Disusun Oleh :
B. Masalah
1. Apa sajakah dimensi pemerolehan bahasa kedua?
2. Apa sajakah teori pemerolehan bahas kedua ?
3. Bagaimanakah peranan bahasa pertama pada pemerolehan bahasa kedua ?
C. Tujuan
1. Memberikan pemaparan mengenai dimensi pemerolehan bahasa kedua.
2. Memberikan pemaparan mengenai teori pemerolehan bahas kedua.
3. Memberikan pemaparan tentang peranan bahasa pertama pada pemerolehan bahasa
kedua.
PEMBAHASAN
A. DIMENSI PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA
Tiga komponen yang menentukan proses pemerolehan bahasa, yaitu propensity
(kecenderungan), language faculty (kemampuan berbahasa) , dan acces (jalan masuk) ke
bahasa. Terdapat juga kategori yang memberi ciri kepada proses tersebut, yaitu struktur,
tempo, dan end state (keadaan akhir). Keenam butir ini merupakan enam dimensi dasar
pemerolehan bahasa kedua :
1) Propensity (kecenderungan)
Istilah propensity mencakup seluruh faktor yang bermanfaat, merusakkan, dan
yang menyebabkan para pelaiar menerapkan kemampuan berbahasa untuk
memperoleh sesuatu bahasa. Hal itu merupakan basil interaksi mereka yang
menentukan kecenderungan aktual pelaiar. Empat komponen kecenderungan tersebut
sebagai berikut, yakni :
1. Social Integration “Integrasi Sosial”
Integrasi sosial itu merupakan sang anak secara tidak sadar mengikuti
maksim atau peribahasa “perolehan identitas sosial, dan identittas nasional dalam
kerangkanya”. Integrasi sosial mempunyai sedikit signifikansi sebagai faktor
penyebab kecenderungan dalam belajar bahasa kedua pada tingkat perguruan
tinggi atau universitas, terutama dalam kasus ekstrim belajar bahasa klasik Latin
dan Greek, ketika integrasi sosial merupakan sesuatu yang tidak mungkin ada.
Dalam hal-hal tertentu, integrasi sosial merupakan faktor yang mengakibatkan
pengaruh negatif. Sebagai contoh, kalau seorang pekeria migran telah berimegrasi
baik dan memiliki suatu identitas sosial di dalam masyarakat aslinya, dia dapat
saja pulang kembali daripada berintegrasi ke dalam suatu masyarakat bahasa baru
karena takut kehilangan identitas sosial, walaupun kesadaran ada untuk
memperoleh keuntungan yang sesuai dengan kemampuannya dari integrasi baru.
Ini mungkin merupakan penyebab “fosiliasi” dini (Selinker, 1972) dalam
keterampilan berbahasa kedua pada banyak migran dewasa (Schumann, 1978).
2. Attidude “Sikap”
Anak-anak seakan-akan tidak mempunyai sikap khusus terhadap bahasa pertama
mereka, dan tidak juga pasti apakah evaluasi mereka terhadap ayah dan ibu
mempunyai suatu efek terhadap pemerolehan bahasa. Sangat alamiah bahwa
seorang pelajar yang menganggap suatu bahasa tertentu sebagai sesuatu yang
membual saja dan yang tidak dapat menempatkan seseorang pembicara bahasa
tersebut akan membuktikan kurang berhasilnya dalam mempelajarinya daripada
seseorang pelajar dengan sikap yang positif.
