Anda di halaman 1dari 10

KELOMPOK 4

1. Muhammad Zulzidan (02174082)


2. Juhairah Arfah (02174080)
3. Wina Liana Cicin (02174083)

PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

A. Pengertian bahasa kedua dan Akuisisi Bahasa (Pemerolehan Bahasa)

1. Menurut Chaer dan Agustina


Pemerolehan bahasa kedua adalah rentang bertahap yang dimulai dari menguasai bahasa
pertama (B1) ditambaha sedikit mengetahui bahasa kedua (B2), lalu penguasaan B2 meningkat
secara bertahap, sampai akhirnya penguasaan B2 sama baiknya dengan B1.
2. Kholid A. Harras
  

Bahasa kedua adalah bahasa yang diperoleh anak setelah mereka memperoleh bahasa pertama.
3.  Henry Guntur Tarigan
Pemerolehan bahasa kedua diartikan dengan mengajar dan belajar bahasa asing dan atau bahasa
kedua lainnya.
4. Menurut Dardjowidjojo
Pemerolehan bahasa kedua diperoleh melalui proses orang dewasa yang belajar di kelas adalah
pembelajaran secara formal di perbandingkan dengan bahasa permata secara alamiah.
5. Wikipedia
Pemerolehan bahasa kedua adalah proses seseorang belajar bahasa kedua disamping bahasa
ibu, mereka mengacu pada aspek sadar dan bawah sadar dari masing-masing proses. Bahasa
kedua atau B2 biasanya mengacu pada semua bahasa yang dipelajari setelah bahasa ibu mereka,
yang juga disebut bahasa pertama, B1
Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk
menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Kapasitas ini
melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis, fonetik, dan kosakata yang luas. Bahasa yang
diperoleh bisa berupa vokal seperti pada bahasa lisan atau manual seperti pada bahasa isyarat.
Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan
anak terhadap bahasa ibu mereka serta pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa
tambahan oleh anak-anak atau orang dewasa.
Semua manusia yang sehat, berkembang secara normal, belajar menggunakan bahasa. Anak-anak
memperoleh bahasa atau bahasa yang ada disekitarnya  bahasa manapun yang mereka terima secara
penuh selama masa kanak-kanak. Perkembangannya secara esensial sama antara anak-anak yang
mempelajari bahasa isyarat atau bahasa suara. Proses belajar ini dikenal dengan akuisisi bahasa
pertama, karena tidak seperti pembelajaran lainnya ia tidak membutuhkan pembelajaran langsung atau
kajian secara khusus. Dalam The Descent of Man naturalis Charles Darwin menyebut proses tersebut
dengan, "keinginan insting untuk memperoleh suatu seni".
Akuisisi bahasa pertama berlangsung regular secara bertahap, walaupun terdapat berbagai variasi
dalam waktu untuk tingkatan-tingkatan tertentu diantara bayi yang berkembang secara normal. Sejak
lahir, bayi merespon lebih mudah pada suara manusia daripada suara lainnya. Sekitar umur satu bulan,
bayi tampak telah dapat membedakan antara suara bicara yang berbeda. Sekitar umur enam bulan,
seorang anak mulai mengoceh, menghasilkan suara bicara dari bahasa yang digunakan disekitarnya.
Perkataan mulai muncul pada umur 12 sampai 18 bulan; rata-rata perbendaharaan kata bayi berumur 18
bulan adalah sekitar 50 kata. Pengucapan pertama anak adalah berbentuk Holofrase (secara harfiah
"keseluruhan kalimat"), pengucapan yang hanya menggunakan satu kata untuk mengkomunikasikan
seluruh ide. Beberapa bulan setelah anak menghasilkan kata-kata, ia akan menghasilkan pengucapan
dengan dua kata, dan dalam beberapa bulan lebih mulai berbicara telegrafis, kalimat singkat yang
kurang kompleks secara tatabahasa daripada orang dewasa bicara, tetapi memperlihatkan struktur
sintaks reguler. Pada umur tiga sampai lima tahun, kemampuan anak untuk berbicara dan berisyarat
yang halus yang hampir mirip dengan bahasa dewasa.
B. Pemerolehan Bahasa Kedua
Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Orang dewasa mempunyai dua cara
yang berbeda, berdikari dan mandiri mengenai pengembangan kompetensi dalam bahasa kedua.
Pertama, pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak.
Mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Pemerolehan bahasa merupakan proses
bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa
untuk berkomunikasi.
