Anda di halaman 1dari 10

Pemerolehan Bahasa pada Anak Usia 2 Tahun 5 Bulan

Atik Rahayu
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jenderal Soedirman
rahayuatik13@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemerolehan bahasa pada anak
usia 2 tahun 5 bulan. Pemerolehan anak usia 2,5 tahun dikaji pada tataran fonologi, dan
sintaksis. Penelitian ini menggunakan rancangan deskriptif. kualitatif Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah obserasi dengan teknik simak libat cakap.
Data dalam penelitian ini adalah tuturan anak usia 2 tahun 5 bulan. Langkah-langkah
yang dilakukan dalam mennganalisis data antara lain: mengamati ujaran yang
dilontarkan subjek; hasil pengamatan kemudian dicatat dan ditranskripsikan; melakukan
pengumpulan data yang kemudian diproses; dan menarik suatu kesimpulan. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pada tataran fonologi, subjek belum dapat
mengujarkan fonem /r/, /s/, /n/, /i/ dan /b/. Pada tataran sintaksis, peneltiti menemukka
subjek penelitian telah mampu mengujarkan empat jenis kalimat, yaitu kalimat
deklaratif, interogatif, imperatif, dan eksklamatif. Kata yang dikuasai merupakan kata
yang dekat dengan lingkungan anak.
Kata Kunci: Pemerolehan Bahasa Anak; Fonologi; Sintaksi

PENDAHULUAN
Bahasa merupakan alat komunikasi utama manusia. Bahasa menjadi kebutuhan
yang paling mendasar yang dibutuhkan manusia. Bahasa adalah suatu alat komunikasi
baik itu berbentuk lisan, tulisan, maupun isyarat yang berasal pada satuan simbol atau
lambang. Menurut Chaer bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer
berdasarkan kesepakatan masyarakat penutur asli bahasa yang digunakan untuk
berkomunikasi dan bekerja sama. Bahasa sebagai suatu alat komunikasi dapat dibagi
kembali menjadi satuan-satuan unit tataran yang lebih kecil dan spesifik, yakni fonem,
morfem, kata, dan kalimat. Bahasa memiliki fungsi yang sangat besar dalam kehidupan
sehari-hari khususnya di masyarakat. Setiap individu memerlukan bahasa agar dapat
terhubung antara satu sama lain atau saling berkomunikasi atau bersosialisasi dengan
individu lain. Dengan adanya bahasa, orang akan mampu untuk saling memahami,
menghargai, dan berinteraksi dengan sesamanya. Kita dapat memahami maksud dan arti
perkataan orang lain dengan baik melalui bahasa.
Bahasa diperoleh anak sejak ia pertama kali terlahir kedunia. Pemerolehan
bahasa merupakan proses alamiah yang dialami oleh individu selama masa
perkembangan bahasanya. Pemerolehan bahasa merupakan proses amat panjang yang
akan dilalui anak sejak ia belum mengenal bahasa hingga ia fasih dalam menuturkan
bahasa. Proses pemerolehan bahasa anak dimulai ketika ia mulai bersentuhan langsung
dengan bahasa, dalam proses ini anak mulai menyerap bahasa pertama mereka atau
yang lebih dikenal dengan bahasa ibu (native language). Chaer dan Agustina
menjelaskan bahwa bahasa ibu merupakan suatu sistem bahasa yang pertama kali
dipelajari oleh anak secara natural yang berasal dari bahasa orang tuanya maupun
keluarga yang membesarkannya. Bahasa ibu merupakan bahasa pertama yang anak
kuasai yang dihasilkan akibat interaksi seorang anak dengan keluarganya maupun
lingkungan masyarakat disekitar anak tinggal. Anak akan mempereloh bahasa lain atau
yang lazim disebut dengan bahasa kedua setelah mereka mendapatkan bahasa ibu
sebagai bahasa pertama mereka, sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan sosial
anak dalam tumbuh kembangnya, akan masuk berbagai khazanah pengetahuan baru
termasuk dalam bidang bahasa.
