Anda di halaman 1dari 5

PDGK 4204

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA DI SD


RESUME
MODUL 1, 2 DAN 3
Tutor : Drs. Sri Budiyono, M.Pd.

Disusun oleh:

ALFIAN MUHAMMAD AHLAN 857838682

UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ SURAKARTA
2023
MODUL 1 : HAKIKAT BAHASA DAN PEMBELAJARAN BAHASA
KEGIATAN BELAJAR 1 : Hakikat Bahasa
A. Pengertian Bahasa

Bahasa adalah sistem lambang yang bermakna, arbiter, konvensional, dan produktif yang
dipergunakan oleh setiap individu dan anggota social untuk berkomunikasi, bekerja sama, dan
mengidentifikasi diri.

Secara umum, bahasa memiliki fungsi personal dan sosial. Secara khusus, bahasa memiliki fungsi
instrumental, personal, regulator, heuristik, imajinatif, interaksional, dan informatif.

Dalam penggunaannya, bahasa memiliki wujud yang bervariasi. Variasi atau ragam bahasa dapat
dikelompokkan berdasarkan pemakai dan pemakaiannya. Berdasarkan pemakainya, ragam bahasa
dapat dilihat dari segi (a) asal daerah penutur, yang melahirkan dialek geografis, (b) kelompok sosial,
yang melahirkan dialek atau ragam sosial dengan segala variannya, dan (c) sikap berbahasa, yang
melahirkan ragam resmi dan tak resmi atau keseharian.

Bertolak dari pemakaiannya, ragam bahasa dapat dilihat dari sudut (a) bidang perbincangan, yang
melahirkan ragam ilmiah, ragam sastra, ragam jurnalistik, dan ragam-ragam lainnya, (b) media
berbahasa. yang memunculkan ragam lisan dan tulis, serta (c) situasi berbahasa, yang memunculkan
ragam baku dan tak baku.

KEGIATAN BELAJAR 2 : Hakikat Pembelajaran Bahasa

A. Konsep Belajar

Belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara tetap melalui pengalaman, pengamatan, dan
bahasa, yang dilakukannya secara aktif. Hasil belajar atau perubahan tingkah laku itu berkaitan dengan
pengetahuan, sikap atau keterampilan yang dibangun siswa berdasarkan apa yang telah dipahami atau
dikuasai sebelumnya.

Tugas guru dalam pembelajaran adalah menciptakan kegiatan dan lingkungan belajar yang dapat
merangsang dan mendorong keterlibatan siswa secara aktif. Sesibuk apa pun guru kalau siswa tidak
mengalami proses belajar maka pembelajaran sebenarnya tidak pemah terjadi. Dalam perspektif ini,
siswa adalah subjek belajar, sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator, motivator, desainer, dan
organisator.

Dalam kaitannya dengan belajar bahasa di sekolah, guru perlu memahami bahwa sebelum masuk ke
sekolah, siswa telah belajar bahasa melalui komunitasnya. Mereka belajar bahasa (menyimak,
berbicara, bahkan mungkin membaca dan menulis) bukan demi bahasa itu sendiri, melainkan karena
didorong oleh kebutuhannya untuk memahami dan dipahami.

Anak-anak itu belajar melalui pengamatan, eksperimen, dan interaksi langsung dalam situasi yang
nyata dengan keluarga, teman sebaya, masyarakat, media, dan Iingkungannya. Dengan 'strategi'
belajar yang dilakukannya, mereka dengan sangat cepat menguasai kemampuan berbahasa layaknya
orang dewasa.

Pola belajar bahasa yang mereka lakukan adalah sebagai berikut:


1. Semua komponen, sistem, dan keterampilan bahasa dipelajari secara terpadu.

2. Belajar bahasa dilakukan secara alami dan langsung dalam konteks yang otentik.

3. Belajar bahasa dilakukan secara bertahap, sesuai dengan kebutuhannya.

4. Belajar bahasa dilakukan melalui strategi uji-coba (trial-error) dan strategi lainnya.

Ada tiga tipe belajar yang melibatkan bahasa, yaitu berikut ini:

1. Belajar bahasa, 2. Belajar melalui bahasa, 3. Belajar tentang bahasa.

Ketiganya dipelajari anak secara bersamaan. Kemampuan berbahasa, pengetahuan tentang bahasa, dan
pemahaman anak tentang 'dunia' terjadi secara simultan.