3. Communicative Need “Kebutuhan Komunikasi”
Kosakata yang diperoleh oleh seorang pembicara bagi maksud-maksud
komunikatif agaknya termasuk ke dalam yang berhubungan dengan
kebutuhannya. Ini sama benarnya dengan pemerolehan bahasa kedua yang
spontan (pembantu orang Jawa di Tanah Karo) seperti pada belaiar terpimpin
(buat maksud-maksud perdagangan, atau buat membaca seperangkat naskah pada
tingkat universitas); kosakata yang dikembangkan untuk maksud-maksud tertentu
selalu lebih bersifat berat sebelah daripada kosakata yang diperlukan untuk
mencapai integritas sosial. Terlebih lagi, jika interaksi biasa di dalam setiap
masyarakat didominasi oleh pola-pola konversasi ritual, misalnya oleh frasa-frasa
baku, ekspresi-ekspresi rutin gaya bahasa, tetapi juga oleh keseimbangan lembut
antara keeksplisitan dan keimplisitan, tindak ujar yang langsung dan tidak
langsung, dan sebagainya. Penguasaan seseorang terhadap bentuk-bentuk
linguistik ini menghukum (sebelum memeriksa) integrasinya ke dalam masyaratat
tertentu; komunikasi terus menerus tidak dapat dilakukan tanpa itu. Kebutuhan-
kebutuhan komunikatif yang telah dibicarakan, sangat jauh itu tanpa spesifikasi
yang lebih laniut, tetapi hendaknya dijelaskan bahwa terdapat berbagai ragam
jenis kebutuhan-kebutuhan seperti itu dan pengaruhnya kepada pemerolehan
bahasa pun tentu berbagai macam pula.
4. Education “Pendidikan”
Faktor pendidikan, suatu bahasa kedua dapat dipelaiari dengan cara yang
sama seperti seperangkat teori atau biologi hanya karena bahasa itu termasuk
pada organisasi pendidikan suatu masyarakat tertentu. Di negara-negara Eropa
Barat, misalnya, seseorang yang berpendidikan adalah orang yang telah
mempelaiari, menelaah, antara lain bahasa Latin dan satu atau dua bahasa
modem. Dalam pengaiaran bahasa asing di sekolah-sekolah, hal ini merupakan
pertimbangan yang telah dikesampingkan, tidak memegang peranan lagi, bahkan
tidak merupakan satu-satunya pertimbangan. Pada saat yang sama, idaman
pendidikan ini adalah yang paling lemah di antara segala faktor yang menunjang
kecenderungan dengan sendirinya hal itu dapat mendorong proses belajar bahasa
hanya hal-hal tertentu atau pada kasus-kasus luar biasa saja.
2) Language Faculty (kemampuan berbahasa)
Umat manusia diberkahi dengan kapasitas alamiah bagi pemprosesan bahasa,
baik sebagai pembicara dan penyimak, atau menggunakan istilah Saussure (l916)
dengan “faculte’du langange" dalam melatih kecakapan atau kemampuan ini, mereka
telah menggunakan salah satu sistem bernorma sosial yang mengacu pada “bahasa-
bahasa alamiah” atau “natural languages” (istilah Saussure: “langue”). Kemampuan
bahasa terdiri atas kemampuan menyesuaikan kapasitas-kapasitas pemprosesan
bahasa pada suatu sistem sosial, seperti mempelajari bahasa tertentu. Dengan
perkataan lain, pemprosesan bahasa, yaitu bagian-bagian otak manusia, sistem motor,
dan aparat-aparat perseptual yang sistem untuk memproses bahasa dan sanggup tidak
hanya menghasilkan bahasa dan memahaminya, tetapi juga mengatur produksi dan
pemahaman bahasanya pada materi linguistik khusus.
Apa yang tercakup atau terlibat dalam PB2 adalah kapasitas untuk
mereorganisasi pemproses bahasa untuk menanggulangi bahasa lain, suatu kapasitas
yang dapat dilatih menyediakan suatu keinginan kuat yang memadai atau cukup.
