Anda di halaman 1dari 15

PEMEROLEHAN BAHASA PERTAMA DAN

BAHASA KEDUA
Ditulis oleh

Fadhilah Santri (2020203879102002) & Imran Akbar (2020203879102009)


Mahasiswa Pascasarjana pada Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris
Institut Agama Islam Negeri Parepare

Abstract

Language is a distinct cognition that makes humans so unique. Psychoinguistic


studies have succeeded in enlightening the relationship of language with mental
processes when the reception and production of language occur. Psycholinguistics is
an extraordinary field that studies how language acquisition occurs, which is an
important process to reach its fullest. Language acquisition is the process by which
humans acquire the capacity to understand and comprehend language. Language
acquisition also looks at how people produce and use words and sentences to
communicate. This is a very complex process seen by psycholinguists more closely
than most. Researchers divide language acquisition into two categories, first language
acquisition and second language acquisition.

Abstrak

Bahasa adalah kognisi berbeda yang membuat manusia sangat unik. Studi
Psikoinguistik telah berhasil mencerahkan hubungan bahasa dengan proses mental
pada saat proses resepsi dan produksi bahasa terjadi. Psikolinguis adalah bagian dari
bidang luar biasa yang mempelajari bagaimana pemerolehan bahasa terjadi, yang
merupakan proses penting untuk dipahami sepenuhnya. Pemerolehan bahasa adalah
proses dimana manusia memperoleh kapasitas untuk memahami dan memahami
bahasa. Pemerolehan bahasa juga melihat bagaimana orang menghasilkan dan
menggunakan kata-kata dan kalimat untuk berkomunikasi. Ini adalah proses yang
sangat kompleks yang dilihat oleh psikolinguistik lebih dekat daripada kebanyakan.
Para peneliti membagi pemerolehan bahasa menjadi dua kategori, pemerolehan
bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua.

A. Pendahuluan

Bahasa merupakan sarana komunikasi utama dalam kehidupan manusia di dunia

ini baik dalam bentuk tulisan, lisan, maupun yang hanya berupa simbol tertentu.

Tanpa bahasa manusia tidak dapat berkomunikasi karena manusia adalah makhluk
sosial yang mau tidak mau harus berinteraksi dengan manusia lain. Dalam interaksi

pasti ada komunikasi dan dalam komunikasi itu pasti ada bahasa. Berbeda dengan

hewan yang menggunakan insting dalam berkomunikasi dengan hewan lain. Dalam

makalah ini dikaji tentang pemerolehan bahasa pada manusia.

Pemerolehan bahasa merupakan salah satu konsep dasar dari ilmu

psyholinguistic. Setiap manusia memiliki potensi yang sama untuk menguasai bahasa.

Proses dan sifat penguasaan bahasa setiap orang berlangsung dinamis dan melalui

tahapan berjenjang. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dari pembelajaran

bahasa (Language learning). Kridalaksana (2001: 159) defines language acquisition

as the process of understanding and producing language in humans through several

stages, from grasping to full fluency; while language learning is defined as the

process of mastering one's own language or another language by a human being.

Menurut Kridalaksana bahwa yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa sebagai

proses pemahaman dan penghasilan bahasa pada manusia melalui beberapa tahap,

mulai dari meraban sampai kefasihan penuh; sedangkan pembelajaran bahasa

(language learning) diartikan sebagai proses dikuasainya bahasa sendiri atau bahasa

lain oleh seorang manusia. Meanwhile, Krashen (in Johnson & Johnson, 1999: 4)

characterizes acquisition as a natural process that takes place without any conscious

attention to linguistic forms; The minimum condition for acquisition is participation

in natural communication situations. Sementara itu, Krashen (dalam Johnson &

Johnson, 1999: 4) menyifati pemerolehan sebagai proses alami yang berlangsung

tanpa adanya perhatian secara sadar terhadap bentuk-bentuk linguistik; kondisi

minimal pemerolehan ialah partisipasi dalam situasi komunikasi yang alami. Oleh
karena itu, seorang memperoleh bahasa tanpa disadari atau dalam bawah sadar, dan

proses bawah sadar berarti tidak ditargetkan secara sadar.

Setiap anak memperoleh bahasa sesuai dengan perkembangannya.

