Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH BAHASA INDONESIA

“Pemerolehan dan Perkembangan Bahasa Anak”

Disusun oleh : Kelompok (6)


1. Widdiana (71170513062)
2. Novita Sri Rezeki
3. Irwanto

Semester IV
Mata Kuliah : Psikolinguistik
Dosen Pengampu : Dra. Hj. Deliani, Msi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
2018-20

KATA PENGHANTAR

1
Bismillahirrahmanirrahim,
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-
Nya tentunya kami tidak akan sanggup menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita
yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya diakhirat nanti.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah
ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak khususnya kepada dosen Psikolinguistik Ibu Dra. Hj. Deliani,
Msi .yang telah membimbing kami dalam menulis makalah ini.

Medan, februari 2019

Penulis

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II Hakikat pemerolehan bahasa
A. Hakikat pemerolehan bahasa anak
B. Ragam pemerolehan bahasa anak
C. Strategi pemerolehan bahasa anak
BAB III Perkembangan kognitif anak
A. Pengertian perkembangan kognitif anak
B. Proses perkembangan kognitif anak
BAB IV Perkembangan sosial anak
A. Pengertian Perkembangan sosial anak
B. Ciri-ciri Perkembangan sosial anak
C. Tahap-tahap Perkembangan sosial anak
BAB VI Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka

BAB I

3
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemerolehan bahasa dan perkembangan bahasa anak mendasari
kemampuan mengajarkan bahasa dan sastra Indonesia kepada siswa di sekolah
dasar terutama siswa di kelas rendah. Karakteristik setiap anak tidak sama
sehingga dengan mempelajari pemerolehan dan perkembangan bahasa anak
guru dapat mengatasi perbedaan perkembangan bahasa pada siswanya.
Siswa sekolah dasar pada umumnya berlatar belakang dwibahasa bahkan
multi bahasa, sehingga dengan mempelajari materi pemerolehan dan
perkembangan bahasa anak, guru dapat benar-benar memahami konteks sosial
budaya lingkungan anak didiknya dan menghargai keragaman budaya
tersebut.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas ditemukan beberapa permasalahan,
diantaranya:
A. Apa yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa anak?
B. Apa saja ragam pemerolehan bahasa anak?
C. Bagaimanakah strategi pemerolehan bahasa anak?
D. Apa pengertian perkembangan kognitif ?

4
E. Bagaimana proses perkembangan kognitif anak?
F. Apa pengertian perkembangan sosial anak?
G. Apa ciri ciri perkembangan social anak ?

H. Apa tahap-tahap perkembangan sosial anak?

C. Tujuan
Dengan mempelajari materi pemerolehan dan perkembangan bahasa anak,
mahasiswa diharapkan mampu :
A. Menjelaskan hakikat pemerolehan bahasa anak.
B. Menjelaskan ragam pemerolehan bahasa anak.
C. Menjelaskan strategi pemerolehan bahasa anak.
D. Mengetahui pengertian perkembangan kognitif anak
E. Mengetahui proses perkembangan kognitif anak
F. Mengetahui pengertian perkembangan sosial anak
G. Mengetahui ciri ciri perkembangan sosial anak
H. Mengetahui tahap tahap perkembangan sosial anak

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hakikat Pemerolehan Bahasa Anak


