Anda di halaman 1dari 12

PEMBELAARAN ATAU PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA

PADA ANAK KELAS 4 SEKOLAH DASAR


(KAJIAN PSIKOLINGUISTIK)

DISUSUN OLEH:
ETI ISNAINI (I1B120006)
AIDA EVAYANI (I1B120016)
RAHMA AYU NOVERA (I1B12038)
DOSEN PENGAMPU : Dr Reli Handayani, S.S., M.Pd.

SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU


PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bahasa adalah alat komunikasi manusia yang sering digunakan dalam berbagai
konteks dan yang di miliki manusia berupa sistem lambang bunyi berasal dari alat
ucap atau mulut manusia.

Pemerolehan bahasa dikategorikan menjadi dua yaitu pemerolehan bahasa pertama


yang lebih sering dikenal dengan bahasa ibu dan pemerolehan bahasa kedua. Dalam
pemerolehan bahasa pertama diperoleh anak pertama kali dengan cara meniru bahasa
pertama kali di keluarganya, pada proses ini sang anak tanpa sadar bahwa dia
mempelajari bahasanya. Setelah menguasai bahasa pertama seseorang dalam proses
selanjutnya pasti memerlukan komunikasi yang lebih luas, ke dunia luar dan guna
mengembangkan kehidupan. Oleh karena itu seseorang akan berusaha untuk belajar
bahasa kedua. Bahasa kedua diperoleh dengan belajar dengan sadar, sedangkan
pemerolehan bahasa pertama diperoleh sang anak tanpa sadar dari kesehariannya
bersama keluarganya. Pemerolehan kedua lebih kepada proses pemahaman bahasa
secara sadar.

Dalam pemerolehan bahasa kedua terdapat faktor dan strategi dalam pemerolehan dan
penguasaannya. Kita dapat mengetahui bagaimana pemerolehan bahasa kedua
dipelajari oleh seseorang dengan mengkaji lebih dalam, bagaimana proses
pemerolehan bahasa kedua tersebut, dengan demikian kita dapat memahami lebih
mendalam mengenai pemerolehan bahasa kedua sehingga memberikan penjelasan
yang dibutuhkan mengenai pemerolehan bahasa kedua.
Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Chaer (2003:167) bahwa Pemerolehan bahasa
atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak
ketika ia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa Ibunya. Pemerolehan bahasa
biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan
dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari
bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa
berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan
bahasa kedua.
Konsep pengajaran bahasa (asing atau bahasa kedua) tidak terlepas dari konsep
belajar itu sendiri. Semakin baiknya pemahaman terhadap hakikat perkembangan
anak telah melahirkan pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran. Terkait
dengan belajar bahasa, hal terpenting yang harus dipahami adalah bahwa belajar
bahasa adalah suatu proses akuisisi dengan tujuan tercapainya kemampuan
berkomunikasi. Teori pembelajaran bahasa kedua (SLA Theory) menunjukkan bahwa
seorang anak belajar karena adanya kebutuhan untuk itu, dan mereka dapat
memenuhinya melalui belajar bahasa. Teori itu juga mengatakan bahwa kemampuan
berbahasa berkembang secara bertahap dari yang mudah ke yang lebih kompleks.
Seperti dalam pengkaian ini, kami mengambil objek kajian seorang anak SD kelas 4,
yang dalam pengaruh pembelajaran bahasa kedua yaitu bahasa Inggris.

1.2 ALASAN PEMILIHAN TOPIK


Alasan kami memilih topik ini dikarenakan disekitar, atau bahkan di lingkup keluarga,
terdapat anak-anak tinggat sekolah dasar yang sedang belajar, atau memperoleh
bahasa kedua mereka yaitu bahasa inggris, baik dalam pembelaaran wajib disekolah,
maupun didapat dengan mengikuti bimbingan belajar diluar sekolah.