Seorang anak tidak serta merta akan secara tiba-tiba mampu menguasai bahasa
dengan sempurna termasuk dalam kaidah-kaidah kebahasaannya. Proses pemerolehan
bahasa anak terjadi melalui tahapan yang diperlukan sampai anak mampu berbahasa
secara fasih, yaitu saat tuturan anak mampu dipahami dan memahami ketika ia
berkomunikasi dengan lawan tutur, serta ketika anak telah pada tahap mampu
memahami dengan baik kaidah dan tata bahasa pertamanya. Yogatama menyatakan
bahawa pemerolehan bahasa pertama anak sangat erat kaitannya dengan perkembangan
sosial mereka dan pembentukan identitas kemasyarakatan mereka. Mempelajari sebuah
bahasa yaitu bahasa pertama sama halnya dengan proses perkembangan anak untuk
menjadi anggota suatu masyarakat. Menurut Tarigan (Tarigan, 1988), pemerolehan
bahasa merupakan proses kepemilikan penguasaan berbahasa, baik pemahamannya
maupun pengungkapan secara naluriah, dimana dalam hal ini proses pemerolehan
bahasa tidak melalui proses pembelajaran secara resmi. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat Darjowidjojo (Dardjiwidjojo, 2003), yang menyatakan bahwa proses
pemerolehan bahasa merupakan proses anak memperoleh bahasa secara natural ketika
anak mempelajari bahasa ibu atau bahasa pertama mereka.
Proses pemerolehan bahasa anak berjalan secara berkesinambungan, berawal
dari satu-kesatuan ujaran kecil yang kemudian berkembang secara kompleks. Dimulai
dari ujaran-ujaran sederhana seperti kata hingga mereka mampu menyusun dan
menggabungkan kata menjadi suatu ujaran berarti berupa kalimat yang lebih rumit.
Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa, apabila pemerolehan bahasa
didapatkan anak secara alami, tanpa disengaja melalui interaksi mereka dengan bahasa
itu sendiri, berbeda dengan pembelajaran bahasa yang prosesnya lebih bersifat formal
dan lebih mendalam termasuk di dalamnya mempelajari mengenai kaidah-kaidah
kebahasaan. Pemerolehan bahasa pada anak merupakan suatu proses yang luar biasa.
Itulah mengapa telah banyak dilakukan berbagai penelitian pada rentang dekade ini
untuk meniliti proses konkret pemerolehan bahasa pada anak. Pun perlu kita ketahui,
bahwa pemerolehan bahasa pada anak merupakan suatu proses yang bayak ditentukan
dari hubungan rumit dimensi-dimesi kematangan kognitif, biologis, dan sosial.
Menurut Dajdjowidjojo (2000) saat anak berusia satu tahun, mereka mulai
mampu mengujarkan satu kata. Pada usia ini anak mulai mengujarkan kata sederhana
yang ia peroleh dari lingkungan sekitarnya, namun kadang kala ujaran tersebut masih
terdengar tidak jelas. Orang tua harus mampu memahami arti dari ujaran sang anak,
yang mungkin kadang sukar dimengerti. Darjdowidjojo berpendapat, seorang anak
dikatakan mampu mengusai kata pertamanya, ketika kata tersebut merupakan kata yang
umum diketahui dan merujuk pada suatu objek. Contoh ketika anak mulai mampu
memangil orang tua mereka seperti ujaran ‘pah’ yang merujuk pada kata ‘papah atau
‘mah’ yang merujuk pada kata ‘mamah’.