1. Pengertian Pemerolehan Bahasa Anak
Mengenai pemerolehan bahasa ini terdapat beberapa pengertian.
Pengertian yang satu mengatakan bahwa pemerolehan bahasa mempunyai
suatu permulaan yang tiba-tiba, mendadak. Kemerdekaan bahasa mulai sekitar
usia satu tahun di saat anak-anak mulai menggunakan kata-kata lepas atau
kata-kata terpisah dari sandi linguistik untuk mencapai tujuan sosial mereka.
Pengertian lain mengatakan bahwa pemerolehan bahasa memiliki suatu
permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi kognitif pra-
linguistik (McGraw, 1987 ; 570).
Pemerolehan bahasa anak melibatkan dua keterampilan, yaitu kemampuan
untuk menghasilkan tuturan secara spontan, dan kemampuan untuk
memahami tuturan orang lain. Jika dikaitkan dengan hal tersebut, maka yang
dimaksud dengan pemerolehan bahasa adalah proses pemilikan kemampuan
berbahasa, baik berupa pemahaman ataupun pengungkapan secara alami,
tanpa melalui kegiatan pembelajaran formal (Tarigan dkk., 1998).
Selain pendapat tersebut, Kiparsky dan Tarigan (1988) mengatakan bahwa
pemerolehan bahasa adalah suatu proses yang digunakan oleh anak-anak
untuk menyesuaikan serangkaian hipotesis dengan ucapan orang tua hingga
dapat memilih kaidah tata bahasa yang paling baik dan paling sederhana dari
bahasa yang bersangkutan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam
pemerolehan bahasa :
1. Berlangsung dalam situasi informal, anak-anak belajar tanpa beban
dan berlangsung di luar sekolah.
2. Pemilikan bahasa tidak melalui pembelajaran formal di lembaga-
lembaga pendidikan seperti sekolah atau kursus.
3. Dilakukan tanpa sadar atau secara spontan

6
4. Dialami langsung oleh anak dan terjadi dalam konteks berbahasa
yang bermakna bagi anak.

B. Ragam Pemerolehan Bahasa Anak


Ragam atau jenis pemerolehan bahasa dapat kita tinjau dari berbagai sudut
pandang, yaitu :
1. Berdasarkan bentuk
Ditinjau dari segi bentuk, ragam pemerolehan bahasa anak meliputi :
a. Pemerolehan bahasa pertama atau first language acquisition
b. Pemerolehan bahasa kedua atau second language acquisition
c. Pemerolehan berulang-ulang atau re-acquestion (klein, 1986 ; 3)
2. Berdasarkan urutan
Ditinjau dari segi urutan, ragam pemerolehan anak meliputi :
a. Pemerolehan bahasa pertama atau first language acquisition
b. Pemerolehan bahasa kedua atau secong language acquisition
(Winitiz, 1981 ; Stevens, 1984)
3. Berdasarkan jumlah
Ditinjau dari segi jumlah, ragam pemerolehan anak meliputi :
a. Pemerolehan satu bahasa atau monolingual acquestion
b. Pemerolehan dua bahasa atau bilingual acquestion ( Gracia, 1983).
4. Berdasarkan media
Ditinjau dari segi media, ragam pemerolehan anak meliputi :
a. Pemerolehan lisan atau oral language acquestion
b. Pemerolehan bahasa tulis atau written language acquestion
(Freedman, 1985)
5. Berdasarkan keaslian
Ditinjau dari segi keaslian atau keasingan, ragam pemerolehan anak
meliputi :
a. Pemerolehan bahasa asli atau native language acquestion
b. Pemerolehan bahasa asing atau foreign language acquestion
(Winitz, 1981)

C. Strategi Pemerolehan Bahasa Anak


1. Pemerolehan Bahasa Pertama
Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara
verbal itulah yang disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Jadi pemerolehan
bahasa pertama terjadi bila anak pada awal kehidupannya tanpa bahasa kini
telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa tersebut,
bahasa anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk atau

7
struktur bahasanya. Anak akan mengucapkan kata berikutnya untuk keperluan
komunikasinya dengan orang tua atau kerabat dekatnya.
Anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa pada umumnya
menggunakan 4 strategi. Strategi pertama adalah meniru/imitasi. Berbagai
penelitian menemukan berbagai jenis peniruan atau imitasi, seperti:
1. Imitasi spontan
2. Imitasi perolehan
3. Imitasi segera
4. Imitasi lambat
5. Imitasi perluasan
Strategi kedua dalam pemerolehan bahasa adalah strategi produktivitas.
Produktivitas berarti keefektifan dan keefisienan dalam pemerolehan bahasa
melalui sarana komunikasi linguistik dan nonlinguistik (mimik, gerak, isyarat,
suara dsb).
Strategi ketiga adalah strategi umpan balik, yaitu umpan balik antara
strategi produksi ujaran (ucapan) dengan responsi.
Strategi keempat adalah apa yang disebut prinsip operasi. Dalam strategi
ini anak dikenalkan dengan pedoman, ”Gunakan beberapa prinsip operasi
umum untuk memikirkan serta menggunakan bahasa”( hindarkan kekecualian,
prinsip khusus: seperti kata: berajar menjadi belajar).

