Tentang
Di susun oleh:
Dosen Pengampu :
M.Pd.
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunianya kepada kita semua sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Hakikat
Pemerolehan Bahasa Anak” dapat tersusun sampai dengan selesai. Penyusunan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SD yang
dibimbing oleh Dr. Chandra, S.Pd., M.Pd sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Sholawat serta
salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan nabi besar kita yakni Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa risalah yang penuh dengan ilmu yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
kita semua. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa di baca dan di praktekan dalam
kehidupan sehari-hari.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pemerolehan Bahasa Anak
2.2 Tahapan Pemerolehan Bahasa Anak
2.3 Tahapan Pemerolehan Bahasa Kedua Anak
2.4 Tipe Pemerolehan Bahasa
2.5 Faktor Pendukung Pemerolehan Bahasa Kedua Anak
2.6 Implikasi Pemerolehan Bahasa Bagi Pembelajaran Bahasa Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
i
BAB I
PENDAHULUAN
Masa perkembangan yang paling penting dan harus diperhatikan adalah ketika anak memperoleh
bahasa. Pemerolehan bahasa pada anak terjadi secara natural ketika anak memperoleh bahasa
pertamanya (Dardjowijojo, 2012: 255). Pemerolehan bahasa pada anak banyak ditentukan oleh interaksi
yang terjalin antara anak dengan orang-orang yang ada disekitarnya, dimana interaksi tersebut menjadi
prioritas utama dalam pemerolehan bahasa anak. Istilah pemerolehan bahasa atau dalam bahasa Inggris
disebut acquisition merupakan istilah yang mengacu pada pemerolehan bahasa pertama oleh anakanak,
dan bahasa kedua bagi orang dewasa dan anak-anak yang terjadi secara alami (Musfiroh, 2017: 15).
Pemerolehan bahasa pertama pada anak terjadi secara tibatiba dan tanpa disadari melalui proses
yang panjang yang muncul dari lingkungan masyarakat. Bahasa pertama yang diperoleh anak terjadi
apabila anak belum pernah mempelajari bahasa manapun, dan tahun-tahun pertama dalam hidup anak
digunakan dalam mempelajari bahasa pertama yang terus berlangsung hingga memasuki usia dewasa.
Pemerolehan bahasa pertama berbeda dengan pemerolehan bahasa kedua. Bahasa pertama merupakan
bahasa lisan yang pertama kali didengar oleh anak sejak dilahirkan dan digunakan dalam berbicara pada
tahap hidup selanjutnya. Berbeda dengan bahasa kedua yang dipelajari dan dipahami anak setelah
bahasa pertama ataupun bahasa ibu diperoleh dengan baik. Pemerolehan bahasa pertama merupakan
proses bawah sadar atau secara sadar tidak memiliki target tertentu, adapun pemerolehan bahasa kedua
merupakan proses yang dilakukan secara sadar dalam mempelajarinya (Musfiroh, 2017: 15).
Beberapa anak mengembangkan keterampilan bahasa tidak hanya dalam bahasa pertama, tetapi
juga dalam bahasa kedua (bahasa asing). Interaksi anak dengan masing-masing bahasa sangat
menentukan pemerolehan bahasa keduanya. Ketika anak mengembangkan dua bahasa, anak dianggap
terlibat dalam akuisisi bahasa kedua. Pemerolehan bahasa kedua pada anak dapat dilakukan melalui
proses pengajaran. Manfaat yang didapat ketika mengajarkan bahasa kedua sejak dini adalah anak akan
menunjukkan kesadaran yang kuat akan gaya dan nada bahasa, perkembangan kognitif yang lebih baik,
dan tingkat keterampilan membaca yang lebih tinggi (Allen, 2015; Berens, Jasińska & Petitto, 2014;
Jasinska & Petitto, 2013; Kovelman, & Petitto, 2013).