Pemerolehan bahasa kedua (PB2) mengacu kepada mengajar dan belajar bahasa asing dan bahasa
kedua lainnya. Diantara sekian banyak faktor yang dapat kita temui di dalam kelas, yang dianggap
sangat penting dan mendasar,yaitu : pertama,belajar bahasa adalah orang-orang dalam interaksi
dinamis; kedua, belajar bahasa adalah orang-orang dalam responsi. Dalam “belajar adalah orang”
terkandung makna bahwa “hal itu merupakan proses sosial belajar yang utama”.Belajar,pemerolehan
bahasa kedua,terjadi dalam hubungan antara sesame siswa itu sendiri “Interaksi dinamis” berarti bahwa
orang-orang dilahirkan dan bertumbuh dalam bahasa asing.
Cara pemerolehan bahasa kedua dapat dibagi dua cara, yaitu pemerolehan bahasa kedua secara
terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah. Pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan
kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Materi bergantung pada kriteria yang
ditentukan oleh guru. Strategi-strategi yang dipakai oleh seorang guru sesuai dengan apa yang dianggap
paling cocok bagi siswanya.
Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasa kedua/asing yang terjadi
dalam komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan,guru. Tidak ada keseragaman cara.
Setiap individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri-sendiri. Interaksi menuntut
komunikasi bahasa dan mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciri penting dari pemerolehan bahasa
kedua secara alamiah atau interaksi spontan ialah terjadi dalam komunikasi sehari-hari, dan bebas dari
pimpinan sistematis yang sengaja.
Di dalam kelas ada saja buah yang dapat dianggap sangat penting dan mendasar dalam proses
belajar bahasa, yaitu (1) belajar bahasa adalah orang, (2) belajar bahasa adalah orang-orang dalam
interaksi dinamis, dan (3) belajar bahasa adalah: orang-orang dalam responsi.
Pemerolehan bahasa bersamaan dengan proses yang digunakan oleh anak-anak dalam pemerolehan
bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua. Pemerolehan bahasa menuntut interaksi yang berarti
dalam bahasa sasaran yang merupakan wadah para pembicara memperhatikan bukan bentuk ucapan-
ucapan mereka tetapi pesan-pesan yang mereka sampaikan dan mereka pahami. Perbaikan kesalahan
dan pengajaran kaidah- kaidah eksplisit tidaklah relevan bagi pemerolehan bahasa, tetapi para guru dan
para penutur asli dapat mengubah serta membatasi ucapan-ucapan mereka kepada pemeroleh agar
menolong mereka memahaminya. Modifikasi-modifikasi ini merupakan pikiran untuk membantu
proses pemerolehan tersebut.
C. Proses Penguasaan Bahasa Kedua
Sebagaimana proses kemampuan B1, kemampuan B2 pun untuk mendapatkan kompetensi
semantik, kompetensi sintaksis, dan kompetensi fonologi. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa
ketiga kompetensi tersebut merupakan subtansi dari kompetensi linguistik. Untuk dapat berbahasa (B1
atau B2) dengan baik, seseorang harus menguasai tiga kompetensi tersebut.  Jadi, dapat disimpulkan
bahwa tidak ada perbedaan subtansi antara proses yang terjadi pada kemampuan B 1 dan B2.
Proses penguasaan B2 mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Proses belajar bahasa secara sengaja.
2. Berlangsung setalah terdidik berada di sekolah.
3. Lingkungan sekolah sangat menentukan.
4. Motivasi si terdidik tidak sekuat saat memppelajari bahasa pertama.
5. Waktunya terbatas.
6. Si terdidik tidak mempunyai banyak waktu untuk mempraktekkan bahasa yang dipelajari.
7. Bahasa pertama mempengaruhi proses belajar bahasa kedua.
8. Umur kritis mempelajari bahasa kedua kadang-kadang telah lewat, sehingga proses belajar
bahasa kedua berlangsung lama.
9. Dan disediakan alat bantu belajar.
Tarigan (1988:125-126) mengacu pada La Foge (1983) mengatakan bahwa terdapat tiga ciri proses
pembelajaran bahasa kedua; 1) pembelajaran bahasa adalah manusia, karenannya pembelajaran bahasa
terjadi dalam interaksi social antar individu (guru, siswa) yang di dalamnya berlaku hokum-hukum
social, 2) pembelajaran berlangsung dalam interaksi yang dinamis, berarti bahwa pembelajar tumbuh
dan berkembang menuju ke “kedewasaan ber-B211, sehingga dalam proses ini pengajar diharapkan
memberikan segala pengalamannya untuk membantu pembelajar, 3) pembelajaran berlangsung dalam
suasana reponsif. Artinya, proses pembelajaran merupakan kesempatan besar bagi pembelajar untuk
melakukan respo. Pancingan dapat diberikan oleh pengajar atau sesame pembelajar.