Pemahaman tentang apa itu bahasa, seperti apa belajar, dan bagaimana anak belajar bahasa,
seyogianya menjadi pijakan guru dalam merancang, melaksanakan, dan melakukan evaluasi
pembelajaran bahasa. Dari ketiga hal itu diturunkanlah paradigma atau cara pandang belajar bahasa di
SD, seperti berikut ini:

1. Imersi, yaitu pembelajaran bahasa dilakukan dengan 'menerjunkan' siswa secara langsung dalam
kegiatan berbahasa yang dipelajarinya.

2. Pengerjaan (employment), yaitu pembelajaran bahasa dilakukan dengan memberikan kesempatan


kepada siswa untuk terlibat aktif dalam berbagai kegiatan berbahasa yang bermakna, fungsional,
dan otentik.

3. Demonstrasi, yaitu siswa belajar bahasa melalui demonstrasi — dengan pemodelan dan dukungan
— yang disediakan guru.

4. Tanggung jawab (responsibility), yaitu pembelajaran bahasa yang memberikan kesempatan kepada
siswa untuk memilih aktivitas berbahasa yang akan dilakukannya.

5. Uji-coba (trial-error), yaitu pembelajaran bahasa yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk melakukan kegiatan dari perspektif atau sudut pandang siswa.

6. Harapan (expectation), artinya siswa akan berupaya untuk sukses atau berhasil dalam belajar, jika
dia merasa bahwa gurunya mengharapkan dia menjadi sukses.

Paradigma pembelajaran bahasa tersebut merupakan rambu bagi guru untuk memilih dan menerapkan
strategi pembelajaran bahasa di SD.

MODUL 2 : PEMEROLEHAN BAHASA ANAK


KEGIATAN BELAJAR 1 : Pemerolehan Bahasa Pertama
A. Pengertian Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan kemampuan berbahasa yang diperoleh secara alami,
informal, dan melalui kegiatan berbahasa langsung. Bahasa yang pertama kali diperoleh anak disebut
bahasa pertama. Setidaknya ada tiga teori pemerolehan bahasa yang diperbincangkan para ahli, yaitu
pandangan nativistik, pandangan behavioristik, dan pandangan kognitif.

Keberhasilan anak dalam mempelajari dan menguasai bahasa pertama dipengaruhi oleh berbagai
faktor dengan strategi tertentu. Faktor yang mempengaruhi penguasaan bahasa anak adalah faktor
biologis, intelektual, lingkungan, dan motivasi. Dalam mendukung keberhasilan belajar bahasa anak,
unsur lingkungan sosial memberikan bantuan berupa bahasa semang, parafrase, penyederhanaan,
perluasan, penguatan, penegasan kembali, pelabelan, dan pemodelan. Sementara itu, strategi belajar
bahasa yang dilakukan anak adalah mengingat, meniru, mengalami langsung, berrnain, dan
menyederhanakan.

Kemampuan anak dalam berbahasa bertahap, tidak sekaligus. Tahap-tahap perkembangan bahasa anak
terdiri dari fase pralinguistik, fase satu-kata (holofrastik), fase dua kata, dan fase telegrafis.

KEGIATAN BELAJAR 2 : Pemerolehan Bahasa Kedua

A. Pengertian dan Cara Pemerolehan Bahasa Kedua

Pemerolehan bahasa kedua (B2) adalah bahasa yang dipelajari dan dikuasai anak setelah menguasai
sate bahasa. Dalam konteks anak Indonesia, yang menyandang status B2 itu dapat bahasa daerah,
bahasa Indonesia atau bahasa asing. Tergantung pada bahasa mana yang pertama dikuasai anak lebih
dahulu.

Belajar B2 dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu (1) terpimpin, melalui pembelajaran khusus,
(2) alamiah, melalui kegiatan langsung berbahasa dalam suasana nyata atau (3) terpimpin dan alamiah.
Dari ketiga cara itu, yang paling efektif mempercepat penguasaan B2 adalah cara yang ketiga.