Salah satu upaya dalam mengajarakan bahasa kedua pada anak adalah dengan mengenalkan
kosakatanya. Penguasaan kosataka merupakan aspek yang sangat penting dalam menguasaan bahasa
(Iljam, 2009). Hal imi dikarenakan kosakata memberikan akses pembelajaran bahasa dalam semua
bentuk komunikasi, baik lisan maupun tulisan. Dengan demikian, semakin banyak anak mengetahui
kosakata semakin banyak ide dan gagasan yang dimiliki anak.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, yang menjadi pokok
permasalahan dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian pemerolehan bahasa anak ?
2. Apa saja tahap pemerolehan bahasa anak ?
3. Apa saja tahap pemerolehan bahasa kedua anak ?
4. Apa saja tipe pemerolehan bahasa ?
5. Apa saja faktor pendukung pemerolehan bahasa kedua anak ?
6. Apa saja implikasi pemerolehan bahasa bagi pembelajaran bahasa Indonesia ?
1.3 Tujuan
1. Memahami hakikat pemerolehan bahasa anak.
2. Untuk mengetahui tahap pemerolehan bahasa anak.
3. Untuk mengetahui tahap pemerolehan bahasa kedua anak.
4. Untuk mengetahui tipe pemerolehan bahasa.
5. Untuk mengetahui faktor pendukung pemerolehan bahasa kedua anak.
6. Untuk mengetahui implikasi pemerolehan bahasa bagi pembelajaran bahasa
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Stren dalam Akhadiah, S., dkk (1997:2.2) menyamakan istilah bahasa kedua dengan bahasa
asing. Tetapi bagi kondisi di Indonesia perlu membedakan istilah bahasa kedua dengan bahasa asing.
Bagi kondisi di (first languange) yang berwujud bahasa daerah tertentu, bahasa kedua (second
languange) yang berwujud bahasa Indonesia atau bahasa asing (foreign languange). Bahasa kedua
biasanya merupakan bahasa resmi di negara tertentu. Oleh karena itu bahasa kedua sangat diperlukan
untuk kepentingan politik, ekonomi, dan pendidikan. Dalam Chaer dan Agustina (2014) menerangkan
bahwa pada umumnya bahasa pertama seorang anak Indonesia adalah bahasa daerahnya masing-masing
karena bahasa Indonesia baru dipelajari ketika anak masuk sekolah dan ketika ia sudah menguasai
bahasa ibunya. Dibandingkan dengan pemerolehan bahasa pertama, proses pemerolehan bahasa kedua
tidak linear. Menurut Krashen dalam Akhadia, S.,dkk (1997:2.3) untuk anakanak, bahasa kedua adalah
hal yang lebih banyak dipelajari daripada diperoleh. Bila dilihat dari proses dan pengembangan bahasa
kedua ada dua cara yang dijelaskan oleh hipotesis pembedaan dan pemerolehan dan belajar bahasa yaitu:
Cara pertama dalam pengembangan bahasa kedua adalah pemerolehan bahasa yang merupakan
proses yang bersamaan dengan cara anak-anak mengembangkan kemampuan dalam bahasa
pertama mereka. Hasil atau akibat pemerolehan bahasa, kompetensi yang diperoleh bawah
sadar. Cara-cara lain memberikan pemerolehan termasuk belajar implisit, belajar informal dan
belajar alamiah. Dalam bahasa nonteknis sering disebut pemerolehan "memunggut"bahasa.
Cara kedua dalam pengembangan bahasa kedua adalah dengan belajar bahasa, yang mengacu
pada pengetahuan yang sadar terhadap bahasa kedua, mengetahui kaidah-kaidah, menyadari
kaidah-kaidah dan mampu berbicara mengenai kaidah-kaidah itu yang oleh umum dikenal
dengan tata bahasa.
Beberapa sinonim mencakup pengetahuan formal mengenai suatu bahasa atau belajar eksplisit.