2. Pemerolehan Bahasa Kedua


Pemerolehan bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh sebuah
bahasa lain setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa
pertamanya (bahasa ibu). Ada juga yang menyamakan istilah bahasa kedua
sebagai bahasa asing.
Khusus bagi kondisi di Indonesia, istilah bahasa pertama atau bahasa ibu,
bahasa asli atau bahasa utama, berwujud dalam bahasa daerah tertentu
sedangkan bahasa kedua berwujud dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing.
Tujuan pengajaran bahasa asing kadang-kadang berbeda dengan pengajaran
bahasa kedua. Bahasa kedua biasanya merupakan bahasa resmi di negara
tertentu, oleh karenanya bahasa kedua sangat diperlukan untuk kepentingan

8
politik, ekonomi dan pendidikan. Terdapat perbedaan dalam proses belajar
bahasa pertama dan bahasa kedua.
Proses belajar bahasa pertama memiliki ciri-ciri:
1. Belajar tidak disengaja.
2. Berlangsung sejak lahir.
3. Lingkungan keluarga sangat menentukan.
4. Motivasi ada karena kebutuhan.
5. Banyak waktu untuk mencoba bahasa.
6. Banyak kesempatan untuk berkomunikasi.
Pada proses belajar bahasa kedua terdapat ciri-ciri:
1. Belajar bahasa disengaja, misalnya karena menjadi salah satu mata
pelajaran di sekolah.
2. Berlangsung setelah pelajar berada di sekolah.
3. Lingkungan sekolah sangat menentukan.
4. Motivasi pelajar untuk mempelajarinya tidak sekuat mempelajari
bahasa pertama. Motivasi itu misalnya ingin memperoleh nilai baik
pada waktu ulangan atau ujian.
5. Waktu belajar terbatas.
6. Belajar tidak mempunyai banyak waktu untuk mempraktikan
bahasa yang dipelajari.
7. Bahasa pertama mempengaruhi proses belajar bahasa kedua.
8. Umur kritis mempelajari bahasa kedua kadang-kadang telah lewat
sehingga proses belajar bahasa kedua berlangsung lama.
9. Disediakan alat bantu belajar.
10. Ada orang yang mengorganisasi
Dalam kaitannya dengan proses belajar bahasa kedua perlu
diperhatikan beberapa strategi yang dapat diterapkan. Stern (1983)
menjelaskan ada sepuluh strategi dalam proses belajar bahasa, yaitu:
1. Strategi perencanaan dan belajar positif.
2. Strategi aktif, pendekatan aktif dalam tugas belajar, libatkan siswa
Anda secara aktif dalam belajar bahasa bahkan melalui pelajaran yang
lain.
3. Strategi empatik, ciptakan empatik pada waktu belajar bahasa.
4. Strategi formal, perlu ditanamkan kepada siswa bahwa proses
belajar bahasa ini formal/terstruktur sebab pendidikan yang sedang
ditanamkan adalah pendidikan formal bukan alamiah.
5. Strategi eksperimental, mencoba sesuatu hal yang baru untuk
peningkatan belajar siswa.

9
6. Strategi semantik, yakni menambah kosakata siswa dengan
berbagai cara, misalnya permainan (contoh: teka-teki); permainan
dapat meningkatkan keberhasilan belajar bahasa.
7. Strategi praktis, pancinglah keinginan siswa untuk mempraktikan
apa yang telah didapatkan dalam belajar bahasa, Anda sendiri harus
dapat menciptakan situasi yang kondusif di kelas.
8. Strategi komunikasi, tidak hanya di kelas, motivasi siswa untuk
menggunakan bahasa dalam kehidupan nyata meskipun tanpa
dipantau, berikan pertanyaan-pertanyaan atau PR yang memancing
mereka bertanya kepada orang lain sehingga strategi ini terpakai.
9. Strategi monitor, siswa dapat saja memonitor sendiri dan
mengkritik penggunaan bahasa yang dipakainya, ini demi kemajuan
mereka.
10. Strategi internalisasi, perlu pengembangan/pembelajaran bahasa
kedua yang telah dipelajari secara terus-menerus/berkesinambungan.