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penguasaan Bahasa Kedua
1. Faktor Motivasi
Dalam pembelajaran bahasa kedua menyatakan bahwa orang yang didalam didrinya ada keinginan,
dorongan, atau tujuan yang ingin dicapai dalam belajar bahasa kedua cenderung akan lebih berhasil
disbanding dengan orang yang belajar tanpa dilandasi oleh suatu dorongan, tujuan dan motivasi itu.
Lambert dan Gardner (1972), Brown (1980), dan Ellias (1986), juga mendukung pernyataan bahwa
belajar bahasa akan lebih behasil bila dalam diri pembelajar ada motivasi tertentu.
Beberapa pakar pembelajaran bahasa kedua telah mengemukakan apa yang dimaksud dengan
motivasi. Coffer (1964) misalnya menyataka bahwa motivasi adalah dorongan, hasrat, kemauan,
alasan, atau tujuan yang mengerakkan orang untuk melakukan sesuatu. Pakar lain, Brown (1981)
menyatakan bahwa motivasi adalah dorongan dari dalam, dorongan sesaat, emosi atau keinginan yang
mengerakkan seseorang untuk berbuat sesuatu. Sedangakan Lambert (1972) menyatakan bahawa
motivasi adalah alasan untuk mencapai tujuan secara keseluruhan. Jadi motivasi dalam pembelajaran
bahasa berupa dorongan yang datang dari dalam diri pembelajar yang menyebabkan pembelajaran
memiliki keinginan yang kuat untuk mempelajari suatu bahasa kedua.
Dalam kaitannya dalam pemebalajaran bahasa kedua, yaitu: 1) fungsi integrative dan 2) fungsi
instrumental. Motivasi berfungsi integrative kalau motivasi itu mendorong seseorang untuk
mempelajari suatu bahasa karena adanya keinginan untuk berkomunikasi dengan masyarakat penutur
bahasa itu atau menjadi anggota masyarakat bahasa penutur. Sedangkan motivasi berfungsi
instrumental adalah kalau motivasi itu mendorong seseorang untuk memiliki kemauan untuk
mempelajari bahas kedua itu karena tujuan yang bermanfaat atau karena  dorongan ingin memperoleh
suatu pekerjaan atau mobilitas sosial atas masyarakat tersebut (Dadner dan Lambert, 1972:3).
2. Faktor Usia
Ada anggapan umum dalam pembelajaran bahasa kedua bahwa anak-anak lebih baik dan lebih
berhasil dalam pembelajaran bahasa kedua dibanding dengan orang dewasa (Bambang Djunaidi, 1990).
Anak-anak tampaknya lebih mudah dalam memperoleh bahasa baru, sedangkan orang dewasa
tampaknya mendapat kesulitan dalam memperoleh tingakat kemahiran bahasa kedua. Anggapan ini
telah mengarahkan adanya hipotesis mengenai usia kritis atau periode kritis (Lenneberg, 1967; Oyama,
1976) untuk belajar bahasa kedua.
Namun, hasil penelitan mengenai faktor usia dalam pembelajaran bahasa kedua menunjukkan hal
berikut.
a. Dalam hal urutan pemerolehan tampaknya faktor usia tidak terllalu berperan sebab urutan
pemerolehan oleh anak-anak dan orang dewasa sama saja (Fathman, 1975; Duly, Burt, dan
Kreshen, 1982).
b. Dalam hal kecepatan dan keberhasilan belajara bahasa kedua, dapat disimpulkan: a) anak-
anak lebih berhasil daripada orang dewasa dalam pemerolehan system fonologi atau
pelafalan; bahkan banyak diantara mereka yang mencapai pelafalan seperti penutur asli; b)
orang dewasa tampaknya maju lebih cepat daripada kanak-kanak dalam bidang morfologi
dan sintaksis, paling tidak pada pemulaan masa belajar; c) kanak-kanak lebih berhasil
daripada orang dewasa, tetapi tidak selalu lebih cepat (‘Oyama, 1976; Dulay, Burt, dan
Krashen, 1982; Asher dan Gracia, 1969).
Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa faktor umur yang tidak dipisahkan dari
faktor lain adalah faktor yang berpengaruh dalam pembelajaran bahasa kedua. Perbedaan umur
mempengaruhi kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa kedua pada aspek fonologi,
morfologi dan sintaksis tetapi tidak berpengaruh dalam pemerolehan urutannya.
3. Faktor Penyajian Formal
Pembelajaran atau penyajian bahasa secara formal tentu memiliki pengaruh terhadap kecepatan
dan kebehasilan dalam meperoleh bahasa kedua karena disebabkan beberapa faktor dan variable
yang disediakan dengan sengaja. Demikian juga keadaan lingkungan pembelajaran bahasa kedua
secara formal, di dalam kelas, sangat berbeda dengan lingkungan pembelajaran bahasa kedua secara
narutalistik atau alamiah. Steiberg (1979: 166) menyebutkan karekteristik lingkunagn pembelajaran
bahasa di kelas sebagai berikut:
a. Lingkungan pembelajaran bahasa di kelas sangat diwarnai oleh faktor psikolog social kelas
yang mellliputi penyesuaian, disiplin, dan prosedur yang digunakan.
b. Dilingkungan kelas dilakukan praseleksi terhadap data linguistic, yang dilakukan guru
berdasarkan kurikulum yang digunakan.
c. Dilingkungan kelas disajikan kaidah-kaidah gramatikal secara eksplisit untuk
menungkatkan kualitas berbahasa siswa yang tidak dijumpai di lingkungan alamiah.
d. Di lingkungan kelas sering disajikan data dan situasi bhasa yang artifisial (buatan), tidak
seperti dalam lingkungan alamiah.
e. Di lingkungan kelas disediakan alat-alat pengajaran seperti buku teks, buku penunjang,
papan tulis, tugas-tugas yang harus diselesaikan, dan sebagainya.
Dengan kelima karakter lingkungan seperti di atas dapat disimpulakan bahwa lingkungan
kelas merupakan lingkunagan yang memfokuskan pada kesadaran dalam memperolehh kaidah-
kaiadah dan bentuk bahasa yag dipelajari (Dulay, 982:17). Namun, pembelajaran bahasa edua
secara formal kurang berpotensi untuk menghasilakan penutur-penutur yang mampu
berkomunikasi secara alamiah seperti penutur aslinya. Dengan kondisi lingkungan kelas yang
khas dalam pembelajaran bahasa kedua, maka tentunya ada pengaruh terhadap keberhasilan
pembelajaran bahasa kedua.
 Pengaruh Terhadap Kompetensi
Penguasaan kompetensi ini sangat dipengaruhi oleh peran yang dimainkan pembelajar dalam
lingkungan formal pembelajar itu. Dalam hal ini Dukly dkk. (1982: 20) membedakan peran
pembelajar menjadi tiga macam, yaitu kounikasi satu arah (one-way communication),
komunikasi dua arah (restricted two-way communication), dan komunikasi dua arah penuh (full
two-way communication). Maka, pembelajar cenderung menggunakan komunikasi satu arah
tidak memberi kesempatan kepada pembelajar untuk merespon yang disampaikan guru dalam
bahasa yang dipelajari. Pembelajaran yang menggunakan komunikasi dua arah yang terbatas
memberi kesempatan kepada pembelajar untuk merespons tetapi bukan dalam bahasa yang
dipelajari. Sedangkan model pembelajaran dua arah penuh memberi kesempatan yang
sebanyak-banyaknya kepada pembelajar untuk menggunakan bahasa yang dipelajari dalam
proses pembelajaran.
 Pegaruh Terhadap Kualitas Performansi
Performansi merupakan realisasi kompetensi kebahasaan yang dimiliki seseorang (Ellis,
1986: 5-6). Pembelajaran bahasa formal di dalam kelas dapat menjamin kualitas input yang
diteria pemelajar (Ellis, 1986:231). Lalu, apabila input yang diterima berkualitas tinggi, maka
menurut satu hipotetis, keluaran (performansi) yang dihasilkan juga mempunyai kualitas yang
tinggi, meskipun diakuanya adanya variasi individual.