Beberapa pakar teori belajar bahasa kedua beranggapan bahwa anak-anak memperoleh bahasa,
sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya. Akan tetapi hipotesis pemerolehan-belajar
menuntut orang-orang dewasa juga memperoleh, bahwa kemampuan memungut bahasa tidak hilang
pada masa remaja. Hipotesis diatas dapat menjelaskan perbedaan pemerolehan dan belajar bahasa,
Krashen dan Terrel dalam Akhadiah, dkk (1997:2.3) menegaskan perbedaan keduanya dalam lima hal
yaitu sebagai berikut:
a. Pemerolehan memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama seorang anak
penutur asli sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secara formal.
b. Pemerolehan dilakukan secara bawah sadar sedangkan pembelajaran adalah proses sadar dan
disengaja.
c. Pemerolehan seorang anak atau pelajar bahasa kedua belajar seperti memungut bahasa kedua
sedangkan dalam pembelajaran seorang pelajar bahasa kedua mengetahui bahasa kedua.
d. Dalam pemerolehan pengetahuan didapatkan secara implisit sedangkan dalam pembelajaran
pengetahuan didapatkan secara eksplisit.
e. Pemerolehan pengajaran secara formal tidak membantu kemampuan anak sedangkan dalam
pembelajaran pengajaran secara formal hal itu menolong sekali.
Perlu untuk diketahui adalah seorang anak tidak dengan tiba-tiba memiliki tata bahasa
B1 dalam otaknya dan lengkap dengan semua kaidahnya. B1 diperolehnya dalam beberapa tahap
dan setiap tahap berikutnya lebih mendekati tata bahasa dari bahasa orang dewasa. Menurut para
ahli, tahaptahap ini sedikit banyaknya ada ciri kesemestaan dalam berbagai bahasa di dunia.
Pengetahuan mengenai pemerolehan bahasa dan tahapnya yang paling pertama di dapat
dari buku-buku harian yang disimpan oleh orang tua yang juga peneliti ilmu psikolinguistik.
Dalam studi-studi yang lebih mutakhir, pengetahuan ini diperoleh melalui rekaman-rekaman
dalam pita rekaman, rekaman video, dan eksperimen-eksperimen yang direncanakan. Ada
sementara ahli bahasa yang membagi tahap pemerolehan bahasa ke dalam tahap pralinguistik
dan linguistik. Akan tetapi, pendirian ini disanggah oleh banyak orang yang berkata bahwa tahap
pralinguistik itu tidak dapat dianggap bahasa yang permulaan karena bunyi-bunyi seperti
tangisan dan rengekan dikendalikan oleh rangsangan (stimulus) semata-mata, yaitu respons
otomatis anak pada rangsangan lapar, sakit, keinginan untuk digendong, dan perasaan senang.
Oleh karena itu, tahap-tahap pemerolehan bahasa yang dibahas dalam makalah ini adalah tahap
linguistik yang terdiri atas beberapa tahap, yaitu (1) tahap pengocehan (babbling); (2) tahap satu
kata (holofrastis); (3) tahap dua kata; (4) tahap menyerupai telegram (telegraphic speech).
1. Vokalisasi Bunyi
Pada umur sekitar 6 minggu, bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi dalam bentuk
teriakan, rengekan, dekur. Bunyi yang dikeluarkan oleh bayi mirip dengan bunyi konsonan atau
vokal. Akan tetapi, bunyibunyi ini belum dapat dipastikan bentuknya karena memang belum
terdengar dengan jelas. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah bunyi-bunyi yang dihasilkan
tadi merupakan bahasa? Fromkin dan Rodman menyebutkan bahwa bunyi tersebut tidak dapat
dianggap sebagai bahasa. Sebagian ahli menyebutkan bahwa bunyi yang dihasilkan oleh bayi ini
adalah bunyi-bunyi prabahasa/dekur/vokalisasi bahasa/tahap cooing.