Perbedaan-perbedaan antara pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan
bahasa kedua dapat ditunjukkan dengan tepat dalam kaitanya dengan berikut ini :
a. Pelajar bahasa kedua adalah lebih tua, jadi pada mereka mungkin terdapat
perubahan-perubahan dalam beberapa determinan biologis yang penekanan
utamanya diletakkan pada pemprosesan bahasa. Hal ini tentu saia mungkin
diterapkan pada komponen-komponen periferal seperti mendengar. Akan tetapi,
itu juga merupakan masalah terbuka mengenai apakah perubahan-pcrubahan
perifetal dan perubahan-perubahan yang mungkin dalam sistem syaraf pusat
(ingatan) ini dapat mendesak atau menggunakan pengaruh yang dapat diamati
terhadap pemprosesan bahasa.
b. Pengetahuan pelajar secara konstan berubah-ubah terus, paling sedikit sejauh
yang berkenaan dengan pengetahuan nonlinguistik. Tetapi pelajar bahasa kedua
itu paling sedikit telah berkuasa terhadap bahasa penamanya, dan hal itu
merupakan sandaran alamiah yang sempuma, secara sadar atau tidak sadar,
terhadap pengetahuannya mengenai bahasa tersebut. Ini merupakan wadah bahasa
pertama dapat menggunakan atau mendesakkan pcngaruh terhadap bahasa kedua,
yang menghasilkan fcnomena seperti transfer atau pemindahan, interferensi, dan
sebagainya.
3) Acces (Jalan masuk)
Harus disadari benar-benar bahwa pemproses bahasa tidak dapat beroperasi
tanpa jalan masuk menuju bahan mentah. Kita telah mengetahui bahwa pemerolehan
bahasa spontan mencakup belajar di dalam dan melalui interaksi sosial. Sang pelajar
diharuskan mempergunakan sebaik-baiknya segala pengetahuan yang tersedia
padanya agar dapat memahami apa yang dikatakan orang lain dan menghasilkan
ucapan-ucapannya sendiri. Dia dapat diharapkan cepat maju dalam proses
pemerolehan bahasa kalau kebutuhan bagi komunikasi menjadi bertambah
meningkat dan kesempatan-kesempatan semakin scring didapat frasa "dapat
diharapkan" dipakai untuk menekankan bahwa itu merupakan suatu gagasan.
Di sini, seseorang akan mengharapkan suatu acuan bagi gagasan yang sangat
sugestif bahwa anak-anak merupakan pelajar-pelajar yang lebih cepat daripada orang
dewasa, sedangkan penelitian ilmiah seringkali hanya memperkuat pandangan-
pandangan biasa atau yang terjadi sehari-hari belaka; fakta-fakta aktual di sini ialah
bahwa anak menjadi pelajar-pelajar yang lebih efisien dengan bertambahnya usia
(lihat : Buehlcr, 1972; Snow & Hoefnagel-Hohle, 1978; Chun, 1981; dan
McLaughlin, 1978).
4) Struktur
Berikut ini struktur-struktur proese pemerolehan bahasa kedua, yaitu :
A. Sinkronisasi
Penguasaan sesuatu bahasa mencakup pemerolehan terhadap segala jenis
pengetahuan linguistik. Dengan kata lain, bagaimana dia sebaiknya
mengusahakan pemahaman pengetahuan fonologis, morfologis, sintaksis,
leksikal, dan morfem-morfem. Dalam bahasa Indonesia, kita kenal pemakaian
morfem me- :
Rawat - merawat
Sayat - menyayat
Bawa - membawa
Pukul - memukul
B. Variabilitas
Struktur proses pemerolehan berbagai ragam pada para pelajar. Proses
pemerolehan, dalam pandangan variabilitasnya, sebenarnya dapat dipengaruhi
oleh suatu pengawasan yang cermat terhadap berbagai faktor yang sedang
beraksi, tetapi untuk menyelesaikan serta menyempurnakan ini perlu
memerhatikan benar - benar mekanisme - mekanisme yang mendasarinya, untuk
mengetahui "hukum-hukum" atau “kaidah-kaidah” yang mengatur proses
tersebut.
2. Teori Akomodasi
Teori akomodasi menyatakan bahwa hubungan masyarakat B1 dengan B2 dalam
berinteraksi sangat menentukan pemerolehan B2. Faktor-faktor berikut akan
mempermudah dan mempengaruhi keberhasilan pembelajar dalam mempelajari B2,
yakni :
a. Anggapan pembelajar B2 nahwa dirinya merupakan anggota dari masyarakat
B2.
b. Tidak memandang rendah masyarakat B2.
c. Persepsi pembelajar tentang pentingnya etnolinguistik.
d. Terbuka dan ketat dalam mempersepsikan batas kelompok B1 dengan B2.
e. Pembelajar B1 mengidentifikasi diri sama kuat dan memuaskannya dengan
kelompok sosial lainnya.
3. Teori Wacana
Teori wacana menekankan pentingnya pembelajar B2 menemukan makna
bahasa melalui keterlibatannya dalam berkomunikasi.
Teori wacana mempunyai sejumlah prinsip utama berikut ini :
a. Pemerolehan B2 mengikuti urutan alamiah dalam perkembangan sintaksis.
b. Penutur asli akan menyesuaikan tuturannya untuk mencapai makna yang
disepakati bersama penutur nonasli.
c. Strategi percakapan yang ditempuh untuk mencapai makna yang disepakati dan
masukan mempengaruhi kecepatan dn urutan pemerolehan data terbaik bagi
pembelajar
4. Model Monitor
Teori ini menyatakan bahwa tampilan berbahasa pembelajar(B2) ditentukan
oleh cara mereka menggunakan monitor. Penggunaan bahasa yang berlebihanakan
menghambat penguasaan bahasa pembelajar.
6. Hipotesis Universal
Hipotesis universal menyatakan bahwa anak menemukan kaidah-kaidah bahasa
dengan bentuk gramatika universal, yakni gramatika inti.
Hipotesis ini menyatakan bahwa terdapat kesemestaan bahasa yang menentukan
proses pemerolehan B2 seperti berikut ini, yaitu :
a. Kesemestaan bahasa membantu mengatasi hambatan yang berpotensi muncul
dalam bahasa antara (inter langue).
b. Pembelajar akan merasa lebih mudah memperoleh pola-pola yang sesuai dengan
kesemestaan bahasa daripada yang tidak sesuai.
c. Apabila B1 menerapkan kesemestaan bahasa maka B1 cenderung akan
membantu perkembangan penguasaan bahasa antara melalui transfer.
7. Teori Neurofungsional
Teori ini menyatakan adanya hubungan antara bahasa dengan anatomi syaraf.
Dua daerah otak, dua daerah dalam otak, yaitu belahan otak kanan dan belahan otak
kiri, menentukan pemerolehan B2.
Pemerolehan B2 dapat diterangkan menurut fungsi syaraf dengan memperhatikan
dua hal. Pertama, fungsi syaraf yang mana yang digunakan untuk berkomunukasi.
Kedua, tingatan mana dalam system syaraf tersebut yang dilibatkan.
Tujuh teori pemerolehan bahasa kedua, yang terdiri dari beberapa model, yaitu :
1. Model Akulturasi
2. Teori Akomodasi
3. Teori Wacana
4. Model Monitor
5. Model Kompetensi Variable
6. Hipotesis Universal
7. Teori Neurofungsional
Selanjutnya ialah peranan bahasa pertama pada pemerolehan bahasa kedua. Apabila
dalam proses awal menunjukkan pemahaman dan penghasilan yang baik dari keluarga dan
lingkungan bahasa yang diperolehnya, proses pemerolehan bahasa selanjutnya akan
mendapatkan kemudahan. Beberapa penemuan penelitian yang penting mengenai hal ini
adalah seperti berikut :
1. Pengaruh bahasa pertama terlihat paling kuat dalam susunan kata kompleks dan
dalam terjemahan frasa-frasa kata demi kata.
2. Pengaruh bahasa pertama lebih lemah dalam morfologi terikat.
3. Pengaruh bahasa pertama seakan-akan paling kuat aau besar dalam lingkungan-
lingkungan "pemerolehan rendah" atau "accuisition-poor.
DAFTAR PUSTAKA