Pada usia dua tahun anak mulai dapat menuturkan dua kata atau lebih, mereka
juga telah mampu merespon lawan bicaranya, serta masuk dalam percakapan singkat
(Dajdjowidjojo 2000). Kendati demikian, lingkungan juga mempengaruhi kemampuan
berbahasa anak. Anak yang rutin terpapar atau diberikan stimulus berupa ujaran-ujaran
cenderung lebih cepat menguasai banyak perbendaharaan kata. Maka pada usia 2-3
tahun keterampilan berbahasa anak dapat semakin luar biasa. Pada akhir tahap ini, anak
mulai mampu bertanya dan meminta sesuatu. Selain keterampilan menuturkan dua kata,
pada tahap ini anak juga mampu menuturkan kombinasi informasi lama dan baru yang
mereka dapatkan, kreativitas anak dalam berbahasa akan mulai semakin nampak.
Penelitian ini akan mendeskripsikan bagaimana proses pemerolehan bahasa pada
anak usia 2 tahun 5 bulan. Menurut teori kognitif Jean Piaget pada usia 2 tahun anak
telah berada pada tahap operasional, yaitu selama periode tersebut anak telah mampu
berpikir pada tahap simbolik tetapi belum menggunakan operasi kognitif, yang berarti
anak belum bisa menggunakan logika mereka atau mengubah, memisahkan, maupun
menggabungkan ide atau gagasan. Melalui penelitian ini, penulis ingin meneliti lebih
lanjut mengenai pemerolehan bahasa anak pada usia 2,5 tahun dalam tataran fonologi,
sintaksis, dan semantik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
pemerolehan bahasa pada anak usia 2 tahun 5 bulan. Sudah banyak penelitian terdahulu
terkait dengan pemerolehan bahasa pada anak usia 2 tahun, salah satunya penelitian
yang dilakukan oleh Prima Gusti Yanti (2016) dengan judul Pemerolehan Bahasa
Anak: Kajian Aspek Fonologi Pada Anak Usia 2-2,5 Tahun. Pada penelitian terdahulu,
Prima hanya berfokus pada pemerolehan bahasa anak dalam tataran kajian fonologi
saja. Adanya peneltiian terdahulu memotivasi penulis untuk melakukan penelitian
lanjutan. Melalui penelitian ini, penulis akan meneliti pemerolehan bahasa anak usia 2
tahun pada tataran fonologi dan sintaksis. Diharapakan dapat ditemukan temuan-temuan
baru terkait dengan pemerolehan bahasa anak pada usia 2 tahun 5 bulan.
METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Menurut Nazir (2011) metode deskriptif merupakan metode yang
digunakan untuk meneliti suatu kelompok manusia, subjek, atau pemikiran pada masa
sekarang. Metode deskriptif ini digunakan penulis untuk mengumpulkan data,
mendeskripsikan data, menganalisis, sampai pada tahap menyimpulkan sebagai jawaban
dari rumusan masalah penelitian. Metode deskriptif dipilih karena metode ini sangat
cocok digunakan, guna mmberikan gambaran secara cermat terkait hasil penelitian.
Kemudian, menurut Rukajat (2018: 4) berpendapat bahwa penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang hasil akhirnya tidak didapat melalui proses kuantitatif,
perhitungan statitik, atau cara lain yang menggunakan angka sebagai pengukurannya.
Selain itu, penelitian kualitatif juga tidak hanya berfokus pada hasil akhir, tetapi juga
pada proses penelitian.
Sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah ujaran dari subjek
penelitian yang kemudian ditranskripsikan. Subjek dari penelitian ini merupakan anak
bernama Gala Sky Ardiansyah yang merupakan putra dari pasangan artis, mendiang
Vanessa angel dan Bibi Ardiansyah. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengamati
anak yang menjadi subjek penelitian melalui video-video dari kanal youtube yang
diunggah oleh akun Youtube Fuji an. Penelitian ini menggunakan teknik simak libat
cakap. Peneliti menyimak ujaran yang diucapkan subjek. Data dicatat dan dikumpulkan
dengan cara mengamati dan memahami bahasa yang diujarkan subjek penelitian.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam mennganalisis data antara lain: mengamati
ujaran yang dilontarkan subjek; hasil pengamatan kemudian dicatat dan
ditranskripsikan; melakukan pengumpulan data yang kemudian diproses; dan menarik
suatu kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Subjek penelitian ini merupakan Gala Sky Ardiansyah. Subjek penelitian berusia
2 tahun 5 bulan terhitung saat penelitian ini dilakukan. Subjek penelitian merupakan
anak dari pasangan artis ibu kota Vanessa angel dan Bibi Ardiansyah. Peneliti memilih
subjek tersebut, dikarenakan video atau vlog keseharian subjek rutin diunggah di kanal
Youtube pribadi keluarga subjek, sehingga memudahkan peneliti dalam mencari sumber
data. Bahasa pertama dari subjek penelitian adalah Bahasa Indonesia. Tuturan dari
subjek penelitian akan ditranskripkan, dimana dalam setiap peritiwa tutur yang
diperlihatkan akan terdapat inisial nama-nama tokoh yang turut dalam percakapan.
Pemerolehan dalam Tataran Fonologi

Peristiwa Tutur 1 G: Miniyong, ni ada miniyong (minion)


F: Bilang, Gal, belanja bulanan. I: Mana minion, oiya.
G: Buwanan. Peristiwa Tutur 2
F: Belanja bulanan. F: Yuk, kita liat ikan aja, yuk.
G: Buwanan. G: Liyat ikang nah? (Lihat ikan dimana?)
F: Gala mau buah ga? F: Tuh, tapi udah mati.
G: Wuah wuah (buah buah) G: Manah?
F: Wah ada sosis, Gal. ambil sosis. F: Tuh ikannya lagi dipotong.
G: Socis. G: Ikang
F: Gala mau belanja apa? F: Bilang ikan I love you.
G: Yuppu Dalam tataran fonologi, penulis
mentranskripsikan ujaran dalam bentuk
F: I love you too fonetis dan teks. Hasil analisis dalam
G: Ikang. tataran fonologi dapat disimak dalam
hasil pembahasan di bawah ini.
Peristiwa Tutur 3
Pada peristiwa tutur di atas,
F: Lagi satu doang?
terdapat beberapa bunyi bahasa yang
G: Udah, gala udah anyak (banyak). mengalami perubahan fonem. Ada
satuan fonem yang lesap atau
I: Iya, Gala udah ambil banyak.
mengalami pengurangan, seperti pada
G: Anyak, Da apani Da? (Ida apa ini kata bulanan, fonem /l/ merubah
Ida?) menjadi fonem /w/. Kata buah, fonem
I: Stroberi. /b/ berubah menjadi /w/. Kata minion,
fonem /n/ berubah menjadi /ŋ/. Kata
G: Tobeyi, mana beyi? sosis, fonem /s/ berubah menajadi /c/.
Kata stroberi, fonem /r/ menjadi /y/.
Perubahan fonem /b/ menjadi /w/ dapat terjadi akibat anak yang belum dapat
menucapkan bunyi bilabial dengan cara artikulasi hambat dengan jelas seperti pada
bunyi fonem /b/. Meskipun fonem /b/ dan /w/ sama-sama termasuk ke dalam bunyi
bilabial tetapi kedua fonem tersebut memiliki cara artikulasi yang berbeda. Jika
fonem /b/ memiliki cara artikulasi hambat (artikulator menutup sepenuhnya aliran
udara, sehingga udara tersumbat di belakang tempat penutupan) sedangkan fonem /w/
memiliki cara artikulasi hampiran (artikulator aktif dan pasif membentuk ruang yang
mendekati posisi terbuka seperti vokal, tetapi masih belum cukup sempit untuk
mengasilkan geseran) (Chaer, 2014). Dalam kasus ini, subjek belum mampu
mengucapkan fonem dengan artikulasi hambat.