Perkembangan bahasa yang dimaksud adalah sederetan perubahan fungsi organ tubuh

yang bersifat teratur, progresif dan saling berkaitan. Dalam ilmu psycholinguistic,

perkembangan merupakan interaksi kematangan susunan saraf pusat dengan organ

yang dipengaruhinya, antara lain meliputi perkembangan system otak (kecerdasan),

bicara, emosi, dan social. Semua fungsi tersebut berperan penting dalam kehidupan

manusia yang utuh. Eva M Fernandez stated that all children pass through similar

stages of linguistic development as they go from infancy through middle childhood.

If human language is a genetically based characteristic of humans, represented and

processed in the human brain, then it follows that a human infant will acquire that

system as its brain develops.

Setiap anak mengalami pemerolehan bahasa pertama (native language) dan

bahasa kedua (second language). Anak memperoleh bahasa pertama secara tidak

sadar berbeda dengan pemerolehan bahasa kedua yang dilakukan secara sadar

sehingga bahasa kedua biasanya termasuk ke dalam pembelajaran bahasa, namun

adapula yang mengatakan bahwa pemerolehan bahasa juga tentang bahasa kedua.

Language acquisition is about the first language, while language learning is about the

second language. However, many also use the term language acquisition for a second

language (Chaer, 2005: 167).

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud Pemerolehan Bahasa ?

2. Apa saja teori-teori mengenai bahasa pertama dan bahasa kedua?


3. Apa saja faktor dan tahapan pemerolehan bahasa ?

Selaras dengan permasalahan di atas maka tujuan dari pembahasan kali ini untuk

mengetahui:

1. Pengertian pemerolehan bahasa

2. Teori-teori mengenai pemerolehan bahasa pertama dan kedua

3. Faktor dan tahapan dalam pemerolehan bahasa

B. PEMBAHASAN

1. Pengertian Pemerolehan Bahasa

Berbicara mengenai pemerolehan bahasa tentunya terdapat beberapa

penafsiran dari para ahli. Ada yang mengatakan bahwa pemerolehan bahasa

mempunyai suatu permulaan yang tiba-tiba atau mendadak. Kemerdekaan bahasa

mulai sekitar usia satu tahun di saat anak-anak mulai menggunakan kata-kata lepas

atau kata-kata terpisah adari sandi linguistic untuk mencapai tujuan social mereka.

Pengertian tersebut sejalan dengan pendapat McGraw yang menafsirkan bahwa

pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual

yang muncul dari prestasi-prestasi kognitif pra-linguistik (McGraw, 1987 ; 570).

Children's language acquisition involves two skills, namely the ability to

produce speech spontaneously, and the ability to understand the speech of others. If it

is associated with this, then what is meant by language acquisition is the process of

possessing language skills, either in the form of natural understanding or disclosure,

without going through formal learning activities (Tarigan et al., 1998). Dalam

memperoleh bahasa, anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan untuk

menghasilkan tuturan secara spontan (encoding) dan kemampuan untuk memahami


tuturan orang lain (decoding). If it is associated with this, then what is meant by

language acquisition is the process of possessing language skills, either in the form of

natural understanding or disclosure, without going through formal learning activities.

Selain pendapat tersebut, Kiparsky dan Tarigan (1988) mengatakan

bahwa pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh anak-anak untu

k menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua hinggadapat memilih

kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling sederhana dari bahasa yang

bersangkutan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam

pemerolehan bahasa:

1. Berlangsung dalam situasi informal, anak-anak belajar tanpa beban dan

berlangsung di luar sekolah

2. Pemilikan bahasa tidak melalui pembelajaran formal di lembaga-lembaga

pendidikan seperti sekolah dan kursus

3. Dilakukan tanpa sadar dan secara spontan

4. Dialami langsung oleh anak dan terjadi dalam konteks berbahasa yang

bermakna bagi anak.

