika anak memperoleh bentuk prefiks, infiks dan sufiks dalam setiap pengucapan
katanya karena secara teori yang ada bentuk-bentuk imbuhan tersebut akan lancar
digunakan oleh anak ketika usia sudah menginjak empat tahun.
Selanjutnya adalah aspek mengenai sintaksis. Sintaksis pada anak adalah
anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata. Dalam bidang sintaksis,
anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu kata (atau bagian kata). Kata ini,
bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena ia belum dapat
mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat
itu disebut Ujaran Satu Kata (USK). Setelah melewati fase Ujaran Satu Kata, anak
melanjutkan ke tahap dua kata atau Ujaran Dua Kata (UDK). Dalam bentuk
sintaksisnya, USK sangat sederhana karena memang hanya terdiri dari satu kata saja,
bahkan untuk bahasa seperti bahasa indonesia hanya sebagian saja dri kata yang
diucapkan. Namun dalam segi semantik, USK adalah kompleks karena satu kata ini
bisa memiliki lebih dari satu makna.
Aspek diksi juga sangat penting dalam proses perkembangan bahasa anak.
pemerolehan diksi merupakan kemampuan membedakan secara tepat nuansanuansa
makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk
menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok
masyarakat pendengar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa diksi merupakan pilihan
kata yang digunakan oleh penulis, sebagai ungkapan akan daya cipta atau
penyampaian makna agar lebih mudah diterima pembaca. Jenis diksi sangat
beragam, tiap jenis diksi berperan untuk menyampaikan idea atau gagasan seseorang.
Pemilihan diksi yang tepat akan mempermudah penyampaian ide atau gagasan itu
sendiri (Keraf 1984 : 22-23). Jika ditinaju dari pemerelohan bahasa anak, diksi ini
akan menentukan cara komunikasi anak untuk kedepannya. Misalnya anak harus
mengetahui kata-kata apa saja yang harus diucapkan ketika berkomunikasi dengan
mitra tuturnya. Selain itu, diksi juga penentu anak dalam berkomunikasi yang baik
dan benar.
Hambatan hambatan yang dijumpai oleh peneliti adalah keterbatasannya
waktu dalam penelitian. Peneliti tidak bisa melakukan observasi secara berkala
dalam kurun waktu yang berdekatan. Peneliti hanya bisa melakukan observasi 2 hari
dalam setiap minggunya. Selain itu, peneliti juga terhambat oleh faktor psikologis
anak yang sewaktu-waktu bisa berubah. Faktor inilah yang menyebabkan data yang
didapatkan kurang maksimal namun cukup untuk dianalisa dalam penelitian ini.
Subjek penelitian diambil dari beberapa anak yang tinggal di yayasan panti asuhan.

Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan penelitian tentang proses
pemerolehan bahasa anak usia 0 s.d 3 tahun dalam bahasa sehari-hari, peneliti dapat
disimpulkan bahwa pemerolehan bahasa anak usia 0 s.d 3 tahun dikembangkan
melalui beberapa tahap yaitu (1) tahap menangis, (2) tahap mendengkur, (3) tahap
meraban pada usia 0-1 tahun, (4) tahap pola intonasi, (5) tahap tuturan satu kata, (6)
tahap tuturan dua kata, (7) tahap infleksi dan aglutinatif, dan (8) tahap pola kalimat
tanya dan ingkar. Berdasarkan hasil kesimpulan umum tersebut, kemudian disusun
kesimpulan khusus sebagai berikut.
1. Peneliti juga melakukan penelitian tentang pemerolehan bahasa mengenai
aspek-aspek kebahasaan di antaranya adalah aspek fonologi, morfologi,
sintaksis, dan diksi. Pada usia 0-1 tahun pemerolehan fonologi anak muncul
ketika ia lahir yang mengeluarkan bunyi tangisan diikuti dengan bunyi
ocehan-ocehan pada hari-hari berikutnya guna untuk melatih alat bicaranya.
Pemerolehan morfologi yang muncul pada anak adalah adanya morfem bebas
yang diucapkan sebagai bentuk komunikasi atau isyarat kepada lingkungan di
sekitarnya. Pemerolehan sintaksis pada usia 0-1 tahun anak lebih banyak
berkomunikasi menggunakan langit-langit mulut yang membentuk ujaran
satu kata. Ujaran-ujaran yang dikaitkan kepada sintaksis membentuk kata
verba, nomina, dan adjektiva. Sedangkan Pemerolehan diksi pada anak usia
0-1 tahun belum tampak. Anak lebih banyak mengeluarkan ujaran-ujaran
yang belum dapat dimengerti oleh mitra tutur tentang ujaran-ujaran yang
dikeluarkan oleh anak usia 0-1 tahun ini, dalam hal ini mitra tutur hanya
sebatas menafsirkan apa yang di maksud oleh si anak tersebut.
2. Pada usia 1-2 tahun, anak memperoleh aspek fonologi tahap membabel.
Artinya anak mengeluarkan ragam bunyi dan vokalisasinya baik bunyi vokal
maupun bunyi bunyi konsonan. Ragam bunyi itu bersifat sebagai bentuk
melatih alat bicaranya dan juga sebagai bentuk ungkapan anak dalam
berkomunikasi pada lingkungan disekitarnya. Pemerolehan morfologi muncul
pada usia ini anak lebih banyak menggunakan morfem bebas dalam
berkomunikasi dengan mitra tuturnya. Pemerolehan sintaksis yang lebih
dominan pada usia ini yaitu anak sudah mampu mengucapkan ujaran dua kata
bahkan lebih dalam berkomunikasi dengan mitra tuturnya. Bentuk-bentuk
kalimat yang mengandung kata verba, nomina, dan adjektiva sudah mulai
tampak. Sedangkan pemerolehan diksi pada usia 0-1 tahun ini anak lebih
banyak mengamati dan memahami kata-kata yang didengar di lingkunganya
untuk menambah pembendaharaan kosakata anak itu sendiri.
3. Pada usia 2-3 tahun pemerolehan fonologi anak sudah sempurna terutama
pengucapan pada bunyi vokal dan diikuti dengan bunyi-bunyi konsonan
meskipun pada saat anak berkomunikasi masih ada bunyi konsonan dan vokal
yang belum terdengar secara jelas. Morfologi anak usia ini juga kosakatanya
mencapai beberapa ratus kata. Panjang rata-rata tuturan itu dihitung dalam
hubungannya dengan butir-butir gramatikal yang disebut morfem. Morfem
yang paling dominan yaitu morfem bebas, sedangkan bentuk morfem yang
lain hanya beberapa saja yang terdengar. Dalam hal sintaksis, anak sudah
mampu mencapai kalimat rangkaian kata dan kalimat konstruksi yang
kompleks. Peralihan dari kalimat satu kata menjadi kalimat yang terdiri dari
beberapa kata terjadi secara bertahap. Diksi anak mulai sangat menonjol
ketika anak berusia 3 tahun, karena ketika usianya masih 0-2 tahun anak lebih
banyak mendengar dan meniru kata-kata yang diucapkan dalam
lingkungannya dan secara tidak langsung anak sudah memperoleh kosakata
yang banyak untuk berkomunikasi di tahap selanjutnya. Ketika anak
menggunakan diksi berarti anak sudah mampu menyampaikan gagasan-
gagasan yang ingin diungkapkanya kepada mitra tutur saat berkomunikasi.
Saran
Berdasarkan hasil temuan yang telah diuraikan dalam penelitian ini, ada
beberapa saran yang perlu diperhatikan.
1. Bagi penelitian lanjutan, penelitian ini hanya membahas pemerolehan bahasa
anak dari usia 0 s.d 3 tahun. Apabila jika ditinjau dari ilmu psikolinguistik,
masih banyak aspek yang belum dibahas dalam penelitian ini, misalnya saja
tentang pemerolehan bahasa pada usia pra sekolah.
2. Bagi masyarakat khususnya yang memiliki anak usia balita, sebaiknya lebih
memperhatikan perkembangan dan pemerolehan bahasa anak. Lebih peka dan
teliti dalam mengajarkan tata bahasa kepada anak terutama saat
berkomunikasi dengan anak itu sendiri. Karena setiap usia anak berlanjut
pemerolehan bahasa anak juga akan meningkat dan pemerolehan kosakata
anak juga akan bertambah banyak dan kosakata tersebut lebih banyak
didapatkan pada lingkungan tempat tinggal.

Daftar Pustaka
Andika, Dutha Bachari dan Kholid A. Harras. 2009. Dasar-dasar Psikolinguistik
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
___________. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
Dardjowidjojo, Soenjono. 2000. Echa: Kisah Pemerolehan Bahasa Anak Indonesia.
Jakarta: Grasindo.
Lowenthal, F et al Ed. 1982. Language and Language Acquisition. New York-
London: Plenum Press.
Pateda, Mansoer. 1990. Aspek-aspek Psikolinguistik. Flores-NTT: Nusa Indah
Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian: Sebuah Pengenalan dan
Penuntun Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Wiranta, I Made. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: ANDI
Yogyakarta.
Nurastuti, Wiji. 2007. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Ardana Media.

Anda mungkin juga menyukai