Perubahan fonem /n/ yang berubah menjadi fonem /ŋ/ pada kata minion yang
dituturkan subjek, dapat terjadi akibat subjek yang belum dapat menuturkan bunyi
laminoalveolar, yaitu konsonan yang terjadi saat daun lidah menempel pada gusi seperti
dalam bunyi /n/. Sehingga bunyi tersebut berubah menjadi bunyi /ŋ/ yang merupakan
bunyi dorsovelar, yaitu saat pangkal lidah bertemu langit-langit lunak. Hal ini dapat
terjadi karena anak usia di bawah lima tahun masih belum lengkap artikulasinya
sehingga terjadi perubahan fonem. Hal ini sejalan dengan pernyataan Mhd. Johan dalam
jurnal penelitiannya (Johan, 2016) yang menyatakan bahawa anak di bawah umur lima
tahun masih sulit dalam melafalkan fonem dikarenakan fungsi artikulasi anak dalam
menuturkan fonem masih belum lengkap. Hal tersebut yang menyebabkan banyak
perubahan fonem dalam tuturan subjek penelitian.
Selain itu perubahan fonem /r/ menjadi /y/ pada kata stroberi terjadi karena
kebanyakan anak usia 2 tahun masih belum dapat mengucapkan bunyi /r/ dengan
sempurna. Bunyi /r/ yang merupakan bunyi apikoalveolar, yaitu bunyi yang dihasilkan
oleh ujung lidah dan ceruk gigi masih sulit diucapkan subjek sehingga berubah menjadi
bunyi /y/ yang merupakan bunyi laminopalatal, yaitu bunyi yang dihasilkan antara daun
lidah dan langit-langit keras. Kasus seperti ini juga ditemukan dalam penelitian yang
dilakukan oleh Sonia Ulman (Sonia Ulman, dkk, 2021) yang menemukan bahwa anak
usia 2 tahun mengalami perubahan bunyi /r/ menjadi /y/. Hal tersebut memang lumrah
terjadi karena anak usia 2 tahun masih belum lengkap artikulasinya.
Pemerolehan dalam Tataran Sintaksis
Setelah mengumpulkan data dan dilakukan penelitian, ditemukan sebanyak empat jenis
kalimat yang diujarkan subjek penelitian yang merupakan anak usia 2,5 tahun. Keempat
jenis kalimat tersebut ialah kalimat deklaratif, imperatif, interogatif, dan eksklamatif.
Berikut hasil penelitian pemerolehan bahasa pada anak usia 2,5 tahun berdasarkan
tataran sintaksis.
Kalimat Deklaratif

Peristiwa Tutur 4 Peristiwa Tutur 5


A: Gala lagi apa? A: Gala panggilnya Lusi ya? (Lusi
merujuk pada nama kucing)
G: Gakay ake bajar.
G: Bukang
A: Gala Sky kenapa?
A: Oh, itu bukan Lusi.
I: Gala Sky lagi belajar.
G: Luci di umah.
A: Oh Gala Sky lagi belajar.
A: Oh, Lusi di rumah. Gala sayang
G: Kaka-kaka ni ka!
Lusi?
B: Sini pake warna ungu.
G: Luci buabu.
G: Oi pake walna ungu.
A: Iya, Lusi abu-abu.
A: Ini warna apa? Warna gold.
Kalimat deklaratif merupakan kalimat
G: Walna go.
yang mengandung pernyataan atau
A: Wara gold. maksud memberikan suatu informasi
(peritiwa atau kejadian) kepada mitra
G: Go.
tutur. Menurut Gunawan (2013) kalimat
B: Jangan bikin jelek, kamu ngerusak ni! deklratif merupakan kalimat yang
memiliki fungsi memberikan informasi
G: Ai ucak. (Ai ngerusak)
kepada orang lain.
A: Ngga, Ai jago kok.