Setelah tahap vokalisasi, bayi mulai mengoceh (babling). Celoteh merupakan ujaran
yang memiliki suku kata tunggal seperti mu dan da. Adapun umur si bayi mengoceh tak dapat
ditentukan dengan pasti. Mar’at menyebutkan bahwa tahap ocehan ini terjadi pada usia antara 5
dan 6 bulan.7 Dardjowidjojo menyebutkan bahwa tahap celoteh terjadi sekitar umur 6 bulan.
Tidak hanya itu. ada juga sebagian ahli menyebutkan bahwa celoteh terjadi pada umur 8 sampai
dengan 10 bulan. Perbedaan pendapat seperti ini dapat saja. Yang perlu diingat bahwa
kemampuan anak berceloteh tergantung pada perkembangan neurologi seorang anak.
Begitu anak melewati periode mengoceh, mereka mulai menguasai segmen-segmen
fonetik yang merupakan balok bangunan yang dipergunakan untuk mengucapkan perkataan.
Mereka belajar bagaimana mengucapkan sequence of segmen, yaitu silabe-silabe dan kata-kata.
Cara anak-anak mencoba menguasai segmen fonetik ini adalah dengan menggunakan teori
hypothesis-testing. Menurut teori ini anak-anak menguji coba berbagai hipotesis tentang
bagaimana mencoba memproduksi bunyi yang benar.
Apakah tahap celoteh ini penting bagi si anak. Jawabannya tentu saja penting. Tahap
celoteh ini penting artinya karena anak mulai belajar menggunakan bunyibunyi ujaran yang
benar dan membuang bunyi ujaran yang salah. Dalam tahap ini anak mulai menirukan pola-pola
intonasi kalimat yang diucapkan oleh orang dewasa.
4. Ujaran Telegrafis
Pada usia 2 dan 3 tahun, anak mulai menghasilkan ujaran kata-ganda (multiple-word
utterances) atau disebut juga ujaran telegrafis. Anak juga sudah mampu membentuk kalimat dan
mengurutkan bentuk-bentuk itu dengan benar. Kosakata anak berkembang dengan pesat
mencapai beratus-ratus kata dan cara pengucapan katakata semakin mirip dengan bahasa orang
dewasa.
Pada usia dini dan seterusnya, seorang anak belajar B1-nya secara bertahap dengan
caranya sendiri. Ada teori yang mengatakan bahwa seorang anak dari usia dini belajar bahasa
dengan cara menirukan. Namun, hasil peniruan yang dilakukan oleh si anak tidak akan sama
seperti yang diinginkan oleh orang dewasa. Jika orang dewasa meminta sang anak untuk
menyebutkan “He’s going out”, si anak akan melafalkan dengan “He go out”. Ada lagi teori
yang mengatakan bahwa seorang anak belajar dengan cara penguatan (reinforcement), artinya
kalau seorang anak belajar ujaran-ujaran yang benar, ia mendapat penguatan dalam bentuk
pujian, misalnya bagus, pandai, dsb. Akan tetapi, jika ujaran-ujarannya salah, ia mendapat
“penguatan negatif”, misalnya lagi, salah, tidak baik. Pandangan ini berasumsi bahwa anak itu
harus terus menerus diperbaiki bahasanya kalau salah dan dipuji jika ujarannya itu benar.
Teori ini tampaknya belum dapat diterima seratus persen oleh para ahli psikologi dan
ahli psikolinguistik. Yang benar ialah seorang anak membentuk aturan-aturan dan menyusun tata
bahasa sendiri. Tidak semua anak menunjukkan kemajuan-kemajuan yang sama meskipun
semuanya menunjukkan kemajuan-kemajuan yang reguler.
3. Sintaksis
Istilah sintaksis diambil dari bahasa Belanda, Syintaxis. Dalam bahasa Inggris
digunakan istilah Syintax, yaitu cabang linguistik yang mengkaji seluk beluk kalimat, klausa,
dan frase. Sintaksis adalah penguasaan atas suatu bahasa mencakup kemampuan untuk
memahami frase atau kalimat yang bersal dari kata. Sintaksis juga merupakan bagian dari
subsistem tata bahasa, sintaksis menelaah struktur satuan bahasa yang lebih besar dari kata mulai
dari frase hingga kalimat.