Ada tujuh teori yang menonjol yang dikemukakan dalam pemerolehan B2,

1. Model akulturasi, yang memandang penyesuaian budaya sangat mmpengaruhi pemerolehan B2.
Pengaruh itu ditentukan oleh jarak sosial dan psikologis antara kelompok pembelajar B2 dengan
masyarakat asli pemilik B2 tersebut.

2. Teori akomodasi, yang menyatakan bahwa cara pembelajar B2 membatasi diri dalam berhubungan
dengan masyarakat 'pemilik’ B2. ldentifikasi hubungan antara kedua kelompok akan menimbulkan
motivasi yang mempengaruhi keberhasilan pemerolehan B2.

3. Teori wacana, yang berpendapat bahwa pembelajar B2 akan menemukan makna bahasa melalui
keterlibatannya dalam berkomunikasi. Semakin sering pembelajar terlibat dalam komunikasi
alamiah (dalam konteks berbahasa langsung) maka akan semakin baik kemampuan B2-nya.

4. Model monitor, yang menyatakan tampilan berbahasa pembelajar B2 ditentukan oleh cara mereka
menggunakan monitor. Penggunaan monitor yang berlebihan akan menghambat penguasaan bahasa
pembelajar.

5. Model kompetensi variable, yang berpendapat bahwa cara seseorang mempelajari bahasa akan
mencerminkan cara orang itu menggunakan bahasa yang dipelajarinya. Produk penggunaan bahasa
terdiri atas berbagai macam produk bahasa (wacana) dari yang tidak terencana sampai yang
terencana.
6. Hipotesis universal, yang menyatakan bahwa bahasa antara anak (interlangue) akan terisi dengan
kaidah-kaidah bahasa yang bersifat universal. Pola-pola bahasa yang sesuai dengan kesemestaan
bahasa akan lebih mudah dipahami daripada pola-pola khusus. Penguasaan struktur B1 akan
membantu pembelajar dalam pemerolehan B2.

7. Teori neurofungsional, yang berpandangan adanya hubungan antara pemerolehan B2 dengan


anatomi otak syaraf dan sistem otak.

MODUL 3 : PENDEKATAN, METODE, DAN TEKNIK PEMBELAJARAN


BAHASA
KEGIATAN BELAJAR 1 : Pendekatan, Metode, dan Teknik Pembelajaran Bahasa

A. Hakikat Pendekatan, Metode, dan Teknik

Dalam konteks pembelajaran bahasa terdapat tiga istilah yang saling berhubungan, siding menentukan
satu sama lain, yaitu pendekatan, metode, dan teknik.

Pendekatan adalah sikap atau pandangan tentang hakikat bahasa dan pengajarannya yang diyakini
kebenarannya oleh guru, metode berhubungan dengan pemilihan bahan, pengurutan bahan, penyajian
bahan, dan pengulangan bahan, sedangkan teknik mengandung pengertian lebih sempit daripada
metode, yaitu cara-cara yang dilaksanakan guru dalam kelas untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Ada beberapa metode yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SD, yaitu
Direct Method, Natural Method, Reading Method. dan Eclectic Method, yang menunjang pendekatan
komunikatif yang berlaku dalam pembelajaran bahasa Indonesia sekarang.

Adapun teknik yang dapat diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SD, yaitu teknik
ceramah, tanya-jawab, diskusi kelompok, pemberian tugas, ramu pendapat, dan simulasi.

KEGIATAN BELAJAR 2 : Pembelajaran Bahasa Indonesia Terpadu di SD

A. Pembelajaran Bahasa Indonesia Terpadu di SD

Bermuara dari tema mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD dilaksanakan secara terpadu.
Keterpaduan ini dapat lintas materi, artinya materi pembelajaran dari suatu mata pelajaran
dipadukan menjadi satu. Misalnya, materi sastra dalam pelajaran Bahasa Indonesia dipadukan
dengan keterampilan berbahasa, dapat dengan mendengarkan, membaca, atau menulis.

Keterpaduan ini dapat juga dilaksanakan dengan lintas kurikulum. Misalnya, mata pelajaran Sains
dipadukan dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia, mata pelajaran Agama dapat dipadukan
dengan mata pelajaran Sains dan seterusnya.

Anda mungkin juga menyukai