Berdasarkan peritiwa tutur 4 di
Oma Gala tiba-tiba lewat samping, yang termasuk dalam kalimat
G: Oma, Oma. deklaratif adalah tuturan (1) Gakay ake
bajar; (2) Oi pake walna ungu; (3) Ai
O: Iya ucak; dan (4) Gala ma Kak Eka. Kalimat
G: Gala ma Ka Eka. (Gala sama Kak tersebut termasuk kedalam kalimat
Beka) deklaratif karena subjek penelitian
memberikan pernyataan berupa informasi
B: Iya, Gala sama Kak Beka.
terkait dengan kegiatan yang tengah ia
lakukan dalam kalimat “Gakay ake bajar”, menirukan informasi yang ia peroleh yaitu
dalam kalimat “Oi pake walna ungu” dan “Ai ucak”, kemudian memberitahukan
informasi dengan siapa ia saat itu, yaitu dalam kalimat “Gala ma Kak Eka”. Beberapa
kalimat tersebut menunjukkan bahwa anak dapat mengujarkan kalimat deklaratif
dengan baik ketika berbicara dengan mitra tutur sesuai dengan informasi yang ia ketahui
dari hal yang tengah terjadi. Informasi tersebut didapat melalui peniruan atau
pengamatan. Sedangkan, dalam peritiwa tutur 5, yang termasuk kalimat deklaratif
adalah tuturan (1) Uci di umah; dan tuturan (2) Luci buabu. Kedua kalimat tersebut juga
termasuk kalimat deklaratif karena berisikan pernyataan berupa informasi terkait
dengan kucing peliharaan subjek penelitian sebagai topik pembicaraan. Subjek
menuturkan kalimat deklaratif dengan baik kepada mitra tutur karena mempunyai
pengetahuan mengani topik yang tengah dibicarakan.
Dalam penelitian ini, kalimat deklaratif merupakan kalimat yang paling sering
diujarkan subjek penelitian. Hal ini sesuai dengan penelitian Yulia Eka (Yulia Eka, dkk,
2019) yang menyatakan bahwa kalimat deklaratif merupakan kalimat yang sering
diucapkan anak dari pada kalimat lainnya. Hal ini dikarenakan anak lebih sering
mengekspresikan atau menuturkan apa yang dia alami dan rasakan. Begitupan dalam
penelitian ini, subjek lebih sering melontarkan kalimat deklaratif untuk memberitahukan
apa yang tengah ia lakukan atau hal-hal yang terkait dengan dirinya.
Kalimat Interogatif

Peristiwa Tutur 6 Kalimat interogatif biasa


dimengerti sebagai kalimat tanya.
F: Lagi satu doang? Menurut Gunawan (2013) kalimat
G: Udah, Gala udah anyak (banyak). interogatif merupakan kalimat yang
fungsinya untuk bertanya. Kalimat
I: Iya, Gala udah ambil banyak. interogatif merupakan kalimat yang
G: Anyak, Da apani Da? (Ida apa ini berupa bentuk pertanyaan dari penutur
Ida?) kepada mitra tutur yang tujuannya
untuk mendapatkan suatu jawaban.
I: Stroberi.
G: Tobeyi, mana beyi? Berdasarkan peristiwa tutur 6 dan
7 di samping, kalimat yang termasuk
I: Itu di situ. kalimat interogatif, antara lain: (1)
Anyak, Da apani Da?; (2) Tobeyi,
Peristiwa Tutur 7
mana beyi?; (3) Liyat ikang nah?; dan
F: Yuk, kita liat ikan aja, yuk. (4) Manah? Keempat kalimat tersebut
termasuk dalam kalimat interogatif
G: Liyat ikang nah? (Lihat ikan dimana?)
karena kalimat 1, 2, 3, dan 4
F: Tuh, tapi udah mati. merupakan kalimat yang diujarkan
G: Manah? subjek penelitian untuk menanyakan
suatu hal kepada mitra tuturnya.
F: Tuh ikannya lagi dipotong. Kalimat 1 berisi pertanyaan subjek
G: Ikang.
mengenai suatu benda yang ia tidak ketahui, kalimat 2, 3, dan 4 berisi pertanyaan subjek
mengenai letak suatu benda.