BAB III
Perkembangan Kognitif Anak

A. Pengertian Perkembangan Kognitif


Serupa dengan aspek-aspek perkembangan yang lainnya, kemampuan
kognitif anak juga mengalami perkembangan tahap demi tahap. Secara sederhana,
kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak untuk berpikir
lebih kompleks serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan masalah.
Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini akan memudahkan peserta didik
menguasai pengetahuan umum yang lebih luas, sehingga anak mampu
melanjutkan fungsinya dengan wajar dalam interaksinya dengan masyarakat dan
lingkungan.
Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu
aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu
semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari
dan memikirkan lingkungannya, sesuai buku karangan.
Teori perkembangan kognitif, menurut Pieget Perkembangan kognitif
seorang anak terjadi secara bertahap, lingkungan tidak tidak dapat mempengaruhi
perkembangan pengetahuan anak. Seorang anak tidak dapat menerima

10
pengetahuan secara langsung dan tidak bisa langsung menggunakan pengetahuan
tersebut, tetapi pengetahuan akan didapat secara bertahap dengan cara belajar
secara aktif dilingkungan sekolah.
Kemudian, pandangan perkembangan kognitif menurut Vygotsky berbeda
dengan piaget. Vygotsky lebih menekankan pada konsep sosiokultural, yaitu
konteks sosial dan interaksi dengan orang lain dalam proses belajar anak.
Vygotsky juga yakin suatu pembelajaran tidak hanya terjadi saat disekolah atau
dari guru saja, tetapi suatu pembelajaran dapat terjadi saat siswa bekerja
menangani tugas-tugas yang belum pernah dipelajari disekolah namun tugas-tugas
itu bisa dikerjakannya dengan baik, misalnya di masyarakat.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan dan dapat dipahami
bahwa kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi
untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi,
pikiran, ingatan dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang
memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan,
atau semua proses psikologis yang berkaitan bagaimana individu mempelajari,
memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan
memikirkan lingkungannya.

B. Proses Perkembangan Kognitif


Dalam pembahasan proses perkembangan kognitif, ada dua alternative proses
perkembangan kognitif yaitu pada teori dan tahap-tahap perkembangan yang
dikemukakan oleh Piaget dan proses perkembangan kognitif oleh para pakar
psikologi pemprosesan informasi.
1. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Piaget meyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang dari bayi
sampai dia dewasa. Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai
dari bayi yang baru di lahirkan sampai mengijak usia dewasa mengalami empat
tingkat perkembangan kognitif, yaitu :
a. Tahap Sensori-Motorik (usia 0-2 tahun)
Tahap ini seperti Bayi bergerak dari tindakan reflex instinktif pada saat
lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman

11
tentang dunia melalui pengkoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan
tindakan fisik.

b. Tahap Pra-Operasional (usia 2-7 tahun)


Pada tahap ini anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dari
berbagai gambar. Kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya peningkatan
pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan
fisik.
c. Tahap Konkret-Operasional (usia 7-11 tahun)
Ditahap ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa
yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang
berbeda. Tetapi dalam tahapan konkret-operasional masih mempunyai kekurangan
yaitu, anak mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu tetapi hanya dalam
situasi yang konkrit. Dengan kata lain, bila anak dihadapkan dengan suatu
masalah secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang konkrit, maka ia belum
mampu untuk menyelesaikan masalah ini dengan baik.
d. Tahap Operasional Formal (usia 11 tahun-dewasa)
Ditahap ini remaja berfikir dengan cara yang lebih abstrak, logis, dan lebih
idealistik.

