Anda di halaman 1dari 11

A.

PENGERTIAN BAHASA KEDUA


1. Menurut Chaer dan Agustina
Pemerolehan bahasa kedua adalah rentang bertahap yang dimulai dari
menguasai bahasa pertama (B1) ditambaha sedikit mengetahui bahasa
kedua (B2), lalu penguasaan B2 meningkat secara bertahap, sampai
akhirnya penguasaan B2 sama baiknya dengan B1.
2. Kholid A. Harras
Bahasa kedua adalah bahasa yang diperoleh anak setelah mereka
memperoleh bahasa pertama.
3. Henry Guntur Tarigan
Pemerolehan bahasa kedua diartikan dengan mengajar dan belajar
bahasa asing dan atau bahasa kedua lainnya.
4. Menurut Dardjowidjojo
Pemerolehan bahasa kedua diperoleh melalui proses orang dewasa yang
belajar di kelas adalah pembelajaran secara formal di perbandingkan dengan
bahasa permata secara alamiah.
5. Wikipedia
Pemerolehan bahasa kedua adalah proses seseorang belajar bahasa kedua
disamping bahasa ibu, mereka mengacu pada aspek sadar dan bawah sadar
dari masing-masing proses. Bahasa kedua atau B2 biasanya mengacu pada
semua bahasa yang dipelajari setelah bahasa ibu mereka, yang juga disebut
bahasa pertama, B1.

B. PROSES PENGUASAAN BAHASA KEDUA


Sebagaimana proses kemampuan B1, kemampuan B2 pun untuk
mendapatkan kompetensi semantik, kompetensi sintaksis, dan kompetensi
fonologi. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa ketiga kompetensi
tersebut merupakan subtansi dari kompetensi linguistik. Untuk dapat
berbahasa (B1 atau B2) dengan baik, seseorang harus menguasai tiga
kompetensi tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
subtansi antara proses yang terjadi pada kemampuan B 1 dan B2.
Proses penguasaan B2 mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Proses belajar bahasa secara sengaja.
2) Berlangsung setalah terdidik berada di sekolah.
3) Lingkungan sekolah sangat menentukan.
4) Motivasi si terdidik tidak sekuat saat memppelajari bahasa pertama.
5) Waktunya terbatas.
6) Si terdidik tidak mempunyai banyak waktu untuk mempraktekkan bahasa
yang dipelajari.
7) Bahasa pertama mempengaruhi proses belajar bahasa kedua.
8) Umur kritis mempelajari bahasa kedua kadang-kadang telah lewat,
sehingga proses belajar bahasa kedua berlangsung lama.
9) Dan disediakan alat bantu belajar.
Tarigan (1988:125-126) mengacu pada La Foge (1983) mengatakan
bahwa terdapat tiga ciri proses pembelajaran bahasa kedua; 1) pembelajaran
bahasa adalah manusia, karenannya pembelajaran bahasa terjadi dalam
interaksi social antar individu (guru, siswa) yang di dalamnya berlaku
hokum-hukum social, 2) pembelajaran berlangsung dalam interaksi yang
dinamis, berarti bahwa pembelajar tumbuh dan berkembang menuju ke
“kedewasaan ber-B211, sehingga dalam proses ini pengajar diharapkan
memberikan segala pengalamannya untuk membantu pembelajar, 3)
pembelajaran berlangsung dalam suasana reponsif. Artinya, proses
pembelajaran merupakan kesempatan besar bagi pembelajar untuk
melakukan respo. Pancingan dapat diberikan oleh pengajar atau sesame
pembelajar.

C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGUASAAN BAHASA


KEDUA
1. Faktor Motivasi
Dalam pembelajaran bahasa kedua menyatakan bahwa orang yang
didalam didrinya ada keinginan, dorongan, atau tujuan yang ingin dicapai
dalam belajar bahasa kedua cenderung akan lebih berhasil disbanding
dengan orang yang belajar tanpa dilandasi oleh suatu dorongan, tujuan dan
motivasi itu. Lambert dan Gardner (1972), Brown (1980), dan Ellias (1986),
juga mendukung pernyataan bahwa belajar bahasa akan lebih behasil bila
dalam diri pembelajar ada motivasi tertentu.
Beberapa pakar pembelajaran bahasa kedua telah mengemukakan apa
yang dimaksud dengan motivasi. Coffer (1964) misalnya menyataka bahwa
motivasi adalah dorongan, hasrat, kemauan, alasan, atau tujuan yang
mengerakkan orang untuk melakukan sesuatu. Pakar lain, Brown (1981)
menyatakan bahwa motivasi adalah dorongan dari dalam, dorongan sesaat,
emosi atau keinginan yang mengerakkan seseorang untuk berbuat sesuatu.
Sedangakan Lambert (1972) menyatakan bahawa motivasi adalah
alasan untuk mencapai tujuan secara keseluruhan. Jadi motivasi dalam
pembelajaran bahasa berupa dorongan yang datang dari dalam diri
pembelajar yang menyebabkan pembelajaran memiliki keinginan yang kuat
untuk mempelajari suatu bahasa kedua.
Dalam kaitannya dalam pemebalajaran bahasa kedua, yaitu: 1) fungsi
integrative dan 2) fungsi instrumental. Motivasi berfungsi integrative kalau
motivasi itu mendorong seseorang untuk mempelajari suatu bahasa karena
adanya keinginan untuk berkomunikasi dengan masyarakat penutur bahasa
itu atau menjadi anggota masyarakat bahasa penutur. Sedangkan motivasi
berfungsi instrumental adalah kalau motivasi itu mendorong seseorang
untuk memiliki kemauan untuk mempelajari bahas kedua itu karena tujuan
yang bermanfaat atau karena dorongan ingin memperoleh suatu pekerjaan
atau mobilitas sosial atas masyarakat tersebut (Dadner dan Lambert,
1972:3).

2. Faktor Usia
Ada anggapan umum dalam pembelajaran bahasa kedua bahwa anak-
anak lebih baik dan lebih berhasil dalam pembelajaran bahasa kedua
dibanding dengan orang dewasa (Bambang Djunaidi, 1990). Anak-anak
tampaknya lebih mudah dalam memperoleh bahasa baru, sedangkan orang
dewasa tampaknya mendapat kesulitan dalam memperoleh tingakat
kemahiran bahasa kedua. Anggapan ini telah mengarahkan adanya hipotesis
mengenai usia kritis atau periode kritis (Lenneberg, 1967; Oyama, 1976)
untuk belajar bahasa kedua.
Namun, hasil penelitan mengenai faktor usia dalam pembelajaran bahasa
kedua menunjukkan hal berikut.
1) Dalam hal urutan pemerolehan tampaknya faktor usia tidak terllalu
berperan sebab urutan pemerolehan oleh anak-anak dan orang dewasa sama
saja (Fathman, 1975; Duly, Burt, dan Kreshen, 1982).
2) Dalam hal kecepatan dan keberhasilan belajara bahasa kedua, dapat
disimpulkan: a) anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa dalam
pemerolehan system fonologi atau pelafalan; bahkan banyak diantara mereka
yang mencapai pelafalan seperti penutur asli; b) orang dewasa tampaknya
maju lebih cepat daripada kanak-kanak dalam bidang morfologi dan
sintaksis, paling tidak pada pemulaan masa belajar; c) kanak-kanak lebih
berhasil daripada orang dewasa, tetapi tidak selalu lebih cepat (‘Oyama,
1976; Dulay, Burt, dan Krashen, 1982; Asher dan Gracia, 1969).
Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa faktor umur yang
tidak dipisahkan dari faktor lain adalah faktor yang berpengaruh dalam
pembelajaran bahasa kedua. Perbedaan umur mempengaruhi kecepatan dan
keberhasilan belajar bahasa kedua pada aspek fonologi, morfologi dan
sintaksis tetapi tidak berpengaruh dalam pemerolehan urutannya.

3. Faktor Penyajian Formal


Pembelajaran atau penyajian bahasa secara formal tentu memiliki
pengaruh terhadap kecepatan dan kebehasilan dalam meperoleh bahasa
kedua karena disebabkan beberapa faktor dan variable yang disediakan
dengan sengaja. Demikian juga keadaan lingkungan pembelajaran bahasa
kedua secara formal, di dalam kelas, sangat berbeda dengan lingkungan
pembelajaran bahasa kedua secara narutalistik atau alamiah. Steiberg (1979:
166) menyebutkan karekteristik lingkunagn pembelajaran bahasa di kelas
sebagai berikut:
a) Lingkungan pembelajaran bahasa di kelas sangat diwarnai oleh faktor
psikolog social kelas yang mellliputi penyesuaian, disiplin, dan prosedur yang
digunakan.
b) Dilingkungan kelas dilakukan praseleksi terhadap data linguistic, yang
dilakukan guru berdasarkan kurikulum yang digunakan.
c) Dilingkungan kelas disajikan kaidah-kaidah gramatikal secara eksplisit
untuk menungkatkan kualitas berbahasa siswa yang tidak dijumpai di
lingkungan alamiah.
d) Di lingkungan kelas sering disajikan data dan situasi bhasa yang artifisial
(buatan), tidak seperti dalam lingkungan alamiah.
e) Di lingkungan kelas disediakan alat-alat pengajara seperti buku teks,
buku penunjang, papan tulis, tugas-tugas yang harus diselesaikan, dan
sebagainya.
Dengan kelima karakter lingkungan seperti di atas dapat disimpulakan
bahwa lingkungan kelas merupakan lingkunagan yang memfokuskan pada
kesadaran dalam memperolehh kaidah-kaiadah dan bentuk bahasa yag
dipelajari (Dulay, 982:17). Namun, pembelajaran bahasa edua secara formal
kurang berpotensi untuk menghasilakan penutur-penutur yang mampu
berkomunikasi secara alamiah seperti penutur aslinya.
Dengan kondisi lingkungan kelas yang khas dalam pembelajaran bahasa
kedua, maka tentunya ada pengaruh terhadap keberhasilan pembelajaran
bahasa kedua.
· Pengaruh Terhadap Kompetensi
Penguasaan kompetensi ini sangat dipengaruhi oleh peran yang
dimainkan pembelajar dalam lingkungan formal pembelajar itu. Dalam hal
ini Dukly dkk. (1982: 20) membedakan peran pembelajar menjadi tiga
macam, yaitu kounikasi satu arah (one-way communication), komunikasi
dua arah (restricted two-way communication), dan komunikasi dua arah
penuh (full two-way communication). Maka, pembelajar cenderung
menggunakan komunikasi satu arah tidak memberi kesempatan kepada
pembelajar untuk merespon yang disampaikan guru dalam bahasa yang
dipelajari. Pembelajaran yang menggunakan komunikasi dua arah yang
terbatas memberi kesempatan kepada pembelajar untuk merespons tetapi
bukan dalam bahasa yang dipelajari. Sedangkan model pembelajaran dua
arah penuh memberi kesempatan yang sebanyak-banyaknya kepada
pembelajar untuk menggunakan bahasa yang dipelajari dalam proses
pembelajaran.
· Pegaruh Terhadap Kualitas Performansi
Performansi merupakan realisasi kompetensi kebahasaan yang dimiliki
seseorang (Ellis, 1986: 5-6). Pembelajaran bahasa formal di dalam kelas
dapat menjamin kualitas input yang diteria pemelajar (Ellis, 1986:231). Lalu,
apabila input yang diterima berkualitas tinggi, maka menurut satu hipotetis,
keluaran (performansi) yang dihasilkan juga mempunyai kualitas yang tinggi,
meskipun diakuanya adanya variasi individual.
· Pengaruh Terhadap Urutan Pemerolehan
Urutan pemerolehan yang dimaksud disini, adalah pemerolehan morfem
gramatikal. Menurut beberapa pakar, seperti Ellis (1984), Makino (1979),
Felix (1981), bahwa urutan pemerolehan morfem gramatikal pembelajaran
yang mendapat pebelajaran secara formal tidak berbeda dengan mereka yang
belajar secara alamia (naturalistik). Namun, hasil penelitian mengenai
pengaruh pembelajaran bahasa secara formal terhadap urutan pemerolehan
ini menunjukkan kesimpulan yang berbeda. Hasil penelitian Perkins dan
Freeman (1975) menunjukkan bahwa dalam berbicara secara spontan
pengaruh pembelajaran itu tidak tampak dalam urutan pemerolehan; tetapi
dalam situasi tertentu pengaruh itu tampak (Ellias, 1986:218). Hasil
penelitian Lightbown (1980) menunjukkan bahwa penagaruh pembelajaran
formal terhadap urutan pemerolehan itu adalah kecil sekali.
· Pengaruh Terhadap Kecepatan Pemerolehan
Kecepatan pemerolehan adalah kecepatan menangkap masukan dan
menjadikan masukan itu sebagai pebendaharaan kebahasaannya. Kecepatan
pemerolehan ini sebenarnya bersifat relatif, dan banyak tergantung pada
faktor yang lain seperti intelegensi, sikap, bakat, motivasi, dan faktor internal
lainnya (Ellias, 1986: 99-126).
Pengaruh pembelajaran bahasa kedua secara formal di kelas tampak pada
kecepatan dalam menguasai kaidah-kaidah dan bentuk- bentuk kebahasaan.
Meskipun penguasaan seperangkat kaidah kebahasaan tidak mempengaruhi
proses performansinya, tetapi penguasaan ini dapat berfungsi sebagai
penyaring kebahasaan yang diproduksinya itu.

4. Faktor Bahasa Pertama


Para pakar pembelajaran bahasa kedua pada umumnya percaya bahwa
bahasa pertama mempunyai pengaruh terhadap proses penguasaan bahasa
kedua pembelajar (Ellis, 1986: 19). Sedangkan bahasa pertama ini telah
lama dianggap menjadi penggagu di dalam proses pembelajaran bahasa
kedua. Hal ini karena biasanya terjadi seorang pembelajar secara tidak sadar
atau tidak melakukan transfer unsur-unsur bahasa pertamanya ketika
menggunakan bahasa kedua (Dulay, dkk., 1982:96). Akibatnya terjadilah
yang disebut interfensi, ahli kode, campur kode, atau juga kekhilafan (error).
Dapatkah gangguan bahasa pertama dalam proses pembelajaran bahasa
kedua dihilangkan, atau paling tidak dikurangi seminimal mungkin?
Berdasarkan beberapa teori atau hipotesis tertentu barangkali hal ini dapat
dijelaskan.
1) Menurut teori stimulus-respon yang dikemukakan oleh kaum beavorisme,
bahasa adalah hasil stimulus-respon. Maka apabila seseorang ingin
memperbanyak pengujaran ujaran, dia harus memperbanyak penerimaan
stimulus. Oleh karana itu, pengaruh lingkungan sebagai sumber datanganya
stimulus menjadi sangat dominan dan sangat penting dalam membantu
proses pembelajaran bahasa kedua. Selain itu, kaum beahvorisme juga
berpendapat bahwa proses pemelorehan bahasa adalah proses pembiasaan.
Itulah sebabnya, semakin orang pembelajar terbiasa merespon stimulus yang
dating padanya, semakin memperbesar kemungkinan aktivitas pemerolehan
bahasanya (Abdul hamid, 1987: 14-15).
Jadi, pengaruh bahasa pertama dalam bentuk transfer ketika berbahasa
kedua akan besar sekali apabila si pembelajar tidak terus-menerus diberikan
stimulus bahasa pertama. Secara teoritis ini memang tidak bisa dihilangkan
karena bahasa pertama sudah merupakan intake atau sudah dinuranikan
dalam diri si pembelajar. Namun, dengan pembiasaan-pembiasaan dan
penerimaan stimulus terus-menerus dalam bahasa kedua, hal itu bisa
dikurangi.
2) Teori kontranstif menyatakan bahwa keberhasilan belajar bahasa kedua
sedikit banyaknya ditentukan oleh keadaan linguistik bahasa yang telah
dikuasai oleh pembelajar sebelumnya (Klein, 1986:5). Berbahasa kedua alah
proses transferiasi. Maka, struktur bahasa yang sudah dikuasai banyak
mempunyai kesamaan dengan bahasa yang dipelajari, akan terjadilah
semacam permudahan dalam proses transferisasinya. Sebaliknya, jika
struktur keduanya memiliki perbedaan, maka akan terjadilah kesulitan bagi
pembelajar untuk menguasi bahasa keduanya itu.

5. Faktor Lingkungan
Dulay (1985:14) menerangkan bahwa kualitas lingkungan bahasa sangat
penting bagi seseorang pembelajar untuk dapat berhasil dalam mempelajari
bahasa baru (bahasa kedua). Yang dimaksud dengan lingkungan bahasa
adalah segala hal yang didengar dan dilihat oleh pembelajara sehubungan
bahasa kedua yang sedang dipelajari (Tjohjono, 1990). Yang termasuk dalam
lingkungan bahasa adalah situasi di restoran atau di toko, percakapan
dengan kawan-kawan, ketika menonton televise, saat membaca koran, dalam
proses belajar-mengajar di dalam kelas, dan sebagainya. Kualitas lingkungan
bahasa ini merupakan suatu yang penting bagi pembelajar untuk
memperoleh keberhasilan dalam mempelajari bahasa kedua (Dulay, 1982:
13).
Dalam hal ini, Krashen, 1981: 40) membagi lingkunagn bahasa atas (a)
lingkunagn formal seperti di kelas dalam proses belajar-mengajar, dan
bersifat artifisial; dan (b) lingkungan informal atau natural/alamiah.
1) Pengaruh Lingkungan Formal
Lingkungan formal adalah salah satu lingkunagn dalam belajar yang
mengfokuskan pada penguasaan kaidah-kaidah bahasa yang sedang
dipelajari secara sadar (Dulay, 1985:19; Ellis, 1986:297). Sehubungan
dengan ini, Krashen (1983:36) menyatakan bahawa lingkungan formal
bahasa ini meiliki cirri atas: a) bersifat artificial, b) merupakan bagian dari
keseluruhan pengajaran bahasa di sekolah atau di kelas, dan c) di dalamnya
pembelajar diarahkan untuk melakuakan kativitas bahasa yang
menampilkan kaidah-kaidah bahasa yang telah dipelajarinya, dan
diberikannya balikan oleh guru dalam bentuk koreksi terhadaop kesalahan
yang dilakukan oleh pembelajar.
Masalah kita sekarang adalah lingkungan formal itu berpangaruh
dalam bidang apa? Ellis (1986: 217) mengatakan lingkungan formal dapat
dilihat pengaruhnya pada dua aspek dalam proses pembelajaran bahasa
kedua, yaitu 1) pada urutan pemerolehan bahasa kedua, dan 2) kecepatan
atau keberhasilan dalam menguasai bahasa kedua.
2) Pengaruh Lingkungan Informal
Lingkungan informal bersifat alami atau natural, tidak dibuat-buat.
Yang termasuk lingkungan informal antara lain bahasa yang digunakan
kawan-kawan sebaya, bahasa pengasuh atau orang tua, bahasa yang
digunakan anggota kelompok etnis pembelajar, yang digunakan media
massa, bahasa para guru, baik di kelas maupun di luar kelas. Secara umum
dapat dikatakan lingkungan ini sangat berpengaruh terhadap hasil belajar
bahasa kedua para pembelajar.
Dalam pembicaraan mengenai pembelajaran bahasa kedua di atas
belum disinggung adanya perbedaan antara yang berlangsung dalam
lingkungan formal dan yang berlangsung dalam lingkungan informal. Dalam
lingkungan formal kemampuan yang diharapkan adalah penguasaan ragam
bahasa formal atau bahasa baku untuk digunakan dalam situasi dan
keperluan formal. Sedangkan dalam lingkungan informal yang diharapkan
adalah kemampuan atau penguasaan akan ragam bahasa informal untuk
digunakan dalam situasi atau keperluan informal. Jikalau dalam
kenyataannya kemampuan bahasa informal lebih dikuasai dari kemampuan
berbahasa ragam formal, itu adalah karena kesempatan untuk berbahasa
ragam informal jauh lebih luas daripada kesempatan untuk berbahasa
formal.

Menurut Baradja (1994:3-12) terdapat enam faktor yang perlu


diperhatikan secara cermat, yaitu (1) tujuan,(2) pembelajar, (3) pengajar, (4)
bahan, (5) metode, dan (6) faktor lingkungan. Meski demikin, faktor tujuan,
pembelajar, dan pengajar merupakan tiga faktor utama dari ketiga faktor ini
kemampuan B2 mengkonsentrasikan diri pada hal-hal yang menyangkut
pembelajar dan proses pembelajar.
D. STRATEGI KEMAMPUAN BAHASA KEDUA
1. Pengertian Strategi
Istilah strategi diambil dari bahasa inggris, strategy. Dalam bidang non
militer, konsep strategi digunakan untuk hal-hal yang bebar dari makna
permusuhan. Kata itu mengandung makna rencana, tahapan, atau
kesadaran untuk bertindak sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam bidang pendidikan strategi diberi makna baru dan ditransformasikan
kedalam strategi belajar. Dalam hal ini, strategi belajar didefinisikan sebagai
langkah-langkah yang dilakukan oleh pembelajar untuk menambah
kemampuan, penyimpanan, pemroduksian kembali, dan penggunaan
informasi.
Berkaitan dengan definisi tersebut dimunculkan definisi baru strategi
belajar bahasa, yaitu tindakan khusus yang dilakukan oleh pembelajar
untuk mempermudah, mempercepat, lebih menikmati, lebih mudah
memahami secara langsung, lebih efektif, dan lebih mudah ditransfer ke
dalam situasi yang baru (Oxfroad, 1992:8).
Dalam pengertian baru ini, strategi belajar bahasa memiliki kandungan
makna sebagai berikut.
1) Strategi belajar bahasa memiliki kontribusi langsung pada tujuan utama
kemampuan/pembelajaran bahasa, yaitu kopetensi komunikatif.
2) Strategi belajar bahasa menghendaki pembelajar mudah memahami
sendiri secara langsung B2.
3) Strategi belajar bahasa mengembangkan pedoman bagi pengajar.
4) Strategi belajar bahasa berorientasi pada pemecahan masalah terhadap
tugas bahasa sasaran (B2).
5) Strategi belajar bahasa merupakan aktifitas khusus yang dilakukan oleh
pembelajar B2, bukan dilakuan oleh pengajar atau calon pengajar.
6) Strategi belajar bahasa melibatkan banyak aspek pembelajar, bukan
hanya kognisi.
7) Strategi belajar bahasa mendorong pembelajaran bahasa, baik langsung
maupun tidak langsung.
8) Strategi belajar bahasa tidak selalu mudah untuk diobservasi. Ada
beberapa strategi belajar yang hanya dapat diamati memlalui video tape atau
simulasi tertutup.
9) Strategi belajar bahasa merupakan proses yang dilakukan dengan sadar
dan terencana.
10) Strategi belajar bahasa merupakan aktivitas yang dapat dipelajari dan
dilatihkan.
11) Strategi belajar bahasa mengandung sub-subaktivitas yang fleksibel.
12) Strategi belajar bahasa dipengarui oleh beragam factor internal dan
eksternal dari pembelajar.
2. Macam-Macam Strategi Kemampuan Bahasa Kedua
Oxford(1992) membagi kemampuan B2 ke dalam dua keompok besar,
yaitu strategi langsung dan strategi tak langsung.
a. Strategi langsung adalah strategi yang melibatkan secara langsung
sasaran bahasa terhadap pembelajar. Semua strategi langsung memerlukan
proses mental, tetapi proses dan tujuannya berbeda-beda. Strategi langsung
ini dugunakan oleh pembelajar untuk mengatasi masalah kebahasaannya
melalui sentuhan langsung dengan materi kebahasaan yang ada. Strategi ini
terdiri atas tiga: (a) strategi memori, (b) strategi kognitif, dan (c) strategi
kompensasi.
Strategi memori ini dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mengingat
informasi yang potensial untuk diproduksi. Strategi memori merefleksikan
hal-hal yang sederhana: mengatur hal-hal yang sedrhana, membuat asosiasi,
dan melakukan penelaahan. Dan strategi ini sangat relevan untuk
pembelajaran kosakata. Dalam mempelajarai kosakata, strategi memori
memiliki kelebihan (1) memungkinkan pemebalajar menyimpan informasi
verbal dan kemudian mencarinya kembali saat dibutuhkan untuk
berkomunikasi dan (2) pada tingkat penelaahan membantu keterangan dari
tingkat fakta sampai pada tingkat keterampilan yang dalam hal ini berupa
pengetahuan procedural dan otomatis.
Beberapa teknik dapat membantu pengembangan strategi ini, seperti teknik
visual, teknik oral, dan kinestetik atau indra peraba. Secara teoritis, strategi
ini memiliki sumbangan yang kuat untuk pembelajaran B2. Namun dari
hasil penelitian didapatkan informasi bahwa jarang pembelajar yang
melaporkan bahwa dirinya menggunakan strategi memori ini.
Strategi kedua pada strategi secara langsung adalah strategi kognitif. Strategi
ini memiliki banyak variasi dalam aplikasinya: mengulang materi,
menganalisis ungkapan, dan meringkas. Fungsi utama strategi ini adalah
manipulasi atau trasformasi bahasa sasaran oleh pembelajar. Dan peranan
yang paling penting dalam strategi ini adalah untuk pelatihan, penerimaan,
dan pengiriman pesan, serta penganalisaan dan penalaran.
Strategi kompensasi merupakan strategi dalam paying strategi secara
langsung yang ketiga. Strategi ini dimaksudkan untuk mengatasi
kekurangan atau ketidakmampuan pembelajar dalam struktur B2 atau
khususnya dalam kosakata. Strategi ini dapat dikembangkan baik ketika
pembelajar sedang aktif berbahasa secara reseptif maupun secara produktif.
Untuk pembelajar yang sedang berbahasa secara reseptif, aktivitas yang
termasuk strategi ini adalah penekanan secara masuk akal. Menerka
sebenarnya merupakan suatu cara khusus memperoleh keterangan yang
baru atau mengiterprestasikan data dengan menggunakana konteks
berdasarkan pengalaman kehidupan pribadi. Menerka secara masuk akal ini
dapat dilakuakn dengan petunjuk linguistik (kosakata struktur) dan melalui
petunjuk nonlinguistik (koteks, konteks, situasi, pengetahuan tentang
dunia).
Sebaliknya, untuk pembelajar yang sedang berbahasa secara produktif,
aktivitas yang termasuk pada strategi ini adalah penguasaan batasan dalam
berbicara atau menulis. Aktivitas yang dapat ditempuh untuk
pengembangannya adalah (a) pengalihan ke bahasa ibu, (b) penggunaan
mimic atau gerak badan (gestur), (c) penghindaran komunikasi secara
spesifik dan menyeluruh, (d) penyesuaian pesan menjadi lebih sederhana, (e)
penciptaan kata-kata baru untuk mewadahi ide yang dikomunikasikan, dan
(f) penggunaan kata yang berlimpah dan sinonim.
b. Strategi secara tidak langsung adalah strategi untuk pengaturan belajar
bahasa secara umum. Jika strategi secara langsung memiliki hubungan
langsung dengan pemecahan problema kebahasaan, strategi tak langsung
tidak. Ibarat peran direktur permainan, strategi tak langsung memerankan
berbagai fungsi sebagai tuan rumah: menfokuskan, mengorganisasi,
menimbang, mengecek, mengoreksi, menumbuhkan percaya diri dan
menghibur para pelaku, demikian pula menyakinkan agar para
aktor (strategi langsung) dapat bekerja sama dengan para aktor lain dalam
dalam permainan (penyelesaian tugas B2). Yang tergolong strategi tak
langsung ini adalah (a) strategi metakognitif, untuk mengkoordinasi proses
belajar, (b) strategi afektif, untuk mengatur aspek emosi, (c) strategi social,
untuk belajar dengan orang lain.

3. Penerapan Strategi Tak Langsung Dalam Empat Keterampilan Berbahasa


Telah dikemukakan, strategi taklangsung memberi dukungan terhadap
strategi langsung dalam membantu pembelajar memecahkan tugas-tugas
kebahasaannya. Dukungan itu dalam bentuk pemfokusan, perencanaan,
pencarian peluang, ngendalian kecemasan, peningkatan kerja sama dan rasa
simpati, dan sebagainya. Strategi ini dikelompokkan menjadi tiga substrategi:
a) Metakognitif, b) Afektif, dan c) sosial.
Aktivitas dalam substrategi metakognitif antara lain berbentuk
memusatkan aktivitas belajar, menyusun rencana belajar, dan mengevaluasi
aktivitas belajar masing-masing. Substrategi ini bermanfaat bagi semua
keterampilan berbahasa. Sebagai contoh penerapan substrategi ini adalah
penggunaan teknik penelaahan dan penghubungan dengan materi
sebelumnya. Pembelajar bahasa Jawa sebagai B2 mula-mula mempreview
(membaca-baca terlebih dahulu untuk menyiapkan diri) kosakata dalam
bahasa Jawa yang dipakai untuk mengungkapkan rasa kesal, misalnya
aduh, jangkrik, gombal amoh, maling gering, jarke wae, karepmu, dan
sebagainya, karena pembelajar mengetahui bahwa mereka akan diminta
untuk mengecek ungkapan-ungkapan tersebut dalam aspek yang lebih
besar, yaitu penggunaannya dalam kalimat. Saat mem-preview disamping
membaca-baca, pembelajar mendemonstrasikan tiaptiap ungkapan ke dalam
kalimat, menambahkan ungkapan bahasa Jawa lain yang telah mereka
kenal, akhirnya mereka membandingkan ungkapan-ungkapan kekesalan
dalam bahasa Jawa tersebut dengan ungkapan dalam B1 mereka.substrategi
retakognitif ini yang bermanfaat untuk pembelajaran berbahasa lisan
(menyimak dan berbicara) adalah menunda produksi ucapan untuk
memfokuskan penyimakan. substrategi afektif membantu pembelajar
mengurangi rasa bosan dan menimbulkan rasa nyaman dalam belajar
bahasa. Substrategi ini dikembangkan dengan tiga teknik, yaitu:
a) Mengurangi kecemasan.
b) Memotivasi diri sendiri.
c) Mengontrol temperatur emosi diri.

Anda mungkin juga menyukai