Kalimat interogatif merupakan kalimat kedua tertinggi yang sering digunakan
subjek penelitian. Hal ini, dikarenakan pada usia di bawah 5 tahun merupakan usia yang
disebut sebagai golden age dimana pada usia ini anak memiliki rasa ingin tahu yang
tinggi yang mendorong anak untuk banyak bertanya dan bereksplorasi. Menurut
Soedjatmiko, Dokter Spesialis Anak menyatakan bahwa anak mengalami
perkembangan otak paling pesat dari ia bayi hingga berumur 3 tahun, maka subjek
penelitian yang kini tengah berusia 2 tahun tengah mengalami perkembangan otak yang
pesat dan berpengaruh terhadap perkembangan kognitif sehingga meningkatkan rasa
ingin tahunya terhadap banyak hal.
Kalimat Imperatif

Peristiwa Tutur 8 Menurut Chaer (2009) kalimat


imperatif merupakan jenis kalimat
G: Kaka ini ni ka. yang meminta pendengar atau
B: Iya pembaca untuk melakukan suatu
tindakan. Menurut Rahardi (2005)
G: Ini kaka ke topeng, wanain duyu ya. kalimat imperatif kalimat yang
B: Diwarnain dulu ya. mengandung maksud memerintah,
menyuruh, meminta atau mengajak
A: Eh ini warna gold. mitra tutur agar melakukan suatu hal
yang diminta penutur. Berdasarkan
G: Ai, eh maman! (Ai eh jangan!)
beberapa pernyataan di atas dapat
A: Hahaha iya ngga. dismpulkan bahwa kalimat imperatif
merupakan jenis kalimat perintah.
B: Ayo Gala Sky ngelukis.
Berdasarka peristiwa tutur 8 di
G: Gakay ngukis. Kak ayus pake ini.
samping, kalimat yang termasuk
B: Harus pake ini? dalam kalimat Imperatif adalah (1) Ini
kaka ke topeng, wanain duyu ya; (2)
G: Iya, Ai kake topeng, kake topeng! Ai, eh maman!; (3) Kak ayus pakee
A: Gala mau pake topeng? ini; dan (4) Iya, Ai kake topeng, kake
topeng. Kalimat 1, 2, 3, dan 4
G: Topeng Ai, Gala kakut, Gala kakut. termasuk dalam kalimat imperatif
A: Kenapa takut? karena subjek penelitian menyururh
mitra tuturnya untuk melakukan hal
B: Karna Ai gapernah mandi, bau. yang ia inginkan. Seperti pada kalimat
G: Ai gapelnah mandi, au. 1, 3, dan 4 subjek penelitian ingin
mitra tuturnya memakai topeng yang
A: Ih ngga, Ai mandi. telah ia warnai. Sedangkan pada
kalimat 2, subjek penelitian melarang
mitra tuturnya untu mewarnai topeng yang tengah ia mewarnai. Dalam penelitian ini,
kalimat interatif cukup sering diucapkan subjek penelitian, namun tidak sesering
kalimat deklaratif dan interogatif.
Kalimat Eksklamatif

Peristiwa Tutur 9 Menurut Rahardi (2005) kalimat


ekslamatif merupakan kalimat yang
G: Ti liat ikang, waa kikang. memiliki maksud untuk menyampaikan
F: Iya liat, Gal, ikannya warna putih. kekaguman. Sedangkan, menurut Alwi
dkk (2010) kalimat ekslamatif atau juga
G: Ikang walna putih. dinamakan kalimat intereksi dalam
F: Iya liat tuh, ikannya berenang. penggunaanya bisa digunakan untuk
menyatakan perasaan kagum atau heran.