Dalam proses pemerolehannya, bahasa bisa dipilah menjadi bahasa ibu atau

bahasa pertama, bahasa kedua, dan bahasa asing. Penamaan bahasa ibu dan bahasa

pertama mengacu pada sistem linguistik yang sama. Yang disebut bahasa ibu adalah

adalah bahasa yang pertama kali dipelajari secara alamiah dari ibunya atau dari

keluarga yang memeliharanya. Bahasa ibu lazim disebut bahasa pertama, karena

bahasa itulah yang pertama dipelajari anak. Jika kemudian hari anak tersebut
mempelajari bahas a lain, maka bahasa lain tersebut disebut bahasa kedua. Tidak

jarang seorang anak mempelajari bahasa lainnya lagi sehingga ia bisa menguasai

bahasa ketiga, maka bahasa tersebut disebut bahasa ketiga. Begitu seterusnya

2. Teori-teori mengenai pemerolehan bahasa pertama dan kedua

a. Teori pemerolehan bahasa pertama

1) Teori behavioristic

Behaviorism theory highlights linguistic behavior that can be observed

directly and the relationship between stimuli (stimulus) and reaction (response).

Effective language behavior is to make an appropriate reaction to stimuli. This

reaction will become a habit if the reaction is justified. Thus, the child learns his first

language. Sebagai contoh, seorang anak mengucap bilangkali untuk  barangkali pasti

anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut.Apabila

suatu ketika si anak mengucapkan barangkali dengan tepat, dia tidak akan mendapat

kritikan karena pengucapannya sudah benar. Situasi seperti inilah yang dinamakan

membuat reaksi yang tepat terhadap rangsangan dan merupakan hal pokok bagi

pemerolehan bahasa pertama.

Teori Skinner, oleh B. F. Skinner dalam bukunya Verbal Behavior (1957),

menghasilkan perilaku verbal dikendalikan oleh konsekuensi-konsekuensi. Ketika

konsekuensinya berupa imbalan, perilaku ini dipertahankan dan ditingkatkan

frekuensinya. Ketika konsekuensinya berupa hukuman, perilaku ini dilemahkan

(Brown, 2008: 29).

2) Teori nativis
Nativistik berasal dari pernyataan dasar bahwa pemerolehan bahasa sudah

ditentukan dari lahir dengan kapasitas genetik yang mempengaruhi kemampuan untuk

memahami sekitarnya. Chomsky berpendapat kita dilahirkan dengan perangkat

akuisisi bahasa, sebuah daerah di otak kita yang memungkinkan belajar bahasa secara

natural. Menurutnya, anak-anak di seluruh dunia belajar bahasa dengan cara yang

sama, terlepas dari budaya mereka atau bahasa yang mereka pelajari (Field, via

Musfiroh, 2016). Nativisme mempercayai bahwa setiap manusia yang lahir sudah

dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (language acquisition device)

disingkat dengan LAD. Tanpa LAD, tidak mungkin seorang anak dapat menguasai

bahasa dalam waktu yang singkat dan bisa menguasai system bahasa yang rumit.

LAD juga memungkinkan seorang anak dapat membedakan bunyi bahasa dan bukan

bunyi bahasa.

3) Teori kognitivisme

Munculnya teori ini dipelopori oleh Jean Piaget tahun 1954. Ia mengatakan

bahwa bahasa itu adalah salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari

kematangan kognitif. Sehingga perkembangan bahasa ditentukan oleh urutan-urutan

perkembangan kognitif. Bahasa distrukturisi oleh nalar. Perkembangan bahasa harus

berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum didalam kognisi.

Jadi, urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan

urutan perkembangan bahasa (Chaer, 2003:223). 

b. Teori Pemerolehan Bahasa Kedua

Second Language Acquisition (SLA) refers to the study of how students learn

a second language (L2) additionally to their first language (L1). Although it is


referred as Second Language Acquisition, it is the process of learning any language

after the first language whether it is the second, third or fourth language. Therefore,

any other language apart from the first language is called a second language (SL) or

also referred to as a target language (TL). (Einar Garibaldi, 2013:2)

Berikut ini merupakan teori pemerolehan bahasa kedua, Ellis (1987) Telah

mengklasifikasikannya menjadi ―tujuh teori PB2‖ (Tarigan, 1988:182).