 Pengaruh Terhadap Urutan Pemerolehan
Urutan pemerolehan yang dimaksud disini, adalah pemerolehan morfem gramatikal. Menurut
beberapa pakar, seperti Ellis (1984), Makino (1979), Felix (1981), bahwa urutan pemerolehan
morfem gramatikal pembelajaran yang mendapat pebelajaran secara formal tidak berbeda
dengan mereka yang belajar secara alamia (naturalistik). Namun, hasil penelitian mengenai
pengaruh pembelajaran bahasa secara formal terhadap urutan pemerolehan ini menunjukkan
kesimpulan yang berbeda. Hasil penelitian Perkins dan Freeman (1975) menunjukkan bahwa
dalam berbicara secara spontan pengaruh pembelajaran itu tidak tampak dalam urutan
pemerolehan; tetapi dalam situasi tertentu pengaruh itu tampak (Ellias, 1986:218). Hasil
penelitian Lightbown (1980) menunjukkan bahwa penagaruh pembelajaran formal terhadap
urutan pemerolehan itu adalah kecil sekali.
 Pengaruh Terhadap Kecepatan Pemerolehan
Kecepatan pemerolehan adalah kecepatan menangkap masukan dan menjadikan masukan itu
sebagai pebendaharaan kebahasaannya. Kecepatan pemerolehan ini sebenarnya bersifat relatif,
dan banyak tergantung pada faktor yang lain seperti intelegensi, sikap, bakat, motivasi, dan
faktor internal lainnya (Ellias, 1986: 99-126). Pengaruh pembelajaran bahasa kedua secara
formal di kelas tampak pada kecepatan dalam menguasai kaidah-kaidah dan bentuk- bentuk
kebahasaan. Meskipun penguasaan seperangkat kaidah kebahasaan tidak mempengaruhi proses
performansinya, tetapi penguasaan ini dapat berfungsi sebagai penyaring kebahasaan yang
diproduksinya itu.
4. Faktor Bahasa Pertama
Para pakar pembelajaran bahasa kedua pada umumnya percaya bahwa bahasa pertama mempunyai
pengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua pembelajar (Ellis, 1986: 19).  Sedangkan bahasa
pertama ini telah lama dianggap menjadi penggagu di dalam proses pembelajaran bahasa kedua. Hal ini
karena biasanya terjadi seorang pembelajar secara tidak sadar atau tidak melakukan transfer unsur-
unsur bahasa pertamanya ketika menggunakan bahasa kedua (Dulay, dkk., 1982:96). Akibatnya
terjadilah yang disebut interfensi, ahli kode, campur kode, atau juga kekhilafan (error). Dapatkah
gangguan bahasa pertama dalam proses pembelajaran bahasa kedua dihilangkan, atau paling tidak
dikurangi seminimal mungkin? Berdasarkan beberapa teori atau hipotesis tertentu barangkali hal ini
dapat dijelaskan.
a. Menurut teori stimulus-respon yang dikemukakan oleh kaum beavorisme, bahasa adalah
hasil stimulus-respon.  Maka apabila seseorang ingin memperbanyak pengujaran ujaran, dia
harus memperbanyak penerimaan stimulus. Oleh karana itu, pengaruh lingkungan sebagai
sumber datanganya stimulus menjadi  sangat dominan dan sangat penting dalam membantu
proses pembelajaran bahasa kedua. Selain itu, kaum beahvorisme juga berpendapat bahwa
proses pemelorehan bahasa adalah proses pembiasaan. Itulah sebabnya, semakin orang
pembelajar terbiasa merespon stimulus yang dating padanya, semakin memperbesar
kemungkinan aktivitas pemerolehan bahasanya (Abdul hamid, 1987: 14-15).
Jadi, pengaruh bahasa pertama dalam bentuk transfer ketika berbahasa kedua akan besar
sekali apabila si pembelajar tidak terus-menerus diberikan stimulus bahasa pertama. Secara
teoritis ini memang tidak bisa dihilangkan karena bahasa pertama sudah merupakan intake
atau sudah dinuranikan dalam diri si pembelajar. Namun, dengan pembiasaan-pembiasaan
dan penerimaan stimulus terus-menerus dalam  bahasa kedua, hal itu bisa dikurangi.
b. Teori kontranstif menyatakan bahwa keberhasilan belajar bahasa kedua sedikit banyaknya
ditentukan oleh keadaan linguistik bahasa yang telah dikuasai oleh pembelajar sebelumnya
(Klein, 1986:5). Berbahasa kedua alah proses transferiasi. Maka, struktur bahasa yang sudah
dikuasai banyak mempunyai kesamaan dengan bahasa yang dipelajari, akan terjadilah
semacam permudahan dalam proses transferisasinya. Sebaliknya, jika struktur keduanya
memiliki perbedaan, maka akan terjadilah kesulitan bagi pembelajar untuk menguasi bahasa
keduanya itu.