G: Ti ikang ti nah (Uti, ikan disanah) Kalimat ekslammatif merupakan jenis
F: Iya tuh, bagus yah ikan-ikanya. kalimat yang memiliki maksud untuk
menggambarkan suatu keadaan yang
G: Bagus ikang nah. menunjukkan perasaan kagum yang
F: Itu ada yang besar banget, Gal, diucapkan penutur maupun lawan tutur.
ikannya. Berdasarkan peristiwa tutur 9 di
G: Manah ikang besal. samping, yang termasuk dalam kalimat
ekslamatif adalah kalimat (1) Ti liat
F: Itu tuh. ikang, waa kikan; dan kalimat (2) Bagus
ikang nah. Kalimat 1 dan 2 termasuk
dalam kalimat ekslamatif, karena kedua kalimat tersebut diujarkan subjek penelitian
untuk menyatakan kekaguman. Kalimat 1 diujarkan subjek penelitian saat ia merasa
kagum melihat ikan di suatu aquarium. Kalimat 2 diujarkan subjek penelitian untuk
menyatakan perasaan suka atau kagumnya terhadap ikan. Dalam penelitian ini, kalimat
ekslamatif termasuk dalam kalimat yang paling jarang diucapkan subjek penelitian.
Subjek penelitian hanya sesekali mengujarkan kalimat jenis ekslamatif ketika melihat
atau membicarakan hal-hal menyenangkan yang ia sukai atau kagumi.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian terkait pemerolehan bahasa pada anak usia 2,5
tahun, dapat disimpulkan pada tataran fonologi didapatkan bahwa anak suai 2,5 tahun
masih belum mampu mengujarkarkan fonem /l/, /b/, /n/, /s/, dan /r/ dengan benar. Anak
usia 2,5 tahun mengujarkan fonem /l/ menjadi /w/, fonem /b/ menjadi /w/,fonem /n/
menjadi /ŋ/, fonem /s/ menajadi /c/, fonem /r/ menjadi /y/. Kemudian, pada tataran
sintaksis didapatkan hasil bahwa anak usia 2,5 tahun telah mampu mengucapkan
sebanyak empat jenis kalimat, yaitu kalimat deklaratif, interogatif, imperatif, dan
ekslamatif. Kalimat yang paling sering diucapkan anak usia 2,5 tahun adalah kalimat
deklaratif karena pada usia tersebut, anak lebih sering mengekspresikan atau
menuturkan apa yang dia alami dan rasakan.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. (1994). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Rukajat, Ajat. (2018). Pendekatan Penelitian Kualitatif (Qualitative Research
Approach). Yogyakarta: Deepublish.
Johan, Mhd. (2016). Gangguan Pelafalan Fonem Terhadap Anak-Anak (Balita) Suatu
Kajian: Neurolinguistik: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 4 (2). 71-80.
Diakses 3 Desember 2022.
Ulman, Sonia dkk. (2021). Pemerolehan Bahasa Pada Anak Usia 2 Tahun Dilihat dari
Aspek Fonologi: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Satra Indonesia, 4 (2). 55-65. Diakses
3 Desember 2022.
Nurdianti, Ika. (2018). Bentuk Tuturan Imperatif Pada Terjemahan Alquran Surat Al-
Waqia’ah. Diakses 7 Desember 2022, dari
https://repository.ump.ac.id:80/id/eprint/8300
Eka Salnita, Yulia dkk. (2019). Pemerolehan Bahasa pada Anak Usia 3 Tahun: Jurnal
Obesesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3 (1). 137-145. Diakses 3 Desember 2022.
Suardi Permatasari, Indah dkk. (2019). Pemerolehan Bahasa Pertama pada Anak Usia
Dini: Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3 (1). 265-273. Diakses 3
Desember 2022.
Indah Wulandari, Desy. (2018). Pemerolehan bahasa Indonesia anak usia 3-5 tahun di
PAUD Lestari desa Blimbing kecamatan Paciran kabupaten Lamongan: Jurnal
Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 6 (1). 74-83. Diakses 2 Desember 2022.

Anda mungkin juga menyukai