1) Teori/Model Alkulturasi

Brown (1980:129) membatasi akulturasi‖ sebagai proses penyesuaian diri

terhadap kebudayaan baru‖. Itu dipandang sebagai suatu aspek penting PB2, karena

bahasa merupakan salah satu ekspresi budaya yang paling nyata yang dapat diamati

dan bahwa proses pemerolehan baru akan terlihat dari cara saling memandang antara

masyarakat B1 dan masyarakat B2 (Tarigan, 1988:183).

Teori ini menjelaskan bahwa proses pemerolehan B2 telah dimulai ketika

anak mulai dapat menyesuaikan dirinya terhadap kebudayaan B2, seperti

penggunakan kata sapaan, nada suara, pilihan kata, dan aturan-aturan yang lain.

Dalam teori ini, jarak sosial dan jarak psikologis anak sangat menentukan

keberhasilan pemerolehan (Ghazali, 2000:83-91).

2) Teori Akomodasi

Teori akomodasi ini diturunkan oleh Giles bersama rekan-rekannya. Ia

menyatakan bahwa hubungan masyarakat B1 dengan B2 dalam berinteraksi sangat

menentukan pemerolehan B2. Kalau Schumann terlihat memperlakukan jarak sosial

dan jarak psikologis sebagai fenomena yang menentukan tingkat interaksi antara

pelajar dan para pembicara pribumi, maka Giles melihat hubungan antar kelompok

sebagai subjek bagi perundingan yang konstan selam interaksi berlangsung. Jadi,
kalau Schumann menganggapnya statis, maka bagi Giles itu dinamis (Tarigan,

1988:189-190).

3) Teori Wacana

This theory refers the use of language, where communication is needed as a

matrix of linguistic knowledge, that language development must be seen in terms of

how the learner finds the potential meaning of language by participating in

communication (Tarigan, 1988: 193). Mengutip pernyataan Soejono dalam bukunya

Psikolinguistik mengatakan bahwa percakapan anak dapat berjalan lancar dan pada

umumnya memberikan dukungan kalimat-kalimat penyambung (Habis itu, ke mana

si kanci?l) namun kalimat tersebut terdengar aneh bila digunakan pada percakapn

orang dewasa (Soejono, 2014:267). Hal tersebut adalah salah satu bukti komunikasi

menjadi ukuran perkembangan pemerolehan B2.

4) Teori Model/Monitor

The Monitor model was proposed by Stephen D. Kharsen. This theory views

language acquisition as a creative constructive process. Monitor is a tool that children

use to edit their language performance (verbal appearance). This monitor works using

the competencies that are "learned" (Ghazali, 2000:65-67). Kharsen (1976)

berpendapat bahwa ada dua sistem pengetahuan yang mendasari perfomansi

kemampuan bahasa kedua. Pertama dan yang paling penting adalah sistem yang

diperoleh. Kedua, sistem pengetahuan yang menurut Kharsen tidak begitu penting,

adalah pengetahuan nahu yang didapat karena pembelajar menerima pelajaran tata

bahasa itu secara formal.

Kharsen juga menjelaskan bahwa pengetahuan jenis pertama ini diperoleh

juga ketika seoarang membaca. Oleh karena itu, kita dapat lebih cepat membaca
daripada berbicara. Maka bahasa tulis merupakan sumber yang lebih baik dari

pemerolehan bahasa daripada bahasa lisan (Ghazali, 2000:67).

3. Faktor dan Tahapan Pemerolehan Bahasa

Faktor-faktor yang berkaitan dengan pemerolehan bahasa antara lain sebagai

berikut:

a. Perkembangan Kognitif Anak

Agar seorang anak dapat disebut menguasai B1-nya ada beberapa unsur yang

penting yang berkaitan dengan perkembangan jiwa dan kognitif anak itu,

diantaranya adalah perkembangan nosi-nosi (nations) seperti waktu, ruang,

modalitas, dan sebab-akibat merupakan bagian yang penting dalam

perkembangan kognitif penguasaan B1 seorang anak. Dalam proses

pemerolehan B1-nya, seorang anak akan belajar semua konsep atau nosi,

karena ia memerlukannya untuk berkomunikasi dengan orang-orang dan

anak-anak lain di sekelilingnya.