Anak-anak mengembangkan tingkat gramatikal kalimat yang dihasilkan melalui
beberapa tahap, yaitu melalui peniruan, melalui penggolongan morfem, dan melalui penyusunan
dengan cara menempatkan kata-kata secara bersama-sama untuk membentuk kalimat.
4. Semantik
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang berarti kata benda yang berarti
tanda atau lambang, kata kerjanya adalah semaino yang berarti menandai atau melambangkan.
Yang dimaksud dengan tanda atau lambang disini sebagai padanan kata sema itu adalah tanda
linguistic seperti yang dikemukakan Ferdinand de Saussare yaitu yang terdiri dari (1) komponen
yang mengartikan, yang berwujud bentuk-bentuk bunyi bahasa, dan (2) komponen yang
diartikan atau makna dari komponen yang pertama. Kedua komponen ini adalah merupakan
tanda atau lambang; sedangkan yang ditandai atau dilambangi adalah sesuatu yang berada diluar
bahasa yang lazim desebut referen atau hal yang ditunjuk.
Istilah linguistik diketahui muncul pada pertengahan abad ke-19. Pada hakikatnya
linguistik adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari bahasa sebagai bagian kebudayaan
berdasar struktur bahasa tersebut. Semantik sendiri bisa diartikan dengan ilmu tentang makna
atau arti. Semantik merupakan bagian dari linguistik.
Anak menggunakan kata-kata tertentu berdasarkan kesamaan gerak, ukuran, dan bentuk.
Misalnya, anak sudah mengetahui makna kata jam. Awalnya anak hanya mengacu pada jam
tangan orang tuanya, namun kemudian dia memakai kata tersebut untuk semua jenis jam.
Ellis dalam Chaer (2002-242) menyebutkan adanya dua tipe pembelajaran bahasa yaitu tipe
naturalistik dan tipe formal dalam kelas.
Pertama, tipe naturalistik bersifat alamiah, tanpa guru dan tanpa kesengajaan pembelajaran
berlangsung didalam lingkungan kehidupan bermasyarakat. Dalam masyarakat bilingual dan
multilingual tipe naturalistik banyak dijumpai. Belajar bahasa menurut tipe naturalistik ini sama
prosesnya dengan pemerolehan bahasa pertama yang berlangsungnya secara ilmiah, sehingga
pemerolehan bahasa yang dihasilkan antara anak-anak dan dewasa berbeda.
Kedua, yang bersifat formal berlangsung di dalam kelas dengan guru, materi dan alat-alat yang
sudah dipersiapkan, pembelajaan bahasa dalam tipe ini dilakukan dengan sengaja atau sadar,
pembelajaran bahasa bersifat formal seharusnya lebih baik daripada pembelajaran yang dilakukan secara
naturalistik, tapi pada kenyataanya tidak, terdapat berbagai penyebab atau faktor yang
mempengaruhinya dalam proses pembelajaran bahasa. Nurhadi (dalam Chaer 2002:144) meskipun studi
tentang metodologi belajar bahasa kedua (atau bahasa asing) telah sedemikian lama dengan biaya yang
cukup besar, tetapi belum banyak mengubah cara orang belajar bahasa.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pemerolehan bahasa kedua yaitu sebagai
berikut:
1. Faktor Usia
Anak-anak tampaknya lebih mudah dalam memperoleh bahasa baru, sedangkan orang dewasa
tampaknya mendapat kesulitan dalam memperoleh tingkat kemahiran bahasa kedua. Anggapan ini telah
mengarahkan adanya hipotesis mengenai usia kritis atau periode kritis untuk belajar bahasa kedua.