BAB IV
Perkembangan Sosial Anak

A. Pengertian Perkembangan Sosial

Menurut Plato secara potensial (fitrah) manusia dilahirkan sebagai


makhluk sosial (zoon politicon). Syamsuddin (1995:105) mengungkapan bahwa
“sosialisasi adalah proses belajar untuk menjadi makhluk sosial”, sedangkan
menurut Loree (1970:86) “sosialisasi merupakan suatu proses dimana individu
(terutama) anak melatih kepekaan dirinya terhadap rangsangan-rangsangan sosial
terutama tekanan-tekanan dan tuntutan kehidupan (kelompoknya) serta belajar
bergaul dengan bertingkah laku, seperti orang lain di dalam lingkungannya”.

12
Muhibin (1999:35) mengatakan bahwa perkembangan sosial merupakan
proses pembentukansocial self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi dalam
keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya. Adapun Hurlock (1978:250)
mengutarakan bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan
berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. “Sosialisasi adalah kemampuan
bertingkah laku sesuai dengan norma, nilai atau harapan sosial”.Abu Ahmadi
juga berpendapat bahwa perkembangan sosial telah dimulai sejak manusia itu
lahir.Sebagai contoh, anak menangis saat dilahirkan, atau anak tersenyum saat
disapa.Hal ini membuktikan adanya interaksi sosial antara anak dan
lingkungannya.
Perkembangan sosial-emosional meliputi perkembangan dalam hal
emosi,kepribadian, dan hubungan interpersonal (Papalia, dkk., 2004). Selama
tahun kanak-kanak awal, perkembangan sosial-emosional berkisar tentang proses
sosialisasi, yaitu proses ketika anak mempelajari nilai-nilai dan perilaku yang
diterima dari masyarakat (Dodge, dkk., 2002).
Anak itu merupakan pribadi-sosial yang memerlukan relasi dan
komunikasi dengan orang lain untuk memanusiakan dirinya. Anak ingin dicintai,
ingin diakui dan dihargai. Berkeinginan pula untuk dihitung dan mendapatkan
tempat dalam kelompoknya (Kartini Kartono,1982:50).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan sosial adalah
serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses
kematangan dan pengalaman, baik dalam hal emosi, kepribadian, maupun
hubungan interpersonal yang diterima dari lingkungan sosial. Lingkungan sosial
inilah yang memberikan fasilitas dan arena bermain pada anak untuk pelaksanaan
realisasi diri. Seorang anak yang berdiri sendiri, terpisah secara total dari
masyarakat dan dari pengaruh kulturil orang dewasa, tidak mungkin jadi anak
normal. Tanpa bantuan orang dewasa, anak akan mati. Tanpa bantuan manusia
lain, anak tidak mungkin mencapai taraf kemanusiaan yang normal.

B. Karakteristik atau Ciri-ciri Perkembangan Sosial


Pada umumnya ciri-ciri perkembangan bayi dan anak kecil sifatnya
individual dan kontekstual.Bayi dapat mengalami dan menghayati secara langsung
keadaan di sekitarnya melalui indera mereka seperti melihat, mendengar,
mengecap, mencium, dan merasakan. Bayi yang berkembang secara normal akan
secara aktif memfungsikan inderanya untuk menangkap, merasakan, dan
menghayati hal-hal yang ada di luar dirinya secara langsung.
Namun aktivitas bayi secara biologis, psikologis, dan sosiologis berbeda
dengan anak kecil, remaja atau orang dewasa.Seekor anak itik baru menetas dari