5. Faktor Lingkungan
Dulay (1985:14) menerangkan bahwa kualitas lingkungan bahasa sangat penting bagi seseorang
pembelajar untuk dapat berhasil dalam mempelajari bahasa baru (bahasa kedua). Yang dimaksud
dengan lingkungan bahasa adalah segala hal yang didengar dan dilihat oleh pembelajara sehubungan
bahasa kedua yang sedang dipelajari (Tjohjono, 1990). Yang termasuk dalam lingkungan bahasa adalah
situasi di restoran atau di toko, percakapan dengan kawan-kawan, ketika menonton televise, saat
membaca koran, dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas, dan sebagainya. Kualitas lingkungan
bahasa ini merupakan suatu yang penting bagi pembelajar untuk memperoleh keberhasilan dalam
mempelajari bahasa kedua (Dulay, 1982: 13). Dalam hal ini, Krashen, 1981: 40) membagi lingkunagn
bahasa atas (a) lingkunagn formal seperti di kelas dalam proses belajar-mengajar, dan bersifat artifisial;
dan (b) lingkungan informal atau natural/alamiah.
a. Pengaruh Lingkungan Formal
Lingkungan formal adalah salah satu lingkunagn dalam belajar yang mengfokuskan pada
penguasaan kaidah-kaidah bahasa yang sedang dipelajari secara sadar (Dulay, 1985:19; Ellis,
1986:297). Sehubungan dengan ini, Krashen (1983:36) menyatakan bahawa lingkungan formal
bahasa ini meiliki cirri atas: a) bersifat artificial, b) merupakan bagian dari keseluruhan pengajaran
bahasa di sekolah atau di kelas, dan c) di dalamnya pembelajar diarahkan untuk melakuakan
kativitas bahasa yang menampilkan kaidah-kaidah bahasa yang telah dipelajarinya, dan
diberikannya balikan oleh guru dalam bentuk koreksi terhadaop kesalahan yang dilakukan oleh
pembelajar.
Masalah kita sekarang adalah lingkungan formal itu berpangaruh dalam bidang apa? Ellis
(1986: 217) mengatakan lingkungan formal dapat dilihat pengaruhnya pada dua aspek dalam proses
pembelajaran bahasa kedua, yaitu 1) pada urutan pemerolehan bahasa kedua, dan 2) kecepatan atau
keberhasilan dalam menguasai bahasa kedua.
b. Pengaruh Lingkungan Informal
Lingkungan informal bersifat alami atau natural, tidak dibuat-buat. Yang termasuk lingkungan
informal antara lain bahasa yang digunakan kawan-kawan sebaya, bahasa pengasuh atau orang tua,
bahasa yang digunakan anggota kelompok etnis pembelajar, yang digunakan media massa, bahasa
para guru, baik di kelas maupun di luar kelas. Secara umum dapat dikatakan lingkungan ini sangat
berpengaruh terhadap hasil belajar bahasa kedua para pembelajar.
Dalam pembicaraan mengenai pembelajaran bahasa kedua di atas belum disinggung adanya
perbedaan antara yang berlangsung dalam lingkungan formal dan yang berlangsung dalam
lingkungan informal. Dalam lingkungan formal kemampuan yang diharapkan adalah penguasaan
ragam bahasa formal atau bahasa baku untuk digunakan dalam situasi dan keperluan formal.
Sedangkan dalam lingkungan informal yang diharapkan adalah kemampuan atau penguasaan akan
ragam bahasa informal untuk digunakan dalam situasi atau keperluan informal. Jikalau dalam
kenyataannya kemampuan bahasa informal lebih dikuasai dari kemampuan berbahasa ragam
formal, itu adalah karena kesempatan untuk berbahasa ragam informal jauh lebih luas daripada
kesempatan untuk berbahasa formal. Menurut Baradja (1994:3-12) terdapat enam faktor yang perlu
diperhatikan secara cermat, yaitu (1) tujuan,(2) pembelajar, (3) pengajar, (4) bahan, (5) metode, dan
(6) faktor lingkungan. Meski demikin, faktor tujuan, pembelajar, dan pengajar merupakan tiga
faktor utama dari ketiga faktor ini kemampuan B2 mengkonsentrasikan diri pada hal-hal yang
menyangkut pembelajar dan proses pembelajar.

Anda mungkin juga menyukai