Namun, hasil penelitan mengenai faktor usia dalam pembelajaran bahasa kedua menunjukkan hal
berikut : a. Anak usia 5 tahun sudah memiliki kemampuan bahasa yang baik, kalimatkalimat yang
disampaikan sudah bisa dimengerti oleh orang lain. Dalam percakapan ia sudah bisa menggunakan kata-
kata yang menghubungkan sebabakibat, seperti kata “ mungkin” ataupun “ seharusnya” (Tussolekha, R.,
2015). b. Dalam hal kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa kedua, dapat disimpulkan bahwa anak-
anak lebih berhasil daripada orang dewasa dalam pemerolehan sistem fonologi atau pelafalan bahkan
banyak diantara mereka yang mencapai pelafalan seperti penutur asli; orang dewasa tampaknya maju
lebih cepat daripada anak-anak dalam bidang morfologi dan sintaksis, paling tidak pada pemulaan masa
belajar; anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa, tetapi tidak selalu lebih cepat. Perbedaan umur
mempengaruhi kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa kedua pada aspek fonologi, morfologi dan
sintaksis tetapi tidak berpengaruh dalam pemerolehan urutannya. Munculnya berbagai variasi dalam
pemerolehan fonologi sebagian besar disebabkan oleh belum sempurnanya alat ucap (Yanti, 2016).
3. Faktor Lingkungan
Lingkungan bahasa sangat penting bagi seseorang pembelajar untuk dapat berhasil dalam
mempelajari bahasa baru (bahasa kedua). Lingkungan bahasa adalah segala hal yang didengar dan
dilihat oleh pembelajar sehubungan bahasa kedua yang sedang dipelajari. Hal-hal termasuk dalam
lingkungan bahasa adalah situasi di restoran atau di toko, percakapan dengan kawan-kawan, ketika
menonton televisi, saat membaca koran, dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas, dan sebagainya.
Kualitas lingkungan bahasa ini merupakan suatu yang penting bagi pembelajar untuk memperoleh
keberhasilan dalam mempelajari bahasa kedua, berbahasa formal, Faktor yang juga sangat berpengaruh
dalam proses pemerolehan bahasa adalah fator lingkungan (Kapoh, R. J., 2010).
Menurut Baradja (1994:3-12) terdapat enam faktor yang perlu diperhatikan secara cermat,
yaitu tujuan, pembelajar, pengajar, bahan, metode, dan faktor lingkungan. Meski demikin, faktor tujuan,
pembelajar, dan pengajar merupakan tiga faktor utama dari ketiga faktor ini kemampuan bahasa kedua
mengkonsentrasikan diri pada hal-hal yang menyangkut pembelajar dan proses pembelajar.
Pemerolehan bahasa memiliki implikasi besar dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Proses
ini memengaruhi kemampuan siswa dalam memahami, berbicara, membaca, dan menulis dalam Bahasa
Indonesia. Melalui pemahaman yang baik tentang bagaimana bahasa dipelajari dan diperoleh, pendidik
dapat merancang metode pengajaran yang efektif dan menyediakan lingkungan yang mendukung siswa
dalam mengembangkan kemampuan bahasa mereka secara maksimal.
Dalam (Nurlaila, 2021, pp. 59–62) Implikasi teori behavioris dan konitivisme terhadap
pengaran bahasa yaitu :
Pertama, Pandangan behavioris dan kognitifvisme terkait bagaimana manusia menguasai
bahasa adalah sebagaimana mempertimbangkan faktor intrinsik dan ekstrinsik dalam pembelajaran.
Kedua aspek ini berperan penting dalam menyusun dan merencanakan pembelajaran. Perencanaan
ini meliputi unsur-unsur pembelajaran yang terdiri dari tujuan, materi, metode, aktivitivitas, media dan
evaluasi.
Kedua, teori kognitif Chomsky tentang LAD titik tolak kita dalam mengembangkan dan
mendesain pemebalajaran bahasa, yang dimana bahasa itu ada di dalam otak manusia. Selanjutnya
dampak dari pernyataan ini erat kaitannya dengan teori Piaget tentang tahap dan perkembangan bahasa.
Implikasi dari pernyatan kedua teori ini adalah dalam mendesain pengajaran pembelajaran dan
lingkungan belajar bahasa hendaknya memerhatikan aspek perkembangan psikologi dan kognitif
peserta didik.
Ketiga, padangan krashen terkait lima hipotesis yang diajukannya implikasinya adalah
lingkungan berbahasa menjadi faktor utama yang menjadikan bahasa kedua dapat diperoleh (didapat
secara tidak sadar) layaknya pada bahasa pertama. Sehingga pembelajaran bahasa yang
semestinya adalah pembelajaran yang bersifat komunikatif.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengertian pemerolehan bahasa kedua yaitu proses dimana seseorang telah
menguasai bahasa pertamanya terlebih dahulu kemudian memperoleh bahasa kedua
yang sama baiknya dengan bahasa pertama. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pemerolehan bahasa kedua pada anak yaitu : faktor umur, karena ketika umur masih
kanak-kanak akan lebih mudah mengakuisisi bahasa kedua; faktor bahasa pertama
(ibu), karena bahasa pertama sangat berpengaruh pada tata bahasa lainnya; faktor
lingkungan, lingkungan merupakan faktor yang sangat penting bagi pemerolehan
bahasa pada anak karena anak usia sampai 6 tahun akan mengakuisis bahasa yang ia
sering dengar dari lingkungan terutama lingkungan keluarga, teman dan masyarakat.
Faktor biologis dan kognitif; anak yang berusia sampai 6 tahun biologis dan kognitif
nya masih berkembang, pada saat mengakuisisi bahasa sangat sering terjadi error dan
mistake, penambahan dan pengurangan, hal ini merupakan hal yang wajar dan akan
membaik seiring dengan berjalan waktu sampai anak benar-benar menjadi lebih
matang dan dewasa.
Pemerolehan bahasa pertama adalah proses penguasaan bahasa pertama oleh anak.
Selama penguasaan bahasa pertama ini, terdapat dua proses yang terlibat, yaitu proses
kompetensi dan proses performansi. Kedua proses ini tentu saja diperoleh oleh anak
secara tidak sadar. Ada beberapa tahap yang dilalui oleh anak selama memperoleh
bahasa pertama. Tahap yang dimaksud adalah tahap pengocehan (babbling), tahap satu-
kata atau holofrastis, tahap dua-kata satu frase, tahap ujaran telegrafis. Selain tahap
pemerolehan bahsa seperti yang telah disebutkan ini, ada juga para ahli bahasa, seperti
Aitchison mengemukakan beberapa tahap pemerolehan bahasa anak. Tahap-tahap yang
dia maksud adalah mendengkur, meraban, pola intonasi, tuturan satu kata, tuturan dua
kata, infleksi kata, bentuk tanya dan bentuk ingkar, konstruksi yang jarang atau
kompleks, tuturan yang matang. Meskipun terjadi perbedaan dalam hal pembagian
tahap-tahap yang dilalui oleh anak saat memperoleh bahasa pertamanya, jika dilihat
secara cermat, pembahasan dalam setiap tahap pemerolehan bahasa pertama anak
memiliki kesamaan, yaitu adanya proses fonologi, morfologi, sintaksis, semantik,
pragmatik. Bagaimana sebenarnya proses pemerolehan bahasa pertama ini? Ada
beberapa teori pemerolehan bahasa yang menjelaskan hal ini, yaitu teori behaviorisme,
nativisme, kognitivisme, interaksionisme. Keempat teori ini memiliki sudut pandang
yang berbeda dalam menjelaskan perihal cara anak memperoleh bahasa pertamanya.
3.2 Saran
Kami sangat sadar bahwa banyak sekali kekurangan dalam makalah kami inikami
mohom maaf jika ada kesalah dari makalah kami ini dan saran kami guru
harusmengatahui bagaimana cara mengajarkan berkembangan lisan dan tulisan pada anak
usia dini.
DAFTAR PUSTAKA