13
telur bisa langsung berenang, tetapi bayi tidak mungkin langsung berjalan.Ia
masih belum berdaya meskipun memiliki potensi untuk berkembang. Karena itu
ia memerlukan bantuan dari orang dewasa agar ia bisa tumbuh mengenal dan
memahami lingkunganya.
Dalam perkembangan sosial anak terdapat beberapa ciri dalam setiap
periodenya, yaitu sebagai berikut.
1. Periode Bayi (0-2 tahun)
Masa bayi adalah fase pertumbuhan dan perkembangan yang penting dalam
sejarah kehidupan manusia.Periode ini juga dianggap periode vital karena masa
ini merupakan masa pembentukan awal anak baik jasmani maupun mentalnya.
Pada saat bayi lahir, kemampuan otak telah terbentuk selama dalam kandungan
sekitar 50% dan kemampuan itu terus bertambah sampai dengan umur lima tahun.
Pertumbuhan jasmani otak sangat bergantung kepada kodisi kesehatan.
Pada usia 1-3 bulan, aktivitas bayi dalam sehari semalam 75%, sedangkan
25% sisanya terdiri atas gerak spontan, makan, minum, dan reaksi negatif seperti
menangis.
Pada usia 4-6 bulan 50% aktivitas bayi dalam sehari semalam adalah tidur,
sedangkan 50% lainnya diisi dengan aktivitas gerak spontan, makan-minum,
reaksi negatif, bangun yang tenang, antara bangun dan tidur, dan bereksperimen.
Pada usia 7-10 bulan 50% aktivitas bayi dalam sehari semalam tidur, 50%
lainnya digunakan untuk aktivitas makan, minum, bangun yang tenang, reaksi
negatif, antara bangun dan tidur, gerakan impulsif dan reaksi-reaksi lainnya.
Beberapa perubahan aktivitas bayi pada bulan ke 10, anak sudah jarang menangis,
menampilkan ekspresi muka yang lucu, dari merangkak mencoba belajar berdiri,
berupaya menjangkau dan memegang benda sekitarnya dan memasukannya ke
mulut, mulai belajar mengucapkan kata-kata untuk menyatakan pikiran dan
perasaannya.
Berikut rincian perkembangan sosial anak pada periode sampai 2 tahun.

1-2 bulan Belum mampu membedakan objek dan benda


3 bulan1. Otot mata sudah kuat dan mampu melihat pada orang atau objek dan
mengikuti gerakan
2. Telinga sudah mampu membedakan suara. Mulai mampu
membedakan objek dan orang, siap untuk belajar menjadi manusia
sosial.
3. Senyum sosial (social smiles) apabila orang yang dikenalnya datang
dan menangis apabila ditinggal.
4 bulan Meperlihatkan tingkah laku, memperhatikan apabila ada orang yang

14
bicara, membuat penyesuaian dengan tertawa padanya.
4-6 bulan Tersenyum dengan bayi lain
5-6 bulan Bereaksi berbeda terhadap suara yang ramah dan tidak.
7 bulan Kadang-kadang agresif, menjambak, mencakar, dan sebagainya.
6-8 bulan Memegang, melihat, merebut benda dari bayi lain
7-9 bulan Mengikuti suara-suara, tingkah laku yang sederhana
9-13 Meniru suara, mengeksplorasi bayi lain, menjambak, dan sebagainya.
bulan Bisa bermain dengan permainan tanpa komunikasi.
12 Mengenal larangan.
bulan/1
tahun
13-18 Mulai minat terhadap bayi lain.
bulan
15 bulan Memperlihatkan minat yan tinggi terhadap orang dewasa dan selalu
ingin dekat serta mutasi dengan mereka.
24 bulan Dapat membantu melakukan aktivitas sederhana.
(2 tahun) Menggunakan permainan sebagai alat untuk hubungan sosial. Disini
mereka bermain bersama, tetapi tidak ada interaksi- salutary a
paralel play.

2. Periode Kecil (2-3 tahun)


Ciri perkembangan penting pada masa anak kecil, ialah anak oleh karena telah
mencapai kematangan dalam perkembangan motorik, seperti berjalan,
belari,menggulingkan badannya, menangkap, melempar, memukul, menendang;
dan juga mencapai kematangan dalam berbicara, maka anak mulai memasuki fase
“membebaskan diri” dari dekapan ibu dan lingkungan perlakuan sebagai bayi.
Dengan kematangan yang dicapai anak kecil mulai bereksplorasi dengan
lingkungan fisik dan sosial.Apa saja yang ada disekitarnya ingin di pegang, dicari
tahu apa, mengapa, bagaimana.
Rasa ingin tahu (sense of curiosity) anak mulai tumbuh.Anak mulai
mengembangkan hubungan sosial.Ia mulai ingin terlibat dalam aktivitas bermain
dengan teman sebaya, walaupun belum intensif, cenderung bermain dengan
aktivitas sendiri. Ia hanya senang berada di antara teman-temannya sambil
mengamat-amati cara-cara dan aturan permainan. Dalam hal menggambar, tampak
anak sekedar mencoret-coret saja sebagai awal dari masa menggambar
sebenarnya.
Masa anak kecil adalah momentum awal bagi upaya melakukan
pembimbingan secara intensif, sistematis, dan profesional bagi anak sebab pada
15
masa inilah anak mulai mengembangkan kemampuan dalam simbol-simbol
mental, berimaginasi, berbicara untuk berkomunikasi, menggambar, dan bermain.