b. Perkembangan Sosial Anak

Melalui bahasa, khususnya B1, seorang anak belajar untuk menjadi anggota

masyarakat. B1 menjadi salah satu sarana untuk mengungkapkan perasaan,

keinginan, pendirian, dan sebagainya dalam bentuk-bentuk bahasa. Ia belajar

pula bahwa ada bentuk-bentuk yang tidak dapat diterima oleh anggota

masyarakatnya, dan bahwa ia tidak selalu boleh mengungkapkan perasaannya

secara gamblang. Sebagai contoh seorang anak kecil mengutarakan kalimat-

kalimat berikut “Makanan ini tidak enak” “lho rumah ini kok jelek?” ujaran-

ujaran secara gamblang dari seorang anak masih diampuni, tetapi ia harus
sudah mulai belajar bahwa ada norma-norma budaya tertentu yang harus

diperhatikan, yang mungkin berubah dengan kemajuan zaman.

c. Alat Pemerolehan Bahasa Yang Dibawa Sejak Lahir

Seorang anak yang normal akan memperoleh B1 dalam waktu yang relatif

singkat (yakni kira-kira usia dua hingga enam tahun), meskipun B1 yang

didengar di sekelilingnya bukan B1 yang gramatik. Menurut Chomsky, karena

semua orang diperlengkapi dengan LAD, seorang anak tidak perlu menghafal

atau menirukan pola-pola kalimat agar mampu menguasai bahasa itu. Ia akan

mampu mengucapkan kalimat-kalimat yang belum pernah didengar

sebelumnya dengan menerapkan kaidah-kaidah tata bahasa yang secara tidak

sadar memprakirakan struktur bahasa, dan oleh karena itu, banyak ciri-ciri tata

bahasa B1 tidak perlu dipelajari seseorang dengan sadar.

Selain faktor-faktor yang telah dipaparkan di atas, terdapat pula tahapan anak

dalam pemerolehan bahasa pertama, yakni:

1) Tahap Pengocehan

Anak pada umur enam bulan ketika ia mengoceh, pada tahap itu ia

mengucapkan sebagian besar bentuk ujaran yang sebagian besar tidak

bermakna, dan sebagian kecil lainnya menyererupai kata atau penggal kata

yang bermakna hanya karena kebetulan saja. Pada tahap mengoceh tersebut

penting artinya karena dalam tahap tersebut anak belajar untuk menggunakan

bunyi-bunyi ujar yang benar dan membuang bunyi-bunyi yang salah. Dalah

tahap tersebut anak mulai menirukan pola-pola intonasi kalimat-kalimat yang

diucapkan oleh orang dewasa.

2) Tahap Satu Kata Satu Frasa


Seorang anak pada usia satu tahun sudah mulai menggunakan serangkaian

bunyi-bunyi secara berulang-ulang untuk maksud dan makna yang sama. Pada

usia tersebut anak sudah mengerti bahwa bunyi ujar berkaitan dengan makna

dan mulai mengucapkan kata-kata yang pertama. Pada mulanya kata tersebut

diucapkan ketika rangsangan ada di sekitarnya, maka setelah lebih dari satu

tahun ia bisa mengeluarkan bunyi yang sama dengan maksud dan tujuan yang

bisa berbeda-beda dan peran orangtuanya dalam hal ini sangat penting

mengingat hanya mereka yang mengerti maksud dan makna dari bunyi yang

dikeluarkan si anak meski intonasi sama dan hanya diulang-ulang saja namun

memiliki arti yang berbeda dengan maksud yang diinginkan oleh si anak.

Menurut beberapa ahli bahasa anak, kata-kata dalam tahap ini memiliki arti

(1) kata-kata itu dihubungkan dengan perilaku anak itu sendiri, (2) untuk

mengungkap suatu perasaan, (3) untuk memberi nama pada suatu benda.

3) Tahap Dua Kata Satu Frase

Pada kira-kira usia dua tahun, seorang anak mulai mengucapkan ujaran-ujaran

yang terdiri dari dua kata. Dalam tahap ini anak itu menggunakan rangkaian

dari ucapan satu kata dengan intonasi seakan-akan ada dua ucapan. Contoh:

―Ani/mam,‖ yang artinya ―Ani sedang minta makan‖. Kemudian ia mulai

menggunakan kalimat-kalimat yang terdiri ats dua kata yang ciri-ciri

hubungan antara kedua kata itu jelas sintaksis dan semantiknya, dan tidak ada

jeda antara dua kata tersebut. Ini suatu kemajuan yang amat pesat karena anak

itu sudah mulai berpikir secara ―subjek+predikat‖, meskipun hubungan-

hubungan seperti infleksi, kata ganti orang dan jamak belum dapat digunakan.