1.3 RUMUSAN MASALAH


Masalah umum dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pemerolehan ko- sakata
bahasa kedua pada anak sekolah dasar serta bagaimana cara atau proses pembelajaran
yang tepat agar anak sekolah tersebut mampu melafalkan kosa kata dengan baik dan
juga benar melalui penerapan teori-teori yang digunakan, adapun yang ingin
dibuktikan yaitu;
1. mampukah seorang siswa sekolah dasar melafalkan kosa kata bahasa kedua dengan
benar
2. bagaimana proses pembelaaran yang tepat agar Siswa tersebut lebih mudah
menguasai bahasa keduanya
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 TEORI TEORI YANG DIGUNAKAN


1. TEORI BEHAVIORISME (B.F SKINNER)
Dalam pemerolehan bahasa kedua,teori behaviorisme menganggap bahwa pemerolehan
bahasa adalah faktor kebiasaan melalui proses stimulus-respons yang melahirkan
beberapa metode pemerolehan bahasa dalam usahanya untuk memperoleh dan menguasai
bahasa kedua.Teori Behaviorisme berpandangan bahwa untuk menguasai bahasa kedua
seseorang harus banyak diberi kesempatan untuk mengembangkan dirinya sendiri melalui
latihan-latihan berbahasa secara langsung.Contohnya anak SD ketika ia mulai sekolah
mau tidak mau ia akan belajar bahasa Inggris,karena kebiasaan disekolah belajar bahasa
Inggris terus menerus hingga ke jenjang SMA pada akhirnya para pelajar ini dapat
menguasai bahasa Inggris.Hal ini juga menandakan bahwa selain karena faktor kebiasaan,
faktor lingkungan sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan seseorang memperoleh
dan menguasai bahasa kedua

2. TEORI KIGNITIVISME ( JEAN PIAGET)


Menurut teori kognitivisme, yang paling utama harus dicapai adalah perkembangan
kognitif, barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari
lahir sampai 18 bulan, bahasa dianggap belum ada. Anak hanya memahami dunia melalui
Indra nya. Anak hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung pada akhir usia 1
tahun, anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak
mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir di
hadapannya. Simbol ini kemudian berkembang menjadi kata-kata awal yang diucapkan
anak. Pendekatan kognitif dalam belajar bahasa lebih menekankan pemahaman, proses
mental atau pengetahuan dalam pemerolehan, dan memandang anak sebagai seseorang
yang berperan aktif dalam proses belajar bahasa.

3. TEORI INTERAKSIONISME (JOHN DEWE)


teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi
antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan pemerolehan bahasa itu
berhubungan dengan adanya interaksi antara masukan “ input” dan kemampuan internal
yang dimiliki pembelajar. Namun, tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin anak
dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis. Teori interaksionisme juga membahas
mengenai bagaimana penggunaan bahasa atau penerapan yang dilakukan oleh anak-anak
di lingkungannya.

4. TEORI KONEKSIONISME

merupakan salah satu teori belajar yang menjelaskan proses pembelajaran yang di alami
oleh individu. Teori Koneksionisme memandang bahwa belajar itu terjadi dengan cara
mencoba-coba dan membuat salah, demikian juga pada pembelajaran bahasa pada anak
usia dini. Setiap anak usia dini pada awalnya melakukan percobaaan berbahasa dan
membuat kesalahan-kesalahan melafalkan sebelum akhirnya menjadi terbiasa dan benar
sehingga menambah kosa-kata bahasa yang pada ahirnya dapat memudahkan dalam
menyampaikan maksud dan tujuan kepada lawan bicaranya. Teori Koneksionisme
pertama kali dicetuskan oleh Edward Thorndike yaitu seorang pendidik dan psikolog
yang berkebangsaan Amerika. Menurut Thorndike, belajar merupakan peristiwa
terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa yang disebut Stimulus (S)
dengan Respon (R). Stimulus adalah suatu perubahan dari lingkungan eksternal yang
menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau berbuat sedangkan
respon adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena adanya perangsang. Dari
hasil percobaan yang dilakukan Thorndike pada seekor kucing. Thorndike merumuskan
hukum-hukum sebagai berikut:

a. Law of Readiness(Hukum Kesiapan)

Ketika seseorang dipersiapkan (sehingga siap) untuk bertindak, maka melakukan tindakan
merupakan imbalan (reward) sementara tidak melakukannya merupakan hukuman
(punishment) (Schunk: 2012). Semakin siap suatu individu terhadap suatu tindakan, maka
perilaku-perilaku yang mendukung akan menghasilkan imbalan (memuaskan). Kegiatan
belajar dapat berlangsung secara efisien bila si pelajar telah memiliki kesiapan belajar.
Ada tiga keadaan yang menunjukkan berlakunya hukum kesiapan ini, yaitu bahwa:

1) Apabila suatu unit tingkah laku telah siap digunakan, maka penggunaannya akan
membawa kepuasan.

2) Apabila suatu unit tingkah laku telah siap digunakan namun tidak digunakan maka
akan menimbulkan ketidakpuasan (kerugian) dan menimbulkan respon yang lain untuk
mengurangi atau meniadakan ketidakpuasan itu.
3) Apabila suatu unit tingkah laku belum siap tetapi dipaksakan untuk digunakan maka
akibatnya juga kerugian.

b. Law of Exercise (Hukum Latihan)

Koneksi antara kondisi dan tindakan akan menjadi kuat karena latihan dan akan menjadi
lemah karena kurang latihan. Dalam belajar, pelajar perlu mengulang-ulang bahan
pelajaran. Semakin sering suatu pelajaran diulangi semakin dikuasai pelajaran tersebut.
Hukum ini mengandung dua hal, yaitu;

1) Law of Use(Hukum Kegunaan), sebuah respon terhadap stimulus memperkuat koneksi


keduanya. Respon dalam hal ini adalah latihan tersebut.

2) Law of Disuse(Hukum Ketidakgunaan), ketika respon tidak diberikan terhadap


stimulus kekuatan koneksinya menjadi menurun.

c. Law of Effect (Hukum Akibat)

Kegiatan belajar yang memberikan efek hasil belajar yang menyenangkan (hadiah)
cenderung akan diulangi, sedangkan kegiatan belajar yang memberikan efek hasil belajar
yang tidak menyenangkan (hukuman) akan dihentikan. Dalam pembelajaran hukum ini
biasa diterapkan dengan pemberian reward and punishment. Selain hukum dasar di atas,
ada lima hukum tambahan, yaitu :

1) Hukum Reaksi Bervariasi (Multiple Respons), pada individu diawali oleh proses trial
and erroryang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh
respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

2) Hukum Sikap (Attitude), perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh
hubungan stimulus dengan respon saja tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri
individu baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotor.

3) Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency of Element), individu dalam proses


belajar memberikan respon hanya pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya
terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).

4) Hukum Respon by Analogy, individu dapat melakukan respon pada situasi yang belum
pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum
pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami.
d. Hukum Perpindahan Asosiasi (Associative Shifting)

Proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara
bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur lama. Thorndike dalam
teori Koneksionisme juga menyebutkan konsep transfer of training. Transfer of training
yaitu hal yang didapatkan dalam belajar bisa digunakan untuk menghadapi atau
memecahkan hal-hal lain yang sejenis atau berhubungan maka diperlukanlah usaha
agartransfer of learningdapat terjadi secara optimal. Selain menambahkan hukum-hukum
baru, dalam perjalanan penyampaian teorinya, Thorndike mengemukakan revisi hukum
belajar antara lain:

1) Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk
memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan
stimulus respon belum tentu diperlemah.

2) Hukum akibat direvisi, bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku
adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.

3) Syarat utama terjadinya hubungan stimulus dan respon bukan kedekatan, tetapi adanya
saling sesuai antara stimulus dan respon.

4) Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain
BAB 3
ANALISIS DATA

3.1 METODE PENELITIAN


Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kualikatif. Secara umun, metode deskriptif kualitatif adalah metode untuk
menyelidiki objek yang tidak dapat diukur dengan angka angka ataupun
ukuran lain yang bersifat ekstrak. Penelitian kualitatif juga bisa diarti kan
sebagai riset yang bersifat deskriptif dan cendrung menggunakan analisis
dengan pendekatan induktif. Menurut koentjaraningrat (1993:89) format
desain penelitian kualitatif terdiri atas tiga model, yaitu format deskriptif,
format verifikasi dan format g rounded research. Dalam penelitian ini
digunakan metode kualitatif dengan desain deskriptif, secara cermat
mengenai individu atau kelompok tertentu Data diperoleh melalui observasi
dan wawancara selama empat kali pertemuan. Validitas data dengan
menggunakan triangulasi metode dan sumber data. Teknik analisis data
menggunakan deskriptif analitik.

3.2 SUBJEK PENEITIAN


Subjek penelitiannya adalah seorang siswa bernama Arif Rizki Yansah kelas 4
SD yang berusia 9 tahun, yang bersekolah di SDN 4 Muaro Jambi, serta tingal di
Simpang sungai duren, Jambi luar kota kabupaten Muaro Jambi

3.3 PENGUMPULAN DATA


Pengumpulan data dilakukan untuk memproleh informasi yang dibutuhkan
dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan psikolinguistik sebab yang akan di teliti adalah pemerolehan
bahasa kedua pada anak sd kelas 4 Adapun teknik pengumpulan data yang
digunakan penulis dalam penelitian ini adalah Metode wawancara , yaitu
teknik pengumpualn data yang dilakukan dengan tatap muka dan Tanya
jawab langsung peneliti dengan informan. Teknik rekaman dan t eknik catat
digunakan untuk mendapatkan data melalui ucapan anak ketika berbicara.
Metode Analisis Data Menganalisis data merupakan suatu tahapan yang
sangat penting dalam penelitian.Peneliti harus memilih analisi apa yang
digunakan. Dalam metode anali deskriptif kualitatif . Adapun langkah data
penulis menggunakan metode langkah yang digunakan dalam penelitian yang
berjudul Pemerolehan Bahasa kedua Pada Anak sd usia 9 tahun, di Simpang
sungai duren, Jambi luar kota kabupaten Muaro Jambi.

3.4 TAHAPAN ANALISIS.


Proses menganalisis data dalam pene- litian ini akan digunakan beberapa tahap-
an-tahapan:
1. Memproses Rekaman dan Catatan
Rekaman
2. Mereduksi Data
3. Penyajian Data
4. Menginterpretasikan Data
5. Menyimpulkan
Agar penelitian ini dapat memeroleh hasil analisis data yang valid, data yang
telah diperoleh akan diperiksa dengan triangulasi. Moleong (2001: 178--179)
menyatakan triangulasi merupakan teknik pemeriksaan data dengan cara
meman- faatkan sesuatu yang lain di luar data un- tuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam
penelitian triangulasi dilakukan melalui pemeriksaan metode, teori, dan sumber.
Triangulasi metode dilakukan dengan pe- meriksaan kembali pada ketepatan
metode yang dilakukan mulai dari pengumpulan data sampai diperoleh hasil
atau temuan penelitian. Triangulasi teori dilakukan dengan melihat teori-teori
yang memiliki keterkaitan. Triangulasi sumber dilakukan dengan pemeriksaan
terhadap hasil data di lapangan dengan hasil data yang berasal dari orang-orang
di sekitar subjek.
BAB 4
MENGANALISIS
4.1 HASIL ANALISIS
Proses pengamatan dari pertemuan pertama s/d pertemuan keempat dilakukan
pemberian hadiah pada minggu kedua dan minggu keempat. Hal ini dilakukan
untuk menguji kebenaran prinsip dan hukum belajar teori koneksionisme, Adapun
hasil dari pengamatan dilapangan dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. pertemuan pertama (tanpa hadiah)
Pembelajaran bahasa kedua dilakukan dengan mengajukan nam-nama anggota
keluarga dalam bahasa Inggris, “Mother” “Father” “sister” “Brother”
“Grandfather” dan “Grandmother” kepada Rizki untuk dihafal dan
dilafalkan.
a. Pada percobaan pertama, Rizki sudah bisa melafalkan semua kata dengan
benar namun masih mengikuti arahan dan membaca dari teks
b. Pada percobaan kedua, Rizki mampu melafalkan kata “Father” “mother”
“sister” dan “Brother” namun dengan lafal yang sedikit salah serta Ia sudah
mengetahui artinya
c. Pada percobaan ketiga, Rizki sudah bias melafalkan semua kata dengan benar,
namun dengan sedikit arahan pada kata “Brother”
d. Serta terakhir, percobaan keempat, Rizki sudah mampu melafalkan semua kata
dengan benar tanpa perlu arahan, namun acak, tidak sesuai urutan kata yang
diberikan sebelumnya
2. Pertemuan kedua (pemberian hadiah)
Proses pembelajaran bahasa kedua dilakukan dengan mengajukan kata-kata benda
yaitu “House” “Car” “spoon” “chair” dan “table”, kemudian memberi hadiah
berupa permen jika Rizki mampu melafalkan dan menghafalkannya dengan benar.
a. Rizki mulai melafalkan semua kata satu persatu dengan menggunakan teks
b. Rizki sudah bisa melafalkan kata “House” “car” dan “table” denganbenar
tanpa teks
c. Rizki melafalkan kata “spoon” dengan pelafalan yang benar
d. Rizki melafalkan kata “Chair” dengan benar
e. Rizki mencoba melafalkan semua kata yang diberikan dengan benar, namun
sedikit kebingungan saat mengingat kata “Chair”
f. Rizki mampu melafalkan semuanya dengan benar, namun acak tidak berurutan
dengan kata yang diberikan sebelumnya

3. pertemuan ketiga (tanpa hadiah)

Pada pertemuan ketiga, Rizki diharuskan melafalkan seluruh nama keluarga, serta
kata kerja yang telah dipelaari sebelumnya dengan benar dan mengetahui
maknanya dalam bahasa Ibu (bahasa Indonesia)

a. Percobaan pertama, Rizki sedikit kesusahan saat mengingat kata-kata benda,


yang bisa Ia ingat dan lafalkan adalah kata “Table” “house” dan “Car”
namun lupa dengan kata “chair” dan “spoon” namun Ia sudah mengingat
semua nama anggota keluarga namun dengan pelafalan yang benar
b. Rizki melafalkan nama anggota keluarga dengan benar dalam bahasa inggris
langsung dengan artinya
c. Rizki sudah bisa melafalkan semua nam-nama benda dengan benar beserta
artinya
d. Percobaan terakhir, Rizki mampu melafalkan semua nama anggota keluarga
dan nama-nama benda dalam bahasa inggris dengan benar namun acak
4. Pertemuan keempat (pemberian hadiah)
Proses pembelajaran bahasa kedua dilakukan dengan memberikan hadiah kepada
Rizki jika sudah berhasil melafalkan serta mengingat makna dari semua kosa kata
Bahasa Inggris yang telah diberikan dari pertemuan sebelumnya,
a. percobaan pertama, peneliti menyebutkan kata dalam bahasa Indonesia
dan Rizi diharuskan meneremahkannya kedalam bahasa Inggris, kata
pertama yang diucapkan adalah “nenek” dan Rizki langsug
menerjemahkannya kedalam bahasa inggris yang tepat dengan
mengucapkan “Grandmother”, lalu peneliti mengucapkan nama-nama
anggota keluarga secara acak, dan Rizki mampu menerjemahkannya
kedalam bahasa inggris
b. lalu, peneliti mengucapkan nama-nama benda didalam bahasa Indonesia,
yang dimulai dari “kursi” lalu Rizki dengan cepat langsung
menerjemahkannya dengan berkata “Chair” dengan tepat, dan begitu
seterusnya, peneliti menyebutkan seluruh kata benda, dan Rizki bisa
langsung menerjemahkannya
c. setelah itu penelit mulai menyebutkan dengan acak kata-kata benda serta
nama-nama anggota keluarga dimulai dari “ayah” “meja” “sendok”
“Kakek” “rumah” “kakak perempuan” “mobil” “kakak laki-laki” “kursi”
“ibu” serta “nenek” dan Rizki langsung meneremahkannya kedalam
bahasa inggris setelah peneliti mengucapkan kata-kata tersebut.

4.2 KESIMPULAN
Proses pembelajaran bahasa kedua sangat dipengaruhi oleh faktor usia, bahasa
pertama, perkembangan bahasa dan motivasi. Semakin matang perkembangan
bahasa pada anak-anak dan semakin motivasinya tinggi maka semakin cepat pula
ia menyerap bahasa kedua. Motivasi dalam hal ini adalah pemberian hadiah
sebagai stimulus dan respon yang muncul dari anak-anak adalah kepuasan
sehingga menjadi penguat anak-anak dalam belajar dikemudian hari. Hukum
latihan (Law of exercise) terbukti dapat menunjukan proses belajar dengan
semakin sering dilafalkan anak-anak maka akan mengurangi jumlah kegagalan
(error) anak dalam melafalkan kata. Pengulangan yang secara signifkan berkurang
merupakan law of effect (hukum akibat) dari respon positif yang muncul dalam
pembelajaran sehingga dalam melafalkan kata yang diajukan anak-anak cenderung
mengulangi terus-menerus sekalipun tanpa diminta factor kebiasaan juga
mempengaruhi keberhasilan pembelajaran atau pemerolehan bahasa kedua yaitu
dengan menerapkan dan mnetapkan waktu-waktu tertentu untuk focus mempelaari
kosa kata baru dalam bahasa kedua, seperti pada penelitian sebelumnya yang
mengharuskan Rizki belaar dalam empat kali pertemuan.

Anda mungkin juga menyukai