3. Periode Prasekolah (4-5 tahun)


Adapun ciri sosialisasi periode prasekolah adalah sebagai berikut :
a. Membuat kontaksosial dengan orang di luar rumahnya.
b. Dikenal dengan istilah Pregang Age. Dikatakan pregang karena anak prasekolah
berkelompok belum mengikuti arti dari sosialisasi yang sebenarnya. Mereka mulai
belajar menyesuaikan diri dengan harapan lingkungan sosial.
c. Hubungan dengan orang dewasa. Melanjutkan hubungan dan selalu ingin dekat
dengan orang dewasa baik dengan orang tua maupun guru. Mereka berusaha
untuk berkomunikasi dan menarik perhatian orang dewasa.
d. Hubungan dengan teman sebaya
e. 3-4 tahun mulai bermain bersama (cooperative play). Mereka tampak mulai
mengobrol selama bermain, memilih teman untuk bermain, mengurangi tingkah
laku bermusuhan.

4. Periode Usia Sekolah


Minat terhadap kelompok makin besar, mulai mengurangi keikutsertaannya
pada aktivitas keluarga. Mereka membentuk kelompok (gang) sehingga ini
disebut gang age. Oeranan teman sebaya pada tahap ini sangat penting dan
berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak. Di antara pengaruh yang
ditimbulkannya pada keterampilan sosialisasi anak diantaranya sebagai berikut :
a. Membantu anak untuk belajar bersama dengan orang lain dan bertingkah laku
yang dapat diterima oleh kelompok.
b. Membantu anak mengembangkan nila-nilai sosial lain di luar nilai orang tua.
c. Membantu mengembangkan kepribadian yang mandiri dengan mendapatkan
kepuasan emosional darirasa berkawan.
Snowman dalam Patmonodewo (1995:29) mengemukakan beberapa
karakteristik perilak sosial pada anak usia prasekolah sebagai berikut.
a. Pada umumnya anak pada usia idni memiliki satu atau dua sahabat. Akan tetapi,
sahabat ini cepat berganti. Merkea pada umumnya dapat cepat menyesuaikan diri
secara sosial. Sahabat yang dipilih biasanya dari jenis kelamin yang sama,
kemudian berkembang menjadi bersahabat dengan anak dengan jenis kelamin
yang berbeda.
b. Kelompok bermainnya cenderung kelompok kecil, tidak terlalu terorganisasi
secara baku sehingga kelompok tersebut cepat berganti-ganti.
c. Anak yang lebih kecil sering kali mengamati anak yang lebih besar.

16
d. Pola bermain anak prasekolah lebih bervariasi fungsinya sesuai dengan kelas
sosial dan gender. Anak dari kelas menengah lebih banyak bermain asosiatif,
kooperatif, dan konstruktif, sedangkan anak perempuan lebih banyak bermain
soliter, konstruktif, paralel, dan dramatik. Anak laki-laki lebih banyak bermain
fungsional soliter dan asosiatif dramatis.
e. Perselisihan sering terjadi. Akan tetapi sebentar kemudian mereka berbaikan
kembali. Anak laki-laki banyak melakukan tindakan agresif dan menantang.
f. Setelah masuk TK, pada umunya kesadaran mereka terhadap peran jenis kelamin
telah berkembang. Anak laki-laki lebih senang bermain di luar, bermain kasar dan
bertingkah laku agresif, sedangkan anak perempuan lebih suka bermain yang
bersifat kesenian, bermain boneka atau menari.

C. Tahap-tahap Perkembangan Sosial


Erik Erikson (1950) dalam Papalia dan Old, 2008:370 seorang ahli
psikoanalisis mengidentifikasi perkembangan sosial anak
1. Tahap 1: Basic Trust vs Mistrust (percaya vs curiga), usia 0-2 tahun.
Dalam tahap ini bila dalam merespon rangsangan, anak mendapat pengalaman
yang menyenamgkan akan tumbuh rasa percaya diri, sebaliknya pengalaman yang
kurang menyenangkan akan menimbulkan rasa curiga.
2. Tahap 2: Autonomy vs Shame & Doubt (mandiri vs ragu), usia 2-3 tahun.
Anak sudah mampu menguasai kegiatan meregang atau melemaskan seluruh
otot-otot tubuhnya. Anak pada masa ini bila sudah merasa mampu menguasai
anggota tubuhnya dapat meimbulkan rasa otonomi, sebaliknya bila lingkungan
tidak memberi kepercayaan atau terlalu banyak bertindak untuk anak akan
menimbulkan rasa malu dan ragu-ragu.
3. Tahap 3: Initiative vs Guilt (berinisiatif vs bersalah), usia 4-5 tahun.
Pada masa ini anak dapat menunjukkan sikap mulai lepas dari ikatan orang
tua, anak dapat bergerak bebas dan ber interaksi dengan lingkungannya.Kondisi
lepas dari orang tua menimbulkan rasa untuk berinisiatif, sebaliknya dapat
menimbulkan rasa bersalah.
4. Tahap4: industry vs inferiority (percaya diri vs rasa rendah diri), usia 6
tahun pubertas.
Anak telah dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan untuk menyiapkan
diri memasuki masa dewasa.Perlu memiliki suatu keterampilan tertentu.Bila anak

17
mampu menguasai suatu keterampilan tertentu dapat menimbulkan rasa berhasil,
sebaliknya bila tidak menguasai, menimbulkan rasa rendah diri.

18
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pemerolehan bahasa adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak
seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa anak
dimulai dari lingkungannya terutama lingkungan keluarga, ini disebut
pemerolehan bahasa pertama yang terjadi dalam kehidupan awal anak. Anak-
anak dalam proses pemerolehan bahasa pada umumnya menggunakan 4
strategi, yaitu imitasi, produktivitas, umpan balik dan prinsip operasi.
Sedangkan pemerolehan bahasa kedua dimaknai saat seseorang memperoleh
bahasa lain setelah terlebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa
ibu (bahasa pertama).
Setiap anak mempunyai language acquisition device (LAD), yaitu
kemampuan alamiah anak untuk berbahasa. Tahun-tahun awal masa anak-anak
merupakan periode yang penting untuk belajar bahasa (critical-period). Jika
pengenalan bahasa tidak terjadi sebelum masa remaja, maka ketidakmampuan
dalam menggunakan tata bahasa yang baik akan dialami seumur hidup.

B. Saran
Sebagai calon pendidik, mahasiswa diharapkan benar-benar memahami
materi pemerolehan dan perkembangan bahasa anak. Karena materi ini akan
memberikan wawasan kepada mahasiswa tentang bagaimana sesungguhnya
cara anak-anak belajar bahasa dan sejak kapan anak anak mulai belajar
bahasa. Pemahaman yang baik mengenai hal itu, tentu akan memudahkan
mahasiswa untuk menciptakan suasana pembelajaran bahasa Indonesia yang
sesuai dengan ssituasi, kebiasaan, dan strategi belajar bahasa anak yan
memungkinkannya menguasai bahasa dengan baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

19
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Fatimah, E. 2010. Psikologi Perkembangan (perkembangan peserta didik).
Bandung: CV Pustaka Setia.

Hildayani, Rini dkk. 2007. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Universitas


Terbuka.
Hurlock, Elizabeth. 1996. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentan Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

20

Anda mungkin juga menyukai