Dalam pikiran anak itu subjek + predikat dapat terdiri dari kata benda+kata
benda, seperti: ―Ani Mainan‖ yang berarti Ani sedang bermain dengan

mainan, atau sifat + kata benda, seperti: ―kotor patu‖ yang artinya sepatu itu

kotor dan sebagainya.

4) Tahap Menyerupai Telegram

Apabila seorang anak sudah mampu menggunakan lebih dari dua kata maka

jumlah kata yang dapat dipakai dapat tiga, empat, bahkan lebih. Pada usia

kira-kira dua tahun anak itu sudah mulai menguasai kalimat-kalimat yang

lebih lengkap. Hubungan-hubungan sintaktik sudah mulai tampak dengan

jelas meskipun hingga usia ini yang menjadi topik pembicaraan adalah hal-hal

yang berkenaan dengan dirinya, yakni ada di tempat dan terjadi pada waktu

itu. Sejumlah ahli yang meneliti bahasa anak telah mengadakan penelitian-

penelitian mengenai ucapan-ucapan anak, khususnya beberapa kata yang

dapat diucapkan dalam satu kalimat. Mereka mengatakan tahap pemerolehan

bahasa dalam hal jumlah kata tiap ujaran tidak diukur menurut usia anak.

Tetapi menurut jumlah morfem yang sudah mampu diucapkan. Penemuannya

ialah bahwa anak-anak yang rata-rata dapat mengucapkan 2-3 morfem

rupanya telah pula menguasai tata bahasa.

Pada usia dini dan selanjutnya anak belajar secara bertahap dengan caranya

sendiri. Ada teori yang mengatakan bahwa seorang anak dari usia dini belajar

menirukan. Tetapi hasil eksperimen-eksperimen menunjukkan bahwa

meskipun orang dewasa menyuruh seorang anak untuk menirukan kalimat

secara harfiah, anak itu tidak menirukannya seperti yang diharapkan oleh

orang dewasa tersebut.


C. Kesimpulan

Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah

proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan

menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Dalam proses

pemerolehannya, ada yang dinamakan bahasa pertama (first language), bahasa kedua

(second language) dan bahasa asing (foreign language). Disebut pemerolehan

bahasa pertama adalah apabila seseorang memperoleh bahasa yang semula tanpa

bahasa. Pemerolehan bahasa anak dimulai dari lingkungannya terutama lingkungan

keluarga yang terjadi dalam kehidupan awal anak. Sedangkan pemerolehan bahasa

kedua (PB2) mengacu kepada mengajar dan belajar bahasa asing dan bahasa kedua

lainnya. Maksudnya adalah pemerolehan bahasa selain dari bahasa ibunya.

Teori-teori yang membahas pemerolehan bahasa pertama adalah teori

nativistik, teori behaviorisme dan teori kognitivisme. Ada pula teori model

akulturasi, teori wacana, teori monitor merupakan beberapa teori yang membahas

mengenai second language acquisition. Pemerolehan bahasa pada anak juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor perkembangan kognitif anak,

perkembangan social anak dan juga faktor alat pemerolehan bahasa (organ speech).

D. Daftar Pustaka

Brown, H. Douglas. 2008. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa Indonesia.


Jakarta: Kedutaan Besar Amerika Serikat.

Djardjowidjojo, S. 2014. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia.


Jakarta: Pustakan Obor Indonesia.

Ghazali, Syukur. 2000. Pemerolehan dan Pengajaran Bahasa Kedua. Yogyakarta:


PPGSM.
Musfiroh, Tadkiroatun. 2016. Psikolinguistik. Yogyakarta: UNY Press.

Nababan, Sri Utari. 1992. Psikolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.

Tadkiroatun, Musfiroh. 2016. Psikolinguistik Yogyakarta: UNY Press.

Tarigan, Henry Guntur. 1988. Pengajaran Pemerolehan Bahasa.Bandung: Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai